KATA PENGANTAR
Puji dan Syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas Rahmat dan Hidayah-
Nya yang telah berkenan membimbing penulis, sehingga dapat menyelesaikan makalah yang
berjudul “Aktor Politik Dan Konstestasi Kekuasaan”, yang dibuat untuk menyelesaikan salah
satu tugas besar mata kuliah Komunikasi Politik.
Tidak lupa penulis berterimakasih kepada kedua orang tua yang telah memberi
dukungan dan motivasi kepada penulis, sehingga dapat menyelesaikan makalah ini.
Makalah ini disusun dengan tujuan untuk memenuhi syarat untuk mengikuti Tugas
Besar 1 mata kuliah Komunikasi Politik di Universitas Mercu Buana sehingga dengan adanya
makalah ini diharapkan mampu memberikan sudut pandang baru bagi penulis dan para
pembaca.
Harapan penulis dengan membuat makalah ini, penulis dapat memberikan ilmu
pengetahuan yang berarti bagi semua yang ingin mengetahui dan juga memperluas
pengetahuan terkait aktor politik dan konstestasi kekuasaan.
Dengan kerendahan hati, penulis memohon maaf apabila terdapat kesalahan penulisan
dikarenakan susunan dan materi yang ada dalam makalah ini belum sempurna. Kritik yang
bersifat terbuka dan membangun sangat penulis nantikan demi kesempurnaan makalah.
Penulis
3
DAFTAR ISI
Sampul 1
Kata Pengantar 2
Daftar Isi 3
Bab I Pendahuluan 4
1.1 Latar Belakang 4
Bab II Pembahasan Masalah 5
2.1 Politik dan Sumber Daya Kehidupan Publik 5
2.2 Politik Sebagai Panggung Laga Para Aktor 7
2.3 Ragam Dimensi Praktik Politik: Dari Perebutan Legitimasi Kekuasaan, Pengambilan
Keputusan hingga Praktek Kekuasaan. 9
Bab III Penutup 13
3.1 Kesimpulan 13
3.2 Saran 13
Daftar Pustaka14
4
BAB I
PENDAHULUAN
Politik menjadi hal yang semakin menarik untuk dibicarakan manusia dari berbagai
latar belakang serta kelas sosial. Kehadiran rezim politik dengan watak dan performance
tertentu kian memperkuat persepsi masing-masing individu terhadap dunia politik. Oleh sebab
itu, dapat dikatakan normal apabila ada yang memiliki persepsi bahwasanya politik
merupakan hal yang identik dengan manipulasi, kejahatan, serta kecurangan. Namun tentu
saja, ada juga kalangan yang berpikir bahwa politik identik dengan perjuangan nilai-nilai
bersama, serta memiliki derajat mulia dalam kehidupan manusia.
Ada banyak sumber daya kehidupan publik yang terdiri dari beberapa jenis, serta
terkait dengan dimensi-dimensi kehidupan publik. Salah satu sumber daya publik yang utama
yaitu sumber daya kehidupan ekonomi masyarakat. Seperti bagi masyarakat pertanian,
masyarakat industri, masyarakat pelaku industri jasa, dan lain sebagainya.
5
BAB II
PEMBAHASAN MASALAH
masing-masing politisi, namun juga diperebutkan oleh publik. Ketimpangan akan informasi,
kesenjangan makna dan pengelolaan sumber daya politik, dan masih banyak lainnya
merupakan problem yang tidak pernah selesai.
