Anda di halaman 1dari 20

LENSA INTRA OKULER

NURCHALIZA HAZARIA SIREGAR

NIP. 19700908 200003 2 001

DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2013

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR ISI

PENDAHULUAN...................................................................................................1

JENIS DAN MATERI LENSA INTRA OKULER................................................2-8

PERTIMBANGAN OPTIK UNTUK IOL.............................................................8-10

BIOMETRI............................................................................................................11

FORMULA LENSA INTRA OKULER...............................................................12-17

RINGKASAN........................................................................................................17

DAFTAR PUSTAKA............................................................................................18

Universitas Sumatera Utara


LENSA INTRA OKULER

PENDAHULUAN

Penanaman lensa intraokuler telah menjadi metode pilihan untuk koreksi


kelainan refraksi pada afakia. Telah diciptakan sejumlah rancangan dan yang tersering
digunakan adalah suatu optik yang terbuat dari polimetilmetacrylat dan lengkungan /
haptik yang terbuat dari bahan yang sama atau polipropilen.1

Sejarah lensa intraokular di mulai pada tahun 1949 ketika Sir Harold Ridley,
seorang dokter mata Inggris mencangkokkan polymethylmetacrylat (PMMA) setelah
ekstraksi katarak ekstrakapsular. Penggunaan PMMA sebagai bahan dasar IOL adalah
berdasarkan pengamatan dr.Ridley pada penderita korban trauma mata selama perang
dunia II. Ketika itu banyak pilot pesawat dari British Royal Air Force yang matanya
terkena pecahan kanopi (tutup transparan pesawat udara) tetapi tidak mengalami
peradangan yang hebat dibandingkan jika matanya terkena pecahan bahan-bahan
lainnya. Bahan dasar dari kanopi tersebut adalah PMMA. 2,3,4

Operasi implantasi yang pertama kalinya dilakukan dengan 2 langkah, dimana


operasi katarak ECCE terlebih dahulu dilakukan tanggal 29 november 1949 dan
setelah diyakini keadaan mata cukup tenang baru dilakukan implantasi IOL tanggal 8
februari 1950.2,3 Peristiwa ini awalnya mendapat sambutan kurang antusias oleh
rekan-rekannya, namun penggunan IOL sekarang sudah merupakan standar dalam
bedah katarak modern. 3

Walaupun IOL yang pertama dengan tingkat komplikasi yang tinggi termasuk
uveitis, glaukoma dan dislokasi. Belakangan ini terjadi peningkatan dalam rancangan
lensa dan tehnik bedah telah banyak mengurangi masalah pasca operasi. Sekarang
IOL digunakan pada 98 % ekstraksi katarak di Amerika Serikat. 3

Universitas Sumatera Utara


JENIS DAN MATERI LENSA INTRAOKULER

1. JENIS LENSA INTRAOKULER

Jenis IOL terbagi 2 yaitu IOL posterior dan IOL anterior. Rancangan IOL
yang pertama “ lensa jepit iris” yang dilekatkan atau dijahitkan ke iris sudah sangat
jarang digunakan.2,3,4

Gambar 1: Iris Penopang Lensa

IOL ANTERIOR

IOL anterior diletakkan secara keseluruhan di dalam bilik anterior, dengan


bagian optik lensa ditopang oleh “ kaki “ padat atau loop yang di jepitkan ke dalam
sudut bilik lensa bisa di masukkan setelah ekstraksi katarak intrakapsular atau
ekstrakapsular dan merupakan gaya yang popular untuk penyisipan lensa sekunder
bila penopang kapsular tidak ada.3,4

Masalah khusus dalam penggunaan IOL anterior adalah taksiran yang tidak
akurat atas ukuran lensa yang dibutuhkan untuk menjangkau bilik posterior. Haptik
harus bersandar sedikit pada sudut bilik tanpa menyempitkan iris atau mendorong
bilik anterior akibat fiksasi yang tidak stabil.3

Gambar 2 : Lensa Intra Okuler Anterior

Universitas Sumatera Utara


Jenis IOL anterior :

 Rigid atau semi rigid IOL anterior

 Semiflexibel atau flexible loops IOL anterior


 Close Loops

 Open Loops

Universitas Sumatera Utara


 Radial Loops

 Universal Style

Gambar 3 : Jenis – jenis lensa intra okuler anterior

Keuntungan IOL Anterior : 5

1. Teknik ICCE maupun ECCE


2. Memungkinkan pada kondisi terjadi kerusakan kapsul posterior dan zonulla
zinii.
3. Prosedur primer maupun skunder.
4. Implantasi lebih mudah.
5. Fungsi pupil normal.
6. Memungkinkan manipulasi pada pupil.
7. Dislokasi jarang, lebih mudah di eksplantasi.

