1. Fakoemulsifikasi
Popularitas fakoemulsifikasi dapat dilihat dari jumlah operasi katarak dengan teknik
fakoemulsifikasi yang meningkat sangat pesat di berbagai belahan dunia. Tahun 1985,
perbandingan operasi katarak adalah 90% Extra Capsular Cataract Extraction (ECCE) dan
hanya 10% dengan teknik fakoemulsifikasi. Perbandingan tersebut menjadi terbalik dalam
waktu 10 tahun yaitu pada tahun 1995, dimana operasi katarak dengan fakoemulsifikasi
mencapai 85% dan ECCE hanya 15% sisanya.(1)
Gambar . Fakoemulsifikasi
(Sumber: Ophtalmology - A Pocket Textbook Atlas 2nd Ed.)
Operator kemudian membuat pembukaan pada kapsul anterior. Prosedur ini yang
disebut capsulorhexis, memerlukan ketepatan yang tinggi karena kapsul ini tebalnya hanya
0,004 mm. Membrane ini sebenarnya lebih tipis dari sel darah merah dan operator harus
dengan lembut mengeluarkan kapsul ketika menggunakan instrument pada bilik mata depan
(yang kedalamannya hanya 3 mm).
Fakoemulsifikasi adalah prosedur dimana vibrasi ultrasonik digunakan untuk
memecahkan katarak menjadi bagian-bagian kecil. Fragmen-fragmen ini kemudian
diaspirasi keluar menggunakan alat yang sama.
Setelah inti lensa katarak tersebut telah dikeluarkan, kortek perifer yang lebih lunak
dikeluarkan menggunakan alat irigasi/ aspirasi. Kapsul posterior ditinggalkan untuk
menyokong lensa tanam intraokular (IOL).
Lensa intraokular dilipat dan dimasukan ke dalam insisi kecil dimana lensa ditanam
di kantong kapsular. Pada ilustrasi ini lensa dimasukan lewat ‘injektor’ yang merupakan
alat yang dirancang untuk tetap mempertahankan ukuran insisi tetap kecil ketika
memasukkan lensa yang berukuran 6 mm melalui insisi 3 mm.
Lensa intraokular yang terlihat disini telah berada di dalam kantong kapsular. Kaki-
kaki lensa intraokular ini yang disebut juga haptik, memegang lensa ini agar tetap berada
dalam kantong kapsular.
Pandangan lateral dari lensa intraokular memperlihatkan lensa dalam kantong
kapsular. Posisi ini sama seperti lensa sebelumnya yang mengalami katarak dan karenanya
akan menghasilkan hasil penglihatan optimal. Pada tahap ini operasi katarak dengan lensa
intraokular telah berhasil.
2.2. Klasifikasi
Lensa intraokular dapat dikategorikan berdasarkan38:
Gambar . Jenis utama dari lensa intraokular dan optik. A, lensa ruang anterior. B, lensa
prepupil (tidak lagi digunakan). C, lensa ruang posterior dalam kantong kapsuler. D, lensa
ruang posterior dalam sulkus siliaris. E, optik bikonveks. F. Optik planokoneks. G, optik
meniskus38.
lokasi implantasi (ruang anterior, ruang posterior, atau prepupil [tidak digunakan lagi)
Profil optik (bikonveks, planokonveks, atau meniskus)
Bahan optik (PMMA, kaca, silikon, akrilik, kolamer, atau hidrogel)
Haptic style (plate atau loop)
Sferisitas (aferis, asferis, atau toric)
Tampilan panjang gelombang (mem-blok UV atau cahaya biru)
fokalitas (monofokal, bifokal, atau multifokal)
derajat akomodasi
tepi ujung (ridge, persegi, atau tajam)
kekuatan (plus, minus, atau plano)
jenis koreksi
3. Lensa ruang posterior. PCIOL terletak sepenuhnya di belakang iris. Lensa dapat
didukung olehsulkus siliaris atau kantong kapsular. Tren terbaru adalah fiksasi dalam
kantung. Model yang umum digunakan dari PCIOL adalah C loop yang dimodifikasi39.
Tergantung pada bahan produksi, tiga jenis PCIOL yang tersedia yaitu39:
a. IOL rigid. IOL rigid modern seluruhnya terbuat dari PMMA.
b. Foldable IOL, untuk ditanamkan melalui insisi kecil (3,2 mm) setelah
fakoemulsifikasi yang terbuat dari silikon, akrilik, hidrogel dan Kolamer.
c. Rollable IOL adalah IOL yang sangat tipis. Lensa ini ditanamkan melalui insisi
mikro (1mm) setelah teknik fakonit. Lensa terbuat dari hidrogel.
Tabel . Tipe PCIOL40
Dengan PCIOL, optik dan dan haptic pendukung dimaksudkan untuk ditempatkan
seluruhnya dalam kantong kapsular, pada pasien dengan robekan kapsul atau tidak adanya
kapsul, penempatan dalam sulkus siliaris. PCIOL juga dapat dijahit di tempatnya (dengan
jahitan nonabsorbable) dalam kasus-kasus dengan sisa dukungan kapsular yang buruk atau
tidak ada. Atau, beberapa lebih suka menggunakan penempatan yang baik, ukuran yang
sesuai, dan mutu yang modern dari lensa ruang anterior untuk menjahit lensa ruang
posterior38.
Gambar . IOL ruang posterior. A, desain J-Ioop. B, Kratz-Sinskey memodifikasi lensa J-
Ioop. C. Simcoe memodifikasi lensa C-Ioop. D. Lensa Knolle. E. lensa Arnott38.
Gambar . IOL ruang anterior. A, angle-supported lens oleh Strampell. B, lensa Mark VIII
oleh Choyce38.
Masalah tertentu dengan menggunakan ACIOL rigid adalah estimasi yang tidak
akurat dari ukuran lensa yang dibutuhkan untuk menjangkau ruang anterior. Haptics harus
terletak ringan di sudut ruang tanpa menyelipkan iris (terlalu besar) atau propellering di
ruang anterior akibat fiksasi yang tidak stabil (terlalu kecil). Satu ukuran cocok untuk
semua (misalnya, lensa Azar 91Z dan lensa Copeland) dan desain loop tertutup tahun 1970-
an dan 1980 menyebabkan banyak komplikasi (uveitis persisten, hifema, edema makula
kistoid, atrofi iris, dekompensasi kornea, dan glaukoma), sementara produksi yang buruk
menyebabkan sindrom UGH (uveitis-glaukoma-hifema)38.
Gambar . ACIOL satu ukuran cocok untuk semua. A. Lensa Azar 91Z. B, Lensa
Copeland38.
Selain itu, Kelman sangat mendesak dokter untuk mengukur diameter kornea
horizontal dengan hati-hati dan memeriksa status dan posisi haptics dengan gonioskopi di
ruang operasi segera setelah penempatan lensa. Bila ditinjau dengan baik, konsep-konsep
ini membuat implantasi modern ACIOL sebagai alternatif yang sangat baik ketika PCIOL
tidak dianjurkan. Satu kelemahannya adalah bahwa mata yang ditanamkan ACIOL akan
menjadi lebih lembut jika digosok dengan keras. Dengan demikian, menggosok mata harus
ditahan38.
Gambar . Biometry dengan Pengukuran secara Teknik Applanasi dan real time
oscilloscope7.
Bila gambaran echo lemak orbita di belakang echo retina, hal ini menunjukkan
bahwa pemeriksaan tersebut tidak pada daerah makula melainkan pada daerah nervus
optikus, sehingga ukuran panjang bola mata (axial length) yang diperoleh tidak benar7,48.
P = A – 2,5L - 0,9K
Keterangan :
P = Power IOL
A = A constant
L = Axial length
K = Rata-rata keratometer
Variabel A constant biasanya dilampirkan pada masing-masing IOL, misalnya
posterior chamber IOL mempunyai A constant 116,2 sampai 118,7; anterior chamber
114,2 sampai 115,8; sedangkan iris-fixated IOL 114,2 sampai 115,6. Dari sini kita dapat
melihat bahwa semakin besar A-constant maka IOL ditempatkan lebih ke arah posterior
(lebih dekat ke retina)7,45,49.
P = A1 – 2,5L - 0,9K
keterangan :
P = Power IOL
A1 = A constant bergantung dari panjang bola mata
L = axial length dalam mm
K = Rata-rata keratometer dalam diopter
Untuk A1: jika L < 20 mm : A1 = A+3
20 ≤ L < 21 : A1 = A+2
21 ≤ L < 22 : A1 = A+1
22 ≤ L < 24,5 : A1 = A
L > 24,5 : A1 = A-0,5
3.7. Formula IOL Generasi ke-3
Holladay yang mempelopori perkembangan formula IOL generasi ke-3 pada tahun
1988, dengan menggunakan 2 buah variabel untuk prediksi ELPo (effective lens position)
yaitu variabel panjang bola mata dan keratometry. Formula generasi ke-3 ini kebanyakan
merupakan hybrid formula. Holladay memperhitungkan kedalaman bilik mata depan
berdasarkan rata-rata power kornea, faktor ketebalan retina dan memperkenalkan konsep
surgeon factor7.
Retzlaff dan kawan-kawan (1990) mengeluarkan formula SRK/T dengan
menambahkan faktor koreksi terhadap ketebalan retina. Kenneth Hoffer memperkenalkan
formula Hoffer Q (1993) dengan menggunakan modifikasi faktor ACD (anterior chamber
depth). Biasanya angka ACD pada formula Hoffer Q jarang disediakan oleh produsen IOL,
sehingga harus dikonversikan dari A constant berdasarkan rumus atau dapat pula diambil
dari tabel konversi. Rumus tersebut yaitu:7,47
0,9704
3.8. Formula IOL Generasi ke-4
Formula IOL sebelumnya mengasumsikan bahwa kedalaman bilik mata depan akan
semakin bertambah dengan semakin panjangnya bola mata. Namun asumsi ini cukup tepat
pada mata normal maupun miopia yang tinggi, tetapi pada hipermetrop tidak tepat. Hal
inilah yang menjadi sumber kesalahan perhitungan prediksi power IOL yang digunakan
pada mata dengan hipermetropia7.
Pelopor formula generasi ke-4 ini adalah Olsen (1995) dan Jack T.Holladay (1997).
Olsen menggunakan 4 variabel pre-operatif untuk prediksi effective lens position (ELPo),
yaitu:7
Axial length
Keratometry
Preoperative anterior chamber depth
Lens thickness
Sedangkan Holladay menggunakan 7 buah variabel pre-operatif, dimana pada generasi ke-3
Holladay hanya menggunakan 2 variabel, ketujuh variabel tersebut yaitu:7
Axial length (panjang bola mata)
Keratometer
Diameter horizontal kornea (white-to-white)
Kedalaman bilik mata depan (ACD)
Ketebalan lensa
Status refraksi pre-operatif
Usia pasien
Berdasarkan keterangan diatas, maka formula IOL generasi ke-4 (Holladay II) baik
digunakan pada ukuran AXL yang rata-rata (mendekati nilai normal: 23,45 mm). Formula
ini juga tepat digunakan untuk penderita katarak dengan bola mata yang kecil, seperti
katarak pada anak dan juga baik untuk perhitungan power IOL pada pemasangan piggyback
IOL (Implantasi dua buah IOL pada satu mata dan biasanya dilakukan pada penderita
hipermetropia yang tinggi)7,53.
Menurut Holladay, kedua bola mata harus diperiksa ulang pada keadaan : 7,45,51,55
Pemeriksaan biometry (A-Scan) yang menunjukkan axial length kurang dari 22,00
mm atau lebih dari 25,00 mm.
Rata-rata power kornea (keratometry) kurang dari 40,00 dioptri atau lebih dari 47,00
dioptri.
Terdapat perbedaan diantara kedua mata : Perbedaan rata-rata keratometry lebih dari 1,00
dioptri; perbedaan axial length lebih dari 0,3 mm; dan hasil kalkulasi power IOL
untuk target emmetropia dengan perbedaan lebih dari 1,00 dioptri.
4. DISKUSI
Katarak merupakan salah satu penyakit degeneratif yang dapat terjadi ada seluruh
manusia, terutama yang sudah berusia tua. Operasi katarak menjadi satu-satunya
menyelesaikan permasalahan visual yang terdapat pada penderita katarak, namun setiap
manusia memiliki kebutuhan visual yang berbeda, oleh karena itu operasi katarak akan
dilakukan lebih cepat pada seseorang yang membutuhkan penglihatan sempurna dalam
segala situasi pencahayaan (seperti pilot pesawat, supir truk, ahli bedah), ataupun lebih
lambat atau dapat ditunda pada pasien yang sudah sangat tua, ataupun yang memiliki
penyakit terminal.
Terdapat berbagai macam metode operasi katarak, diantaranya yang paling
mutakhir adalah phacoemulsification, dengan tingkat kesembuhan yang lebih cepat dan
tingkat komplikasi yang lebih rendah.
Setiap orang yang menjalani prosedur operasi katarak khususnya prosedur
phacoemulsification tentunya mengharapkan penglihatan yang jernih dan tidak perlu
kembali menggunakan kacamata. Namun dibalik dengan segala kecanggihan alat dan
teknik operasi maupun teknologi lensa intraokuler, hanya sedikit orang yang dapat melihat
sempurna tanpa menggunakan kacamata setelah operasi. Penelitian yang dilakukan oleh
Abdulsalam didapatkan 82% pasien dengan visus 6/6-6/18 setelah 4 minggu post operasi
phacoemulsification dan 89% pasien dengan visus 6/6-6/18 setelah 12 minggu post operasi
phacoemulsification, hal senada juga didapatkan dalam penelitian yang dilakukan oleh
Osita dimana didapatkan 91,7% pasien dengan visus 6/6-6/12 setelah 12 minggu post
operasi phacoemulsification57,58. WHO sendiri merekomendasikan hanya 15% pasien
dalam 12 minggu post operasi phacoemulsification yang tidak mendapat visus 6/6/-6/18
(borderline), WHO sendiri merekomendasikan visus terbaik pasien post operasi
phacoemulsification dalam rentang 6/6/-6/18, tidak sempurna 6/658.
Penelitian yang dilakukan di Hongkong oleh Lau mengenai penyebab visus tidak
bisa mencapai 6/18 pada pasien post oeprasi katarak didapatkan 10 penyebab utama, yaitu
Kelainan Refraksi (34,6%), Degenerasi Makular (18,3%), Glaukoma (10,5%), Posterior
Capsular Opacification (PCO) (8,4%), Atrofi Saraf Optik (5,8%), Retinopati Diabetikum
(5,2%), Opasifikasi Kornea (4,7%), Miopia yang tinggi sebelum operasi (3,7%), Phthisis
Bulbi (2,6%), Ablasio Retina (2,1%).59
Berikut adalah faktor-faktor yang penulis rangkum mengapa penderita katarak tetap
tidak dapat melihat sempurna tanpa menggunakan kacamata :
a. Hasil pengukuran biometry
Pengujian dilakukan sebelum operasi untuk memilih kekuatan IOL yang tepat untuk
meminimalisir kesalahan refraksi setelah operasi, tetapi pengukuran biometry bukanlah
ilmu pasti dan terdapat margin kesalahan yaitu +/- 0,50, yang menigkat dengan miopia
tinggi (mata panjang) atau hipermetropia tinggi (mata pendek), mata yang telah dilakukan
prosedur RK(Radial Keratotomy) sebelumnya, prosedur LASIK sebelumnya, luka atau
penyakit mata lainnya.56
b. Kelainan Refraksi
Operasi phacoemulsification tidak memperbaiki astigmatisme, jika orang yang
menjalani prosedur operasi memiliki astigmatisme (kornea aspherikal atau tidak bulat)
maka orang tersebut tetap memerlukan kacamata setelah prosedur operasi karena prosedur
phacoemulsification tidak memperbaiki kelainan yang terdapat di kornea. Penglihatan
tanpa kacamata akan kurang jelas karena astigmatisme yang tidak dikoreksi. Terdapat jenis
lensa intraokuler yang dapat memperbaiki astigmatisme, yaitu toric-IOL, namun hasilnya
kurang memuaskan karena terdapat kesulitan dalam pemasangan lensa yang harus tepat
sudut pemasangannya (jika sudut pemasagan salah akan menghasilkan permasalahan lain
yaitu terdapat dua axis astigmatisme), juga harga nya yang relative mahal.56
c. Degenerasi Makular
Degenerasi makular adalah kondisi medis kronik yang tidak dapat diperbaiki, yang
menyebabkan hilangnya penglihatan sentral karena kerusakan makula, atau bagian tengah
retina yang biasanya disebabkan karena usia, sehingga disebut Degenerasi Makular Terkait
Usia (Age-related Macular Degeneration - AMD) yang juga merupakan penyebab utama
kebutaan pada usia 50 tahun keatas60.
d. Glaukoma
Glaukoma adalah suatu keadaan dimana Tekanan Intra Okuler (TIO) meningkat
sehingga menyebabkan dorongan pada saraf optik yang menyebabkan hilangnya
penglihatan secara permanen. Hilangnya penglihatan dapat secara perlahan maupun secara
mendadak tergantung penyebab dari glaucoma itu sendiri61.
e. Posterior Capsular Opacification (PCO)
Posterior Capsular Opacification (PCO) adalah suatu efek fisiologis dari operasi
katarak, disebabkan oleh proliferasi dari sel sel lensa yang telah mengalami opasifikasi
akibat katarak ke kapsul posterior, opasifikasi biasanya dimulai dari sentral. Namun
demikian penyakit ini tidak terjadi kepada semua orang yang telah menjalani operasi
katarak, melainkan sangat bergantung terhadap factor factor yang mendasarinya seperti
teknik operasi, seberapa parah katarak yang diderita sebelumnya, jenis katarak, sehingga
disebut multifaktorial62.
f. Atrofi Saraf Optik
Atrofi saarf optik adalah suatu keadaan rusaknya axon sel ganglion retina pada saraf
optik yang menyebabkan gambaran pucat pada funduskopi. Atrofi saraf optik merupakan
suatu keadaan akhir dari rusaknya saraf optik di sepanjang jalur dari retina menuju
genikulata lateralis. Atrofi saraf optik bermanifestasi sebagai hilangnya penglihatan63.
g. Retinopati Diabetikum
Retinopati Diabetikum adalah gangguan pembuluh darah di retina pada pasien yang
mengidap diabetes mellitus. Hal ini terjadi ketika kadar gula darah yang tinggi
menyebabkan kerusakan pembuluh darah di retina. Pmebuluh darah dapat membengkak
dan pecah, ataupun mengendap dan menyebabkan darah tidak dapat mengalir ke retina,
atau dapat pula tumbuhnya pembuluh darah baru yang tidak normal pada retina pada letak
yang tidak seharusnya, hal hal demikian dapat mempengaruhi penglihatan pasien dengan
Retinopati Diabetikum64.
h. Opasifikasi Kornea
Opasifikasi Kornea merupakan suatu keadaan dimaan kornea yang seharusnya
jernih menjadi keruh, dapat disebabkan oleh karena berbagai hal, seeprti trauma yang terus
menerus, penggunaan contact lens yang tidak tepat, infeksi pada mata, ataupun paparan
sinar uv. Kekeruhan kornea tersebut dapat mengenai keseluruhan kornea atau dapat pula
pada titik titik tertentu saja tergantung penyebabnya. Apabila kornea telah menjadi keruh
maka sinar tidak dapat menembus kornea menyebabkan penglihatan menjadi kabur dan
diperlukan tindakan lebih lanjut65.
i. Miopia tinggi sebelum operasi
Miopia yang tinggi sebelum operasi dapat mempengaruhi hasil visus setelah operasi
katarak oleh karena berbagai faktor, diantaranya yang paling utama adalah panjang axial
bola mata yang berkorelasi negatif terhadap hasil visus yang didapat, juga didapatkan 62%
pasien dengan miopia tinggi terdapat degenerasi retina yang sangat berpengaruh terhadap
hasil operasi katarak66.
j. Phthisis Bulbi
Phthisis bulbi adalah stadium akhir dari respon okuler terhadap trauma atau
penyakit kronik yang menyerang mata. Gejala klinisnya bola mata menjadi lembek, atrofi,
kebutaan, dan bola mata mengecil dengan perubahan struktur bola mata, namun pada mata
biasanya tidak terdapat nyeri, namun pada beberapa kasus dapat pula terjadi nyeri pada
mata, tergantung dari penyebab yang menimbulkan phthisis itu sendiri67.
k. Ablasio Retina
Ablasio retina adalah suatu gangguan yang terjadi ketika retina terlepas dari
jaringan penopangnya. Ablasio terjadi ketika vitreous menerobos masuk melalui lubang
sobekan pada retina yang kemudian akan terkumpul di retina bagian bawah dan
menyebabkan retina terlepas. Area dimana retina terlepas akan kehilangan suplai darah dan
menyebabkan daerah ini mengalami kebutaan. Ablasio dapat disebabkan oleh karena proses
degenerasi akibat usia ataupun karena cedera, maupun peradangan kronis68.
DAFTAR PUSTAKA
1. Purba D.M., Hutauruk J.A., Riyanto S.B., Istiantoro D.V. dan Manurung F.M. 2010.
A sampai Z Seputar Fakoemulsifikasi. Jakarta: Info JEC. p. 17-51.
2. Ilyas S. 2004. Ilmu Penyakit Mata. Edisi ke-3. Jakarta. Balai Penerbit FKUI. p. 205-
8.
3. Sihota R. dan Tandan R. 2007. Parson’s Diseases of The Eye. Indian: Elsevier. p.
247-69.
4. American Academy of Ophthalmology Staff. 2011-2012a. Fundamental and
Principles of Ophthalmology. United State of America: American Academy of
Ophthalmology. p. 79-81.
5. Departemen Kesehatan RI. 2009. Data Penduduk Sasaran Program Kesehatan
Tahun 2007-2011. Pusat Data dan Informasi Departemen Kesehatan RI. Jakarta.
6. Kementerian Kesehatan RI. 2005. Rencana Strategi Nasional Penanggulangan
Gangguan Penglihatan dan Kebutaan Untuk Mencapai Vision 2020. Keputusan
Menteri Kesehatan. Jakarta.
7. Soekardi I. dan Hutauruk J.A. 2004. Transisi Menuju Fakoemulsifikasi, Langkah-
Langkah Menguasai Teknik & Menghindari Komplikasi. Edisi 1. Jakarta.
Kelompok Yayasan Obor Indonesia. p 1-7.
8. Henderson B.A., Kim J.Y., Ament C.S., Ponce Z.K.F., Grabowska A. Dan Cremers
S.L. 2007. Clinical Pseudophakic Cystoid Macular Edema: Risk Factors for
Development and Duration After Treatment, J Cataract Refract Surg, 33:1550-1558.
9. American Academy of Ophthalmology Staff. 2011-2012c. Lens and Cataract.
United State of America: American Academy of Ophthalmology. p. 193- 195
10. Riordan-Eva P, Whitcher J P. Vaughan & Asbury – Oftalmologi Umum; Alih
Bahasa: Brahm U Pendit. Edisi 17. Jakarta: EGC; 2009.
11. American Academy of Ophthalmology Staff. 2011-2012b. Retina and Vitreous.
United State of America: American Academy of Ophthalmology. p. 167- 169.
12. Andley U.P., Liang J.J.N., dan Lou M.F. 2003. Biochemical Mechanism of Age-
Related Cataract. In: Albert D.M., Jakobiec F.A., editors. Principles and Practice
of Ophthalmology. 3th ed. Philadelphia: Saunder. p. 1428-49.
13. Borchman D. dan Yappert M.C. 2011. Lipid and Ocular Disease. Journal of Lipid
Research, 20: 1-55.
14. Beebe D.C. 2003. Lens. In: Koufman P.L., Alm A., Editors. Adler’s Physiology of
The Eye. St Louis: Mosby. p. 117-57.
15. Berthoud V.M. dan Beyer E.C. 2009. Oxidative Stress, Lens Gap Junction and
Cataract. Antioxid Redox Signal, 11 (2): 339-53.
16. Ilyas S. 2001. Ilmu Penyakit Mata. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. p. 212-4.
17. Tabin G., Chen M., dan Espandar L. 2008. Cataract Surgery for the Developing
World. Curr Opin Ophthalmol, 19: 55-9.
18. Gsianturi. 2004. Angka Kebutaan di Indonesia Tertinggi di Asia Tenggara.
Available from:
http://www.AngkakebutaandiIndonesiatertinggidiAsiaTenggara.htm [diakses 20
Juni 2017]
19. Beebe D.C., Shui Y.B., dan Holekamp N.M. 2010. Biochemical Mechanism of Age-
Related Cataract. In: Levin L.A., Albert D.M. editors. Ocular Disease Mechanisms
and Management. Philadelphia: Saunders.p. 231-7.
20. Ates O., Hamit H., Kocer I., Baykal O., dan Salman I.A. 2010. Oxidative DNA
Damage in Patients with Cataract. Acta Ophthalmologica, 88:891-5.
