Anda di halaman 1dari 44

GLOMERULONEFRITIS AKUT

DEFINISI

Glomerulonefritis akut juga disebut dengan glomerulonefritis akut post sterptokokus  (GNAPS)

adalah suatu proses radang non-supuratif yang mengenai glomeruli, sebagai akibat infeksi kuman

streptokokus beta hemolitikus grup A, tipe nefritogenik di tempat lain. Penyakit ini sering

mengenai anak-anak.7

Glomerulonefritis akut (GNA) adalah suatu reaksi imunologis pada ginjal terhadap bakteri atau

virus tertentu.Yang sering terjadi ialah akibat infeksi kuman streptococcus. Glomerulonefritis

merupakan suatu istilah yang dipakai untuk menjelaskan berbagai ragam penyakit ginjal yang

mengalami proliferasi dan inflamasi glomerulus yang disebabkan oleh suatu mekanisme

imunologis. Sedangkan istilah akut (glomerulonefritis akut) mencerminkan adanya korelasi

klinik selain menunjukkan adanya gambaran etiologi, patogenesis, perjalanan penyakit dan

prognosis.3

ETIOLOGI

Sebagian besar (75%) glomerulonefritis akut paska streptokokus timbul setelah infeksi saluran

pernapasan bagian atas, yang disebabkan oleh kuman Streptokokus beta hemolitikus grup A tipe

1, 3, 4, 12, 18, 25, 49. Sedang tipe 2, 49, 55, 56, 57 dan 60 menyebabkan infeksi kulit 8-14 hari

setelah infeksi streptokokus, timbul gejala-gejala klinis. Infeksi kuman streptokokus beta

hemolitikus ini mempunyai resiko terjadinya glomerulonefritis akut paska streptokokus berkisar

10-15%..3,7

Streptococcus ini dikemukakan pertama kali oleh Lohlein pada tahun 1907 dengan alasan

bahwa :
1. Timbulnya GNA setelah infeksi skarlatina

2. Diisolasinya kuman Streptococcus beta hemolyticus golongan A

3. Meningkatnya titer anti-streptolisin pada serum penderita.4

Mungkin faktor iklim, keadaan gizi, keadaan umum dan faktor alergi mempengaruhi terjadinya

GNA setelah infeksi dengan kuman Streptococcuss. Ada beberapa penyebab glomerulonefritis

akut, tetapi yang paling sering ditemukan disebabkan karena infeksi dari streptokokus, penyebab

lain diantaranya:

1. Bakteri  :    streptokokus grup C, meningococcocus, Sterptoccocus Viridans, Gonococcus,

Leptospira, Mycoplasma Pneumoniae, Staphylococcus albus, Salmonella typhi dll

2. Virus    :    hepatitis B, varicella, vaccinia, echovirus, parvovirus, influenza, parotitis

epidemika dl

3.   Parasit      : malaria dan toksoplasma 1,8

Streptokokus

Sterptokokus adalah bakteri gram positif berbentuk bulat yang secara khas membentuk pasangan

atau rantai selama masa pertumbuhannya. Merupakan golongan bakteri yang heterogen. Lebih

dari 90% infeksi streptokkus pada manusia disebabkan oleh Streptococcus hemolisis β kumpulan

A. Kumpulan ini diberi spesies nama S. pyogenes 9,10

S. pyogenes β-hemolitik golongan A mengeluarkan dua hemolisin, yaitu:

a.     Sterptolisin O

adalah suatu protein (BM 60.000) yang aktif menghemolisis dalam keadaan tereduksi

(mempunyai gugus-SH) tetapi cepat menjadi tidak aktif bila ada oksigen. Sterptolisin O

bertanggung jawab untuk beberapa hemolisis yang terlihat ketika pertumbuhan dipotong cukup
dalam dan dimasukkan dalam biakan pada lempeng agar darah. Sterptolisisn O bergabung

dengan antisterptolisin O, suatu antibody yang timbul pada manusia setelah infeksi oleh setiap

sterptokokus yang menghasilkan sterptolisin O. antibody ini  menghambat hemolisis oleh

sterptolisin O. fenomena ini merupakan dasar tes kuantitatif untuk antibody. Titer serum

antisterptolisin O (ASO) yang melebihi 160-200 unit dianggap abnormal dan menunjukkan

adanya infeksi sterptokokus yang baru saja terjadi atau adanya kadar antibodi yang tetap tinggi

setelah serangan infeksi pada orang yang hipersensitifitas.9

1. Sterptolisin S

Adalah zat penyebab timbulnya zone hemolitik disekitar koloni sterptokokus yang tumbuh pada

permukaan lempeng agar darah. Sterptolisin S bukan antigen, tetapi zat ini dapat dihambat oleh

penghambat non spesifik yang sering ada dalam serum manusia dan hewan dan tidak bergantung

pada pengalaman masa lalu dengan sterptokokus.9

Gambar 6. Bakteri Sterptokokus 10


Bakteri ini hidup pada manusia di tenggorokan dan juga kulit. Penyakit yang sering disebabkan

diantaranya adalah faringitis, demam rematik dan glomerulonefritis.9

Patofisiologi

Sebenarnya bukan sterptokokus yang menyebabkan kerusakan pada ginjal. Diduga terdapat suatu

antibodi yang ditujukan terhadap suatu antigen khsus yang merupakan unsur membran plasma

sterptokokal spesifik. Terbentuk kompleks antigen-antibodi didalam darah dan bersirkulasi

kedalam glomerulus tempat kompleks tersebut secara mekanis terperangkap dalam membran

basalis.selanjutnya komplomen akan terfiksasi mengakibatkan lesi dan peradangan yang menarik

leukosit polimorfonuklear (PMN) dan trombosit menuju tempat lesi. Fagositosis dan pelepasan

enzim lisosom juga merusak endothel dan membran basalis glomerulus (IGBM). Sebagai respon

terhadap lesi yang terjadi, timbu proliferasi sel-sel endotel yang diikuti sel-sel mesangium dan

selanjutnya sel-sel epitel. Semakin meningkatnya kebocoran kapiler gromelurus menyebabkan

protein dan sel darah merah dapat keluar ke dalam urine yang sedang dibentuk oleh ginjal,

mengakibatkan proteinuria dan hematuria. Agaknya kompleks komplomen antigen-antibodi

inilah yang terlihat sebagai nodul-nodul subepitel pada mikroskop elektron dan sebagai bentuk

granular dan berbungkah-bungkah pada mikroskop imunofluoresensi, pada pemeriksaan cahaya

glomerulus tampak membengkak dan hiperseluler disertai invasi PMN.2

Menurut penelitian yang dilakukan penyebab infeksi pada glomerulus akibat dari reaksi

hipersensivitas tipe III. Kompleks imun (antigen-antibodi yang timbul dari infeksi) mengendap

di membran basalis glomerulus. Aktivasi kpmplomen yang menyebabkan destruksi pada

membran basalis glomerulus.11


Kompleks-kompleks ini mengakibatkan kompelen yang dianggap merupakan mediator utama

pada cedera. Saat sirkulasi melalui glomerulus, kompleks-kompleks ini dapat tersebar dalam

mesangium, dilokalisir pada subendotel membran basalis glomerulus sendiri, atau menembus

membran basalis dan terperangkap pada sisi epitel. Baik antigen atau antibodi dalam kompleks

ini tidak mempunyai hubungan imunologis dengan komponen glomerulus. Pada pemeriksaan

mikroskop elektron cedera kompleks imun, ditemukan endapan-endapan terpisah atau gumpalan

karateristik paa mesangium, subendotel, dan epimembranosa. Dengan miskroskop

imunofluoresensi terlihat pula pola nodular atau granular serupa, dan molekul antibodi seperti

IgG, IgM atau IgA serta komponen-komponen komplomen seperti C3,C4 dan C2 sering dapat

diidentifikasi dalam endapan-endapan ini. Antigen spesifik yang dilawan oleh imunoglobulin ini

terkadang dapat diidentifikasi.12,13

Hipotesis lain yang sering disebut adalah neuraminidase yang dihasilkan oleh Streptokokus,

merubah IgG menjadi autoantigenic. Akibatnya, terbentuk autoantibodi terhadap IgG yang telah

berubah tersebut. Selanjutnya terbentuk komplek imun dalam sirkulasi darah yang kemudian

mengendap di ginjal.7

Streptokinase yang merupakan sekret protein, diduga juga berperan pada terjadinya GNAPS.