Universitas Sumatera Utara


Komplikasi IOL anterior :5

1. Kehancuran endotel kornea


2. Uveitis, Glaucoma, Hypema ( UGH Sindrom)
3. CME
4. Pupillary tuck
5. Retinal detachment
6. Vitreous loss

IOL POSTERIOR

Sampai sejauh ini IOL posterior yangpaling umum digunakan setelah prosedur
ekstrakapsular dengan kapsul posterior yang utuh. Pada IOL posterior , optik dan
haptik penopang diletakkan di bilik iris. Lensa ditopang oleh loop yang ditempatkan
didalam kantong kapsular ( capsular bag ) atau didalam sulkus siliar.3,4

Gambar 4 : Lensa Intra Okuler (Jenis – jenis Lensa Intra Okuler Posterior )

Universitas Sumatera Utara


Gambar 5 : Jenis – jenis lensa posterior

Keuntungan IOL posterior :

1. Fungsi pupil normal, dapat dilakukan manipulasi.


2. Menyerupai kondisi mata fakik sehingga secara kosmetik lebih baik.
3. Resiko kerusakan endotel kornea dan blok pupil lebih rendah.
4. Bila selama operasi dan priode awal ( ± 2 minggu ) paska operasi tidak terjadi
komplikasi maka kemungkinan terjadinya komplikasi sangat kecil.

Komplikasi IOL posterior :5

1. Pupillary capture.
2. Desentrasi atau luksasi dari IOL.
3. Kapsul posterior terkoyak.
4. Opafikasi kapsul posterior.
5. CME

Universitas Sumatera Utara


2. MATERI IOL

Materi IOL ada 2 komponen yaitu komponen optik dan haptik. Jika materi
komponen optic dan haptik terdiri dari bahan yang sama disebut one piece IOL,
sedangkan jika komponen optic berbeda dengan haptiknya maka disebut sebagai
three-piece IOL.2,4

haptik

optik

Gambar 6 : Intra Okuler Lens

Ada 3 jenis materi yang sering digunakan sebagai komponen optik : 2,4

 Acrylik : merupakan polimer ester dari methacrylic acid, dimana bisa dibagi
menjadi 2 jenis yaitu tipe keras (rigid) dan tipe fleksibel. Tipe keras
menggunakan bahan PMMA, dimana bahannya kaku dan bersifat hidrofobik.
Bahan PMMA ini mempunyai indeks refraksi 1.49. Bahan acrylik yang tipe
fleksibel digunakan untuk foldable IOL, yang merupakan kopolimer dari
phenylethylmethacrylate. Bahan ini bersifat lentur bergantung pada
temperatur, dimana pada temperatur tubuh manusia bersifat lebih lentur.
 Silikon : Silikon merupakan polimer polyorganosiloxane, dengan bahan dasar
bersifat lentur. Keuntungan utama dari lensa silikon one piece ini adalah
bentuknya seperti plat ( plate haptic IOL) sehingga memungkinkan lensa
untuk digulung dan diimplantasi dengan injektor.
 Hydrogel : Bahan lensa hydrogel yang paling sering digunakan adalah HEMA
(2-hydroxylethylmethacrylate), dengan berbagai modifikasi sehingga
mempunyai kandungan air yang bervariasi. Polimer dengan kandungan air
yang rendah memiliki indeks refraksi yang lebih tinggi dan sifatnya juga lebih
kaku. Lensa hydrogel umumnya mempunyai kandungan air yang cukup agar
bersifat cukup lunak sehingga dapat dilipat.

Universitas Sumatera Utara


Gambar 7 : Lensa Intra Okuler

Ada 4 jenis materi yang digunakan sebagai komponen haptik pada IOL,yaitu :2,4

 Nylon : Bahan ini mudah mengalami hidrolosis sehingga saat ini sudah
tidak digunakan untuk komponen haptik IOL.
 Prolene : Bahan ini tahan terhadap proses biodegradasi sehingga
merupakan bahan yang banyak digunakan untuk komponen haptik.
 PMMA : Mempunyai bahan dasar yang sama dengan komponen optik,
digunakan pada jenis IOL yang one piece. Komponen haptik dari PMMA
semakin populer karena dengan komponen optik dan haptik yang sama
(lensa one-piece), maka tidak terdapat sambungan yang dapat menjadi
celah tempat berkumpulnya sel-sel inflamasi.
 Polyimide : Bahan ini tahan terhadap sterilisasi panas, tetapi pada saat ini
sudah sangat jarang dipakai sebagai bahan pembuat haptik.

