Anda di halaman 1dari 3

IMPLEMENTASI SDGs MENGENAI KOTA DAN PERMUKIMAN YANG

BERKELANJUTAN DAN KAITANNYA DENGAN NILAI LAHAN PERKOTAAN

Nabila Assyafaa
Program Studi Perencanaan Wilayah dan Kota, Institut Teknologi Kalimantan
Email: 08211051@student.itk.ac.id

Pertumbuhan penduduk perkotaan mendorong pertumbuhan aktivitas perkotaan seperti


perdagangan, perkantoran, dan pemukiman. Pertumbuhan penduduk dan aktivitasnya pada
akhirnya membutuhkan lahan untuk kelangsungan hidupnya. Tanah merupakan kebutuhan
manusia yang mutlak dan memiliki karakteristik yang unik dibandingkan dengan aspek-aspek
lain yang diperlukan bagi kehidupan manusia. Sudah tidak diragukan lagi bahwa permintaan
akan tanah di perkotaan cenderung tinggi, salah satunya di kawasan permukiman, dan pasokan
tanah yang konstan di daerah perkotaan dapat menyebabkan semakin tingginya harga tanah. Di
sisi lain, terdapat target dalam salah satu tujuan yang tercantum pada Sustainable Development
Goals bahwa akses perumahan yang layak, aman, dan terjangkau bagi semua harus sudah
terjamin di tahun 2030. Sustainable Development Goals (SDGs) sendiri merupakan kelanjutan
dari Millenium Development Goals (MDGs) yang berakhir pada tahun 2015. SDGs didefinisikan
sebagai kerangka kerja untuk 15 tahun ke depan hingga 2030. SDGs berisi seperangkat
kesepakatan tujuan transformasional yang berlaku untuk semua negara tanpa kecuali. SDGs
memuat 17 tujuan, salah satunya adalah Sustainable Cities and Human Settlements (Kota dan
Permukiman yang Berkelanjutan). Lalu, bagaimanakah implementasi kota dan permukiman yang
berkelanjutan ini dan bagaimana kaitannya dengan nilai lahan perkotaan?

Kebutuhan akan lahan permukiman semakin meningkat seiring bertambahnya jumlah


penduduk. Hal tersebut merupakan salah satu faktor semakin tinggi pula nilai lahan permukiman.
Nilai lahan (land value) sendiri ialah pengukuran nilai lahan yang didasarkan kepada
kemampuan lahan secara ekonomis dalam hubungannya dengan produktivitas dan strategi
ekonomis. Berbeda dengan harga lahan, yaitu penilaian atas lahan yang diukur berdasarkan harga
nominal dalam satuan uang untuk satu satuan luas tertentu pada pasaran lahan. Selain faktor
tingginya angka permintaan akan lahan permukiman, letak lokasi yang strategis, kelengkapan
infrastruktur, dan aksesibilitas pada lahan juga merupakan faktor penting yang sangat
berpengaruh pada nilai lahan. Terdapat 3 permintaan berdasarkan arah kebijakan tahun
2020-2024 pada target peningkatan akses masyarakat terhadap perumahan dan permukiman
layak, aman dan terjangkau di dalam salah satu tujuan kota dan permukiman yang berkelanjutan,
yakni pemantapan sistem pembiayaan primer dan sekunder perumahan dalam rangka
mewujudkan pembiayaan perumahan yang murah, reformasi subsidi perumahan yang lebih
efisien dan berkelanjutan, serta perluasan fasilitas pembiayaan perumahan terutama bagi
masyarakat berpenghasilan tidak tetap dan membangun rumah secara swadaya. Hal ini berarti
masyarakat masih banyak yang membutuhkan perumahan yang murah, mengingat masyarakat
yang masih berpenghasilan menengah ke bawah. Apabila permintaan ini tidak dipenuhi, tidak
menutup kemungkinan bahwa akan terjadi fenomena urban sprawl, yang merupakan
pertumbuhan tidak terencana dan tidak terkendali di pinggiran kota. Hal ini dapat menyebabkan
munculnya kawasan permukiman kumuh. Adapun strategi yang tercantum pada SDGs dalam
meningkatkan sisi pasokan untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan tersebut,
diantaranya yaitu meningkatkan keterpaduan pembangunan perumahan masyarakat
berpenghasilan menengah kebawah dengan sistem transportasi, meningkatkan efisiensi lahan
untuk penyediaan perumahan melalui inclusive urban renewal dan konsolidasi tanah dalam
rangka penanganan permukiman kumuh perkotaan, mengembangkan sistem penyediaan
perumahan yang serasi dengan tata ruang dan terpadu dengan layanan infrastruktur dasar
permukiman, membentuk dan meningkatkan peran badan perumahan publik dalam
penyelenggaraan perumahan dan permukiman di perkotaan, serta memanfaatkan tanah milik
negara/BUMN untuk mendukung penyediaan perumahan bagi MBR.

Kemungkinan terjadinya fenomena urban sprawl maupun permukiman kumuh yang


disebabkan oleh tingginya nilai lahan perkotaan sebisa mungkin dihindari. Pemerintah sangat
berperan penting akan hal tersebut, diantaranya dengan cara penguatan implementasi standar
keamanan dan kelayakan bangunan, penguatan implementasi kemudahan perizinan dan
administrasi pertanahan untuk perumahan, serta peningkatan kapasitas, kolaborasi, dan
kemitraan pemerintah/pemerintah daerah, masyarakat dan dunia usaha agar dapat mewujudkan
lingkungan hunian yang layak dan terjangkau bagi semua.
DAFTAR PUSTAKA

Kementerian PPN/Bappenas. Peta Jalan SDGs Indonesia Menuju 2030.


Kementerian PPN/Bappenas. 2020. Pedoman Teknis Penyusunan Rencana Aksi Tujuan
Pembangunan Berkelanjutan (TPB)/Sustainable Development Goals (SDGs) Edisi II.
Ervianto, W.I & Felasari S. 2019. Pengelolaan Permukiman Kumuh Berkelanjutan di
Perkotaan Volume 7 (hlm. 178-186). Yogyakarta: Jurnal Spektran
Setyo Nugroho, I, Yuliani, E, dan Kautsary, J. 2022. Fenomena Urban Sprawl terhadap
Faktor-faktor Perubahan Penggunaan Lahan di Pinggiran Kota Volume 3 No. 1. Pontianak:
Journal of Urban and Regional Planning

Anda mungkin juga menyukai