Sreptokinase mempunyai kemampuan merubah plaminogen menjadi plasmin. Plasmin ini diduga

dapat mengaktifkan sistem komplemen sehingga terjadi cascade dari sistem komplemen.7

Pola respon jaringan tergantung pada tempat deposit dan jumlah kompleks yang dideposit. Bila

terutama pada mesangium, respon mungkin minimal, atau dapat terjadi perubahan mesangiopatik

berupa ploriferasi sel-sel mesangial dan matrik yang dapt meluas diantara sel-sel endotel dan

membran basalis,serta menghambat fungsi filtrasi simpai kapiler. Jika kompleks terutama

terletak subendotel atau subepitel, maka respon cenderung berupa glomerulonefritis difusa,
seringkali dengan pembentukan sabit epitel. Pada kasus penimbunan kronik komplek imun

subepitel, maka respon peradangan dan proliferasi menjadi kurang nyata, dan membran basalis

glomerulus berangsur- angsur menebal dengan masuknya kompleks-kompleks ke dalam

membran basalis baru yang dibentuk pada sisi epitel.12,13

Mekanisme yang bertanggung jawab terhadap perbedaan distribusi deposit kompleks imun

dalam glomerulus sebagian besar tidak diketahui, walaupun demikian ukuran dari kompleks

tampaknya merupakan salah satu determinan utama. Kompleks-kompleks kecil cenderung

menembus simpai kapiler, mengalami agregasi, dan berakumulasi sepanjang dinding kapiler do

bawah epitel, sementara kompleks-kompleks berukuran sedang tidak sedemikian mudah

menembus membran basalis, tapi masuk ke mesangium. Komplkes juga dapat berlokalisasi pada

tempat-tempat lain.

Jumlah antigen pada beberapa penyakit deposit kompleks imun terbatas, misal antigen bakteri

dapat dimusnahkan dengan mekanisme pertahanan penjamu atau dengan terapi spesifik. Pada

keadaan demikian, deposit kompleks-kompleks imun dalam glomerulus terbatas dan kerusakan

dapat ringan danberlangsung singkat, seperti pada glomerulonefritis akut post steroptokokus.1,2

Hasil penyelidikan klinis – imunologis dan percobaan pada binatang menunjukkan adanya

kemungkinan proses imunologis sebagai penyebab. Beberapa penyelidik mengajukan hipotesis

sebagai berikut :

1. Terbentuknya kompleks antigen-antibodi yang melekat pada membrana basalis

glomerulus dan kemudian merusaknya.

2. Proses auto-imun kuman Streptococcus yang nefritogen dalam tubuh menimbulkan badan

autoimun yang merusak glomerulus.


3. Streptococcus nefritogen dan membran basalis glomerulus mempunyai komponen

antigen yang sama sehingga dibentuk zat anti yang langsung merusak membrana basalis

ginjal.4

Kompleks imun atau anti Glomerular Basement Membrane (GBM) antibodi yang

mengendap/berlokasi pada glomeruli akan mengaktivasi komplemen jalur klasik atau alternatif

dari sistem koagulasi dan mengakibatkan peradangan glomeruli, menyebabkan terjadinya :

1. Hematuria, Proteinuria, dan Silinderuria (terutama silinder eritrosit)

2. Penurunan aliran darah ginjal sehingga menyebabkan Laju Filtrasi Ginjal (LFG) juga

menurun. Hal ini berakibat terjadinya oligouria dan terjadi retensi air dan garam akibat

kerusakan ginjal. Hal ini akan menyebabkan terjadinya edema, hipervolemia, kongesti

vaskular (hipertensi, edema paru dengan gejala sesak nafas, rhonkhi, kardiomegali),

azotemia, hiperkreatinemia, asidemia, hiperkalemia, hipokalsemia, dan hiperfosfatemia

semakin nyata, bila LFG sangat menurun.

3. Hipoperfusi yang menyebabkan aktivasi sistem renin-angiotensin. Angiotensin 2 yang

bersifat vasokonstriktor perifer akan meningkat jumlahnya dan menyebabkan perfusi

ginjal semakin menurun. Selain itu, LFG juga makin menurun disamping timbulnya

hipertensi.

Angiotensin 2 yang meningkat ini akan merangsang kortek adrenal untuk melepaskan aldosteron

yang menyebabkan retensi air dan garam ginjal dan akhirnya terjadi hipervolemia dan hipertensi.
(1)

Prevalensi
GNAPS dapat terjadi pada semua kelompok umur, namun tersering pada golongan umur 5-15

tahun, dan jarang terjadi pada bayi. Referensi lain menyebutkan paling sering ditemukan pada

anak usia 6-10 tahun. Penyakit ini dapat terjadi pada laki laki dan perempuan, namun laki laki

dua kali lebih sering dari pada perempuan. Perbandingan antara laki-laki dan perempuan adalah

2:1. Diduga ada faktor resiko yang berhubungan dengan umur dan jenis kelamin. Suku atau ras

tidak berhubungan dengan prevelansi penyakit ini, tapi kemungkinan prevalensi meningkat pada

orang yang sosial ekonominya rendah, sehingga lingkungan tempat tinggalnya tidak sehat.3,7,8,11

Gejala Klinis

Gambaran klinis dapat bermacam-macam. Kadang-kadang gejala ringan tetapi tidak jarang anak

datang dengan gejala berat.. Kerusakan pada rumbai kapiler gromelurus mengakibatkan

hematuria/kencing berwarna merah daging dan albuminuria, seperti yang telah dikemukakan

sebelumnya. Urine mungkin tampak kemerah-merahan atau seperti kopi Kadang-kadang disertai

edema ringan yang terbatas di sekitar mata atau di seluruh tubuh. Umumnya edema berat

terdapat pada oliguria dan bila ada gagal jantung. Edema yang terjadi berhubungan dengan

penurunan laju filtrasi glomerulus (LFG/GFR) yang mengakibatkan ekskresi air, natrium, zat-zat

nitrogen mungkin berkurang, sehingga terjadi edema dan azotemia. Peningkatan aldosteron dapat

juga berperan pada retensi air dan natrium. Dipagi hari sering terjadi edema pada wajah terutama

edem periorbita, meskipun edema paling nyata dibagian anggotaGFR biasanya menurun

(meskipun aliran plasma ginja biasanya normal) akibatnya, ekskresi air, natrium, zat-zat nitrogen

mungkin berkurang, sehingga terjadi edema dan azotemia. Peningkatan aldosteron dapat juga

berperan pada retensi air dan natrium. Dipagi hari sering terjadi edema pada wajah terutama
edem periorbita, meskipun edema paling nyata dibagian anggota bawah tubuh ketika menjelang

siang. Derajat edema biasanya tergantung pada berat peradangan gelmurulus, apakah disertai

dnegan payah jantung kongestif, dan seberapa cepat dilakukan pembatasan garam.1,2,7,8

Gambar 7.proses terjadinya proteinuria dan hematuria 14

Hipertensi terdapat pada 60-70% anak dengan GNA pada hari pertama, kemudian pada akhir

minggu pertama menjadi normal kembali. Bila terdapat kerusakan jaringan ginjal, maka tekanan

darah akan tetap tinggi selama beberapa minggu dan menjadi permanen bila keadaan

penyakitnya menjadi kronis. Suhu badan tidak beberapa tinggi, tetapi dapat tinggi sekali pada

hari pertama. Kadang-kadang gejala panas tetap ada, walaupun tidak ada gejala infeksi lain yang

mendahuluinya. Gejala gastrointestinal seperti muntah, tidak nafsu makan, konstipasi dan diare

tidak jarang menyertai penderita GNA.1,4,7

Hipertensi selalu terjadi meskipun peningkatan tekanan darah mungkin hanya sedang. Hipertensi

terjadi akibat ekspansi volume cairan ekstrasel (ECF) atau akibat vasospasme masih belum

diketahui dengna jelas. 1,2

Kriteria Klinik tersering di temukan:(21)


1. Onsetnya akut. (kurang dari 7 hari)

2. Edema. Paling sering muncul di Palpebra pada saat bangun pagi, disusul tungkai,

abdomen, dan genitalia.