PERTIMBANGAN OPTIK UNTUK IOL

Ada sejumlah faktor yang harus dipertimbangkan sewaktu memilih IOL, yang
meliputi pembesaran bayangan, menentukan kekuatan IOL, piggyback IOL dan
kekuatan setelah bedah refraksi kornea.

Pembesaran Bayangan

Pembesaran bayangan hingga 20%-35% merupakan kelemahan utama kaca


mata aphakia. Koreksi afakia dengan lensa kontak memberikan pembesaran bayangan
7%-12%, IOL memberikan pembesaran bayangan hingga 4% atau lebih kecil.
Biasanya, lensa yang berlokasi di dalam bilik posterior menghasilkan pembesaran

Universitas Sumatera Utara


bayangan yang lebih kecil daripada lensa di dalam bilik anterior. Akan tetapi,
pembesaran semakin diperumit oleh koreksi kelainan refraksi pascabedah residual.
Secara klinik, setiap dioptri koreksi yang berlebihan dari kacamata pada vertex 12
mm menyebabkan pembesaran atau pengecilan 2% ( masing-masing untuk lensa plus
atau minus ). Dengan demikian, pasien penderita pseudophakia dengan lensa bilik
posterior dan kelainan refraksi sisa -1 D akan mengalami pembesaran bayangan 2%
dari IOL dan pengecilan 2% dari lensa kaca mata, yang tidak menghasilkan
perubahan dalam ukuran bayangan.3

Menentukan Kekuatan IOL

Masalah lainnya yang harus ditentukan ahli mata dalam kaitannya dengan
kekuatan IOL adalah menentukan target refraksi pasien paska operasi. Target refraksi
ini ditentukan berdasarkan faktor – faktor seperti : status refraksi pasien sewaktu
masih belum menderita katarak (anamnesis), katarak pada mata sebelahnya (apakah
sudah dapat dilakukan operasi dalam waktu dekat), kegiatan yang diutamakan pasien
(apakah untuk kegiatan membaca buku diharapkan tidak terlalu bergantung kacamata
dibandingkan melihat jauh), kondisi mata sebelahnya.2

Pada umumnya kekuatan IOL yang diberikan adalah dengan target emetropia,
yaitu kekuatan IOL yang dapat memberikan visus 6/6 tanpa bantuan kacamata paska
operasi katarak. Tetapi tidak semua ahli mata menganut prinsip target emetropia, ada
yang memilih memberikan target myopia -1,00 dioptri, dimana meskipun penglihatan
jauh untuk pasien tersebut tidak terlalu jelas, tetapi ketika pasien hendak melihat
dekat, kesulitannya tidak sebesar pasien dengan target emetropia. 2,3

Piggyback IOL

Kadang-kadang IOL bisa dimasukkan pada mata yang sebelumnya sudah


mempunyai IOL, biasanya untuk mengkoreksi kelainan refraksi pascaoperasi
(Piggyback IOL). Secara teoritis, tidak terjadi perubahan pada salah satu parameter
optik mata, sehingga penghitungan kekuatan IOL kedua yang dibutuhkan adalah optik
geometrik langsung. Penghitungan ini ada kalanya menjadi kurang akurat karena
faktor-faktor seperti pergeseran posterior IOL awal oleh piggyback IOL dan kompresi
atau pelekatan 2 permukaan cembung dari pasangan IOL yang bersentuhan dan
dengan demikian terjadi modifikasi sifat-sifat refraksinya. Bahkan mungkin terjadi

Universitas Sumatera Utara


peningkatan kedalaman fokus dengan pasangan IOL ini disebabkan perataan daerah
kontak. Ini bisa mengurangi kekuatan optik di daerah pusat sambil membiarkan
lengkungan periferal yang lebih tajam tidak terpengaruh.3,6

