Anda di halaman 1dari 42

Phacoemulsification

1. Fakoemulsifikasi
Popularitas fakoemulsifikasi dapat dilihat dari jumlah operasi katarak dengan teknik
fakoemulsifikasi yang meningkat sangat pesat di berbagai belahan dunia. Tahun 1985,
perbandingan operasi katarak adalah 90% Extra Capsular Cataract Extraction (ECCE) dan
hanya 10% dengan teknik fakoemulsifikasi. Perbandingan tersebut menjadi terbalik dalam
waktu 10 tahun yaitu pada tahun 1995, dimana operasi katarak dengan fakoemulsifikasi
mencapai 85% dan ECCE hanya 15% sisanya.(1)

Gambar . Fakoemulsifikasi
(Sumber: Ophtalmology - A Pocket Textbook Atlas 2nd Ed.)

1.1. Definisi Fakoemulsifikasi


Fakoemulsifikasi berasal dari 2 kata, yaitu phaco (lensa) dan emulsification
(menghancurkan menjadi bentuk yang lebih lunak). Fakoemulsifikasi adalah teknik operasi
pembedahan katarak dengan menggunakan peralatan ultrasonic yang akan bergetar dan
menghancurkan lensa mata yang mengeruh, kemudian lensa yang telah hancur berkeping-
keping akan dikeluarkan dengan menggunakan alat phaco, diikuti dengan insersi lensa
buatan intraocular pada posisi yang sama dengan posisi lensa mata sebelumnya.(24)
Fakoemulsifikasi merupakan salah satu teknik ekstraksi katarak ekstrakapsular yang
berbeda dengan ekstraksi katarak ekstrakapsular standar (dengan ekspresi dan
pengangkatan nukleus dengan insisi yang lebar).

Gambar . Sistem Fakoemulsifikasi Modern


(Sumber: http://www.surgeryencyclopedia.com/Pa-St/Phacoemulsification-for-
Cataracts.html#ixzz2YJAR1Pl8.)

1.2. Cara Kerja Fakoemulsifikasi


Fakoemulsifikasi adalah teknik ekstraksi katarak menggunakan sayatan kecil sekitar
1,5 mm sampai 3 mm dengan implantasi lensa intra okular lipat (foldable) sehingga
penutupan luka dapat tanpa jahitan. Cara kerja sistem fakoemulsifikasi adalah
menghancurkan lensa melalui ultrasonic probe yang mempunyai tip needle yang mampu
bergetar dengan frekuensi yang sangat tinggi yaitu setara dengan frekuensi gelombang
ultrasound.(4) Massa lensa yang sudah dihancurkan akan diaspirasi melalui rongga pada tip
fakoemulsifikasi untuk kemudian dikeluarkan dari dalam mata melalui selang aspirasi pada
mesin fakoemulsifikasi.(7,25) Teknologi mesin fakoemulsifikasi saat ini sudah
memungkinkan mengeluarkan lensa dengan teknik fako bimanual, sehingga insisi kornea
hanya sebesar 1,5 mm saja.(1)

1.3. Indikasi dan Kontraindikasi Fakoemulsifikasi


Indikasi pembedahan katarak dengan menggunakan teknik fakoemulsifikasi adalah
sebagai berikut:
a) Pasien tidak memiliki riwayat penyakit endotel,
b) Pada pemeriksaan dijumpai bilik mata yang dalam,
c) Pupil pasien dapat dilebarkan hingga 7 mm.
Sedangkan kontraindikasi untuk dilakukannya teknik fakoemulsifikasi adalah
a) Dijumpai adanya tanda-tanda infeksi,
b) Adanya luksasi atau subluksasi lensa.