Beragam ketimpangan inilah yang akan selalu memunculkan ragam konstentasi dalam
dunia politik. Kontestasi adakalanya berlangsung dalam sudut pandang kelas sosial, ekonomi,
agama dan kebudayaan. Untuk memahami kontestasi di dunia politik, aktor politik, institusi
politik, perilaku politik, sistem politik dan kontestasi kekuasaan politik adalah beberapa
elemen krusial yang nantinya akan menentukan bagaimana pola distribusi, pengalokasian dan
pengelolaan sumber daya politik tersebut akan dijalankan. Dalam laga kontestasi politik ini
maka muncullah para aktor politik. Mereka juga mendirikan beragam institusi politik.
hasrat kuat masuk dalam dunia politik terkait dengan kepentingan regulasi yang mampu
memberikan keuntungan ekonomi bagi dirinya. Selama beberapa tahun terakhir dapat kita
lihat bagaimana para calon kepala daerah dan wakil kepala daerah adalah bukan dari kalangan
aktivis parpol namun memiliki latarbelakang pengusaha. Ada juga yang memiliki
latarbelakang aktivis parpol namun lebih banyak berkiprah dalam dunia bisnis.
Melalui modal kultural ini mereka mendapatkan legitimasi publik dan terus
berkontestasi dalam arena politik dan pemilu. Keberhasilan ini membawa sejumlah
keuntungan nyata bagi mereka, sehingga banyak diantaranya tidak sekedar mampu
mengakumulasi harta kekayaan/aset saja, namun juga mulai memasuki dunia bisnis. Sama
dengan mereka yang masuk ke dunia politik karena faktor keturunan, kalangan elit baru yang
berbasis modal kultural pun banyak diantaranya yang terus mengembangkan kekuasaan
bisnisnya di level lokal dan nasional. Terlepas dari legalitas mereka di dalam mengakumulasi
aset dan modal bisnis, kalangan ini tampak tak mau ketinggalan dengan elit ekonomi lainnya
yang telah berkecimpung dalam dunia bisnis. Ketiga, adalah faktor budaya, yaitu mereka yang
mampu menjalankan kolonialisasi budaya melalui media dan budaya populer. Kalangan ini
adalah elit baru yang tumbuh karena kesuksesan mereka sebagai kreator dan seniman dalam
industri budaya populer. Pada mulanya mereka tampil ke publik lebih sebagai entertainer dan
endorser dalam dunia komersial. Hingga pada akhirnya dari popularitas mereka di dunia
budaya menjadi semakin populer, seiring dengan proses reformasi, kalangan ini pun menjadi
elit baru yang memasuki panggung laga politik. Atas dasar hal inilah para aktor politik ini
kemudian suatu saat bisa menjadi bintang dalam laga panggung politik, namun suatu saat juga
bisa terpuruk ketika popularitas dan legitimasi politiknya mulai sirna tergantikan oleh para
aktor politik yang lain.
Pada umumnya masing-masing aktor politik memiliki orientasi dan tujuan baik selama
proses mendapatkan legitimasi kekuasaan yang didapatkan melalui mekanisme pemilu,
selama proses pengambilan keputusan hingga bagaimana kekuasaan tersebut dijalankan.
Perebutan legitimasi kekuasaan inilah yang merupakan fase awal yang sangat menentukan
bagaimana eksistensi para aktor politik dan institusi politik dalam kurun waktu periode dan
sejarah tertentu. Perebutan kekuasaan ini dijalankan baik secara institusional dan non-
institusional.
10
mulanya dibentuk sebagai representasi nilai-nilai dan cita-cita sosial yang diperjuangkan oleh
para pendiri dan anggota masyarakat pendukungnya. Dalam arena politik parlementer, para
anggota partai politik dan masyarakat pendukungnya nantinya akan memperebutkan fase
lebih lanjut, yaitu proses pengambilan keputusan. Tujuan ini dicapai dengan sistem politik
dan Pemerintahan yang dikembangkan oleh masing-masing negara tersebut.