Kekuatan IOL Setelah Bedah Refraksi Kornea

Prosedur refraksi kornea, seperti LASIK dan PRK, semakin populer. Bila
pasien yang menjalani prosedur ini membutuhkan bedah katarak, penghitungan IOL
yang dibutuhkan bisa mengecewakan karena tidak akurat. Manipulasi kornea dengan
prosedur refraksi ini mengubah kekuatan kornea hasil pengukuran dan dengan
demikian, mengubah kontribusinya kepada status refraksi mata. Keratometer standar
mengukur kekuatan refraksi kornea dengan cara tak langsung. Keratometer ini
mengukur pantulan dari kornea sentral, dengan menganggapnya sebagai cermin
cembung. Dari pengukuran kekuatan pantulan kornea ini, dihitunglah kekuatan
refraksi kornea.3

Ada beberapa metode untuk menghitung kekuatan IOL pada pasien ini, di
mana tak satupun di antaranya yang benar-benar memuaskan. Satu metode didasarkan
pada riwayat pasien. Dengan metode ini, perubahan yang diukur dalam refraksi ( pada
bidang kornea ) dikurangkan dari pembacaan K awal, hasilnya kemudian digunakan
sebagai pengukuran K saat penghitungan IOL. Misalnya, pembacaan K awal adalah
45 D dan pasien mempunyai refraksi -6. Setelah prosedur refraksi kornea, kekuatan
refraksinya adalah -1. Dapat kita asumsikan bahwa kornea melemah hingga 5 D, dan
dengan demikian pasien mempunyai pembacaan K sama dengan 40 D. 3

Metode kedua melibatkan penggunaan lensa kontak keras yang memicu


refraksi yang berlabihan. Pasien datang berobat tanpa adanya riwayat. Ia mempunyai
refraksi -1. Kemudian di masukkan lensa kontak keras, dengan lengkungan alas 45 D
dan kekuatan -2, dengan lensa ini dipakai refraksi pasien -4. Lensa keras yang di
gunakan memiliki kekuatan -2. Itu berarti bahwa jika menggunakan lensa plano,
refraksi pasien akan menjadi -6. Dengan demikian tambahkan -5 pada refraksinya,
yang berarti bahwa lensa kontak menambah +5 pada status optik sebelumnya. Karena
lensa kontak adalah 45 D, dapat kita asumsikan bahwa kekuatan korneanya adalah 40
D dan gunakan ini untuk penghitungan IOL kita.3

Universitas Sumatera Utara


BIOMETRI

Ultrasonografi A-scan bisa digunakan untuk mengukur panjang sumbu


sebelum bedah katarak untuk membantu menentukan kekuatan IOL yang dibutuhkan
yang akan diimplantasikan. Akan tetapi, A-scan sesungguhnya tidak mengukur
panjang sumbu. A-scan justru mengukur waktu yang dibutuhkan untuk gelombang
suara merambat melalui media okular, memantul dari retina dan kembali melalui
media. Bunyi bergerak lebih cepat melalui lensa kristalin daripada melalui kornea,
cairan dan vitreous. Bahkan di dalam lensa sendiri, kecepatan bunyi bisa bervariasi
menurut kekerasan katarak. Dan kesalahan 1 mm dalam pengukuran panjang sumbu
menyebabkan kelainan refraksi kira-kira 2,5-3,0 D.3,7

Biometri melibatkan dua parameter yaitu keratometri – kurvatura permukaan


korneal anterior ( meridian tertajam dan terdatar ) dalam dioptri atau millimeter dari
radius kurvatura dan panjang axial,dimensi anterior – posterior mata dalam
millimeter.7

Teknik A-scan utama ada 2 yaitu aplanasi (kontak) dan immerse yang
menghasilkan pembacaan yang berbeda. Metode aplanasi bisa menghasilkan
pengukuran panjang sumbu yang lebih pendek, mungkin disebabkan penekanan
kornea.3,4,7

Gambar 8: Biometri

Universitas Sumatera Utara


FORMULA LENSA INTRAOKULER

Ada 2 tipe formula IOL utama. Yang pertama adalah tipe teoritis, yang
berkembang dari pertimbangan matematika atas optik mata. Yang kedua adalah tipe
empiris yang berkembang dari analisa regresi linier dari sejumlah besar kasus. Yang
paling terkenal dari tipe yang disebut terakhir adalah formula SRK yang dimodifikasi
atau SRK II (namanya diberikan menurut inisial nama penemunya, Sanders, Retzlaff
dan Kraff).3,6,8

