Anda di halaman 1dari 6

Disusun untuk memenuhi tugas

Mata Kuliah Keperawatan Medikal Bedah 2 yang diampu oleh

Ns. Harlan Yuanto, M.Kep

Disusun Oleh :

Kelompok 2 :

1. Ayu dwi ratnasari 7. Ni gusti ayu kadek sister

2. Dela nastasia yunita 8.Ni putu diah suri

3. Dwiky rizal mahardika 9.Riksmala ajeng palupi

4. Elika risky 10.Aleni dwi amalia

5. Lady lafinda D 11.titani afni tasya bela

6. Mayada armatus 12. Wahyu dwi ramadani

Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Banyuwangi

Program Studi S1 Keperawatan

Banyuwangi

2020
I. PENDAHULUAN
Glomerulonefritis adalah suatu kondisi terjadinya peradangan pada glomerulus di
ginjal.1-3 Secara umum, peradangan ini disebabkan oleh reaksi sistem imun yang
menyerang jaringan tubuh yang sehat. Reaksi imun ini terjadi karena adanya antigen yang
memicu kompleks antigen-antibodi di glomerulus.3 Glomerulonefritis dapat berlangsung
dalam waktu singkat (akut) maupun menetap (kronis).1 Dalam tulisan ini akan dibahas
mengenai etiologi dan epidemiologi glomerulonefritis.
Meskipun masih sedikit yang diketahui sebagai etiologi glomerulonefritis, akan tetapi
jelas bahwa mekanisme sistem imun yang bertanggung jawab menyebabkan
glomerulonefritis.3

II. ETIOLOGI GLOMERULONEFRITIS


Seperti yang telah dikemukakan pada pendahuluan, mekanisme sistem
imunlah yang menyebabkan terjadinya glomerulonefritis. Sistem imun ini dapat
menyerang glomerulus jika terdapat antigen yang memicu terjadinya kompleks
antigen-antibodi maupun endapan imunoglobulin dengan beberapa macam komponen
protein komplemen. Ada dua bentuk perlukaan yang diasosiasikan dengan antibodi
pada kasus glomerulonefritis yaitu:3
1. Glomerulonefritis yang disebabkan oleh deposisi kompleks imun
(antigen-antibodi) dari sistem sirkulasi di glomerulus.3
Etiologi terjadinya glomerulonefritis pada kondisi ini adalah adanya
antigen yang bersirkulasi di dalam darah, kemudian terjebak di glomerulus.
Adanya antigen ini akan memicu terjadinya reaksi imun di glomerulus yang
pada akhirnya dapat menyebabkan terjadinya peradangan glomerulus
(glomerulonefritis). Dengan kata lain, antigen pada kondisi glomerulonefritis
seperti ini bukan asli dari glomerulus.3
Jenis antigen yang bersirkulasi seperti ini dapat bersifat endogen maupun
eksogen. Sebagai contoh antigen yang bersifat endogen adalah antigen yang
berasosiasi dengan SLU (Systemic Lupus Erythematosus) yang dapat memicu
hipersensitivitas tipe III di glomerulus dan pada akhirnya menimbulkan
glomerulonefritis.3-4 Sedangakan jenis antigen yang bersifat eksogen di
antaranya adalah antigen yang berasal dari infeksi bakteri Streptococcus β
hemolyticus yang dapat menyebabkan terjadinya poststreptococcal
glomerulonephritis, antigen dari virus hepatitis B, antigen dari parasit, sebagai
contoh Plasmodium falciparum, dan antigen dari infeksi spirocheta, sebagai
contoh Treponema pallidum. Selain yang disebutkan di atas, ada beberapa
antigen yang tidak diketahui yang dapat menyebabkan Membranoproliferative
Glomerulonephritis (MPGN).
Apapun jenis antigennya, antigen ini bersirkulasi di dalam darah,
kemudian terjebak di dalam glomerulus dan membentuk kompleks antigen-
antibodi. Adanya kompleks antigen-antibodi di dalam glomerulus ini akan
memicu terjadinya reaksi hipersensitivitas tipe III dengan cara mengaktifkan
sistem komplemen dan migrasi leukosit di glomerulus. Akibatya, terjadi
perlukaan atau peradangan pada glomerulus yang disebut sebagai
glomerulonefritis.3-4
Peradangan ini dapat berlangsung sementara (akut) maupun menetap
(kronik) karena adanya paparan antigen berulang, sehingga menimbulkan
siklus reaksi imun berulang dan persisten. Kondisi glomerulonefritis akut
sering ditemukan pada infeksi poststreptococcal yang disebabkan oleh infeksi
Streptococcus β hemolyticus. Kondisi ini hanya berlangsung singkat dan
merupakan self-limited disease, namun dapat menyebabkan sindroma nefritik
baik pada anak maupun dewasa muda yang ditandai dengan gejala hematuria,
edema, azotemia (penurunan fungsi ginjal), dan hipertensi. 1,3-5 Sedangkan
glomerulonefritis kronis sering ditemukan pada kondisi terinfeksi virus
hepatitis B dan penyakit autoimun seperti SLU (Systemic Lupus
Erythematosus).

2. Glomerulonefritis yang disebabkan oleh kompleks imun in situ di


glomerulus, intrinsik antigen glomerulus atau molekul yang “tertanam” di
glomerulus.3

Etiologi terjadinya kondisi glomerulonefritis pada kondisi ini adalah


adanya reaksi secara langsung antara antibodi dengan antigen yang sudah
tertanam di glomerulus. Antibodi juga dapat bereaksi in situ dengan antigen
nonglomerular yang sudah “tertanam” sebelumnya yang berinteraksi dengan
komponen intrinsik glomerulus. Contoh antigen yang sudah tertanam ini
adalah kompleks nukleosomal pada pasien SLE, produk bakteri, seperti
endostroptosin yang dihasilkan oleh kelompok streptococcus A, agregat
protein besar, seperti agregat IgG yang cenderung terdeposit di mesangial, dan
kompleks imun glomerulus sendiri yang mengandung sisi reaktif terhadap
antigen bebas, antibodi bebas, dan komplemen. Adanya interaksi antara reaksi
imun in situ dan kompleks imun yang terjebak di glomerulus menyebabkan
terjadinya perubahan pada morfologi dan fungsi glomerulus, sehingga
menimbulkan glomerulonefritis.3

3. Etiologi Lain Glomerulonefritis


a. Podocyte Injury
Perlukaan pada podosit dapat diinduksi oleh antibodi terhadap antigen
podosit oleh toksin, sebagai contoh puromisin yang meracuni ribosom dan
focal segment dari glomerulosclerosis yang dapat melukai podosit.
Perlukaaan pada podosit ditandai dengan adanya perubahan morfologi,
vakuolisasi, dan retraksi atau sobekan pada Glomerulus Basement
Membrane (GBM), sehingga struktur kapiler glomerulus menjadi terurai.
Hal ini dikarenakan fungsi dari podosit (intraglomerular mesangial cell)
adalah mengikat kapiler glomerulus, sehingga membentuk kuntuman di
dalam kapsula Bowman.3,6
b. Nephron Loss
Penyakit ginjal dalam bentuk apapun dapat merusak nefron, sehingga
mengurangi GFR sebesar 30%-50%. Penurunan ini akan berakibat
timbulnya berbagai macam kelainan dan gangguan fungsi ginjal, seperti
glomerulosclerosis, proteinuria, perlukaan podosit, dan lain-lain. Karena
nefron hilang, secara otomatis dapat menyebabkan hilangnya glomerulus.3
c. Glomerular Disease
Bebarapa penyakit glomerulus dapat menjadi etiologi glomerulonefritis
baik itu primary glomerular disease, secondary glomerular disease,
maupun penyakit yang diturunkan. Disebut primer bila penyakit tersebut
hanya menyerang ginjal dan disebut sekunder bila penyakit tersebut tidak
hanya menyerang ginjal, akan tetapi dapat menyebabkan penyakit
glomerulus pada ginjal.
Image from: Kumar V, Abbas AK, Aster JC. Robbins basic pathophysiology. 9th ed. Philadelphia: Elsevier Sanders; 2013. p.520.

III. KESIMPULAN
Glomerulonefritis terjadi karena adanya reaksi imun yang menimbulkan peradangan
pada glomerulus. Etiologi glomerulonefritis adalah glomerulonefritis karena kompleks
imun yang bersirkulasi, glomerulonefritis karena kompleks imun in situ, dan
glomerulonefritis karena penyebab lainnya, seperti podocyte injury, nephron loss, dan
glomerular disease.
Berdasarkan data statistik, insidensi glomerulonefritis di dunia sebesar
0,2/100.000/tahun dengan perbandingan laki-laki dibanding wanita 1,1:1, sedangkan pada
infeksi PSGN, angka insidensi tinggi pada anak usia 6-16 tahun dengan perbandingan
laki- laki dan wanita 2:1.
REFERENSI

1. Marcovitch H. Black’s medical dictionary. 41st ed. London: A & C Black; 2005.

p.393.

2. Glomerulonephritis [Internet]. NHS choices. 2014 [updated 2014 Dec 12; acces 2020

Apr 1]. Available from: http://www.google.com/url?

q=http://www.nhs.uk/conditions/Glomerulonephritis/Pages/Intro

duction.aspx&sa=U&ved=0ahUKEwjxguyLm_fKAhULc44KHWrsBHsQFggnMA

Y&usg= AFQjCNFG3u119oFt1eaPvo9yPIVG9Y-1Ww

3. Kumar V, Abbas AK, Aster JC. Robbins basic pathophysiology. 9 th ed. Philadelphia:

Elsevier Sanders; 2013. p.519-23.

4. Abbas AK; Lichtman AH; Pillai H. Cellular and Molecular Immunology 6th Edition.

2014. Philadelphia: Elsevier. p.

5. Davis ID, Avner ED. Glomerulonephritis associated with infections. In: Kliegman

RM, Stanton BF, Geme J, Schor NF, Behrman RE. Nelson’s textbook of pediatrics.

19th ed. Philadelphia: Elsevier Saunders; 2011. p.

6. Sherwood L. Fisiologi manusia: dari sel ke sistem. 8 th ed. Jakarta: EGC; 2013. p.598-

614.

Anda mungkin juga menyukai