21. Cekic S., Zlatanovic G., Cvetkovic T., dan Petrovic B. 2010. Oxidative Stress in
Cataractogenesis. Bosnian Journal of Basic Medical Sciences, 3: 265-9.
22. Spector A. 1995. Oxidative Stress-Induced Cataract: Mechanism of Action. FASEB
J, 9:1173-82.
23. El-Ghaffar A.A., Aziz M.A., Mahmoud A.M., dan Al-Balkini S.M. 2007. Elevation
of Plasma Nitrate and Malondialdehyde in Patient with Age-Related cataract.
Middle East Journal of Ophthalmology, 14: 13-5.
24. Kanski JJ. Bowling B. Clinical Ophtalmology A Systemic Approach. 7th edition.
Elsevier Saunders. P.281-9.
25. Khurana A.K. 2007. Comprehensive Ophthalmology. Fourth edition. New Delhi:
New Age International. p. 89-202.
26. Nishino M., Eguchi H., Iwata A., Shiota H., Tanaka M. dan Tanaka T. 2008. Are
Topical Essential After An Uneventful Cataract Surgery?. The Journal of Medical
Investigation, 56:11-15.
27. Phacoemulsification With Intraocular Lens Implantation. Diunduh dari
http://emedicine.medscape.com/article/1844198-overview [diakses 20 Juni 2017].
28. Phacoemulsification for cataracts. Diunduh dari
http://www.surgeryencyclopedia.com/Pa-St/Phacoemulsification-for-
Cataracts.html#ixzz2YJAR1Pl8. 28 Juli 2014
29. Tim Dokter Mata RSU dr. Soetomo. Pedoman Diagnosis dan Terapi Ilmu Mata.
Surabaya: RSU dr. Soetomo/FK Unair. 2006
30. Guyton and Hall. Fisiologi Kedokteran. Jakarta: EGC. 1997.
31. Ilyas, Sidharta. Katarak Lensa Mata Keruh. Glosari Sinopsis. Cetakan Kedua. Balai
Penerbitan FKUI. Jakarta. 2007.
32. James B, Chew C, Bron A. Lensa dan Katarak. Dalam: Lecture Notes
Ophtalmology. Edisi 9. Jakarta: Erlangga. 2006.
33. Lang GK. Lens. In: Ophthalmology-A Pocket Textbook Atlas. 2nd Edition.
Wemding: Appl Aprinta Druck. 2007. p 169-184.
34. Ming ALS, Ian J.C. Lens and Glaukoma. In: Color Atlas Ophthalmology. 3rd
Edition.
35. Moore K.L. In: Clinically Oriented Anatomy. 5th ed. Philadelphia: Lippincoot
William & Wilkins Baltimore. 2006. p 957-976.
36. Anonym. Cataract & Intraocular Lens Implant. Available from:
http://www.mhprofessional.com/handbookofoptics/pdf/Handbook_of_Optics_vol3_
ch21.pdf
37. Anonym. 2010. Intraocular Lenses (IOLS). Medical Policy Department. Clinical
Affairs Division
38. Anonym. 2011. Clinical Optics. Basic Clinical Science Course. American Academy
of Ophthalmology:Singapore.p.203-211
39. Khurana AK. 2007. Comprehensive Ophthalmology. New Age International (P)
Limited: New Delhi.p.195-197
40. Tsai JC, et al. 2011. Oxford American Handbook of Ophthalmology . Oxford
University Press :China pp.247-248
41. Vargas LG, et al. Posterior Capsule Opacification (PCO) in Three Modern Single
Piece Foldable Intraocular Lenses (IOLs): A Clinicopagological Study. Update in
Foldable Intraocular Lenses
42. Moawad AI, Ghanem 1. One-Haptic Fixation of Posterior Chamber Intraocular
Lenses without Scleral Flaps. Journal of Ophthalmology;2012:1-5
43. Schwiegerling J. Intraocular Lenses. Chapter 21. Available from:
www.osbbd.com/pdf/CATARACT%20&%20IOL.pdf
44. Amir S, Rahayu T. Predictability of Phacoemulcification in Cipto Mangunkusumo
Hospital 2005; A-Scan Biometry Performed by Resident. IOA the 11th Congress in
Jakarta, 2006. 99-106.