Formula IOL generasi ke – 1

Semua formula IOL yang muncul pada era sebelum tahun 1980-an, baik
formula yang teoritik maupun empiris, dikelompokkan dalam formula generasi ke -
1.4,7,9

P = A – (2,5 × panjang sumbu dalam mm) – (0,9 × keratometri rata-rata dalam D )

Variabel konstanta A diperoleh dari penelitian terhadap berbagai jenis IOL


yang digunakan,dimana produsen IOL akan melampirkan rekomendasi konstanta A
dari masing-masing IOL yang mereka produksi.3,6,8

Diperhatikan kemudian bahwa rumus ini kurang akurat untuk mata panjang
atau pendek. Kekuatan terlalu rendah pada mata pendek dan terlalu tinggi pada mata
yang lebih panjang .3,8

Formula IOL generasi ke -2

Rumus kemudian dimodifikasi sebagai rumus SRK II, sebagai berikut:4,7,9

P = A1 - 2,5L - 0,9K

Dimana : P = kekuatan IOL

A1 = Konstanta A bergantung dari panjang bola mata

L = Axial length ( panjang bola mata) dalam mm

K = Rata-rata keratometer dalam dioptri

Universitas Sumatera Utara


Panjang Sumbu ( AL ) Konstanta A Modifikasi
AL < 20 A= A+3
21 > AL ≥ 20 A= A+2
22 > AL ≥ 21 A= A+1
24,5 > AL ≥ 22 A = A (konstanta A tidak berubah)
AL ≥ 24,5 A = A – 0,5

Formula IOL generasi ke -3

Kebanyakan formula IOL generasi ke -3 termasuk hybrid formula yaitu


formula yang diperoleh dari gabungan formula secara teoritis maupun empiris.
Holladay (1988) memperhitungkan kedalaman bilik mata depan berdasarkan rata-rata
kekuatan kornea, faktor ketebalan retina dan memperkenalkan konsep faktor operasi.
Nilai faktor operasi berkisar antara -4 sampai +4. Jika posisi IOL direncanakan persis
sejajar dengan iris maka angka surgeon faktor untuk IOL tersebut adalah 0 (nol).
Angka-angka ini dikeluarkan oleh masing-masing produsen IOL. Rumus memperoleh
faktor operasi adalah:6,8

SF = ACD x 0,9704 – 3,595

Retzlaff dan kawan-kawan (1990) mengeluarkan formula SRK/T dengan


menambahkan faktor koreksi terhadap ketebalan retina. Formula SRK/T popular
karena tetap mengadopsi penggunaan konstanta A yang sudah biasa digunakan dokter
mata. Kemudian Kenneth Hoffer memperkenalkan formula Hoffer Q (1993) dengan
menggunakan modifikasi faktor ACD (anterior chamber depth). Adapun rumus untuk
memperoleh ACD ( effective lens position ) adalah sebagai berikut :8

(𝐴 𝑐𝑜𝑛𝑠𝑡𝑎𝑛𝑡 × 0.5663) − 65.6 + 3.595


𝐴𝐶𝐷 =
0.9704

Universitas Sumatera Utara


Formula IOL generasi ke -4

Pelopor formula generasi ke-4 adalah Olsen(1995) dan Jack T Holladay


(1997). Olsen menggunakan 4 variabel preoperatif untuk prediksi Effective Lens
Position yaitu: panjang axial, keratometer, preoperatif anterior chamber depth dan
ketebalan lensa. Sedang Holladay menggunakan 7 variabel preoperatif untuk
menghasilkan posisi IOL paska operasi yaitu panjang axial, keratometer, diameter
horizontal kornea, kedalaman bilik mata depan, ketebalan lensa, status refraksi
preoperatif dan usia pasien. Kemajuan yang lebih lanjut ditawarkan oleh formula
Haigis.3,4,8

Pemilihan rumus, tentu saja, terserah kepada ahli bedah, tetapi apapun
metodenya, haruslah diupayakan agar biometri seakurat mungkin. Panjang sumbu
praoperasi dan pembacaan K haruslah ditinjau oleh ahli bedah yang mengoperasi.
Pembacaan yang dicurigai karena berada di luar batas-batas normal haruslah diulangi.
Ahli bedah juga haruslah melakukan pertimbangan klinik dalam mempertimbangkan
nilai-nilai ini. 3

Tabel : Panduan praktis untuk memilih formula IOL berdasarkan panjang bola mata. 4