3. Hematuri. Hematuri makroskopik berupa urin coklat kemerah-merahan seperti teh tua /

air cucian daging biasanya muncul pada minggu pertama. Hematuri makroskopik muncul

pada 30 – 50 % kasus, sedangkan hematuri mikroskopik ditemui pada hampir semua

kasus

4. Hipertensi. Muncul pada 50-90% kasus, umumnya hipertensi ringan dan timbul dalam

minggu pertama. Adakalanya terjadi hipertensi ensefalopati (5-10% kasus). Dikatakan

hipertensi jika tekanan darah sistolik dan atau diastolik tiga kali berturut-turut di atas

persentil 95 menurut umur dan jenis kelamin. Praktisnya:

1. Hipertensi ringan jika tekanan darah diastolik 80 – 95 mmHg

2. Hipertensi sedang jika tekanan darah diastolik 95 – 115 mmHg

3. Hipertensi berat jika tekanan darah diastolik lebih dari 115 mmHg

Gambaran Laboratorium

Urinalisis menunjukkan adanya proteinuria (+1 sampai +4), hematuria makroskopik ditemukan

hampir pada 50% penderita, kelainan sedimen urine dengan eritrosit disformik, leukosituria serta

torak selulet, granular, eritrosit(++), albumin (+), silinder lekosit (+) dan lain-lain. Kadang-

kadang kadar ureum dan kreatinin serum meningkat dengan tanda gagal ginjal seperti

hiperkalemia, asidosis, hiperfosfatemia dan hipokalsemia. Kadang-kadang tampak adanya

proteinuria masif dengan gejala sindroma nefrotik. Komplomen hemolitik total serum (total

hemolytic comploment) dan C3 rendah pada hampir semua pasien dalam minggu pertama, tetapi
C4 normal atau hanya menurun sedikit, sedangkan kadar properdin menurun pada 50% pasien.

Keadaan tersebut menunjukkan aktivasi jalur alternatif komplomen.1,4,7

Penurunan C3 sangat mencolok pada pasien glomerulonefritis akut pascastreptokokus dengan

kadar antara 20-40 mg/dl (harga normal 50-140 mg.dl). Penurunan C3 tidak berhubungan

dengann parahnya penyakit dan kesembuhan. Kadar komplomen akan mencapai kadar normal

kembali dalam waktu 6-8 minggu. Pengamatan itu memastikan diagnosa, karena pada

glomerulonefritis yang lain yang juga menunjukkan penuruanan kadar C3, ternyata berlangsung

lebih lama.2,12

Adanya infeksi sterptokokus harus dicari dengan melakukan biakan tenggorok dan kulit. Biakan

mungkin negatif apabila telah diberi antimikroba. Beberapa uji serologis terhadap antigen

sterptokokus dapat dipakai untuk membuktikan adanya infeksi, antara lain antisterptozim,

ASTO, antihialuronidase, dan anti Dnase B. Skrining antisterptozim cukup bermanfaat oleh

karena mampu mengukur antibodi terhadap beberapa antigen sterptokokus. Titer anti sterptolisin

O mungkin meningkat pada 75-80% pasien dengan GNAPS dengan faringitis, meskipun

beberapa starin sterptokokus tidak memproduksi sterptolisin O.sebaiknya serum diuji terhadap

lebih dari satu antigen sterptokokus. Bila semua uji serologis dilakukan, lebih dari 90% kasus

menunjukkan adanya infeksi sterptokokus. Titer ASTO meningkat pada hanya 50% kasus, tetapi

antihialuronidase atau antibodi yang lain terhadap antigen sterptokokus biasanya positif. Pada

awal penyakit titer antibodi sterptokokus belum meningkat, hingga sebaiknya uji titer dilakukan

secara seri. Kenaikan titer 2-3 kali berarti adanya infeksi. 1,3,7

Krioglobulin juga ditemukan GNAPS dan mengandung IgG, IgM dan C3. kompleks imun

bersirkulasi juga ditemukan. Tetapi uji tersebut tidak mempunyai nilai diagnostik dan tidak perlu

dilakukan secara rutin pada tatalaksana pasien.1


Gambaran patologi

Makroskopis ginjal tampak agak membesar, pucat dan terdapat titik-titik perdarahan pada

korteks. Mikroskopis tampak hampir semua glomerulus terkena, sehingga dapat disebut

glomerulonefritis difusa.

Tampak proliferasi sel endotel glomerulus yang keras sehingga mengakibatkan lumen kapiler

dan ruang simpai Bowman menutup. Di samping itu terdapat pula infiltrasi sel epitel kapsul,

infiltrasi sel polimorfonukleus dan monosit. Pada pemeriksaan mikroskop elektron akan tampak

membrana basalis menebal tidak teratur. Terdapat gumpalan humps di subepitelium yang

mungkin dibentuk oleh globulin-gama, komplemen dan antigen Streptococcus.

Gambar 8. Histopatologi gelomerulonefritis dengan mikroskop cahaya pembesaran 20×


Keterangan gambar :

Gambar diambil dengan menggunakan mikroskop cahaya (hematosylin dan eosin dengan

pembesaran 25×). Gambar menunjukkan pembearan glomerular yang membuat pembesaran

ruang urinary dan hiperselluler. Hiperselluler terjadi karnea proliferasi dari sel endogen dan

infiltasi lekosit PMN

Gambar 9. Histopatologi glomerulonefritis dengan mikroskop cahaya pembesaran 40×

Gambar 10. Histopatologi glomerulonefritis dengan mikroskop electron

keterangan gambar :

gambar diambil dengan menggunakan mikroskop electron. Gambar menunjukjan proliferadi dari

sel endothel dan sel mesangial juga infiltrasi lekosit yang bergabung dnegan deposit electron di

subephitelia.(lihat tanda panah)


Gambar 11. Histopatologi glomerulonefritis dengan immunofluoresensi

keterangan gambar :

gambar diambil dengan menggunakan mikroskop immunofluoresensi dengan pembesaran 25×.

Gambar menunjukkan adanya deposit immunoglobulin G (IgG) sepanjang membran basalis dan

mesangium dengan gambaran ”starry sky appearence”

Diagnosis

Diagnosis glomerulonefritis akut pascastreptokok perlu dicurigai pada pasien dengan gejalan

klinis berupa hematuria nyata yang timbul mendadak, sembab dan gagal ginjal akut setelah

infeksi streptokokus. Tanda glomerulonefritis yang khas pada urinalisis, bukti adanya infeksi

streptokokus secara laboratoris dan rendahnya kadar komplemen C3 mendukung bukti untuk

menegakkan diagnosis. Tetapi beberapa keadaan lain dapat menyerupai glomerulonefritis  akut

pascastreptokok pada awal penyakit, yaitu nefropati-IgA dan glomerulonefritis kronik. Anak

dengan nefropati-IgA sering menunjukkan gejala hematuria nyata mendadak segera setelah

infeksi saluran napas atas seperti glomerulonefritis akut pascastreptokok, tetapi hematuria

makroskopik pada nefropati-IgA terjadi bersamaan pada saat faringitas (synpharyngetic


hematuria), sementara pada glomerulonefritis akut pascastreptokok hematuria timbul 10 hari

setelah faringitas; sedangkan hipertensi dan sembab jarang tampak pada nefropati-IgA.1,2,7,12

Glomerulonefritis kronik lain juga menunjukkan gambaran klinis berupa hematuria makroskopis

akut, sembab, hipertensi dan gagal ginjal. Beberapa glomerulonefritis kronik yang menunjukkan

gejala tersebut adalah glomerulonefritis membranoproliferatif, nefritis lupus, dan

glomerulonefritis proliferatif kresentik. Perbedaan dengan glomerulonefritis akut

pascastreptokok sulit diketahui pada awal sakit.1,2,7,12

Pada glomerulonefritis akut pascastreptokok perjalanan penyakitnya  cepat membaik (hipertensi,

sembab dan gagal ginjal akan cepat pulih) sindrom nefrotik dan proteinuria  masih lebih jarang

terlihat pada glomerulonefritis akut pascastreptokok dibandingkan pada glomerulonefritis kronik.

Pola kadar komplemen C3 serum selama tindak lanjut merupakan tanda (marker) yang penting

untuk membedakan glomerulonefritis akut pascastreptokok dengan glomerulonefritis kronik 

yang lain. Kadar komplemen C3 serum kembali normal dalam waktu 6-8 minggu pada

glomerulonefritis akut pascastreptokok sedangkan pada glomerulonefritis yang lain jauh lebih

lama.kadar awal C3 <50 mg/dl sedangkan kadar ASTO > 100 kesatuan Todd. 1,2

Eksaserbasi hematuria makroskopis sering terlihat pada glomerulonefritis kronik akibat infeksi

karena streptokok dari strain non-nefritogenik lain, terutama pada glomerulonefritis

membranoproliferatif. Pasien glomerulonefritis akut pascastreptokok tidak perlu dilakukan

biopsi ginjal untuk menegakkan diagnosis; tetapi bila tidak terjadi perbaikan fungsi ginjal dan

terdapat tanda sindrom nefrotik yang menetap atau memburuk, biopsi merupakan indikasi.1,2,7

Diagnosis Banding

GNAPS harus dibedakan dengan beberapa penyakit, diantaranya adalah :


1.   nefritis IgA

Periode laten antara infeksi dengan onset nefritis adalah 1-2 hari, atau ini mungkin berhubungan

dengan infeksi saluran pernafasan atas.

