Anda di halaman 1dari 15

1

TUGAS BESAR 1 MATA KULIAH


KOMUNIKASI POLITIK
Dosen Pengampu: Achmad Jamil, M.Si

AKTOR POLITIK DAN KONSTESTASI KEKUASAAN

Disusun oleh Kelompok 1 :


Evelyne Choirunnisa Dellia Salsabila - (44220010235)
Muhamad Rizki Alfadhil - (44220010157)
Muhamad Arif Ibrahim - (44220010068)

PROGRAM STUDI HUBUNGAN MASYARAKAT


FAKULTAS ILMU KOMUNIKASI
UNIVERSITAS MERCU BUANA
2020
2

KATA PENGANTAR

Puji dan Syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas Rahmat dan Hidayah-
Nya yang telah berkenan membimbing penulis, sehingga dapat menyelesaikan makalah yang
berjudul “Aktor Politik Dan Konstestasi Kekuasaan”, yang dibuat untuk menyelesaikan salah
satu tugas besar mata kuliah Komunikasi Politik.

Tidak lupa penulis berterimakasih kepada kedua orang tua yang telah memberi
dukungan dan motivasi kepada penulis, sehingga dapat menyelesaikan makalah ini.

Makalah ini disusun dengan tujuan untuk memenuhi syarat untuk mengikuti Tugas
Besar 1 mata kuliah Komunikasi Politik di Universitas Mercu Buana sehingga dengan adanya
makalah ini diharapkan mampu memberikan sudut pandang baru bagi penulis dan para
pembaca.

Harapan penulis dengan membuat makalah ini, penulis dapat memberikan ilmu
pengetahuan yang berarti bagi semua yang ingin mengetahui dan juga memperluas
pengetahuan terkait aktor politik dan konstestasi kekuasaan.

Dengan kerendahan hati, penulis memohon maaf apabila terdapat kesalahan penulisan
dikarenakan susunan dan materi yang ada dalam makalah ini belum sempurna. Kritik yang
bersifat terbuka dan membangun sangat penulis nantikan demi kesempurnaan makalah.

Tangerang, Oktober 2020

Penulis
3

DAFTAR ISI
Sampul 1
Kata Pengantar 2
Daftar Isi 3
Bab I Pendahuluan 4
1.1 Latar Belakang 4
Bab II Pembahasan Masalah 5
2.1 Politik dan Sumber Daya Kehidupan Publik 5
2.2 Politik Sebagai Panggung Laga Para Aktor 7
2.3 Ragam Dimensi Praktik Politik: Dari Perebutan Legitimasi Kekuasaan, Pengambilan
Keputusan hingga Praktek Kekuasaan. 9
Bab III Penutup 13
3.1 Kesimpulan 13
3.2 Saran 13
Daftar Pustaka14
4

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Politik merupakan suatu fenomena yang berkaitan dengan manusia yang selalu hidup
bermasyarakat. Manusia adalah makhluk sosial, makhluk yang dinamis dan juga berkembang,
serta selalu menyesuaikan keadaan sekitarnya. Oleh sebab itu, politik akan selalu menggejala,
serta mewujudkan dirinya dalam proses perkembangan manusia. Namun, politik bukanlah
segala-galanya dalam kehidupan manusia. Hal ini dikarenakan ada beragam dimensi
kehidupan lain di luar politik. Dalam perkembangannya, politik tidak hanya menjadi tanda
bagi perkembangan peradaban manusia, karena politik lah yang menentukan banyak hal
dalam keseharian kehidupan manusia.

Politik menjadi hal yang semakin menarik untuk dibicarakan manusia dari berbagai
latar belakang serta kelas sosial. Kehadiran rezim politik dengan watak dan performance
tertentu kian memperkuat persepsi masing-masing individu terhadap dunia politik. Oleh sebab
itu, dapat dikatakan normal apabila ada yang memiliki persepsi bahwasanya politik
merupakan hal yang identik dengan manipulasi, kejahatan, serta kecurangan. Namun tentu
saja, ada juga kalangan yang berpikir bahwa politik identik dengan perjuangan nilai-nilai
bersama, serta memiliki derajat mulia dalam kehidupan manusia.

Ada banyak sumber daya kehidupan publik yang terdiri dari beberapa jenis, serta
terkait dengan dimensi-dimensi kehidupan publik. Salah satu sumber daya publik yang utama
yaitu sumber daya kehidupan ekonomi masyarakat. Seperti bagi masyarakat pertanian,
masyarakat industri, masyarakat pelaku industri jasa, dan lain sebagainya.
5

BAB II
PEMBAHASAN MASALAH

2.1 Politik dan Sumber Daya Kehidupan Publik


Politik merupakan sejarah masa kini dan sejarah adalah politik masa lalu. Sketsa
sejarah politik di sini ibarat kumpulan potret cermin yang terabadikan sebagai rangkaian
peristiwa dari masa lalu dan masa kini dalam kehidupan mereka.
Sumber daya kehidupan public meliputi beberapa jenis, terkait dengan dimensi-
dimensi kehidupan publik. Dari semua sumber daya public, sumber daya public yang paling
utama salah satunya adalah sumber daya kehidupan ekonomi masyarakat. Seperti pada
masyarakat pertanian, sumber daya ekonomi sangat dipengaruhi bagaimana pola distribusi
dan kepemilikan lahannya. Dari sini dapat tercermin dari kecenderungan kebijakan
pertahanan/politik agrarian yang dijalankan oleh negara. Apakah distribusi kepemilikan
tersebut merata, atau sebaliknya. Pada masyarakat industri, sumber daya public terkait dengan
penguasaan sektor-sektor industry barang dan jasa. Pada umumnya, hanya kalangan
kelompok masyarakat tertentu yang dapat memasuki sektor-sektor industri tersebut
dikarenakan adanya barrier to entry yang harus diatasi oleh para pelaku, seperti persyaratan
modal minimal, teknologi, dan standard pengelolaan. Pada masyarakat pelaku industry jasa,
tiap pelaku usaha dituntut untuk memiliki sejumlah persyaratan tertentu, termasuk standard
kemampuan pelayanan jasa, dan kualitas jasa yang dihasilkan. Sama halnya pada industri
barang, apakah pelakunya didominasi dari kalangan domestik atau asing, atau kolaborasi antar
pebisnis domestik dan asing. Di luar ini, juga ada sektor distribusi yang berperan besar dalam
proses pendistribuan barang dan juga membantu pelayanan jasa.
Dimensi kehidupan sosial dan budaya juga menjadi faktor dominan yang diperebutkan
oleh publik. Hal ini terkait dengan nilai sosial dan budaya yang menentukan kondisi
kehidupan public, termasuk tingkat kepercayaan publik, serta nilai sosial lainnya yang
berdampak pada modal sosial yang dimiliki oleh masing-masing kelompok masyarakat.
Dalam dimensi kehidupan budaya, sumber daya publiknya adalah seperti cultural heritage
(warisan budaya), warisan sejarah,dan tradisi. Ada juga yang berupa geografis dan potensi
sumber daya alam dan lingkungan yang memiliki dimensi ekonomi, sosial, dan budaya.
Dilanjutkan dengan sumber daya politik. Sumber daya politik disini termasuk
legitimasi politik baik nasional maupun internasional, basis dukungan dan koalisi poliyik
nasional, ideologi politik, dan lain sebagainya. Dalam sumber daya politik, pemilih
merupakan sumber daya publik yang diperebutkan oleh para pelaku politik dan institusi
politik ketika menghadapi
6

kontestasi pemilu. Sumber daya politik diperebutkan, dikontestasikan dan dikonstruksikan