SRK II SRK T Holladay II Hoffer Q Haigis


< 22 mm X X X
22.0–
X X X
24.5mm
>24.5 mm X X X

IOL STANDART

American National Standards Institute (ANSI) dan International Standards


Organization (ISO) menetapkan standar untuk IOL. Di antara standar ini ada satu
standar untuk pelabelan kekuatan IOL, yang mengharuskan agar IOL berada dalam
0,50 D kekuatan yang dilabelkan dan tidak mengalami variasi kekuatan sumbu lebih
dari 0,25 D. Kekuatan IOL yang salah label sangat jarang. Selain itu, ANSI, ISO dan
FDA menetapkan berbagai standar lain untuk kinerja optik, suatu istilah yang
digunakan dengan mengacu secara kasar pada kualitas bayangan yang dihasilkan IOL.

Universitas Sumatera Utara


Di awal penggunaan IOL, IOL yang dieksplantasikan ada kalanya ditemukan dengan
distorsi optik yang signifikan atau kekuatan yang tidak tepat. Kualitas IOL modern
jauh lebih baik. Pada umumnya, IOL itu sendiri tidak membatasi ketajaman
penglihatan pasien paska operasi.3

IOL MULTIFOKAL

Sebagian besar pasien yang menerima IOL terkoreksi untuk penglihatan jauh
dan membutuhkan koreksi berlebihan atas penglihatan dekat. IOL multifokal
dirancang untuk memberikan kepada pasien penglihatan dekat maupun penglihatan
jauh tanpa koreksi kaca mata tambahan.3,9

Dua faktor yang membutuhkan pertimbangan khusus dengan IOL multifokal


adalah sentrasi lensa dan ukuran pupil. Kinerja tipe lensa tertentu sangat terganggu
oleh desentrasi jika sumbu penglihatan tidak lewat melalui pusat IOL. Akan tetapi,
pada umumnya teknik bedah modern menghasilkan sentrasi lensa yang layak. Di
samping itu, ukuran pupil merupakan variabel aktif, tetapi sesungguhnya bisa
digunakan dalam sebagian situasi untuk meningkatkan fungsi IOL. Akurasi
penghitungan kekuatan IOL penting untuk IOL multifokal (karena tujuannya adalah
untuk mengurangi atau menghapuskan kebutuhan akan koreksi berlebihan kaca mata).
Astigmatisma praoperasi dan pasca operasi haruslah rendah.3,9

Jenis-jenis IOL Multifocal

Ada tersedia beberapa tipe IOL multifocal, yang meliputi IOL bifocal, IOL
zona-ganda dan IOL multifocal difraktif.3

IOL bifocal

IOL bifokal secara konseptual merupakan yang paling sederhana dari berbagai
rancangan. Zona pusat yang bersesuaian dengan kekuatan dekat yang diinginkan
dikelilingi oleh zona yang bersesuaian dengan kekuatan jauh yang diinginkan. Bila
pupil berkonstriksi untuk penglihatan dekat, ukurannya yang lebih kecil mengurangi
atau menghapuskan kontribusi dari bagian jauh dari IOL. Untuk melihat objek jauh,
saat pupil membesar, lebih banyak bagian jauh dari IOL yang terpapar dan memberi
kontribusi kepada bayangan akhir.3

Universitas Sumatera Utara


Satu masalah dengan rancangan ini adalah bahwa ukuran pupil pasien tidak
selalu bersesuaian dengan tugas penglihatan yang diinginkan. Sebagai contoh
misalnya, jika pasien melihat objek jauh di dalam cahaya terang, pupil mengecil, dan
banyak bagian jauh dari lensa terblokir. Akan tetapi, sebagai kompensasinya
kedalaman fokus meningkat seiring mengecilnya pupil, dengan demikian penglihatan
yang cukup memuaskan bisa tetap bertahan sekalipun kekuatan IOL dikurangi hingga
beberapa dioptri. Lensa ini bekerja paling buruk untuk penglihatan dekat dalam situasi
penerangan rendah, di mana pupil membesar. Dalam kasus ini, pembesaran pupil
memaparkan bagian jauh dari IOL dan pupil besar menciptakan kedalaman fokus
yang buruk.3

IOL zona-ganda

Untuk mengatasi masalah yang terkait dengan ukuran pupil, rancangan lain
memasukkan 3 zona. Zona pusat dan zona luar adalah untuk penglihatan jauh, annulus
dalam adalah untuk penglihatan dekat. Diameter dipilih untuk memberikan koreksi
dekat untuk pupil yang cukup kecil dan koreksi jauh untuk pupil yang besar dan kecil.