45. Alpar JJ, Fechner PU. The Determination of Intraocular Lens Power in Fechner’s
Intraocular Lenses, 1st edition. New York: Thieme Inc; 1986. 70-99.
46. Aeberg TM. B-Scan Ocular Ultrasound; http://www.emedicine.com [diakses 20
Juni 2017].
47. Eye Surgeon Information about Intraocular Lens; http://www.doctor-hill.com
[diakses 20 Juni 2017].
48. Shammasa J. Intraocular Lens Power Calculations;
http://www.slackbooks.com/excerpts [diakses 20 Juni 2017].
49. Retzlaff JA, Sanders DR, Kraff M. Lens Implant Power Calculation: A manual for
ophthalmologists & biometrists, 3rd edition. United states of America: Slack in;
1990. 1-12.
50. Hong LC. The Calculation of IOL Power. Dalam Soeprapto, Djonggi: Lensa
Intraokuler dan Bedah Mikro Mata – Buku Naskah dan Diskusi PIP XVII.
Bandung, 1989. 27-32.
51. Selecting Intraocular Lens (IOL) Power; http://webeyeopth.viowa.edu [diakses 20
Juni 2017].
52. IOL Calculation using the SRK II Formula; http://www.augenklinik.uni/uslab
[diakses 20 Juni 2017].
53. Phakic Intraocular Lenses; http://www.medicine net.com/phakic_intraocular lenses
[diakses 20 Juni 2017].
54. Slonim CB. Intraocular Lenses (IOL’S): New Advances;
http://www.AllaboutVision.com [diakses 20 Juni 2017].
55. Dell SJ. Selecting the Right Intraocular Lens; http://www.EyeMDLink.com
56. Hagan JC. Consider all the options before your cataract surgery: working through
what’s best for you; http://www.medhelp.org/user_journals/show/841991/Consider-
ALL-the-Options-Before-Your-Cataract-Surgery-Working-Through-Whats-Best-
For-You [diakses 20 Juni 2017].
57. Abdulsalam S. Comparison of visual outcome between conventional extracapsular
cataract extraction and phacoemulsification cataract surgery. 2015. Department of
Ophthalmology, College of Health Sciences, Bayero University, Kano, Kano State,
Nigeria.
58. Osita ME, Yuen SZ. The Outcome of Extracapsular and Phacoemulsification
Cataract Extractions. JMBR: A Peer-review Journal of Biomedical Sciences. June
2012, Vol. 11 No.1 pp 123-128.
59. Lau J, Michon JJ, Chan WS, Ellwein LB. Visual acuity and quality of life outcomes
in cataract surgery patients in Hong Kong. Br J Ophthalmol 2002;86:12–17.
60. Boyd K. What is Macular Degeneration?; https://www.aao.org/eye-
health/diseases/amd-macular-degeneration [diakses 30 Juni 2017].
61. Boyd K. What is Glaucoma?; https://www.aao.org/eye-health/diseases/what-is-
glaucoma [diakses 30 Juni 2017].
62. Vasavada AR, Raj SM, Shah GD. Posterior Capsule Opacification After Lens
Implantation; http://www.medscape.com/viewarticle/781856 [diakses 30 Juni
2017].
63. Lee AG, Feldman BH, Gibbon EJ. Optic Atrophy;
http://eyewiki.aao.org/Optic_Atrophy [diakses 30 Juni 2017].
64. Boyd K. What is Diabetic Retinopathy?; https://www.aao.org/eye-
health/diseases/what-is-diabetic-retinopathy [diakses 30 Juni 2017].
65. Brian S. Corneal Opacities: Eye Disorders That Can Cause Vision Loss;
http://www.webmd.com/eye-health/corneal-opacities#1 [diakses 30 Juni 2017].
66. Patel AS, Tang A. High Myopia and Cataract Surgery;
http://eyewiki.aao.org/High_Myopia_and_Cataract_Surgery [diakses 30 Juni 2017].
67. Ayres BD, Rapuano C, Brown HA. Phthisis Bulbi – External and Internal Eye;
https://www.visualdx.com/visualdx/diagnosis/phthisis-
bulbi?moduleId=21&diagnosisId=53887 [diakses 30 Juni 2017].
68. Pandya HK. Retinal Detachment; http://emedicine.medscape.com/article/798501-
overview [diakses 30 Juni 2017].