oleh para aktor yang berkepentingan. Mereka ini adalah sekumpulan kalangan elit politik
yang terus berusaha mengelola kepentingannya terhadap politik masa lalu, politik masa kini
hingga politik masa depan.
Sumber daya kehidupan publik disini tentu tidak terdistribusi secara merata. Hal ini
dikarenakan adanya kesenjangan kelas sosial, dimana kalangan tertentu memiliki akses dan
kepemilikan yang dominan tterhadap sumber daya kehidupan publik dibandingkan dengan
kelompok sosial lainnya.
Politik tidaklah semata-mata milik para elit. Individu-individu dalam masyarakat
sesungguhnya memiliki hak dan peluang yang sama dalam mendefinisikan kebenaran
informasi, makna, dan kebijakan politik. Masing-masing individu memiliki hak yang sama
dalam mendiskusikan isu-isu politik dan menyampaikan aspirasi politik melalui beragam
lembaga yang tersedia. Hal yang membedakan antara individu warga negara biasa dengan
para politisi yaitu menyangkut identitas, posisi dan peran dirinya di dalam dunia politik.
Sebagai warga negara dan pemilih, para individu dalam proses partisipasi politiknya
kehadirannya dengan identitas sebagai massa pemilih atau calon pemilih dan cenderung
anonim. Sebaliknya, para aktor adalah mereka yang tampil dengan identitas dan nama dengan
gelombang citra yang telah, sedang atau akan dimilikinya. Selain itu, para politisi juga
memiliki beragam sumber daya politik yang digunakan dalam arena pertarungan politik.
Sumber daya publik mempunyai dimensi yang bermacam-macam, akan tetapi
semuanya kemudian bermuara pada bagaimana sumber daya publik ini bisa diperebutkan,
diatur kepemilikannya dan dikelola secara demokratis. Tak semua negara mampu mengelola
sumber daya publiknya secara demokratis. Ketimpangan dalam pengelolaan, kepemilikan dan
pengelolaan sumber daya ekonomi menghasilkan kesenjangan kelas sosial. Selain itu,
kegagalan dalam mengelola sumber daya sosial dan budaya bisa menghancurkan warisan
budaya, runtuhnya warisan tradisi dan nilai-nilai budaya, dan lebih luas berdampak pada
pudarnya basis modal sosial dan kultural. Kegagalan dalam mengelola sumber daya politik
dapat menyebabkan melemahnya kapasitas negara dalam perwujudan cita-cita politik
masyarakatnya, runtuhnya legitimasi politik nasional dan internasional, potensi disintegrasi
dan konflik politik, dan juga dominasi kekuasaan politik dari kelompok tertentu yang pada
akhirnya merugikan kepentingan publik secara lebih luas.
Dalam dunia politik, selalu ada actor yang menjadi pemenang dan juga yang menjadi
pecundang. Hal ini sebenarnya bersumber dari bagaimana informasi, makna, sumber daya dan
kekuasaan politik yang sebenarnya merupakan aset public yang tidak hanya diperebutkan oleh
7

masing-masing politisi, namun juga diperebutkan oleh publik. Ketimpangan akan informasi,
kesenjangan makna dan pengelolaan sumber daya politik, dan masih banyak lainnya
merupakan problem yang tidak pernah selesai.
Beragam ketimpangan inilah yang akan selalu memunculkan ragam konstentasi dalam
dunia politik. Kontestasi adakalanya berlangsung dalam sudut pandang kelas sosial, ekonomi,
agama dan kebudayaan. Untuk memahami kontestasi di dunia politik, aktor politik, institusi
politik, perilaku politik, sistem politik dan kontestasi kekuasaan politik adalah beberapa
elemen krusial yang nantinya akan menentukan bagaimana pola distribusi, pengalokasian dan
pengelolaan sumber daya politik tersebut akan dijalankan. Dalam laga kontestasi politik ini
maka muncullah para aktor politik. Mereka juga mendirikan beragam institusi politik.

2.2 Politik Sebagai Panggung Laga Para Aktor


Sejatinya, politik merupakan arena sosial bagi seluruh warga negara dalam
mengartikulasikan dan mewujudkan cita-cita sosialnya dalam kehidupan publik. Oleh sebab
itu, dalam arena politik tiap-tiap individu seharusnya mempunyai serta sdan peluang yang
sama dalam mendiskusikan, merumuskan dan memutuskan aspek-aspek penting dalam
kehidupan publik. Namun, realitas politik menunjukkan bahwa politik merupakan panggung
laga para actor politik. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor. Pertama, tidak semua
individu dalam masayarakat sosial memiliki kesempatan untuk tumbuh sebagai elit politik.
Tumbuhnya elit politik didukung oleh banyak hal seperti adanya modal sosial, modal
ekonomi, modal kultural, dan lain sebagainya. Faktor kelahiran biasanya menjadi salah satu
faktor krusial bagi tiap-tiap individu untuk bisa tumbuh sebagai elit politik. Pada masyarakat
tradisional hingga masyarakat modern, dapat kita lihat bagaimana sebuah dinasti politik
mampu eksis, tumbuh dan berkembang pada setiap generasi. Salah satu contoh nyata dari
faktor kelahiran ini ialah Mantan Presiden Abdurrahman Wahid. Beliau merupakan anak KH.
Wahid Hasyim, Menteri Agama RI era Pemerintahan Orde Lama dan cucu dari K.H.Hasyim
Asy’ati, pendiri Nadhatul Ulama, organisasi Islam tradisional terbesar di Indonesia.
Di Asia, sejarah negara-bangsa terlihat kental sekali dengan fenomena dinasti politik.
Akar dinasti politik tersebar hampir di berbagai belahan benua Asia, meliputi dataran China,
Asia Selatan, dan Asia Tenggara. Kemudian, dinasti politik berkembang seiring dengan
pertumbuhan imperium di sejumlah Negara Asia. Dapat kita saksikan bahwa dinasti politik
akan terus jaya dalam sejarah demokrasi di berbagai belahan dunia. Dalam demokrasi, dinasti
politik lah yang menunjukkan kecenderungan gejala yang sama dimana distribusi kekuasaan
dan representasi politik senantiasa terdistori oleh kepentingan klan dan keluarga dinasti.
8

Kekuasaan dimanapun senantiasa memiliki sejumlah keuntungan tertentu. Peluang untuk


mendapatkan keuntungan apapun dibalik kekuasaan ini lah yang senantiasa merangsang
sejumlah keluarga di berbagai belahan Negara demokrasi terus memelihara politik dinastinya.
Hal ini dikarenakan, melewati bermacam-macam institusi kekuasaan ini, para klan politik bisa
memainkan perannya dengan adanya dukungan kekuasaan yang telah didapatkan dan terus
meningkatkan skala serta akses keberuntungannya dibalik panggung kekuasaan.
Selain faktor kelahiran, panggung laga actor dalam dunia politik ditentukan oula oleh
faktor politik. Maksudnya disini adalah, kemenangan dalam memperebutkan legitimasi politik
dan internasional tertentu yang menjadikan actor politik naik ke dalam panggung politik.
Legitimasi politik pada umumnya dikaitkan dengan kemenangan rezim politik dan juga
ideologi tertentu, baik melalui mekanisme pemilu maupun reformasi serta revolusi politik.
Siapapun yang menjadi pemenang akan dinobatkan sebagai aktor yang terus mendapatkan
apresiasi luas baik secara nasional dan internasional. Mereka yang menjadi pemenang juga
kian berkuasa dalam menuliskan ulang sejarah politik masa lalu dan politik masa kini. Pada
umumnya, mereka bahkan “merekayasa” sejarah politik yang dilembagakan dalam institusi
formal.
Pada negara demokratis, intervensi ini dilakukan melalui keterlibatannya dalam
mempengaruhi opini publik. Ada diantaranya yang menggunakan kelembagaan parpol
sebagai instrumen dalam proses penguasaan sumber daya ekonomi nasional. Namun ada juga
yang menggunakannya sebagai sarana untuk benar-benar tampil dalam panggung politik
nasional dan lokal. Pada mulanya, faktor ekonomi ini belum terlalu dominan, ketika dunia
politik masih memberikan tempat yang paling mulai bagi mereka yang memiliki pemikiran
dan jiwa kenegarawanan (Philosoper King). Mereka lahir, tumbuh dan besar sebagai politisi
semata-mata karena apresiasi publik atas pemikiran dan jiwa kenegarawanan serta kearifan
mereka dalam memberikan dasar-dasar kebajikan dalam mengelola Negara dan Pemerintahan.
Kendati demikian, bukan faktor ekonomi yang menjadikan mereka diakui secara luas sebagai
elit politik, namun lebih kepada pemikiran dan jiwa kenegarawanan yang mereka miliki.
Seiring dengan pengaruh sistem dan budaya kapitalisme global, faktor ekonomi ini
kian dominan dalam dunia politik. Kepemilikan dan penguasaan terhadap sumber daya
ekonomi menjadi salah satu kekuatan baru dalam dunia politik. Mereka ini adalah elit baru
baik yang menguasai sektor produksi, konsumsi maupun distribusi. Melalui sumber daya
ekonomi yang dimilikinya, para elit baru ini lahir dan terus memberikan pengaruh terhadap
dunia politik. Pengaruh faktor ekonomi ini menjadikan elit ekonomi sebagai kelompok sosial
baru yang makin berkuasa dalam dunia politik. Kalangan ini juga kian percaya diri dan makin
memiliki
9

hasrat kuat masuk dalam dunia politik terkait dengan kepentingan regulasi yang mampu
memberikan keuntungan ekonomi bagi dirinya. Selama beberapa tahun terakhir dapat kita
lihat bagaimana para calon kepala daerah dan wakil kepala daerah adalah bukan dari kalangan
aktivis parpol namun memiliki latarbelakang pengusaha. Ada juga yang memiliki
latarbelakang aktivis parpol namun lebih banyak berkiprah dalam dunia bisnis.
Melalui modal kultural ini mereka mendapatkan legitimasi publik dan terus
berkontestasi dalam arena politik dan pemilu. Keberhasilan ini membawa sejumlah
keuntungan nyata bagi mereka, sehingga banyak diantaranya tidak sekedar mampu
mengakumulasi harta kekayaan/aset saja, namun juga mulai memasuki dunia bisnis. Sama
dengan mereka yang masuk ke dunia politik karena faktor keturunan, kalangan elit baru yang
berbasis modal kultural pun banyak diantaranya yang terus mengembangkan kekuasaan
bisnisnya di level lokal dan nasional. Terlepas dari legalitas mereka di dalam mengakumulasi
aset dan modal bisnis, kalangan ini tampak tak mau ketinggalan dengan elit ekonomi lainnya
yang telah berkecimpung dalam dunia bisnis. Ketiga, adalah faktor budaya, yaitu mereka yang
mampu menjalankan kolonialisasi budaya melalui media dan budaya populer. Kalangan ini
adalah elit baru yang tumbuh karena kesuksesan mereka sebagai kreator dan seniman dalam
industri budaya populer. Pada mulanya mereka tampil ke publik lebih sebagai entertainer dan
endorser dalam dunia komersial. Hingga pada akhirnya dari popularitas mereka di dunia
budaya menjadi semakin populer, seiring dengan proses reformasi, kalangan ini pun menjadi
elit baru yang memasuki panggung laga politik. Atas dasar hal inilah para aktor politik ini
kemudian suatu saat bisa menjadi bintang dalam laga panggung politik, namun suatu saat juga
bisa terpuruk ketika popularitas dan legitimasi politiknya mulai sirna tergantikan oleh para
aktor politik yang lain.

2.3 Ragam Dimensi Praktik Politik: Dari Perebutan Legitimasi Kekuasaan,


Pengambilan Keputusan hingga Praktek Kekuasaan.

Pada umumnya masing-masing aktor politik memiliki orientasi dan tujuan baik selama
proses mendapatkan legitimasi kekuasaan yang didapatkan melalui mekanisme pemilu,
selama proses pengambilan keputusan hingga bagaimana kekuasaan tersebut dijalankan.
Perebutan legitimasi kekuasaan inilah yang merupakan fase awal yang sangat menentukan
bagaimana eksistensi para aktor politik dan institusi politik dalam kurun waktu periode dan
sejarah tertentu. Perebutan kekuasaan ini dijalankan baik secara institusional dan non-
institusional.

Masing-masing aktor politik dalam arena politik keseharian (vernacular politics),


sebenarnya telah berebut legitimasi kekuasaan, hal ini terutama terkait dengan pendefinisian
dan pemaknaan nilai-nilai sosial, dan cita-cita sosial kehidupan publik. Partai politik pada

10

mulanya dibentuk sebagai representasi nilai-nilai dan cita-cita sosial yang diperjuangkan oleh
para pendiri dan anggota masyarakat pendukungnya. Dalam arena politik parlementer, para
anggota partai politik dan masyarakat pendukungnya nantinya akan memperebutkan fase
lebih lanjut, yaitu proses pengambilan keputusan. Tujuan ini dicapai dengan sistem politik
dan Pemerintahan yang dikembangkan oleh masing-masing negara tersebut.

Tujuan ini juga dijalankan dengan meletakkan dasar sistem politik dan Pemerintahan
yang mengatur keseluruhan proses pendistribusian dan atau pembagian kekuasaan baik dalam
arena eksekutif, legislatif maupun yudikatif. Para aktor politik yang menjadi pejabat publik
ataupun yang terpilih sebagai rezim politik kemudian mengintrepretasikan tujuan Negara
tersebutb dalam kelembagaan tata Pemerintahan, baik yang dirumuskan untuk jangka
panjang, menengah maupun jangka pendek. Dalam melaksanakan tujuan-tujuan ini,
kemudian diperlukan adanya kebijakan-kebijakan publik (public policies) yang menyangkut
pengaturan (regulation), dan pembagian (distribution) atau alokasi (allocation) dari sumber-
sumber daya yang dimiliki oleh sebuah Negara. Dalam proses inilah kemudian ditentukan
siapakah yang memiliki kekuasaan dan kewenangan serta kewajiban yang akan digunakan
untuk menentukan pengaturan, pembagian dan alokasi sumber-sumber daya tersebut. Hal ini
dilakukan di dalam sistem ketatanegaraan dan sistem Pemerintahan yang sudah ditentukan
oleh dasar konstitusi negara masing-masing. Oleh sebab itu, keputusan tersebut harus
mencerminkan kehendak kolektif dari masyarakatnya, mencerminkan nilai-nilai keadilan dan
kesetaraan baik yang dijalankan melalui mekanisme pengaturan (regulation), dan pembagian
(distribution) atau alokasi (allocation) dari beragam jenis kekuasaan atas pengelolaan sumber
daya yang dimiliki oleh Negara. Dalam proses pengambilan keputusan ini, setiap aktor dan
lembaga politik harus mampu mencerminkan kebijaksanaan publik (public policy).
Kebijaksanaan publik merupakan sekumpulan keputusan yang dirumuskan, ditentukan dan
diambil serta dilakukan oleh para aktor politik sebagai usaha untuk memilih tujuan-tujuan
dan cara-cara yang mencerminkan kepentingan publik. Melalui proses pengambilan
keputusan bersama yang dilahirkan dalam bentuk kebijaksanaan atau kebijakan publik ini,
tujuan dan cita-cita bersama tersebut nantinya bisa didefinisikan, ditentukan dan diwujudkan.

Di dalam arena politik ini, pembagian kekuasaan dan pengalokasian sumber daya
ditentukan dalam sebuah mekanisme ketatanegaraan dan dijalankan dalam payung sistem
politik dan Pemerintahan. Nilai-nilai tersebut kemudian berkembang dan senantiasa berubah
dalam beragam bidang kehidupan masyarakat, bidang ekonomi, sosial, politik, budaya.
Karena itu, proses pengambilan keputusan menjadi sangat menentukan nantinya bagaimana
dan

11

seperti apa nilai-nilai tersebut senantiasa dirumuskan, ditentukan dan dijalankan dalam
kehidupan publik. Terkait dengan pengambilan keputusan ini, politik tidak hanya monopoli
lembaga-lembaga Negara dan lembaga yang ada dalam sistem birokrasi dan Pemerintahan
saja.

Dalam sistem demokrasi, proses pengambilan keputusan ini melibatkan peran para
aktor politik, baik yang ada di dalam partai politik, kelompok-kelompok kepentingan,
kelompok-kelompok penekan maupun masyarakat sipil. Dalam kekuasaan, yang terpenting
bukan sekedar bagaimana kekuasaan tersebut diperoleh, dan bagaimana konsep pengaturan,
pendistribusian, pembagian dan pengalokasian sumber daya kekuasaan tersebut ditentukan
dan diputuskan, akan tetapi bagaimana kekuasaan tersebut nantinya dijalankan agar benar-
benar mampu merepresentasikan kehendak publik, mencerminkan tujuan dan cita-cita negara
dan masyarakatnya. Namun mayoritas konsep kekuasaan ini didefinisikan dalam arena
politik dan sosial, seperti yang dirumuskan oleh Ossip K.Flechtein dan Robert M. Karena itu
kekuasaan selalu hadir tidak hanya dalam konsepnya yang nyata akan tetapi juga bersifat
simbolik. Struktur kekuasaan juga bisa hadir dalam wataknya demokratis, namun juga bisa
bersifat hegemonik melalui beragam arena sosial dan budaya.

Sebaliknya, kekuasaan juga cenderung keluar dari jatung-jatung kelembagaan Negara


dan Pemerintahan dan kemudian bergerak dan menyebar dalam berbagai institusi sosial
masyarakat. Sebaliknya, masyarakat juga bisa mendeligitimasi dan mendegradasi arus
kekuasaan dari institusi Negara dan Pemerintahan. Adakalanya kekuasaan juga
mencerminkan kehendak kelas sosial ekonomi yang berkuasa dalam perspektif Marxian
terutama melalui dominasi kekuatan oligarkhi ekonomi-politik dan dominasi kuasa korporasi
yang dikuasai oleh hanya segelintir elit. Adakalanya kekuasaan ada dalam arena politik
pengetahuan, relasi seksualitas dan gender, dan juga beragam dimensi kultural dalam
kehidupan manusia.

Kekuasaan yang seperti ini ada dan terus berkembang, akan tetapi seringkali tidak disadari
oleh mereka yang menjadi subyek dan obyek dari kekuasaan itu sendiri. Karena itu,
adakalanya kekuasaan cenderung bergerak dalam mainstream ideologi tertentu baik
sosialisme, yang sering disebut dengan kiri maupun kapitalisme, yang sering di sebut sebagai
kanan. Dimensi kehidupan ekonomi, sosial dan budaya jelas terus menerus dipengaruhi oleh
bagaimana performance dari kekuasaan politik yang dijalankan oleh sebuah rezim politik
yang berkuasa. Dalam hal ini kemudian dapat kita jumpai, adanya negara yang sudah
mampu merumuskan keputusan politik sesuai dengan sistem pendistribusian, dan pembagian
kekuasaan secara demokratis, namun belum mampu menjalankan sistem pengalokasian
sumber daya alam, sumber daya manusia dan lingkungannya secara demokratis.

12

Demikian juga dapat kita temui, adanya negara yang sudah mampu merumuskan
keputusan politik sesuai dengan sistem pendistribusian, pembagian kekuasaan dan
pengalokasaian sumber daya alam, sumber daya manusia dan lingkungannya secara
demokratis, namun belum mampu mewujudkan tujuan dan cita-cita negara. Hal ini tak lain
karena para aktor di dalam arena politik tersebut, belum mampu menjalankan dan
menggunakan sumber daya kekuasaan dan menghasilkan kebijakankebijakan publik yang
sejalan dengan kehendak publik (public will). Hal yang sama juga terjadi dimana keberhasilan
dalam arena pengambilan keputusan politik belum tentu diikuti oleh keberhasilan dalam
arena pengelolaan kekuasaan. Kegagalan dan keberhasilan dalam pengelolan kekuasaan ini
nantinya akan mempengaruhi dimensi perebutan legitimasi politik dan juga dimensi
pengambilan keputusan politik. Banyak juga diantara mereka yang gagal dalam mengelola
kekuasaan, kendatipun memenangkan perebutan legitimasi politik dan berhasil dalam
memformulasikan kebijakan politiknya. Hal yang paling membahayakan dalam dunia politik
adalah ketika para aktor politik dan lembaga politik gagal mengelola kekuasaan.

Lebih dari itu, hal ini bisa membuka peluang adanya krisis politik nasional dan
konflik politik yang berkepanjangan di antara para aktor dan lembaga politik. Tidak hanya
pada level Negara dan Pemerintahan, kegagalan dalam mengelola kekuasaan juga bisa
berlangsung dalam institusi masyarakat sipil. Karena itu, kedua dimensi politik di atas
pengambilan keputusan dan pelaksanaan kekuasaan, membutuhkan kapasitas dan
kemampuan seni berpolitik yang handal dari para aktor, pemimpin parpol, pemimpin
kelompok kepentingan, pemimpin kelompok penekan, pemimpinan lembaga-lembaga Negara
dan Pemerintahan dan pemimpin masyarakat sipil.
13

BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Definisi komunikasi adalah suatu proses penyampaian pesan, baik berupa ide,atau
gagasan dari satu pihak ke pihak lain agar terjadi saling mempengaruhi di antara keduanya.
Komunikasi yang efektif adalah bagian utama dalam mencapai kehidupan yang baik, dan
salah satu faktor komunikasi yang sukses dan efektif berasal dari pelaksanaan proses
komunikasi. Individu yang memahami proses komunikasi akan lebih cepat berkembang
menjadi komunikator yang lebih efektif, dan komunikator yang efektif akan memiliki peluang
yang lebih besar untuk menjadi sukses. Oleh karena itu manusia harus memahami tingkatan
proses komunikasi yang benar.

3.2 Saran
Sebaiknya bagi para pembaca dalam berkomunikasi kita harus mempelajarinya lebih
jauh lagi dan juga memahami tingkatan proses komunikasi.
14

DAFTAR PUSTAKA

Nyarwi Ahmad. Manajemen Komunikasi Politik & Marketing Politik. Pustaka


Zaman, 2012

Anda mungkin juga menyukai