Tujuan ini juga dijalankan dengan meletakkan dasar sistem politik dan Pemerintahan
yang mengatur keseluruhan proses pendistribusian dan atau pembagian kekuasaan baik dalam
arena eksekutif, legislatif maupun yudikatif. Para aktor politik yang menjadi pejabat publik
ataupun yang terpilih sebagai rezim politik kemudian mengintrepretasikan tujuan Negara
tersebutb dalam kelembagaan tata Pemerintahan, baik yang dirumuskan untuk jangka
panjang, menengah maupun jangka pendek. Dalam melaksanakan tujuan-tujuan ini,
kemudian diperlukan adanya kebijakan-kebijakan publik (public policies) yang menyangkut
pengaturan (regulation), dan pembagian (distribution) atau alokasi (allocation) dari sumber-
sumber daya yang dimiliki oleh sebuah Negara. Dalam proses inilah kemudian ditentukan
siapakah yang memiliki kekuasaan dan kewenangan serta kewajiban yang akan digunakan
untuk menentukan pengaturan, pembagian dan alokasi sumber-sumber daya tersebut. Hal ini
dilakukan di dalam sistem ketatanegaraan dan sistem Pemerintahan yang sudah ditentukan
oleh dasar konstitusi negara masing-masing. Oleh sebab itu, keputusan tersebut harus
mencerminkan kehendak kolektif dari masyarakatnya, mencerminkan nilai-nilai keadilan dan
kesetaraan baik yang dijalankan melalui mekanisme pengaturan (regulation), dan pembagian
(distribution) atau alokasi (allocation) dari beragam jenis kekuasaan atas pengelolaan sumber
daya yang dimiliki oleh Negara. Dalam proses pengambilan keputusan ini, setiap aktor dan
lembaga politik harus mampu mencerminkan kebijaksanaan publik (public policy).
Kebijaksanaan publik merupakan sekumpulan keputusan yang dirumuskan, ditentukan dan
diambil serta dilakukan oleh para aktor politik sebagai usaha untuk memilih tujuan-tujuan
dan cara-cara yang mencerminkan kepentingan publik. Melalui proses pengambilan
keputusan bersama yang dilahirkan dalam bentuk kebijaksanaan atau kebijakan publik ini,
tujuan dan cita-cita bersama tersebut nantinya bisa didefinisikan, ditentukan dan diwujudkan.
Di dalam arena politik ini, pembagian kekuasaan dan pengalokasian sumber daya
ditentukan dalam sebuah mekanisme ketatanegaraan dan dijalankan dalam payung sistem
politik dan Pemerintahan. Nilai-nilai tersebut kemudian berkembang dan senantiasa berubah
dalam beragam bidang kehidupan masyarakat, bidang ekonomi, sosial, politik, budaya.
Karena itu, proses pengambilan keputusan menjadi sangat menentukan nantinya bagaimana
dan
11
seperti apa nilai-nilai tersebut senantiasa dirumuskan, ditentukan dan dijalankan dalam
kehidupan publik. Terkait dengan pengambilan keputusan ini, politik tidak hanya monopoli
lembaga-lembaga Negara dan lembaga yang ada dalam sistem birokrasi dan Pemerintahan
saja.
Dalam sistem demokrasi, proses pengambilan keputusan ini melibatkan peran para
aktor politik, baik yang ada di dalam partai politik, kelompok-kelompok kepentingan,
kelompok-kelompok penekan maupun masyarakat sipil. Dalam kekuasaan, yang terpenting
bukan sekedar bagaimana kekuasaan tersebut diperoleh, dan bagaimana konsep pengaturan,
pendistribusian, pembagian dan pengalokasian sumber daya kekuasaan tersebut ditentukan
dan diputuskan, akan tetapi bagaimana kekuasaan tersebut nantinya dijalankan agar benar-
benar mampu merepresentasikan kehendak publik, mencerminkan tujuan dan cita-cita negara
dan masyarakatnya. Namun mayoritas konsep kekuasaan ini didefinisikan dalam arena
politik dan sosial, seperti yang dirumuskan oleh Ossip K.Flechtein dan Robert M. Karena itu
kekuasaan selalu hadir tidak hanya dalam konsepnya yang nyata akan tetapi juga bersifat
simbolik. Struktur kekuasaan juga bisa hadir dalam wataknya demokratis, namun juga bisa
bersifat hegemonik melalui beragam arena sosial dan budaya.