Rancangan lain menggunakan beberapa zona annular, yang masing-masing


bervariasi secara kontinu dalam kekuatan dari 20 D hingga 23,5 D. Keuntungannya
adalah bahwa bagaimanapun ukuran, bentuk atau lokasi pupil, semua jarak fokus
terwakili .3

IOL multifocal difraktif

Rancangan IOL multifokal difraktif menggunakan optik geometrik dan optik


difraksi untuk mencapai efek multifocal. Bentuk spheris keseluruhan dari permukaan
menghasilkan bayangan optik geometrik untuk penglihatan jauh (yaitu, memberikan
kekuatan +20,0 D). Permukaan posterior mempunyai struktur bertangga. Difraksi dari
lingkaran-lingkaran ganda ini menghasilkan bayangan kedua, dengan kekuatan plus
efektif 3,5 D. Prinsip yang terlibat adalah prinsip plat zona Fresnel. 3,9

Di suatu titik tertentu sepanjang sumbu, gelombang didifraksikan oleh


berbagai zona plus dalam fasa, yang memberikan fokus untuk panjang gelombang
tersebut. Penyimpangan optik dengan IOL difraktif bisa sangat mengganggu. Panjang
gelombang yang berbeda-beda mempunyai fokus yang berbeda. Penyimpangan

Universitas Sumatera Utara


kromatis ini mempunyai arah yang berlawanan dengan yang dihasilkan kornea dan
permukaan spheris IOL, karenanya ada kompensasi parsial untuk penyimpangan
kromatis mata. 3,9

Gambar 9 : Lensa Intra Okuler Multifokal

RINGKASAN

Penanaman lensa intraokuler ( IOL ) telah menjadi metode pilihan untuk


koreksi kelainan refraksi pada afakia. Walaupun IOL yang pertama dengan tingkat
komplikasi yang tinggi termasuk uveitis, glaukoma dan dislokasi. Belakangan ini
terjadi peningkatan dalam rancangan lensa dan tehnik bedah telah banyak mengurangi
masalah pasca operasi. Sekarang IOL digunakan pada 98 % ekstraksi katarak.

Secara garis besar jenis IOL terbagi 2 yaitu IOL posterior dan IOL anterior.
Pemilihan penggunaan IOL anterior atau IOL posterior tergantung indikasi.
Pemasangan IOL harus diperhatikan indikasi, kontra indikasi, materi IOL yang akan
dipasang, biometri, penghitungan formula kekuatan IOL.

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR PUSTAKA

1. Voughn D G, Asbury T. Lensa Intraokuler, Oftalmology Umum. Ed 14,Widya


Medika, 2000. p. 182 -3.
2. Soekardi I, Hutauruk J A. Lensa Intraokuler, Transisi Menuju
Fakoemulsifikasi , Granit, Jakarta, 2004.p. 202 – 9.
3. American Academy of Ophtalmology . Intraocular Lenses, Section 3, Clinical
Optics, 2005 – 2006, chapt 6. p. 213 – 229.
4. Alsagoff Z, Su D ,Chee. SP,Intraocular Lens Implant and Biometry, Clinical
Ophtalmology An Asian Perspective, Chapt 1,5 , Elseiver, Singapore , 2005.
p. 45 - 53.
5. Neema HV, Nema N. Intraoculer Lens Implantation , Textbook of
Ophtalmology, Jaypee Brother, India, 1998. p. 339 – 343.
6. Schecter RJ. Optics of Intraocular Lenses, Duane’s Clinical Ophtalmology,
vol 1, Chapt 68, Lippincott Williams & Wilkins, 2004. p. 1 – 26.
7. Kanski JK. Lens, Clinical Ophtalmology, Ed 6,Elseiver, 2007. p.343 -345.
8. Soekardi I, Hutauruk JA. Kalkulasi Power IOL, Transisi Menuju
Fakoemulsifikasi, Granit, Jakarta, 2004.p. 183 – 200.
9. Schecter RJ. Multifocal Intraocular Lenses, Duane’s Clinical Ophtalmology,
Vol 1, Chapt 68A, Lippincott Williams & Wilkins, 2004. p.1 – 8.

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai