Anda di halaman 1dari 16

DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS PADJADJARAN


PUSAT MATA NASIONAL RUMAH SAKIT MATA CICENDO
BANDUNG

Sari Kepustakaan : Teknik Operasi Katarak dengan Fakoemulsifikasi


Penyaji : Gabriella Graziani
Pembimbing : Dr. dr. Budiman, SpM(K), M.Kes

Telah diperiksa dan disetujui oleh


Pembimbing

Dr. dr. Budiman, SpM(K), M.Kes

Kamis, 23 September 2021


Pukul 07.30 WIB
1

I. Pendahuluan
Katarak masih merupakan penyebab kebutaan utama di Indonesia. Menurut data
dari Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan 77,7% kebutaan disebabkan
oleh katarak. Kebutaan akibat katarak merupakan kebutaan yang dapat
disembuhkan melalui operasi. Teknik operasi katarak yang digunakan di dunia
bervariasi, diantaranya Extra Capsular Cataract Extraction (ECCE), Manual Small
Incision Cataract Surgery (MSICS), dan fakoemulsifikasi.1,2
Fakoemulsifikasi pertama kali diperkenalkan oleh Charles Kelman pada tahun
1967 dimana era bedah katarak modern dimulai. Prosedur ini menggunakan energi
ultrasonik untuk mengemulsi nukleus lensa dan menyingkirkan fragmen lensa
dengan sistem aspirasi otomatis. Fakoemulsifikasi menjadi semakin populer pada
tahun 1990 seiring ditemukannya ophthalmic viscosurgical device (OVD) dan
evolusi desain lensa intraokular (LIO). Saat ini, fakoemulsifikasi merupakan
prosedur yang umum digunakan pada operasi katarak. Kelebihan utama
fakoemulsifikasi adalah ukuran insisi yang lebih kecil sehingga menurunkan
insidensi komplikasi yang berhubungan dengan vitreous dan luka operasi, serta
memungkinkan rehabilitasi visual yang lebih cepat.3,4
Operasi katarak dengan fakoemulsifikasi merupakan prosedur yang rumit dan
membutuhkan koordinasi yang baik antara mata dengan keempat anggota gerak
operator. Langkah yang kurang tepat pada prosedur fakoemulsifikasi dapat
menyebabkan komplikasi pada pasien.5,6 Sari kepustakaan ini akan membahas
mengenai teknik operasi katarak dengan fakoemulsifikasi.

II. Instrumen Fakoemulsifikasi


Fakoemulsifikasi menggunakan energi ultrasonik untuk mengemulsi nukleus
lensa menjadi bagian yang lebih kecil sehingga dapat diaspirasi. Sirkuit cairan pada
mesin fakoemulsifikasi berfungsi untuk irigasi dan mempertahankan kedalaman
anterior chamber. Mesin fakoemulsifikasi bermacam-macam namun memiliki 4
komponen utama yang sama yaitu handpiece, pedal kaki, sistem irigasi, dan pompa
aspirasi. Bagian dari mesin fakoemulsifikasi dapat dilihat pada gambar 2.1.7,8
2

Bagian handpiece dari alat fakoemulsifikasi dilengkapi sleeve dengan 2 side


port, dimana cairan irigasi balanced salt solution (BSS) keluar secara kontinu.
Fungsi dari sleeve adalah mengatur arah keluarnya cairan ke dalam mata dan
menjaga agar tip fako tetap sejuk serta melindungi tunnel insisi dari trauma termal
akibat tip fako yang terlalu panas. Ukuran dan kemiringan lumen tip fako bervariasi
seperti terlihat pada gambar 2.2. Pemilihan kemiringan tip fako bergantung pada
preferensi operator. Tip fako dengan kemiringan yang lebih curam memiliki bentuk
oval dengan permukaan yang lebih luas sehingga menghasilkan kekuatan
memegang yang lebih kuat dan kemampuan memotong yang lebih efisien. Tip fako
tradisional memiliki pergerakan longitudinal atau pergerakan maju-mundur.
Kelemahan dari fako tradisional adalah produksi panas yang berlebihan sehingga
dikembangkan tip fako dengan pergerakan transversal, yaitu pergerakan ke arah
samping, yang dikombinasikan dengan fako tradisional. Kombinasi ini
menghasilkan pergerakan torsional dengan kemampuan memotong yang efisien
dan produksi panas yang tidak berlebihan. 8,9,10

Gambar 2.1. Gambar skematik mesin fakoemulsifikasi.


Dikutip dari Seibel, BS.9
3

Sistem irigasi pada fakoemulsifikasi meliputi aliran masuk dan aliran keluar
melalui pompa aspirasi. Saat operasi aliran masuk harus disesuaikan agar dapat
menjaga kedalaman anterior chamber dengan cara menurunkan atau meninggikan
botol irigasi. Ketinggian botol irigasi dapat ditingkatkan pada saat menggunakan
teknik phaco chop atau saat segment removal. Pada kondisi dimana insisi harus
diperbesar, misalnya saat diperlukan peralihan teknik dari fakoemulsifikasi ke
teknik ECCE, ketinggian botol diturunkan untuk mengurangi aliran masuk dan
menurunkan resiko prolaps iris.9,11
Mesin fakoemulsifikasi memiliki 2 tipe pompa yaitu pompa peristaltik dan
pompa venturi. Pompa peristaltik menggunakan roda penggiling untuk menekan
tuba aspirasi sehingga menghasilkan aliran cairan irigasi dan daya vakum.
Kelebihan pada sistem pompa ini adalah laju aspirasi dan daya vakum dapat diatur
secara independen. Pada pompa venturi, aliran cairan disesuaikan dengan daya
vakum yang dihasilkan oleh pergerakan aliran gas atau cairan di dalam mesin.
Penurunan daya vakum otomatis akan menurunkan aliran pompa sehingga tidak
dapat diatur secara independen.8,9,11

Gambar 2.2. Ilustrasi bagian dari handpiece fako.


Dikutip dari Tsai, dkk.7

Pada saat operasi, mesin fakoemulsifikasi dikendalikan oleh operator melalui


pedal kaki yang didesain memiliki 4 posisi yaitu posisi 0, 1, 2, dan 3. Posisi 0
menunjukkan posisi istirahat dimana fungsi pompa mesin fakoemulsifikasi tidak
aktif. Ketika operator menginjak pedal kaki pada posisi 1, sirkuit cairan terbuka dan
terjadi pengisian anterior chamber oleh BSS yang memanfaatkan gaya gravitasi
4

sesuai dengan ketinggian botol. Pedal kaki posisi 1 bermanfaat pada berbagai
manuver fako yang tidak membutuhkan vakum atau energi ultrasonik seperti rotasi
nukleus dan splitting. Aktivitas vakum dari mesin fakoemulsifikasi akan teraktivasi
pada pedal kaki posisi 2. Pada posisi ini akan terjadi penarikan materi lensa dari
port aspirasi. Saat materi lensa sudah menempel sepenuhnya pada tip fako akan
terjadi vakum di dalam port aspirasi yang mengakibatkan materi lensa akan terus
menempel pada tip fako. Energi ultrasonik akan aktif saat operator menginjak pedal
kaki memasuki posisi 3.9,12

Gambar 2.3. Berbagai posisi pedal kaki dan fungsi yang dihasilkan pada mesin
fakoemulsifikasi.
Dikutip dari Seibel, BS.9

Terdapat 2 jenis modulasi kekuatan fako yaitu pulse dan burst. Pada mode pulse,
energi yang dihasilkan ditentukan oleh energi ultrasonik pada periode tertentu
sehingga didapatkan periode phaco-on dan phaco-off secara bergantian. Mode
burst menghasilkan energi ultrasonik dengan rentang waktu bergantung pada
depresi pedal kaki oleh operator. Pada kondisi optimal dimana nukleus lensa tidak
terlalu keras dan langkah-langkah dalam operasi berjalan lancer, operator dapat
menggunakan mode burst. Namun pada kondisi tertentu operator perlu
menggunakan mode pulse, seperti pada kondisi kapsulorheksis yang kecil, robekan
kapsul anterior, dan kelemahan zonula. Bagi operator pemula, lebih disarankan
untuk menggunakan mode pulse karena lebih mudah dikendalikan dan memiliki
efisiensi tinggi.9,11

III. Prosedur Fakoemulsifikasi


Sebelum operasi dimulai, operator akan memberi tanda dengan marking pen
untuk identifikasi mata yang akan dioperasi dan mencegah terjadinya kesalahan
5

lokasi operasi. Prosedur “time-out” dilakukan sesaat sebelum mulai insisi untuk
memastikan identitas pasien, prosedur operasi yang akan dilakukan, lokasi operasi,
dan ukuran LIO yang akan dipasang. Setelah dilakukan prosedur anestesi dan
draping, diantara kelopak mata atas dan bawah dipasang spekulum.7

3.1. Insisi
Insisi merupakan langkah awal pada operasi katarak dan dapat mempengaruhi
keselurhan prosedur operasi. Pada operasi katarak dengan fakoemulsifikasi, insisi
yang dibuat lebih kecil dibandingkan dengan insisi ECCE dan MSICS. Idealnya
insisi yang dibuat harus kedap, tidak memerlukan penjahitan, memudahkan
instrumen untuk keluar masuk, dan tidak menyebabkan astigmatisma. Pembuatan
insisi dapat dilakukan di kornea, limbus, atau sklera.7,8

Gambar 3.1. Ilustrasi arsitektur insisi pada kornea. (A) Insisi biplanar. (B) Insisi
triplanar.
Dikutip dari Tsai, dkk.7

Insisi pada kornea atau clear corneal incision paling sering digunakan dalam
operasi katarak dengan fakoemulsifikasi. Ukuran insisi yang dibuat relatif kecil
yaitu 2,2 – 3,2 mm namun cukup untuk memfasilitasi tip fako dan insersi LIO.
Kelebihan dari insisi kornea antara lain menurunkan kemungkinan prolaps iris,
memudahkan manuver fakoemulsifikasi, dan mengurangi perdarahan karena
struktur kornea yang avaskular. Tipe insisi pada kornea dapat berupa insisi biplanar
atau triplanar. Pembuatan insisi biplanar diawali dengan membuat insisi tegak lurus
terhadap permukaan kornea kemudian insisi kedua dilakukan dengan sudut 110°
secara sekuensial. Pada insisi triplanar, insisi pertama dibuat anterior terhadap
6

limbus dan tegak lurus terhadap permukaan kornea, dilanjutkan dengan insisi
paralel terhadap iris kemudian menuju apeks anterior lensa. Selain tipe insisi,
panjang tunnel dari insisi kornea juga penting untuk diperhatikan. Ukuran tunnel
yang terlalu panjang dapat menyulitkan operator dalam manipulasi instrumen dan
menimbulkan striae pada kornea sehingga mengganggu visualisasi. Sebaliknya jika
tunnel terlalu pendek akan menyebabkan luka insisi tidak kedap dan
memungkinkan abrasi iris oleh tip fako selama operasi. 8,12
Insisi pada limbus dapat dijadikan alternatif selain insisi kornea. Limbus
memiliki pembuluh darah dan struktur yang tebal sehingga menghasilkan
penempelan flap yang baik, kedap, tidak membutuhkan penjahitan, dan
penyembuhan luka yang lebih cepat. Kelemahan dari insisi limbus adalah
kemungkinan terjadinya prolaps iris karena letak insisi akan bertepatan dengan
pangkal iris.8,13

Gambar 3.2. Tahapan pembuatan insisi sklera. (A) Diseksi pada intralemelar. (B)
Tampak lateral dari flap sklera. (C) Penetrasi ke dalam COA.
Dikutip dari Buratto, dkk.8

Insisi sklera juga dapat dilakukan pada operasi katarak dengan fakoemulsifikasi.
Kelebihan yang didapatkan dari insisi sklera antara lain menurunkan kemungkinan
terjainya surgically induced astigmatism (SIA) dan memudahkan konversi ke
teknik ECCE jika diperlukan. Pembuatan insisi sklera diawali dengan peritomi
konjungitva pada lokasi insisi, dilanjutkan dengan membersihkan kapsula Tenon
dan hemostasis dengan kauter bipolar. Insisi sklera biasanya dibuat secara linear,
namun dapat juga dibuat secara kurvilinear. Operator akan memasuki scleral
groove pada setengah ketebalan sklera dan melakukan diseksi ke arah anterior
menuju kornea. Jika scleral groove dibuat terlalu dalam, flap yang terbentuk akan
7

menjadi terlalu tebal dan memungkinkan blade berada terlalu dekat dengan
pembuluh darah pada pangkal iris. Sebaliknya, jika scleral groove dibuat terlalu
superfisial, flap sklera akan menjadi terlalu tipis dan beresiko menyebabkan
robekan atau buttonhole.8,11

3.2. Ophthalmic Viscosurgical Device (OVD)


Penggunaan OVD pada operasi katarak berfungsi untuk menjaga kedalaman
anterior chamber dan melindungi endotel kornea selama operasi. Substansi yang
terdapat dalam OVD antara lain sodium hyaluronat, kondroitin sulfat, dan
hidroksipropil metilselulosa (HPMC). Sodium hyaluronat memiliki rantai polimer
yang paling panjang diantara ketiga substansi OVD. Sedangkan kondroitin sulfat
memiliki rantai polimer yang lebih pendek dan berat molekul yang lebih ringan.
Substansi HPMC memiliki viskositas yang rendah dengan harga yang lebih
terjangkau.7,8
Reologi dari OVD meliputi viskositas, elastisitas, pseudoplastisitas, dan surface
tension. Viskositas ditentukan oleh konsentrasi zat dan berat molekularnya.
Semakin tinggi viskositasnya semakin baik kemampuan OVD untuk
menyingkirkan jaringan sekitarnya dan cenderung tidak berubah bentuk.
Kemampuan suatu material untuk kembali ke bentuk asal setelah mengalami
regangan disebut dengan elastisitas. Substansi dengan elastisitas tinggi baik
digunakan untuk menjaga kedalaman anterior chamber. Pseudoplastisitas
menunjukkan kemampuan materi untuk berubah sifat dari viskositas tinggi menjadi
lebih cair pada tingkat stres yang tinggi. Kemampuan cairan untuk menempel ke
permukaan materi lain merupakan deskripsi dari surface tension. Hal ini penting
untuk dimiliki substansi OVD karena menentukan kemampuannya untuk melapisi
endotel kornea.7,11
Ophthalmic viscosurgical device dapat diklasifikasikan menjadi kohesif dan
dispersif. Substansi OVD kohesif memiliki rantai polimer yang panjang, berat
molekul yang besar, dan viskositas yang tinggi. Hal ini berguna untuk menjaga
kedalaman anterior chamber dan OVD kohesif lebih mudah dikeluarkan.
Contohnya adalah Healon, Healon GV, Amvisc, Amvisc Plus, dan Provisc.
8

Substansi yang memiliki rantai polimer lebih pendek, berat molekul yang ringan,
dan viskositas rendah termasuk ke dalam OVD dispersif. Tipe ini memiliki
kemampuan melapisi dan proteksi endotel yang baik. Contoh OVD dispersif antara
lain OcuCoat, Viscoat, dan Healon Endocoat. Ada pula jenis OVD yang memiliki
campuran dari kohesif dan dispersif yaitu viskoadaptif. Contoh OVD viskoadaptif
adalah Healon5.11,14

3.3. Kapsulotomi
Kapsulotomi anterior telah berkembang dari era kapsulotomi can-opener sampai
circular capsulorhexis (CCC) dan baru-baru ini dikembangkan precision pulse
anterior capsulotomy. Teknik kapsulotomi penting untuk dikuasai dalam operasi
katarak dan dikatakan ideal jika berbentuk lingkaran, memiliki sentrasi yang baik,
dan tumpang tindih dengan lensa intraokular pada sekelilingnya. Daerah yang aman
untuk dilakukan kapsulotomi adalah daerah sentral lensa mata berukuran 6-7 mm
(zonular free area).12,15

Gambar 3.3. Ilustrasi CCC pada fakoemulsifikasi.


Dikutip dari Sharma, dkk.15

Teknik kapsulotomi yang sering digunakan pada operasi katarak dengan


fakoemulsifikasi adalah teknik CCC. Kapsulorheksis dideskripsikan sebagai
bukaan pada kapsul anterior yang dimulai dengan tusukan jarum dan dilanjutkan
dengan pengelupasan searah jarum jam atau sebaliknya. Kapsulorheksis yang baik
berpengaruh terhadap kesuksesan operasi fakoemulsifikasi karena merupakan
fondasi untuk langkah-langkah berikutnya dalam operasi dan membuat dasar yang
stabil untuk implantasi LIO. Instrumen yang digunakan dalam teknik ini antara lain
jarum dan forsep kapsulorheksis. Ukuran kapsulorheksis idealnya 5-6 mm. 7,15
9

Terdapat dua teknik kapsulorheksis yaitu teknik shearing dan teknik ripping.
Pada teknik shearing, flap ditarik searah dengan arah robekan sehingga akan
menghasilkan robekan yang lebih terkontrol. Teknik ripping dilakukan dengan
menarik flap tegak lurus dari arah robekan. Teknik ini menyebabkan teregangnya
beberapa serabut dengan arah vektor yang bervariasi sehingga robekan menjadi
kurang terkontrol.9,11

Gambar 3.4. Kapsulorheksis dengan (A) teknik shearing dan (B) teknik ripping.
Dikutip dari Seibel, BS.9

3.4. Hidrodiseksi dan Hidrodelineasi


Hidrodiseksi dilakukan untuk memisahkan korteks lensa dengan kapsul lensa
posterior. Tindakan hidrodiseksi memungkinan rotasi nukleus dan hidrasi korteks
perifer sehingga memudahkan aspirasi korteks pada proses fakoemulsifikasi. Alat
yang digunakan untuk melakukan hidrodiseksi adalah kanula hidrodiseksi atau
kanula tumpul ukuran 25G atau 30G yang berbentuk melengkung dan dihubungkan
ke spuit 3 ml atau 5 ml. Kanula diletakkan di bawah flap kapsul anterior lalu
dilakukan injeksi BSS secara radial. Operator dapat sedikit menekan nukleus ke
arah posterior untuk menurunkan tekanan intralentikular sehingga mencegah
terjadinya ruptur kapsul posterior (PCR).8,12
10

Gambar 3.5. (A) Hidrodiseksi. (B) Hidrodelineasi.


Dikutip dari Buratto, dkk.8

Hidrodelineasi adalah tindakan pemisahan endonukleus yang keras dari


epinukleus yang relatif lebih lunak. Tindakan ini dilakukan dengan injeksi BSS ke
substansi nukleus lensa sehingga terbentuk golden ring sign. Namun hidrodelineasi
dinilai kurang efektif pada katarak brunescent dimana lapisan epinukleus tidak
teridentifikasi.7,8

Gambar 3.5. Golden ring sign.


Dikutip dari Buratto, dkk.8

Setelah hidrodiseksi dan hidrodelineasi berhasil dilakukan dan golden ring


terbentuk, operator dapat melakukan rotasi nukleus. Proses ini dapat dilakukan
dengan menggunakan kanula hidrodiseksi. Operator menempatkan kanula pada
nukleus lensa kemudian melakukan manuver rotasi secara hati-hati searah jarum
jam atau berlawanan arah jarum jam sejauh 90°-180° rotasi.8,11

3.5. Teknik Pemecahan Nukleus


Pemecahan nukleus dengan fakoemulsifikasi dapat dilakukan melalui mode
pengaturan sculpt atau chop dan segment removal. Pada mode pengaturan sculpt,
dilakukan manuver shaving pada bagian sentral nukleus lensa menggunakan tip
11

fako dengan vakum minimal. Manuver shaving diatur agar lebih dangkal pada
bagian perifer dan lebih dalam pada bagian sentral karena menyesuaikan dengan
bentuk nukleus sehingga mencegah robekan pada kapsul lensa perifer. Mode
pengaturan sculpt menggunakan daya vakum rendah, laju aspirasi rendah, dan
mode ultrasonik linear continuous atau pulse dengan kekuatan maksimum.
Sedangkan untuk mode chop menggunakan daya vakum tinggi, fakoemulsifikasi
longitudinal dengan burst-mode, dan tip fako dengan bevel 0°-30°. Pengaturan
chop digunakan untuk menempelkan nukleus ke tip fako sampai oklusi total
kemudian dilanjutkan dengan chop secara mekanik dengan bantuan instrumen
kedua. Setelah nukleus lensa terbagi operator dapat melakukan segment removal
dengan menangkap fragmen lensa menggunakan daya vakum sedang-tinggi lalu
menarik nukleus ke sentral untuk emulsifikasi. Langkah selanjutnya adalah
menyingkirkan materi epinukleus dengan laju aspirasi rendah atau dapat
menggunakan instrumen irigasi/aspirasi (I/A).7,16

Gambar 3.6. (A) Horizontal chop. (B) Horizontal chopper.


Dikutip dari Chang, DF.16

Teknik pemecahan nukleus yang banyak digunakan adalah teknik divide and
conquer. Teknik ini dilakukan dengan membuat sulkus linear pada bagian sentral
nukleus berukuran 1-1,5 kali lebar tip fako. Tanda sulkus yang dibuat sudah adekuat
yaitu terlihat red reflex pada sulkus dan mencapai kedalaman 2-3 kali diameter tip
fako. Pada titik ini operator dapat memecah nukleus menjadi 2 bagian atau memutar
nukleus sejauh 90° dan membuat sulkus yang tegak lurus. Pecahan nukleus
kemudian dibawa ke bagian sentral untuk dilakukan emulsifikasi.11,16
12

Gambar 3.7. (A) Vertical chop. (B) Vertical chopper.


Dikutip dari Chang, DF.16

Teknik phaco chop pertama kali diperkenalkan oleh Nagahara pada tahun 1993.
Teknik ini meliputi horizontal chop, dimana tip fako dan horizontal chopper
memecah nukleus pada bidang horisontal, dan vertical chop, dimana tip fako dan
vertical chopper memecah nukleus pada bidang vertikal. Pada horizontal chop,
operator membenamkan tip fako ke dalam nukleus, menggunakan daya vakum
tinggi dan menggerakan chopper dari perifer ke arah tip fako sehingga nukleus
terpecah. Sedangkan pada vertical chop operator mengangkat tip fako dan chopper
ditekan ke bawah sehingga nukleus terpecah.9,16 Ilustrasi kedua teknik ini dapat
dilihat pada gambar 3.6 dan gambar 3.7.

Gambar 3.8. (A) Pembuatan galur pada sentral nukleus. (B) Pemecahan nukleus
menjadi 2 bagian tanpa daya vakum. (C) Teknik horizontal chop.
Dikutip dari Chang, DF.16

Variasi teknik phaco chop Nagahara adalah teknik stop and chop yang
diperkenalkan oleh Paul Koch pada tahun 1994. Teknik ini dilakukan dengan
membuat sulkus pada bagian sentral nukleus dengan mode sculpt dan dilakukan
pemecahan nukleus menjadi 2 bagian. Selanjutnya mode sculpt dihentikan dan
dilanjutkan dengan teknik horizontal chop untuk memecah nukleus menjadi 3
bagian kecil.11,16
13

3.6. Irigasi, Aspirasi, dan Implantasi LIO


Sebagian epinukleus dan korteks berada pada bagian posterior kapsul lensa
setelah proses fakoemulsifikasi nukleus. Operator dapat menggunakan IA probe
untuk melakukan irigasi dan aspirasi. Alat IA probe memiliki 1 port aspirasi dan 2
port irigasi, dimana pada penggunaannya direkomendasikan agar port aspirasi
menghadap ke atas atau ke samping untuk menghindari aspirasi kapsul posterior.
Pada teknik koaksial, port aspirasi diarahkan ke ekuator kapsul lensa lalu ditarik
mendekat dengan daya vakum rendah dan dirobek ke arah sentral dari kapsul lensa.
Cara lain yang dapat digunakan yaitu dengan teknik bimanual menggunakan
instrument irigasi dan aspirasi secara terpisah melalui 2 insisi parasentesis.7,12

Gambar 3.9. Orientasi injektor LIO saat insersi.


Dikutip dari Gupta, R.12

Implantasi LIO dilakukan melalui injektor LIO ke dalam kapsul lensa yang
sudah mengembang dan terisi oleh OVD. Tujuan pengisian kapsul lensa oleh OVD
adalah untuk menjaga stabilitas anterior chamber saat insersi LIO dan melindungi
endotel kornea dari trauma akibat LIO. Ada berbagai macam jenis LIO, namun
yang sering digunakan adalah LIO single-piece dan LIO 3-piece. Langkah pertama
yang dilakukan adalah memasukkan LIO ke dalam cartridge yang sudah diisi oleh
OVD. Cartridge kemudian dimasukkan ke dalam injektor lalu tip injektor LIO
dimasukan ke anterior chamber melalui insisi utama dan diarahkan langsung ke
dalam kapsul lensa untuk membuka secara penuh. Saat LIO sudah masuk
seluruhnya ke dalam kapsul lensa, operator dapat memutar dan memperbaiki posisi
lensa dengan menggunakan dialler.11,12
14

IV. Simpulan
Kemampuan melakukan operasi katarak penting untuk dikuasai oleh dokter
spesialis mata, mengingat sebagian besar kebutaan di Indonesia disebabkan oleh
katarak. Saat ini teknik operasi dengan fakoemulsifikasi sudah umum digunakan di
seluruh dunia. Pemahaman mengenai alat dan teknik operasi fakoemulsifikasi dapat
mengurangi kemungkinan terjadinya komplikasi pasca operasi.
DAFTAR PUSTAKA

1. Ismandari F, Kurniasih N. Situasi Gangguan Penglihatan. Jakarta:


InfoDATIN; 2018 hlm. 6–7.
2. Ahmad M. Changing Trends in Techniques of Cataract Surgery in Adults
Over a Period of Five Years. KJMS.2019;12:1. hlm. 92-4.
3. Tsai LM, Afshari NA, Brasington CR, Cole C, Currie B. Lens and Cataract.
Vol. 11. San Fransisco: American Academy of Ophthalmology; 2020.
4. Davis G. The Evolution of Cataract Surgery. Missouri Med. 2016;113:1. hlm
58-64.
5. Ferris JD, Donachie PH, Johnston RL, Barnes B, Olaitan M, Sparrow JM.
Royal College of Ophthalmologists’ National Ophthalmology Database study
of cataract surgery: report 6. The impact of EyeSi virtual reality training on
complications rates of cataract surgery performed by first and second year
trainees. Br J Ophthalmol. 2020;104:3. hlm. 24–9.
6. Kaplowitz K, Yazdanie M, Abazari A. A review of teaching methods and
outcomes of resident phacoemulsification. Survey of Ophthalmology.
2018;63:2. hlm. 57–67.
7. Tsai LM, Afshari NA, Brasington CR. BCSC Lens and Cataract. San
Fransisco: American Academy of Ophthalmology; 2020. (11).
8. Buratto L, Brint S, Sacchi L. Cataract Surgery Introduction and Preparation.
New Jersey: SLACK Incorporated; 2014.
9. Seibel BS. Phacodynamics. Mastering the Tools and Techniques of
Phacoemulsification Surgery. Edisi ke-4. New Jersey: SLACK;
10. Mehra R, Gupta M, Shakeel T, Dasgupta S. Linear versus Torsional
Phacoemulsification: A Comparative Study. DJO. 2019;29(4).hlm.48-52
11. Henderson B, Pineda R, Chen S. Essentials of Cataract Surgery. Edisi ke-2.
New Jersey: SLACK Incorporated; 2014.
12. Gupta R. Phacoemulsification Cataract Surgery. Cham: Springer International
Publishing; 2017.
13. Mahajan D, Sharma R, Chaudary K. Minimal duration cataract surgery with
oblique limbal stab incision technique. Oman Journal of Ophthalmology.
2017;10:1. hlm. 55–61.
14. Malvankar-Mehta MS, Fu A, Subramanian Y, Hutnik C. Impact of
Ophthalmic Viscosurgical Devices in Cataract Surgery. Lansingh VC, editor.
Journal of Ophthalmology. 2020:1–17.
15. Sharma B, Abell R, Arora T, Antony T, Vajpayee R. Techniques of anterior
capsulotomy in cataract surgery. Indian J Ophthalmol. 2019;67:450.
16. Chang D. Phaco Chop and Advanced Phaco Technique. Edisi ke-2. San
Fransisco: SLACK Incorporated; 2013.

15

Anda mungkin juga menyukai