2. MPGN (tipe I dan II)

Merupakan penyakit kronik, tetapi pada awalnya dapat bermanifestasi sama sperti gambaran

nefritis akut dengan hipokomplementemia.

3. lupus nefritis

Gambaran yang mencolok adalah gross hematuria

4. Glomerulonefritis kronis

Dapat bermanifestasi klinis seperti glomerulonefritis akut.

Penatalaksanaan

Tidak ada pengobatan yang khusus yang mempengaruhi penyembuhan kelainan di glomerulus.

1. Istirahat mutlak selama 3-4 minggu. Dulu dianjurkan istirahat mutlah selama 6-8 minggu

untuk memberi kesempatan pada ginjal untuk menyembuh. Tetapi penyelidikan terakhir

menunjukkan bahwa mobilisasi penderita sesudah 3-4 minggu dari mulai timbulnya

penyakit tidak berakibat buruk terhadap perjalanan penyakitnya.

2. Pemberian penisilin pada fase akut. Pemberian antibiotika ini tidak mempengaruhi

beratnya glomerulonefritis, melainkan mengurangi menyebarnya infeksi Streptococcus

yang mungkin masih ada. Pemberian penisilin ini dianjurkan hanya untuk 10 hari,

sedangkan pemberian profilaksis yang lama sesudah nefritisnya sembuh terhadap kuman

penyebab tidak dianjurkan karena terdapat imunitas yang menetap. Secara teoritis

seorang anak dapat terinfeksi lagi dengan kuman nefritogen lain, tetapi kemungkinan ini

sangat kecil sekali. Pemberian penisilin dapat dikombinasi dengan amoksislin 50 mg/kg
BB dibagi 3 dosis selama 10 hari. Jika alergi terhadap golongan penisilin, diganti dengan

eritromisin 30 mg/kg BB/hari dibagi 3 dosis.

3. Makanan. Pada fase akut diberikan makanan rendah protein (1 g/kgbb/hari) dan rendah

garam (1 g/hari). Makanan lunak diberikan pada penderita dengan suhu tinggi dan

makanan biasa bila suhu telah normal kembali. Bila ada anuria atau muntah, maka

diberikan IVFD dengan larutan glukosa 10%. Pada penderita tanpa komplikasi pemberian

cairan disesuaikan dengan kebutuhan, sedangkan bila ada komplikasi seperti gagal

jantung, edema, hipertensi dan oliguria, maka jumlah cairan yang diberikan harus

dibatasi. Panduan diet :

A. Protein: 1-2 gram/kg BB/ hari untuk kadar Ureum normal, dan 0,5-1

gram/kg BB/hari untuk Ureum lebih dari atau sama dengan 40 mg%

B. Garam: 1-2 gram perhari untuk edema ringan, dan tanpa garam bila

anasarka.

C. Kalori: 100 kalori/kgBB/hari.

D. Intake cairan diperhitungkan bila oligouri atau anuri, yaitu: Intake cairan =

jumlah urin + insensible loss (20-25cc/kgBB/hari + jumlah kebutuhan

cairan setiap kenaikan suhu dari normal [10cc/kgBB/hari])(8)

4. Pengobatan terhadap hipertensi. Pemberian cairan dikurangi, pemberian sedativa untuk

menenangkan penderita sehingga dapat cukup beristirahat. Pada hipertensi dengan gejala

serebral diberikan reserpin dan hidralazin. Mula-mula diberikan reserpin sebanyak 0,07

mg/kgbb secara intramuskular. Bila terjadi diuresis 5-10 jam kemudian, maka selanjutnya
reserpin diberikan peroral dengan dosis rumat, 0,03 mg/kgbb/hari. Magnesium sulfat

parenteral tidak dianjurkan lagi karena memberi efek toksis.

5. Bila anuria berlangsung lama (5-7 hari), maka ureum harus dikeluarkan dari dalam darah

dengan beberapa cara misalnya dialisis pertonium, hemodialisis, bilasan lambung dan

usus (tindakan ini kurang efektif, tranfusi tukar). Bila prosedur di atas tidak dapat

dilakukan oleh karena kesulitan teknis, maka pengeluaran darah vena pun dapat

dikerjakan dan adakalanya menolong juga.

1. diurektikum dulu tidak diberikan pada glomerulonefritis akut, tetapi akhir-akhir ini

pemberian furosemid (Lasix) secara intravena (1 mg/kgbb/kali) dalam 5-10 menit tidak

berakibat buruk pada hemodinamika ginjal dan filtrasi glomerulus (Repetto dkk, 1972).

2. Bila timbul gagal jantung, maka diberikan digitalis, sedativa dan oksigen.1,4,11

Tindakan Khusus

          Edema Paru Akut: Bila disertai batuk, sesak napas, sianosis, dan pemeriksaan fisis paru

menunjukkan ronkhi basah. Tindakan yang dilakukan adalah:(8)

1. Stop Intake peroral.

2. IVFD dextrose 5%-10% sesuai kebutuhan per 24 jam

3. Pemberian oksigen 2-5 L/menit

4. Furosemide 2 mg/kgBB (IV) dan dinaikkan secara bertahap sampai maksimal 10

mg/kgBB/hari.

5. Bolus NB 2-4 mEq/kgBB/hari bila ada tanda asidosis metabolik


Hipertensi Ensefalopati: Hipertensi dengan tekanan darah sistolik ≥ 180 mmHg atau diastolik ≥

120 mmHg, atau selain itu tetapi disertai gejala serebral berupa sakit kepala, muntah, gangguan

pengelihatan, kesadaran menurun, dan kejang. Tindakan yang dilakukan adalah:(8)

1. Stop Intake peroral.

2. IVFD dextrose 5%-10% sesuai kebutuhan per 24 jam

3. Nifedipin sublingual 0,25mg/kgBB diulangi 30-60 menit bila perlu. Atau klonidin

0,002mg/kgBB/kali (IV), dinaikkan dengan interval 2 sampai 3 jam, maksimal

0,05mg/kgBB/hari.

4. Furosemide 2 mg/kgBB (IV) dan dinaikkan secara bertahap sampai maksimal 10

mg/kgBB/hari.

5. Bila tekanan darah telah turun, yaitu diastol kurang dari 100mmHg, dilanjutkan dengan

kaptopril 0,5-3mg/kgBB/hari + furosemide 1-2mg/kgBB/hari.

6. Kejang diatasi dengan antikonvulsan. (8)

Komplikasi

1. Oliguria sampai anuria yang dapat berlangsung 2-3 hari. Terjadi sebagia akibat

berkurangnya filtrasi glomerulus. Gambaran seperti insufisiensi ginjal akut dengan

uremia, hiperkalemia, hiperfosfatemia dan hidremia. Walau aliguria atau anuria yang

lama jarang terdapat pada anak, namun bila hal ini terjadi maka dialisis peritoneum

kadang-kadang di perlukan.

2. Ensefalopati hipertensi yang merupakan gejala serebrum karena hipertensi. Terdapat

gejala berupa gangguan penglihatan, pusing, muntah dan kejang-kejang. Ini disebabkan

spasme pembuluh darah lokal dengan anoksia dan edema otak.


3. Gangguan sirkulasi berupa dispne, ortopne, terdapatnya ronki basah, pembesaran jantung

dan meningginya tekanand arah yang bukan saja disebabkan spasme pembuluh darah,

melainkan juga disebabkan oleh bertambahnya volume plasma. Jantung dapat memberas

dan terjadi gagal jantung akibat hipertensi yang menetap dan kelainan di miokardium.

4. Anemia yang timbul karena adanya hipervolemia di samping sintesis eritropoetik yang

menurun.1,3,4,7

5. Gagal ginjal akut

6. Gagal jantung

7. Edema paru

    Jangka Panjang:

1. Abnormalitas urinalisis (microhematuria)

2. Gagal ginjal kronik

3. Sindrom nefrotik (6,7)

Perjalanan Penyakit Dan Prognosis

Sebagian besar Diperkirakan 95% pasien akan sembuh sempurna dan 2% meninggal selama fase

akut ,2% menjadi glomelurusnefritis kronik Diuresis akan menjadi normal kembali pada hari ke

7-10 setelah awal penyakit, dengan menghilangnya sembab dan secara bertahap tekanan darah

menjadi normal kembali. Fungsi ginjal (ureum, kreatinin) membaik dalam 1 minggu dan menjadi

normal dalam waktu 3-4 minggu. Komplemen serum menjadi normal dalam waktu 6-8 minggu.

Tetapi kelainan sedimen urin akan tetap terlihat selama berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun

pada sebagian besar pasien.1,12


Dalam suatu penelitian pada 36 pasien glomerulonefritis akut pascastreptokok yang terbukti dari

biopsi, diikuti selama 9,5 tahun. Prognosis untuk menjadi sembuh sempurna sangat baik.

Hipertensi ditemukan pada 1 pasien dan 2 pasien mengalami proteinuria ringan yang persisten.

Sebaliknya prognosis glomerulonefritis akut pascastreptokok pada dewasa kurang baik. 1,4,12

Potter dkk menemukan kelainan sedimen urin yang menetap (proteinuria dan hematuria) pada

3,5% dari 534 pasien yang diikuti selama 12-17 tahun di Trinidad. Prevalensi hipertensi tidak

berbeda dengan kontrol. Kesimpulannya adalah prognosis jangka panjang glomerulonefritis akut

pascastreptokok baik. Beberapa penelitian lain menunjukkan adanya perubahan histologis

penyakit ginjal yang secara cepat terjadi pada orang dewasa. Selama komplemen C3 belum pulih

dan hematuria mikroskopis belum menghilang, pasien hendaknya diikuti secara seksama oleh

karena masih ada kemungkinan terjadinya pembentukan glomerulosklerosis  kresentik ekstra-

kapiler dan gagal ginjal kronik.1,4,12


KESIMPULAN

Glomerunefritis merupakan penyakit perdangan ginjal bilateral. Glomerulonefritis akut paling

lazim terjadi pada anak-anak 3 sampai 7 tahun meskipun orang dewasa muda dan remaja dapat

juga terserang , perbandingan penyakit ini pada pria dan wnita 2:1.

GNA ialah suatu reaksi imunologis pada ginjal terhadap bakteri atau virus tertentu.Yang sering

terjadi ialah akibat infeksi2. tidak semua infeksi streptokokus akan menjadi glomerulonefritis,

hanya beberapa tipe saja. Timbulnya GNA didahului oleh infeksi ekstra renal, terutama di traktus

respirotorius bagian kulit oleh kuman streptokokus beta hemolitikus golongan A tipe 12, 4, 16,

25 dan 49. dari tipe tersebut diatas tipe 12 dan 25 lebih bersifat nefritogen disbanding yang lain.

Mengapa tipe tersebut lebih nefritogen dari pada yang lain tidak di ketahui.

Gejala-gejala umum yang berkaitan dengan permulaan penyakit adalh rasa lelah, anoreksia dan

kadang demam,sakit kepala, mual, muntah. Gambaran yang paling sering ditemukan

adalah :hematuria, oliguria,edema,hipertensi.

Tujuan utama dalam penatalaksanaan glomerulonefritis adalah untuk Meminimalkan kerusakan

pada glomerulus, Meminimalkan metabolisme pada ginjal, Meningkatkan fungsi ginjal.


Tidak ada pengobatan khusus yang mempengaruhi penyembuhan kelainan glomerulus.

Pemberian pinisilin untuk membrantas semua sisa infeksi,tirah baring selama stadium akut, diet

bebas bila terjadi edema atau gejala gagal jantung danantihipertensi kalau perlu,sementara

kortikosteroid tidak mempunyai efek pada glomerulofritis akut pasca infeksi strepkokus.

Pronosis penyakit pada anak-anak baik sedangkan prognosisnya pada orang dewasa tidak begitu

baik.

Konsep Dasar Keperawatan

1. Pengkajian

a. Genitourinaria

1) Urine berwarna coklat keruh

2) Proteinuria

3) Peningkatan berat jenis urine

4) Penurunan haluaran urine

5) Hematuria

b. Kardiovaskular

Hipertensi ringan

c. Neurologis
1) Letargi

2) Iritabilitas

3) Kejang

d. Gastro Intestinal

1) Anoreksia

2) Muntah

3) Diare

e. Mata, Telinga, hidung dan tenggorokan

Edema periorbital sedang

f. Hematologis

1) Anemia sementara

2) Azotemia

3) Hiperkalemia

g. Integumen

1) Pucat

2) Edema menyeluruh

2. Diagnosa Keperawatan

a. Gangguan perfusi jaringan serebral yang berhubungan dengan retensi air dan

hipernatremia

b. Kelebihan volume cairan yang berhubungan dengan oliguria

c. Gangguan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh yang berhubungan dengan

anoreksia

d. Intoleran aktivitas yang berhubungan dengan kelelahan


e. Resiko kerusakan integritas kulit yang berhubungan dengan imobilitas dan edema

f. Ansietas (orang tua) yang berhubungan dengan rawat inapo anak dirumah sakit

g. Deficit pengetahuan yang berhubungan dengan pemahaman intruksi perawatan

dirumah

3. Intervensi Keperawatan

a. Diagnosa 1: Gangguan perfusi jaringan serebral yang berhubungan dengan

retensi air dan hipernatremia

Hasil yang diharapkan: anak memiliki perfusi jaringan normal yang ditandai

oleh TD normal, penurunan retensi cairan, dan tidak ada tanda hipernatremia.

Intervensi:

1) Pantau dan catat TD anak setiap 1-2 jam selama fase akut

Rasional: pemantauan sering memungkinkan deteksi dini, dan penanganan

segera terhadap TD anak

2) Lakukan tindakan kewaqspadaan berikut ini bila terjadi kejang:

a) Pertahankan jalan napas melalui mulut dan letakkan peralatan

penghisap disisi tempat tidur anak

b) Sematkan tanda diatas tempat tidur anak dan pada pintu, berisi

peringatan tentang status kejang anak yang ditujukan untuk petugas

kesehatan.
Rasional: melakukan tindak kewaspadaan bila terjadi kejang dapat

mencegah cedera selama episode serangan kejang. Kendati tidak umum

pada glomerulusnefritis akut, kejang dapat terjadi akibat kurang perfusi

oksigen ke otak.

3) Beri obat anti-hipetensi, misalnya hidralazin hidroksida (Aprisonilene)

sesuai program. Pantau anak untuk adanya efek samping.

Rasional: pemberian obat anti hipertensi dapat diprogramkan, karena

hipertensi tidak terkontrol dapat menyebabkan kerusakan ginjal. Kendati

penyebab persis hipertensi tidak diketahui, hipertensi mungkin

berhubungan dengan kelebihan beban cairan didalam system sirkulasi.

4) Pantau status volume cairan anak setiap 1-2 jam. Pantau haluaran urine;

haluaran harus 1-2ml/kg/jam.

Rasional: pemantauan sangat penting dilakukan, karena penambahan

volume lebih lanjut akan meningkatkan TD.

5) Kaji status neurologis anak ( tingkat kesadaran, reflek dan respon pupil)

setiap 8 jam. Beritahu dokter segera setiap ada perubahan signifikan pada

status anak

Rasional: pengkajian yang sering memungkinkan deteksi dini dan terapi

yang memadai untuk setiap perubahan status neurologi anak.

6) Beri obat diuretic misalnya hidroklorotiazi (Esidrix) atau puromesid (lasix)

sesuai program.

Rasional: diuretic meningkatkan ekskresi cairan.

b. Diagnosa 2: Kelebihan volume cairan yang berhubungan dengan oliguria


Hasil yang diharapkan: anak dapat mempertahankan volume cairan normal

yang ditandai oleh haluaran urin rata-rata sebanyak 1-2 ml/kg/jam

intervensi:

1) Timbang berat badan anak setiap hari, dan pantau haluaran urine setiap 4

jam.

Rasional: menimbang berat badan setiap hari dan pemantauan haluaran

urine yang sering, memungkinkan deteksi dini dan terapi yang tepat

terhadap perubahan yang terjadi pada status cairan anak. Kenaikan berat

badan yang cepat mengindikasikan retensi cairan. Penurunan haluaran urin

dapat mengindikasikan ancaman gagal ginjal.

2) Kaji anak untuk deteksi edema, ukur lingkar abdomen setiap 8 jam, dan

(untuk anak laki-laki periksa pembengkakan pada skrotum.

Rasional: pengkajian dan pengukuran yang sering, memungkinkan deteksi

dini dan pemberian terapi yang tepat terhadap setiap perubahan kondisi

anak. Lingkar abdomen yang bertambah dan pembengkakan pada skrotum

biasanya mengindikasikan asites.

3) Pantau anak dengan cermat untuk melihat efek samping pemberian terapi

diuretic, khususnya ketika menggunakan hidroklorotizid atau furosemid.

Rasional: obat-obatan diuretic dapat menyebabkan hipokalemia sehingga

membutuhkan pemberian suplemen kalium per intravena.

4) Pantau dan catat asupan cairan anak.


R/: anak membutuhkan pembatasan asupan cairan akibat retensi cairan

dan penurunan laju filtrasi glomerulus; ia juga membutuhkan retriksi

asupan natrium.

5) Kaji warna, konsistensi dan berat jenis urine anak.

Rasional: urine yang berbusa mengindikasikan peningkatan deplesi

protein, suatu tanda kerusakan fungsi ginjal.

6) Pantau semua hasil uji laboratorium yang di programkan.

Rasional: peningkatan kadar nitrogen urea darah dan kreatinin dapat

mengindikasikan kerusakan fungsi ginjal.

c. Diagnosa 3: Gangguan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh yang

berhubungan dengan anoreksia

Hasil yang diharapkan: anak akan mengalami peningkatan asupan nutrisi yang

ditandai oleh makan sekuran-kurangnya 80% porsi setiap kali makan.

Intervensi:

1) Beri diet tinggi karbohiodrat.

Rasional: diet tinggi karbihidrat biasanya terasa lebih lesat dan member

kalori esensial bagi anak.

2) Beri makanan porsi kecil dalam frekuensi sering, yang mencakup

beberapa makanan favorit anak.

Rasional: menyediakan makanan dalam porsi yang lebih kecil, untuk satu

kali makan tidak akan membebani anak sehingga mendorongnya makan

lebih banyak setiap kali anak duduk. Dengan member anak makanan
favoritnya, akan memastikan ia mengkonsumsi setiap porsi makanan lebih

banyak.

3) Batasi asupan natrium dan protein anak sesuai program.

Rasional: karena natrium dapat menyebabkan retensi cairan, biasanya

natrium dibatasi dengan gangguan ini. Pada kasus-kasus berat, ginjal tidak

mampu memetabolisasi protein sehingga membutuhkan retriksi protein.

d. Diagnosa 4: Intoleran aktivitas yang berhubungan dengan kelelahan

Hasil yang diharapkan: anak akan mengalami peningkatan toleransi

beraktivitas yang ditandai oleh kemampuan bermain dalam waktu yang lama.

Intervensi:

1) Jadwalkan periode istirahat untuk setiap kali beraktivitas.

Rasional: periode istirahat yang sering dapat menyimpan energy dan

mengurangi produksi sisa metabolic yang dapat membebani kerja ginjal

lebih lanjut.

2) Sediakan permainan yang tenang, menantang dan sesuai usia.

Rasional: permainan yang demikian dapat menyimpan energy tetapi

mencegah kebosanan.

3) Kelompokan asuhan keperawatan anak untuk memungkinkan anak tidur

tanpa gangguan dimalam hari.

Rasional: mengelompokkan pemberian asuhan keperawatan, membantu

anak tidur sesuai dengan kebutuhan.

e. Diagnosa 5: Resiko kerusakan integritas kulit yang berhubungan dengan

imobilitas dan edema.


Hasil yang diharapkan: anak akan mempertahankan integritas kulit normal,

yang ditandai oleh warna kulit kemerah mudaan, dan tidak ada kemerahan,

edema, serta kerusakan kulit.

Intervensi:

1) Beri matras busa berlekuk sebagai tempat tidur anak.

Rasional: matras busa berlekuk mengatasi bagian-bagian tulang yang

menonjol sehingga mengurangi resiko kerusakan kulit.

2) Bantu anak mengubah posisi setiap 2 jam.

Rasional: mengganti posisi dengan sering dapat mengurangi tekanan pada

area kapiler dan meningkatkan sirkulasi sehingga mengurangi resiko

kerusakan kulit.

3) Mandikan anak setiap hari, menggunakan sabun yang mengandung lemak

tinggi

Rasional: deodorant dan sabun yang mengandung parfum dapat

mengeringkan kulit sehingga mengakibatkan kerusakan kulit.

4) Topang dan tinggikan ekstremitas yang mengalami edema.

Rasional: menopang dan meninggikan ekstremitas dapat meningkatkan

aliran balik vena dan dapat mengurangi pembengkakan.

5) Pada anak laki-laki, letakkan bantalan sekitar skrotumnya.

Rasional: pemberian bantalan dapat mencegah kerusakan kulit.

f. Diagnosa 6: Ansietas (orang tua) yang berhubungan dengan rawat inap anak

dirumah sakit
Hasil yang diharapkan: orang tua akan mengalami penurunan rasa cemasyang

ditandai oleh pengungkapan ketakutan mereka, dan pemahaman tentang

kondisi anak.

Intervensi:

1) Dengarkan setiap kekhawatiran orang tua.

Rasional: mendengar dapat member dukungan selama stress.

2) Jelaskan semua prosedur kepada orang tua, dan libatkan mereka dalam

diskusi tentang perawatan anak.

Rasional: dengan terus mempertahankan orang tua agar tetap memperoleh

informasi, dan melibatkan mereka dalam diskusi tentang perawatan anak,

dapat mengembangkan kemampuan control sehingga mengurangi

kecemasan.

3) Rujuk orang tua ke kelompok pendukung yang tepat, jika dibutuhkan.

Rasional: kelompok pendukung memberi wacana bagi orang tua untuk

mengekspresikan perasaan dan kekhawatiran.

g. Diagnosa 7: Deficit pengetahuan yang berhubungan dengan pemahaman

intruksi perawatan dirumah.

Hasil yang diharapkan: orang tua akan mengekspresikan pemahaman tentang

instruksi perawatan dirumah.

Intervensi:

1) Jelaskan kepada orang tua tentang patofisiologi penyakit.

Rasional: penjelasan yang demikian membantu orang tua memahami

penyakit dan pentingnya melanjutkan terapi dirumah.


2) Yakinkan kembali orang tua bahwa penyakit tersebut jarang menyebabkan

efek jangka panjang.

Rasional: orang tua biasanya kuatir tentang efek penyakit, khususnya jika

menjalani dialisis. Selama fase akut penyakit.

3) Jelaskan kepada orang tua tentang pentingnya mempertahankan anak pada

restriksi diet natrium, sampai edema mereda dan fungsi ginjal kembali

normal.

Rasional: diet restriksi natrium diperlukan karena asupan natrium yang

berlebihan dapat menghalangi eksresi air.

4) Instruksikan orang tua untuk membatasi aktivitas anak sampai dokter

menyetujui bahwa anak dapat melakukan aktivitas seperti sedia kala.

Rasional: restriksi aktivitas diperlukan untuk mencegah stress pada ginjal

yang dapat menyebabkan kekambuhan penyakit.

5) Ajarkan orang tua tentang tanda dan gejala infeksi pernapasan atas, seperti

meningkatnya suhu tubuh, nyeri tenggorokan dan batuk; juga ajarkan

mereka tentang tanda dan gejala gagal ginjal misalnya penurunan haluaran

urine, kenaikan berat badan dan edema.

Rasional: dengan mengetahui tanda dan gejala infeksi berulang serta gagal

ginjal mendorong orang tua mencari bantuan medis saat diperlukan.

6) Anjurkan orang tua untuk menepati semua perjanjian tindak lanjut itu

Rasional: suatu kujungan tindak lanjut sangat diperlukan untuk

menentukan resolusi penyakit dan mendeteksi komplikasi.


4. Implemantasi

Pelaksanaan atau implementasi adalah pemberian tindakan keperawatan yang

dilaksanakan untuk mencapai tujuan rencana tindakan yang telah disusun. Setiap

tindakan keperawatan yang dilakukan dicatat dalam pencatatan keperawatan agar

tindakan keperawatan terhadap klien berlanjut. Prisip dalam melaksanakan tindakan

keperawatan yaitu cara pendekatan pada klien efektif, tehnik komunikasi teraupetik

serta penjelasan untuk setiap tindakan yang di berikan kepada klien. Pelaksanaan

disesuaikan dengan intervensi yang telah ditentukan.

Dalam melakukan tindakan keperawatan mengunakan tiga tahap yaitu independent,

dependent, dan interdependent, tindakan keperawatan secara independent adalah

suatu tindakan yang di lakukan oleh perawat tanpa petunjuk dan perintah dokter atau

tenaga kesehatan lain nya dependent adalah tindakan yang sehubungan dengan

pelaksanaan rencana. Tindakan medis. Interdependent adalah tindakan keperawatan

yang menjelaskan suatu kegiatan yang memerlukan suatu kerja sama dengan tenaga

kesehatan lain nya, misalnya tenaga social, ahli gizi, dan dokter, ketrampilan yang

harus di punya perawat dalam melaksana kan tindakan keperawatan yaitu kognitif,

dan sikap psikomotor.

5. Evaluasi

Evaluasi adalah tindakan intelektual untuk melengkapi proses kerawatan yang

menandakan seberapa jauh diagnosa keperawatan rencana tindakan dan

pelaksanaannya sudah berhasil dicapai kemungkinan terjadi pada tahap evaluasi


adalah masalah dapat diatasi, masalah teratasi sebagian, masalah belum teratasi atau

timbul masalah yang baru. Evaluasi dilakukan yaitu evaluasi proses dan evaluasi

hasil.

Evaluasi proses adalah yang dilaksanakan untuk membantu keefektifan terhadap

tindakan. Sedangkan evaluasi hasil adalah evaluasi yang dilakukan pada akhir

tindakan keperawatan secara keseluruhan sesuai dengan waktu yang ada pada tujuan.

Evaluasi disesuaikan dengan kriteria hasil yang telah ditentukan:

a. Anak memiliki perfusi jaringan normal yang ditandai oleh TD normal, penurunan

retensi cairan, dan tidak ada tanda hipernatremia.

b. Anak dapat mempertahankan volume cairan normal yang ditandai oleh haluaran

urin rata-rata sebanyak 1-2 ml/kg/jam

c. Anak akan mengalami peningkatan asupan nutrisi yang ditandai oleh makan

sekuran-kurangnya 80% porsi setiap kali makan.

d. Anak akan mengalami peningkatan toleransi beraktivitas yang ditandai oleh

kemampuan bermain dalam waktu yang lama.

e. Anak akan mempertahankan integritas kulit normal, yang ditandai oleh warna

kulit kemerah mudaan, dan tidak ada kemerahan, edema, serta kerusakan kulit.

f. Orang tua akan mengalami penurunan rasa cemasyang ditandai oleh

pengungkapan ketakutan mereka, dan pemahaman tentang kondisi anak.

g. Orang tua akan mengekspresikan pemahaman tentang instruksi perawatan

dirumah.

Studi Kasus
1. Resume

Anak mengalami bengkak seluruh tubuh sejak 3 hari sebelum masuk rumah sakit.

Bengkak awalnya terjadi pada mata saja, timbul saat bangun tidur, dan

menghilang saat siang hari. Lama-kelamaan bengkak menjadi menetap dan

meluas hingga keseluruh tubuh. Sejak 7 hari sebelum masuk rumah sakit, BAK

anak berwarna merah kehitaman, tidak ada rasa nyeri saat BAK, tidak ada

kesulitan untuk BAK, tidak ada nyeri pinggang, nyeri perut dan tidak ada riwayat

terjatuh sebelumnya. Anak juga menjadi jarang BAK, hanya 2 kali dalam sehari

dengan jumlah yang tidak terlalu banyak. Sejak 10 hari sebelum masuk rumah

sakit anak menderita panas, panas tidak naik, panas turun dengan obat penurun

panas, siang dan malam sama, selama panas tidak ada kejang, mengigau dan

mengigil. Nafsu makan menurun dan meminum kurang dari biasanya, BAB

normal. Tidak ada perdarahan gusi maupun mimisan. Anak juga ada menderita

batuk dan pilek. Tidak ada riwayat pemakaian obat tertentu, dan riwayat keluarga

yang menderita sakit ginjal. Sejak anak sering bermain ditanah, muncul luka-luka

yang akhirnya menjadi koreng yang menetap bila digaruk. Tekanan darah

140/100mmHg (Normal: 100/60mmHg) N: 118x/menit, regular, Suhu: 36,6° C,

Respirasi 30x/menit. Berat badan 25kg (75,09% menurut standar BB/U) panjang /

tinggi badan :1117cm (92,12% menurut standar TB/U).

a. Data apa saja yang harus dikaji lebih lanjut pada kasus diatas

b. Buatlah pengkajian sampai dengan analisa data sesuai kasus diatas

c. Diagnosa keperawatan apa saja yang muncul berdasarkan kasus diatas

d. Intervensi keperawatan berdasarkan diagnose yang muncul


2. Proses Keperawatan

h. Data yang dikaji harus dikaji lebih lanjut

1) Usia anak. X berumur 7 tahun


= Umur (tahun) x 7-5
2) Rumus BB ideal anak 2
= 7x7-5
2
= 23,5 kg

3) Klien hanya minum 2 gelas berisi 200cc.

4) Hasil Lab:

a) Na+ serum di atas normal (>145 mEq/L)

b) Kadar K+ serum di atas normal (> 5,5 mEq/L)

c) Klorida (Cl-) = (107,0 mEq - 112,7 mEq)

5) Pemeriksaan Laboratorium
Penafsiran Berdasarkan Warna Urine

No Warna Urine Penyebab Patologis Penyebab Non Patologis

1 Merah Ada hemoglobin, mioglobin -oleh karena obat tertentu


dan porfirin ( berarti ada
perdarahan saluran kencing) -karena zat warna dari
makanan tertentu, misal Biet,
Senna, Robarber

2 Jingga Zat warna empedu -karena obat-obat : antisepti


saluran kencing, pyridium,
dan obat fenothiazin

3 Kuning -Urine pekat -Banyak makan wortel


- obat fenacetin, kaskara,
-Keberadaan urobiliin dan Nitrofurantion
bilirubin

4 Hijau -Keberadaan biliverdin -Obat preparat vitamin dan


-Keberadaan bakteri obat psikoaktif
pseudomonas

5 Biru Tak patologis Deuretika tertentu

6 coklat -Keberadaan hematin asam, -Obat-obat Nitroforation,


mioglobin, dan zat warna levodopa
empedu

7 Hitam/hampir Keberadaan Melanin, -Obat Levodopa, Kaskara,


hitam Urobilin dan senyawa besi dan Fenol
Methemoglobin

6) Berat badan normal dan Kebutuhan Cairan menurut umur.


Umur BB (kg) Keb. Cairan

Hari 3,0 250 - 300


1 tahun 9,5 1150 - 1300
2 tahun 11,8 1350 - 1500
6 tahun 20,0 1800 - 2000
10 tahun 28,7 2000 - 2500
14 tahun 45,0 2200 - 2700
18 tahun 54,0 2200 - 2700

7) Perhitungan balance cairan anak: usia tergantung tahapan umur untuk


menentukan Air Metabolisme yaitu:
a) Usia 1-3 tahun = 8cc/kg BB/hari
b) Usia 5-7 tahun = 8-8,5cc/kg BB/hari
c) Usia 7-11 tahun = 6-7cc/kg BB/hari
d) Uisa 12-14 tahun =5-6cc/kg BB/hari
8) Balance Cairan
Intake:
Air (makan+minum) : 500 cc
Cairan Infus : 1000 cc/24jam
A.M : 200 cc ( AM= 8cc/kg BB/hari)
Output:
Urine : 2x200 cc
Feses : 2x100 cc (kondisi normal 1xBB 100 cc)
normalnya 2x/hari

IWL :
Rumus IWL normal = 15ccxkgBB/24 jam
15ccx25kg= 375cc
Balance cairan = intake-output
= 1700-975
= 725 cc

3. Pengkajian Sampai Dengan Analisa Data


Data Fokus

Data Subjektif Data Objektif

1. Ibu klien mengatakan klien mengalami 1. Anak mengalami bengkak seluruh


bengkak seluruh tubuh sejak 3 hari tubuh
sebelum masuk rumah sakit. 2. BAK anak berwarna merah
2. Ibu klien mengatakan klien bengkak kehitaman.
awalnya terjadi pada mata saja, timbul 3. Klien terlihat bengkak mata dan
saat bangun tidur, dan menghilang saat seluruh badannya.
siang hari. 4. BAK klien warnanya merah
3. Ibu klien mengatakan bahwa lama- kehitaman.
kelamaan bengkak menjadi menetap dan 5. Klien terlihat kurang minum dan
meluas hingga keseluruh tubuh. nafsu makan.
4. Ibu klien mengatakan klien mengalami 6. TTV : TD: 140 mmhg, N: 118x per
bengkak sejak 7 hari sebelum masuk menit, Suhu: 36,60C, RR=
rumah sakit 30x/menit.
5. Ibu klien mengatakan BAK klien
berwarna merah kehitaman, tidak ada
rasa nyeri saat BAK, tidak ada kesulitan
untuk BAK, tidak ada nyeri pinggang,
nyeri perut dan tidak ada riwayat terjatuh
sebelumnya.
6. Ibu klien mengatakan klien juga menjadi
jarang BAK, hanya 2 kali dalam sehari
dengan jumlah yang tidak terlalu banyak.
7. Ibu klien mengatakan nafsu makan
menurun dan meminum klien kurang dari
biasanya.

Analisa Data

No Data Masalah Etiologi

1. DS: Kelebihan Oliguria


volume cairan
1. Ibu klien mengatakan klien mengalami
bengkak seluruh tubuh sejak 3 hari sebelum
masuk rumah sakit.
2. Ibu klien mengatakan klien bengkak awalnya
terjadi pada mata saja, timbul saat bangun
tidur, dan menghilang saat siang hari.
3. Ibu klien mengatakan bahwa lama-kelamaan
bengkak menjadi menetap dan meluas hingga
keseluruh tubuh.
4. Ibu klien mengatakan klien mengalami
bengkak sejak 7 hari sebelum masuk rumah
sakit
5. Ibu klien mengatakan BAK klien berwarna
merah kehitaman, tidak ada rasa nyeri saat
BAK, tidak ada kesulitan untuk BAK, tidak
ada nyeri pinggang, nyeri perut dan tidak ada
riwayat terjatuh sebelumnya.
6. Ibu klien mengatakan klien juga menjadi
jarang BAK, hanya 2 kali dalam sehari
dengan jumlah yang tidak terlalu banyak.
7. Ibu klien mengatakan nafsu makan menurun
dan meminum klien kurang dari biasanya

DO:

1. Anak mengalami bengkak seluruh tubuh


2. BAK anak berwarna merah kehitaman.
3. Klien terlihat bengkak mata dan seluruh
badannya.
4. BAK klien warnanya merah kehitaman.
5. Klien terlihat kurang minum dan nafsu makan.
6. TTV : TD: 140 mmhg, N: 118x per menit,
Suhu: 36,60C, RR= 30x/menit.

4. Diagnosa Keperawatan
No Diagnosa Keperawatan Tanggal ditemukan Tanggal teratasi

1. Kelebihan volume cairan berhubungan


dengan Oligura

5. Intervensi Keperawatan
Tujuan dan kriteria hasil: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama … x 24
jam diharapkan masalah kelebihan volume cairan dapat teratasi dengan hasil yang
diharapkan:
Anak dapat mempertahankan volume cairan normal yang ditandai oleh haluaran
urin rata-rata sebanyak 1-2 ml/kg/jam, penafsiran warna urine menunjukkan
normal, hasil laboratorium menunjukkan tanda normal (Na, K, Cl).
Intervensi:
a. Timbang berat badan anak setiap hari, dan pantau haluaran urine setiap 4
jam.
Rasional: menimbang berat badan setiap hari dan pemantauan haluaran
urine yang sering, memungkinkan deteksi dini dan terapi yang tepat
terhadap perubahan yang terjadi pada status cairan anak. Kenaikan berat
badan yang cepat mengindikasikan retensi cairan. Penurunan haluaran urin
dapat mengindikasikan ancaman gagal ginjal.
b. Kaji anak untuk deteksi edema, ukur lingkar abdomen setiap 8 jam, dan
(untuk anak laki-laki periksa pembengkakan pada skrotum.
Rasional: pengkajian dan pengukuran yang sering, memungkinkan deteksi
dini dan pemberian terapi yang tepat terhadap setiap perubahan kondisi
anak. Lingkar abdomen yang bertambah dan pembengkakan pada skrotum
biasanya mengindikasikan asites.
c. Pantau anak dengan cermat untuk melihat efek samping pemberian terapi
diuretic, khususnya ketika menggunakan hidroklorotizid atau furosemid.
Rasional: obat-obatan diuretic dapat menyebabkan hipokalemia sehingga
membutuhkan pemberian suplemen kalium per intravena.
d. Pantau dan catat asupan cairan anak.
R/: anak membutuhkan pembatasan asupan cairan akibat retensi cairan
dan penurunan laju filtrasi glomerulus; ia juga membutuhkan retriksi
asupan natrium.
e. Kaji warna, konsistensi dan berat jenis urine anak.
Rasional: urine yang berbusa mengindikasikan peningkatan deplesi
protein, suatu tanda kerusakan fungsi ginjal.
f. Pantau semua hasil uji laboratorium yang di programkan.
Rasional: peningkatan kadar nitrogen urea darah dan kreatinin dapat
mengindikasikan kerusakan fungsi ginjal.

DAFTAR PUSTAKA

1. Price, Sylvia A, 1995 Patofisiologi :konsep klinis proses-proses penyakit, ed 4, EGC,

Jakarta.
2. Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI, 1985, Glomerulonefritis akut, 835-839,

Infomedika, Jakarta.

3. Ilmu Kesehatan Nelson, 2000, vol 3, ed Wahab, A. Samik, Ed 15, Glomerulonefritis akut

pasca streptokokus,1813-1814, EGC, Jakarta.

4. http://www/.5mcc.com/ Assets/ SUMMARY/TP0373.html. Accessed April 8th, 2009.

5. http://www.Findarticles.com/cf0/g2601/0005/2601000596/pi/article.jhtm?term=g

lomerunopritis+salt+dialysis. Accessed April 8th, 2009.

6. markum. M.S, Wiguno .P, Siregar.P,1990, Glomerulonefritis, Ilmu Penyakit Dalam II,

274-281, Balai Penerbit FKUI,Jakarta.

7. DonnaJ.Lager, .D.http;//www.vh.org/adult/provider/pathologi/GN/GNHP.html.Accessed

April 8th, 2009.

8. http;//www.enh.org/encyclopedia/ency/article/000475.asp. Accessed April 8th, 2009.

9. http://www.kalbefarma.com/files/cdk/files/08_KlarifikasiHistopatologik.pdf/

08_KlarifikasiHistopatologik.html. Accessed April 8th, 2009.

10. http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/11_HematuriPadaAnak.pdf/

11_HematuriPadaAnak.html. Accessed April 8th, 2009.

11. http://pkukmweb.ukm.my/~danial/Streptococcus.html. Accessed April 8th, 2009.

12. http://medlinux.blogspot.com/2007/09/glomerulonephritis-akut.html. Accessed April 8th,

2009.

13. http://www.uam.es/departamentos/medicina/patologia/19-20x.JPG. Accessed April 8th,

2009.

14. Konsensus IDAI Glomerulonefritis Akut Pasca Streptokokus. 2012. Jakarta.


15. Maria, Marella. Penegakan Diagnosos Glomerulonefritis Akut pada Anak, [online],

http://www.fkumyecase.net/wiki/index.php?

page=Penegakan+Diagnosis+Glomerulonefritis+Akut+pada+Pasien+Anak (diakses pada

30 Juli 2012)

16. Glomerulonefritis Akut. 2005. [online], http://www.scribd.com/mobile/doc/48862772

(diakses pada 31 Juli 2012)

17. Sjaifullah Noer, Muhammad. Niniek Soemyarso. Glomerulonefritis Akut Paska

Streptokokkus. [online], http://www.pediatrik.com/isi03.php?

page=html&hkategori=pdt&direktori=pdt&filepdf=0&pdf=&html=07110-puzf261.htm

(diakses pada 31 Juli 2012)

18. http://www2.niddk.nih.gov/NIDDKLabs/Glomerular_Disease_Primer/

KidneyDisease.htm (diakses pada 31 Juli 2012)

19. http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article/000495.htm (diakses pada 31 Juli

2012)

20. http://dp-coass.blogspot.com/2010/05/sna-pada-anak.html (diakses pada 31 Juli 2012)

21. Bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin: Standar

Pelayanan Medik Anak. Makassar. 2009

Anda mungkin juga menyukai