Kekuasaan yang seperti ini ada dan terus berkembang, akan tetapi seringkali tidak disadari
oleh mereka yang menjadi subyek dan obyek dari kekuasaan itu sendiri. Karena itu,
adakalanya kekuasaan cenderung bergerak dalam mainstream ideologi tertentu baik
sosialisme, yang sering disebut dengan kiri maupun kapitalisme, yang sering di sebut sebagai
kanan. Dimensi kehidupan ekonomi, sosial dan budaya jelas terus menerus dipengaruhi oleh
bagaimana performance dari kekuasaan politik yang dijalankan oleh sebuah rezim politik
yang berkuasa. Dalam hal ini kemudian dapat kita jumpai, adanya negara yang sudah
mampu merumuskan keputusan politik sesuai dengan sistem pendistribusian, dan pembagian
kekuasaan secara demokratis, namun belum mampu menjalankan sistem pengalokasian
sumber daya alam, sumber daya manusia dan lingkungannya secara demokratis.
12
Demikian juga dapat kita temui, adanya negara yang sudah mampu merumuskan
keputusan politik sesuai dengan sistem pendistribusian, pembagian kekuasaan dan
pengalokasaian sumber daya alam, sumber daya manusia dan lingkungannya secara
demokratis, namun belum mampu mewujudkan tujuan dan cita-cita negara. Hal ini tak lain
karena para aktor di dalam arena politik tersebut, belum mampu menjalankan dan
menggunakan sumber daya kekuasaan dan menghasilkan kebijakankebijakan publik yang
sejalan dengan kehendak publik (public will). Hal yang sama juga terjadi dimana keberhasilan
dalam arena pengambilan keputusan politik belum tentu diikuti oleh keberhasilan dalam
arena pengelolaan kekuasaan. Kegagalan dan keberhasilan dalam pengelolan kekuasaan ini
nantinya akan mempengaruhi dimensi perebutan legitimasi politik dan juga dimensi
pengambilan keputusan politik. Banyak juga diantara mereka yang gagal dalam mengelola
kekuasaan, kendatipun memenangkan perebutan legitimasi politik dan berhasil dalam
memformulasikan kebijakan politiknya. Hal yang paling membahayakan dalam dunia politik
adalah ketika para aktor politik dan lembaga politik gagal mengelola kekuasaan.
Lebih dari itu, hal ini bisa membuka peluang adanya krisis politik nasional dan
konflik politik yang berkepanjangan di antara para aktor dan lembaga politik. Tidak hanya
pada level Negara dan Pemerintahan, kegagalan dalam mengelola kekuasaan juga bisa
berlangsung dalam institusi masyarakat sipil. Karena itu, kedua dimensi politik di atas
pengambilan keputusan dan pelaksanaan kekuasaan, membutuhkan kapasitas dan
kemampuan seni berpolitik yang handal dari para aktor, pemimpin parpol, pemimpin
kelompok kepentingan, pemimpin kelompok penekan, pemimpinan lembaga-lembaga Negara
dan Pemerintahan dan pemimpin masyarakat sipil.
13
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Definisi komunikasi adalah suatu proses penyampaian pesan, baik berupa ide,atau
gagasan dari satu pihak ke pihak lain agar terjadi saling mempengaruhi di antara keduanya.
Komunikasi yang efektif adalah bagian utama dalam mencapai kehidupan yang baik, dan
salah satu faktor komunikasi yang sukses dan efektif berasal dari pelaksanaan proses
komunikasi. Individu yang memahami proses komunikasi akan lebih cepat berkembang
menjadi komunikator yang lebih efektif, dan komunikator yang efektif akan memiliki peluang
yang lebih besar untuk menjadi sukses. Oleh karena itu manusia harus memahami tingkatan
proses komunikasi yang benar.
3.2 Saran
Sebaiknya bagi para pembaca dalam berkomunikasi kita harus mempelajarinya lebih
jauh lagi dan juga memahami tingkatan proses komunikasi.
14
DAFTAR PUSTAKA