Pendahuluan
Sejak pengenalan awal fakoemulsifikasi (fako), telah banyak teknik yang
menjelaskan
tentang
peningkatkan
efikasi
pengeluaran
nukleus
dengan
terakhir, biasanya cukup untuk menghindari ruptur kapsul posterior selama fako.
Memiliki kerangka epinuklear ekstra ini juga memperpanjang waktu pembedahan
yang dibutuhkan. Walapun fako dapat dilakukan hanya dengan probe fako pada
mata, kami menyarankan teknik bimanual, instrumentasi sekunder membantu
manipulasi fragmen nuklear dan menambah fleksibilitas teknik yang dilakukan.
Viskoelastik
Walaupun fako sudah diperkenalkan sebelum munculya agen viskoelastik,
namun dapat dibayangkan sekarang untuk melakukan fako tanpa agen tersebut.
Disamping mempertahankan ruang dalam mata, seperti saat kapsulorheksis dan
peletakan lensa intraokular, agen viskoelatik memiiki peran penting dalam
melindungi endotel kornea. Agen viskoelastik juga dapat berguna dalam
memindahkan fragmen lensa dalam mata dan tamponade cairan vitreus dalam
segmen posterior jika terjadi ruptur kapsul posterior.
Berdasarkan sifat viskositas dan elastiknya, agen ini secara luas
diklasifikasikan menjadi kelompok kohesif dan dispersif. Umumnya, viskoelastik
kohesif memiliki viskositas istirahat yang tinggi (zero shear) > 100.000 milipaskal
detik (mPas), sedangkan agen dispersif memiliki zero shear yang lebih rendah.
Perbedaan ini dikarenakan oleh perbedaan panjang rantai polimer integral dan
pelectrical charges didalamnya. Viskoelastik kohesif seperti Healon GV (AMO)
sangat efektif dalam mempertahankan ruang, tapi sangat cepat dihilangkan dengan
aspirasi, sebab volume yang diinjeksikan seluruhnya cenderung tetap terhubung
dalam satu bagian. Viskoelastik dispersif seerti Viscoat (Alcon)dan Vitrax
(AMO) melapisi struktur intraokular dengan baik dan tidak mudah dihilangkan
seluruhnya dari mata, selama, dalam keadaan high shear, agen ini cenderung
pecah menjadi bagian- bagian kecil.
Agen kohesif sangat berguna secara khusus, contohnya pada bilik mata
depan yang dangkal dan mudah dihilangkan pada akhir pembedahan, sedangkan
viskoelastik dispersif melapisi dan melindungi struktur intraokular seperti endotel
dengan baik. Fakta bahwa viskoelastik dispersif tidak mudah diaspirasi berarti
juga berguna dalam kasus adanya defek kapsul posterior sehingga bisa
menariknya kembali dan memisahkan viterus dengan struktur anterior, bahkan
untuk
memodifikasi
pemotong/chopper).
Penggunaan
kait
lensa
pemotong
(yang
ini
dikenal
sebagai
menyediakan
pilihan
Ketika dilakukan dengan baik, metode ini dapat diprediksikan dan relatif
dapat dimaafkan, dapat meng-ekstraksi katarak yang paling keras. Dikatakan
aman secara potensial, jika tidak ada intrumentasi yang perlu ditempatkan didekat
kapsul
lensa.
Bagaimanapun
divide-and-conquer
secara
umumnya
NR: 32 cc/menit
S: 30 mmHg
28 cc/menit
40 mmHg
30 mmHg
U/S power
260 mmHg
50%
220 mmHg
20%
Tinggi botol
NR: 40%
S: 90 cm
35%
50 cm
15%
110 cm
NR: 110 cm
70 cm (2 X 15 cm maksimal
ekstensi sampai 106 cm)
S: sculpting
LANGKAH- LANGKAH
1. Aspek yang paling krusial dalam metode ini, dengan semua metode yang
melibatkan pemahatan dan pemecahan, adalah kedalaman alur. Alur yang
tidak cukup dalam menyebabkan kegagalan pemecahan (cracking),
tersedia instrumen yang telah dimasukkan sedalam yang diinginkan. Ingat
bahwa lensa memiliki bagian yang paling tebal dibagian tengahnya, oleh
karena itu alur harus paling dalam pada titik ini.
2. Mendapatkan kedalaman yang cukup dibantu dengan pelebaran alur dalam
nukleus yang keras (untuk mengindari catching the infusion sleeve pada
sisi alur) dan dengan membelokkan nukleus 1800 dan pemahatan dari sisi
lain (karena area paling sulit untuk dipahat adalah bagian yang berada
langsung dibawah insisi utama). Dalam divide and conquer, dengan rotasi
dan pemahatan yang dicontohnya/ sequential, mungkin selama 2 atau 3
putaran nukleus, kedalaman yang cukup dapat terjamin dan ekstraksi
nukleus selembut atau sekeras apapun dapat dijamin.
3. Pemahatan seharusnya diinisiasi dengan pembelokan ujung ke bawah
dengan susah payah sehingga alur proksimal juga mendapatkan kedalaman
yang baik. Dimana nukelus tidak terlau keras, segmen dapat secara
lengkap dipecahkan/ crecked tanpa melakukan rotasi 1800 dan pemahatan
dari
arah
yang
berlawanan,
demikian
meminimalisir
manipulasi
intraokular.
4. Ketika memulai alur yang kedua, gunakan pupil sebagai patokan
mementukan tengah/ pusat nukleus, dibandingkan alur yang pertama.
Bagian proksimal alur yang pertama biasanya dangkal dan tidak jelas,
sehingga percobaan untuk membagi dua alur dibandingkan pupil
menghasilkan persilangan/ cross yang berat sebelah dan kuadran yang
tidak rata. Penggunaan pupil sebagai patokan kelihatannya as if one is
sculpting a V, hingga yang satu memperdalam bagian proksimal alur
yang pertama.
5. Dengan nukleus yang keras, kuadran mungkin menjadi seperti gergaji
bersamaan setelah pemecahan. Penarikan fragmen ke tengah difasilitasi
dengan penggunaan instrumentasi sekunder untuk menempatkan fragmen
ke lateral, sementara ujung fako ditarik ke fragmen yang berdekatan.
Daripada menarik lurus kearah tengah pengangkatan sedikit ujung fako
juga membantu. Alternatifnya, instrumentasi sekunder dapat berguna
6
untuk
mengangkat
pusat
sebuah
kuadran,
apeks
yang
tajam,
300 mmHg
40%
110 cm
260 mmHg
35%
76 cm (2 X 15 cm
maksimal
250 mmHg
15%
110 cm
ekstensi
10
Hal Penting
1. Pegangan fragmen awal yang baik itu merupakan hal pokok. Setelah mencapai
hal ini, akan sangat mudah untuk mengeluarkan/ dislodge fragmen dari ujung fako
sementara memposisikan instrumentasi sekunder. Jika melakukan chop horizontal,
salah satunya harus berusaha untuk memasang (strive to slip) instrumentasi
sekunder melewati nukleus ke perifer. Dengan chop vertical, menempelkan
(embedding) instrumentasi harus dilakukan dengan elemen vertikal dari
pemotong, mengarahkan kearah ujung fako. Beberapa studi menganjurkan
memposisikan pemotong sebelum menembakkan nukleus dengan ujung fako
dalam horizontal chop.
2. Selama penilaian horizontal dari nukleus, ujung instrumentasi sekunder
seharusnya ditarik secara langsung melewati probe fako untuk menghindari
pemutaran (twisting) mendadak dari fragmen nuklear.
3. Metode ini seharusnya tidak digunakan untuk nukleus yang lunak/soft, yang
mana menyediakan pegangan yang buruk dan resistensi yang sedikit terhadap
manuver pemotongan.
4. Umumnya, manuver vertikal chop dianggap lebih aman dan lebih disukai
daripada horizontal chop.
5. Nukleus yang lebih keras seharusnya dipotong menjadi segmen berbentuk
baji/wedge yang lebih kecil.
11
6. Ketika metode pemotong fako murni tanpa pemahatan dicoba, titik awal
masuknya ujung fako kedalam nukleus harus setinggi mungkin. Lanjutnya, ujung
fako seharunya berakhir dengan dalam dan secara sentral dalam nukleus lebih
dulu dibandingkan pemotong awal.
PENANGANAN EPINUKLEUS
Ketika hidrodelaminasi tidak dilakukan, epinukleus sering disingkirkan
bersamaan dengan bagian terbesar nukleus. Bagaimanapun, jika ini tetap menetap,
penyingkirannya kadang-kadang dapat dipersulit. Pada keadaan seperti ini,
beberapa operator memilih untuk menggunakan probe irigasi/aspirasi (I/A) dalam
usaha untuk menghindari ruptur kapsul posterior. Hal ini bisa sangat memakan
waktu. Kecuali kalau keseluruhan perifer telah dilepaskan dari bantalan kapsular,
pegangan seringkali lepas dan sisa epinuklear cenderung jatuh kembali.
Manuver penting dalam penyingkiran epinuklear adalah membaliknya 1800.
1. Rima/pinggiran distal epinuklear (paling jauh dari insisi utama)
diikutsertakan dengan ujung fako dan dipangkas/trimmed dengan
mengaplikasikan vakum yang ditingkatkan dengan kemungkinan kecil
energi ultrasound
2. Pinggiran epinuklear yang berdekatan diaspirasi dan dirotasikan sehingga
sekarang berlawanan langsung dengan insisi utama. Ini juga dipangkas
3. Langkah 1 dan 2 diulang hingga pinggiran epinuklear disingkirkan dalam
3 kuadran.
4. Bagian kecil terakhir dari epinuklear kemudian dilibatkan dan ditarik
ditengahnya, saat ini tanpa berusaha untuk memangkasnya. Secara
simultan, instrumentasi kedua menyapu epinukleus proksimal berakhir di
kapsul posterior jauh dari insisi korneal utama. Ini akan melipat/ flips
lempeng epinuklear dan keluar dari bantalan kapsular, dimana kemudian
diaspirasi.
Harus diperhatikan, khusunya ketika menggunakan instrumen tajam.
Contohnya elemen vertikal dari pemotong harus dibelokkan secara horizontal
sebelum melakukan manuver. Manuver penyapuan/sweeping ini dengan
instrumentasi sekunder seharusnya tidak dilakukan terlalu dekat dengan ujung
12
fako, karena hal ini akan mengeluarkan (dislodge) dan mendorong epiukleaus
menjauh.
Adakalanya, usaha berulang untuk melibatkan jatuhnya pinggiran
epinukleus dan satu yang tersisa dengan sebuah lempeng epinuklear tanpa
pinggiran/rim apapun didalamnya. Sebagai usaha terakhir, viskoelastik dapat
diijeksikan dibelakang lempeng. Sebuah probe irigasi/aspirasi dapat kemudian
dimasukkan dibagian posterior lempeng untuk melengkapi prosedur.
SIMPULAN
Berbagai metode sekarang mungkin dilakukan bagi oftalmologis untuk
menyingkirkan katarak menggunakan fako. Walaupun beberapa teknik seperti
pemotong fako dapat lebih sulit untuk dilakukan, kewaspadaan terhadap
masalah dan perhatian akan membantu secara dignifikan dan mengurangi
kecuraman dalam kurva pembelajaran. Keterampilan penting dalam pemilihan
teknik dalam rangka menangani berbagi range katarak yang ditemukan dalam
praktik sehari- hari. Masing-masing ahli bedah mungkin akan memodifikasi
atau mengkombinasikan teknik yang dijelaskan diatas, dan hal ini kedepannya
dapat menghasilkan cara yang lebih efisien cepat dan lebih mudah dipelajari
untuk menyingirkan lensa katarak dengan fako.
REFERENSI
1. Fine IH. Cortical cleaving hydrodissection. J Cataract Refract Surg
2000;26:943-4
2. Burke S, Sugar J, Farber MD. Comparison of the effects of two
viscoelastic agents, Healon and Viscoat, on postoperative intraocuar
pressure after penetrating keratoplasty. Ophthalmic Surg 1997;21:821-6
3. Arshinoff SA. Dispersive-cohesive viscoelastic soft shell technique. J
Cataract Refract Surg 1999;25:167-73
13
14