1.4. Keuntungan Teknik Operasi Fakoemulsifikasi


Secara teori operasi katarak dengan teknik Fakoemulsifikasi mengalami
perkembangan yang cepat dan telah mencapai taraf bedah refraktif oleh karena mempunyai
beberapa kelebihan yaitu rehabilitasi visus yang cepat, komplikasi setelah operasi yang
ringan, astigmat akibat operasi yang minimal dan penyembuhan luka yang cepat.
Kelebihan penggunaan teknik fakoemulsifikasi pada operasi katarak menurut
Kanski dan Bowling dalam Clinical Ophtalmology A Systemic Approach adalah sebagai
berikut:(24)
a) Kinder cut, pemotongan yang lebih nyaman untuk pasien.
b) Smaller incision, insisi terdahulu biasanya 2.7 mm, dengan MICS hanya 1.8 mm.
Implikasinya adalah insisi tersebut terlalu kecil untuk dapat menyebabkan kornea
melengkung dengan abnormal, dan menyebabkan astigmatisme (efek samping yang
biasa terjadi pada operasi katarak) serta kecilnya insisi tersebut juga sangat menekan
resiko terhadap terjadinya infeksi.
c) Easy to operate, karena sedikit sekali cairan yang mungkin keluar dari insisi mikro
tersebut maka tekanan pada mata cenderung stabil, sehingga memudahkan para
dokter melakukan tindakan operasi.
d) Heals faster, setelah 1-2 hari tindakan, pasien sudah bisa kembali beraktivitas. Rasa
tidak nyaman setelah operasi, hilang dalam 3 hari.
Tujuan dari teknik operasi ini adalah agar penderita katarak dapat memperoleh
tajam penglihatan terbaik tanpa koreksi dengan cara membuat sayatan sekecil mungkin
untuk mengurangi induksi astigmatisme pasca operasi.(7) Prosedur ini efisien, terutama jika
operasi yang lancar umumnya dikaitkan dengan hasil penglihatan yang baik. Insiden CME
pada teknik fakoemulsifikasi yang mengalami komplikasi intra operatif lebih rendah karena
konstruksi insisi luka yang kecil dan stabilitas yang lebih besar dibandingkan dengan teknik
bedah katarak lain.(26) Kelemahan fakoemulsifikasi diantaranya mesin yang mahal, learning
curve lebih lama, dan biaya pembedahan yang tinggi.(25)

1.5. Persiapan Pre - Operasi Fakoemulsifikasi


Persiapan yang harus dilakukan sebelum dilakukannya operasi menggunakan teknik
Fakoemulsifikasi adalah sebagai berikut:
a) Pasien sebaiknya di rawat di rumah sakit semalam sebelum operasi,
b) Pemberian informed consent,
c) Bulu mata dipotong dan dibersihkan dengan povidone-iodine 5%,
d) Pemberian tetes antibiotik tiap 6 jam,
e) Pemberian sedatif ringan (Diazepam 5 mg) pada malam harinya bila pasien cemas,
f) Pada hari operasi pasien dipuasakan,
g) Pupil dilebarkan dengan midriatika tetes sekitar 2 jam sebelum operasi.

1.6. Prosedur Tindakan Teknik Operasi Fakoemulsifikasi


Terdapat beberapa hal penting pada bedah katarak fakoemulsifikasi dengan
penanaman lensa intraokuler, yang sangat erat kaitanya dengan reaksi inflamasi pasca
bedah. Adapun beberapa hal tersebut adalah: (27)
a) Pemberian Asam mefenamat 500 mg atau Indometasin 50 mg per oral 1 – 2 jam
sebelum operasi.
b) Anastesi lokal pada mata yang akan dioperasi dengan cara menyuntikkan langsung
melalui palpebra bagian atas dan bawah.
c) Operator kemudian menekan bola mata dengan tangannya untuk melihat apakah ada
kemungkinan perdarahan, dan juga dapat merendahkan tekanan intraokuler.
d) Operator melihat melalui sebuah mikroskip dan membuat insisi sepanjang kira-kira
3 mm pada sisi kornea yang teranestesi.
e) Kapsulotomi anterior dengan menggunakan jarum kapsulotomi melalui insisi kecil
pada kornea.
f) Setelah insisi dilakukan, suatu cairan viscoelastik dimasukan untuk mengurangi
getaran pada jaringan intraokuler.
g) Dilakukan hidrodiseksi dan hidrodilemenesi untuk memisahkan inti lensa dari
korteks kemudian dilakukan fakoemulsifikasi dengan teknik horizontal choop
menggunakan mesin fako unit.
h) Korteks lensa dikeluarkan dengan cara irigasi aspirasi menggunakan mesin fako
unit .
i) Insersi lensa intraokuler foldauble pada bilik mata belakang dilakukan secara in the
bag, setelah sebelumnya diberikan bahan viskoelastik untuk mengurangi
komplikasi.
j) Bahan viskoelastik dikeluarkan dengan cara irigasi aspirasi menggunakan mesin
fako unit.
k) Luka operasi ditutup tanpa jahitan.
l) Diberikan suntikan antibiotika (Gentamisin) 0,5 ml dan kortikostroid (Kortison
Asetat) 0,5 ml, subkonjungtiva.
m) Pasca bedah diberikan tetes mata antibiotika (Neomycin-Polymixin B) dan anti-
inflamasi (Deksametason) 0,1 ml., setiap 8 jam sekali.
Insisi katarak yang paling sering digunakan berukuran 3 mm (hanya seperdelapan
inchi) . Karena konstruksi insisi yang teliti dan ukurannya yang kecil, insisi ini biasanya
menutup sendiri. Disebut juga operasi tipe ‘ no-stitch ’

Operator kemudian membuat pembukaan pada kapsul anterior. Prosedur ini yang
disebut capsulorhexis, memerlukan ketepatan yang tinggi karena kapsul ini tebalnya hanya
0,004 mm. Membrane ini sebenarnya lebih tipis dari sel darah merah dan operator harus
dengan lembut mengeluarkan kapsul ketika menggunakan instrument pada bilik mata depan
(yang kedalamannya hanya 3 mm).
Fakoemulsifikasi adalah prosedur dimana vibrasi ultrasonik digunakan untuk
memecahkan katarak menjadi bagian-bagian kecil. Fragmen-fragmen ini kemudian
diaspirasi keluar menggunakan alat yang sama.

Operator membuat groove pada katarak kemudian selanjutnya memecahkan katarak


tersebut menjadi bagian-bagian kecil menggunakan ujung fakoemulsifikasi dan alat yang
kedua dimasukkan melalui insisi yang lebih kecil di tepi yang lain ‘side port’.
Prosedur pada pandangan lateral menunjukkan tip fakoemulsifikasi diletakkan pada
substansi katarak oleh operator. Aspek ‘Fako’ digunakan untuk mengeluarkan inti lensa
katarak.

Setelah inti lensa katarak tersebut telah dikeluarkan, kortek perifer yang lebih lunak
dikeluarkan menggunakan alat irigasi/ aspirasi. Kapsul posterior ditinggalkan untuk
menyokong lensa tanam intraokular (IOL).
Lensa intraokular dilipat dan dimasukan ke dalam insisi kecil dimana lensa ditanam
di kantong kapsular. Pada ilustrasi ini lensa dimasukan lewat ‘injektor’ yang merupakan
alat yang dirancang untuk tetap mempertahankan ukuran insisi tetap kecil ketika
memasukkan lensa yang berukuran 6 mm melalui insisi 3 mm.

Lensa intraokular yang terlihat disini telah berada di dalam kantong kapsular. Kaki-
kaki lensa intraokular ini yang disebut juga haptik, memegang lensa ini agar tetap berada
dalam kantong kapsular.
Pandangan lateral dari lensa intraokular memperlihatkan lensa dalam kantong
kapsular. Posisi ini sama seperti lensa sebelumnya yang mengalami katarak dan karenanya
akan menghasilkan hasil penglihatan optimal. Pada tahap ini operasi katarak dengan lensa
intraokular telah berhasil.

1.7. Inflamasi Pasca Bedah Fakoemulsifikasi


Pada dasarnya, suatu tindakan bedah akan menimbulkan trauma yang memberi
akibat kerusakan jaringan dari organ yang dioperasi. Secara normal tubuh akan
mengadakan reaksi dengan tujuan mengadakan proses penyembuhan pada jaringan yang
mengalami kerusakan tersebut. Reaksi tersebut secara umum dikenal sebagai keradangan
atau reaksi inflamasi.
Pada kerusakan jaringan terjadi robekan membran sel yang dengan aktivasi oleh
enzim fosfolipase A2 akan terbentuk asam arakidonat. Melalui jalur siklo-oksigenase,
arakidonat akan mengalami transformasi membentuk prostaglandin. Adanya prostaglandin
pada jaringan akan menimbulkan tanda-tanda klasik dari inflamasi yaitu dolor, rubor dan
vasodilatasi.
Selain itu, melalui jalur lipoksigenase, asam arakidonat akan membentuk leukotrien
yang kemudian akan menimbulkan peningkatan juga permeabilitas vaskuler dan edema.
Leukotrien juga mengaktifkan sistem komplemen jaringan serta melibatkan faktor-
faktor khemotaktik pada tempat terjadinya trauma dan memberikan reaksi inflamasi pada
jaringan.
Neufeld dan Sears pertama kali menemukan prostaglandin yang dapat diisolasi dari
jaringan iris dan menyebutkan sebagai irin. Ambache (1957) menemukan bahwa
rangsangan mekanis terhadap iris dan pada tindakan parasintesis akan dilepaskan suatu
substansi yang disebut irin ke bilik mata depan. Meningkatnya konsentrasi irin atau
prostaglandin akan mengakibatkan peningkatan permeabilitas epitel badan silier sehingga
menimbulkan perubahan respon peradangan.

Gambar . Diagram Repon Molekuler Rantai Inflamasi pada Trauma Jaringan


(Sumber : Shlevin, HH The Pharmacology of the Nonsteroidal Agents, Proceding of the
Ophthalmic NSAID Roundtable, 1996, p21)
Sama halnya dengan tindakan operasi yang lain, pada pasca bedah ekstraksi katarak
juga akan terjadi reaksi inflamasi yaitu berupa iritis atau iridosiklitis. Pada setiap tindakan
bedah katarak fakoemulsifikasi, bahkan pada pembedahan yang sangat hati-hati sekalipun,
akan selalu diikuti oleh iritis atau iridosiklitis. Hal ini terjadi akibat adanya manipulasi iris,
lisis dari zonula, adanya tindakan irigasi pada bilik mata depan, serta adanya kemungkinan
sisa materi lensa yang tertinggal. Biasanya iritis terjadi minimal dan dapat menghilang
dengan sendirinya, tanpa meninggalkan bekas yang permanen. Tetapi pada beberapa kasus
dapat terjadi dimana reaksi tersebut tidak cepat menghilang dan cendrung menjadi kronis
atau bertambah berat, sehingga dapat menimbulkan berbagai penyulit yang lain seperti
penurunan tajam penglihatan, pembentukan membrane pada pupil, terjadinya sinekia
anterior atau posterior, glaukoma skunder dan lain-lain.
Inflamasi pasca bedah katarak fakoemulsifikasi ditandai dengan rasa tidak nyaman
(discomfort) pada mata hingga rasa nyeri, hiperemi konjungtiva dan perikornea, serta
adanya flare dan sel pada bilik mata depan. Kimura, Thygeson dan Hogan (1959) membuat
gradasi flare dan sel radang pada bilik mata depan sebagai berikut:
2. Intra Oculer Lens (IOL) / Lensa intraokular
2.1. Definisi
Lensa intraokular (IOL) adalah lensa kecil, ringan, plastik jernih yang ditempatkan di
dalam mata untuk menggantikan kekuatan fokus lensa alami mata36,37.

2.2. Klasifikasi
Lensa intraokular dapat dikategorikan berdasarkan38:

Gambar . Jenis utama dari lensa intraokular dan optik. A, lensa ruang anterior. B, lensa
prepupil (tidak lagi digunakan). C, lensa ruang posterior dalam kantong kapsuler. D, lensa
ruang posterior dalam sulkus siliaris. E, optik bikonveks. F. Optik planokoneks. G, optik
meniskus38.
 lokasi implantasi (ruang anterior, ruang posterior, atau prepupil [tidak digunakan lagi)
 Profil optik (bikonveks, planokonveks, atau meniskus)
 Bahan optik (PMMA, kaca, silikon, akrilik, kolamer, atau hidrogel)
 Haptic style (plate atau loop)
 Sferisitas (aferis, asferis, atau toric)
 Tampilan panjang gelombang (mem-blok UV atau cahaya biru)
 fokalitas (monofokal, bifokal, atau multifokal)
 derajat akomodasi
 tepi ujung (ridge, persegi, atau tajam)
 kekuatan (plus, minus, atau plano)
 jenis koreksi

2.3. Tipe IOL


Selama dua dekade terakhir sejumlah besar berbagai jenis dan gaya lensa telah
dikembangkan. Bahan yang umum digunakan untuk produksinya adalah
polimetilmetakrilat (PMMA). Kelas-kelas utama IOLs berdasarkan metode fiksasi dalam
mata adalah sebagai berikut36,39:
1. IOL ruang anterior. Lensa ini terletak seluruhnya di depan iris dan didukung oleh sudut
dari ruang anterior.

Gambar . Pseudofakia dengan implan lensa intraokular ruang anterior Kelman


Multiflex39
ACIOL dapat diinsersikan setelah ICCE atau ECCE. Lensa ini tidak begitu populer
karena insidensi yang relatif lebih tinggi dari keratopati bulosa. Ketika diindikasikan,
tipe ACIOL Kelman multiflex lebih sering digunakan39.
2. Lensa yang didukung iris. Lensa ini terfiksasi pada iris dengan bantuan jahitan, loop
atau pengait. Lensa ini juga tidak begitu populer karena tingginya insidensi komplikasi
pasca operasi. Contoh lensa yang didukung iris adalah lensa kait iris Singh dan Worst.

Gambar . Lensa kait iris Singh & Worst39

3. Lensa ruang posterior. PCIOL terletak sepenuhnya di belakang iris. Lensa dapat
didukung olehsulkus siliaris atau kantong kapsular. Tren terbaru adalah fiksasi dalam
kantung. Model yang umum digunakan dari PCIOL adalah C loop yang dimodifikasi39.
Tergantung pada bahan produksi, tiga jenis PCIOL yang tersedia yaitu39:
a. IOL rigid. IOL rigid modern seluruhnya terbuat dari PMMA.
b. Foldable IOL, untuk ditanamkan melalui insisi kecil (3,2 mm) setelah
fakoemulsifikasi yang terbuat dari silikon, akrilik, hidrogel dan Kolamer.
c. Rollable IOL adalah IOL yang sangat tipis. Lensa ini ditanamkan melalui insisi
mikro (1mm) setelah teknik fakonit. Lensa terbuat dari hidrogel.
Tabel . Tipe PCIOL40

2.4. Desain IOL


Pada tahun 1970-an, ahli bedah yang menanamkan IOL terutama dibagi menjadi mereka
yang menggunakan ekstraksi katarak intrakapsular (ICCE) dan mereka yang menggunakan
fakoemulsifikasi (fako) insisi kecil. IOL optik terbuat dari PMMA, dengan dukungan
haptic dari logam, polipropilen, atau PMMA. Rigiditas bahan-bahan ini memerlukan insisi
kecil fako diperbesar untuk insersi IOL. Namun, dengan pengenalan foldable optic (terbuat
dari silikon) pada akhir tahun 1980, pembesaran tidak lagi diperlukan dan kombinasi dari
fakoemulsifikasi dan implantasi IOL menjadi standar terapi38.
Pengaruh bahan lensa pada faktor-faktor seperti kekeruhan kapsul posterior (PCO)
telah diteliti, dengan penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa IOL yang terbuat dari
akrilik berhubungan dengan tingkat yang lebih rendah dari PCO daripada yang terbuat dari
silikon atau PMMA. Namun, penelitian yang lebih baru menunjukkan bahwa desain lensa
tepi adalah faktor yang lebih penting dalam PCO daripada bahan lensa, seperti yang
diusulkan Hoffer pada tahun 1979 dalam teori sawar tepi lensa. IOL dengan punggung
anular atau persegi, tepi yang terpotong menciptakan efek sawar pada tepi optik yang
mengurangi migrasi sel ke belakang optik dan dengan demikian mengurangi PCO. Konsep
ridge menyebabkan perkembangan dari IOL parsial-ridge dan meniskus, yang digunakan
untuk sementara waktu, dan desain tepi tajam digunakan saat ini38,41.
Bahan lensa juga memainkan peran dalam jumlah kondensasi yang berkembang
pada permukaan posterior IOL (terutama setelah kapsulotomi). Selama vitrektomi, terdapat
kondensasi yang kurang dan visibilitas baik dengan IOL dari bahan akrilik dibandingkan
dengan dari silikon. Minyak silikon berkondensasi lebih mudah pada IOL silikon dari pada
IOL yang terbuat dari bahan lainnya. Dengan demikian, IOL silikon mungkin
kontraindikasi untuk kasus-kasus di mana minyak silikon akan digunakan. Beberapa telah
menyarankan untuk tidak menggunakan IOL silikon pada mata yang mungkin berisiko
untuk menjalani vitrektomi, seperti pada orang dengan diabetes atau miopia tinggi38.
Meskipun peran sinar UV dalam kerusakan retina tidak jelas, filter UV telah
terbukti aman dan secara rutin dimasukkan ke dalam sebagian besar IOL. Beberapa IOL
menyaring cahaya tampak frekuensi tinggi (biru), dengan tujuan mengurangi fototoksisitas
ke makula38.
IOL plano tersedia untuk mata yang memerlukan kekuatan nol dalam status afakia
(pasien dengan miopia yang sangat tinggi). Penelitian telah menunjukkan bahwa adanya
IOL bermanfaat dalam mempertahankan integritas struktural segmen anterior dan
mengurangi kejadian jangka panjang terlukanya retina dan ablasi retina38.
Piggyback lens (2 IOL dalam 1 mata, bifakia), ditanamkan baik bersamaan ataupun
berurutan, dapat digunakan dalam 2 situasi: (1) ketika kekuatan IOL pasca operasi tidak
benar, dan (2) ketika kekuatan IOL yang dibutuhkan lebih tinggi dari apa yang tersedia
secara komersial. IOL kekuatan minus dapat digunakan untuk mengoreksi miopia ekstrim
dan (seperti piggybacks) kesalahan kekuatan IOL38.
Dua desain lensa dasar yang digunakan saat ini dibedakan oleh bidang dimana lensa
ditempatkan (ruang posterior atau ruang anterior) dan jaringan pendukung lensa (kapsul /
sulkus siliaris atau sudut ruang)38.
Lensa Ruang Posterior
Lensa Ridley dan model sebelumnya dari IOL lainnya dikaitkan dengan komplikasi yang
serius, yang mendorong dokter mata pada 1950-an untuk mengalihkan perhatian mereka ke
IOL ruang anterior, serta lensa prepupil. Pada akhir tahun 1970-an, lensa intraokular ruang
posterior (PCIOL) diperkenalkan kembali dengan desain 2 loop planar dan terus
berkembang, yang menghasilkan sejumlah desain yang sukses. Perubahan 2 desain pertama
adalah angulasi loop haptics untuk mencegah terperangkapnya pupil, yang tetap menjadi
tampilan desain saat ini, dan penambahan annular ridge posterior di perifer untuk
mencegah PCO. Saat ini, PCIOL merupakan IOL yang paling banyak digunakan dan
umumnya digunakan setelah ECCE, biasanya dengan fakoemulsifikasi.

Gambar . Lensa Ridley original1

Dengan PCIOL, optik dan dan haptic pendukung dimaksudkan untuk ditempatkan
seluruhnya dalam kantong kapsular, pada pasien dengan robekan kapsul atau tidak adanya
kapsul, penempatan dalam sulkus siliaris. PCIOL juga dapat dijahit di tempatnya (dengan
jahitan nonabsorbable) dalam kasus-kasus dengan sisa dukungan kapsular yang buruk atau
tidak ada. Atau, beberapa lebih suka menggunakan penempatan yang baik, ukuran yang
sesuai, dan mutu yang modern dari lensa ruang anterior untuk menjahit lensa ruang
posterior38.
Gambar . IOL ruang posterior. A, desain J-Ioop. B, Kratz-Sinskey memodifikasi lensa J-
Ioop. C. Simcoe memodifikasi lensa C-Ioop. D. Lensa Knolle. E. lensa Arnott38.

Lensa Ruang Anterior


Lensa intraokular ruang anterior (ACIOL) (misalnya, lensa Strampelli dan Mark VIII)
terletak sepenuhnya dalam ruang anterior, tetapi bagian optik dari lensa didukung oleh
“kaki” yang solid atau loop yang terletak pada sisi yang berlawanan dari sudut ruang.
ACIOL dapat dimasukkan dengan atau tanpa dukungan kapsular dan merupakan gaya yang
terkenal untuk insersi lensa sekunder pada mata afakia ICCE38.

Gambar . IOL ruang anterior. A, angle-supported lens oleh Strampell. B, lensa Mark VIII
oleh Choyce38.
Masalah tertentu dengan menggunakan ACIOL rigid adalah estimasi yang tidak
akurat dari ukuran lensa yang dibutuhkan untuk menjangkau ruang anterior. Haptics harus
terletak ringan di sudut ruang tanpa menyelipkan iris (terlalu besar) atau propellering di
ruang anterior akibat fiksasi yang tidak stabil (terlalu kecil). Satu ukuran cocok untuk
semua (misalnya, lensa Azar 91Z dan lensa Copeland) dan desain loop tertutup tahun 1970-
an dan 1980 menyebabkan banyak komplikasi (uveitis persisten, hifema, edema makula
kistoid, atrofi iris, dekompensasi kornea, dan glaukoma), sementara produksi yang buruk
menyebabkan sindrom UGH (uveitis-glaukoma-hifema)38.

Gambar . ACIOL satu ukuran cocok untuk semua. A. Lensa Azar 91Z. B, Lensa
Copeland38.

Masalah-masalah yang berat dapat menyebabkan bias terhadap ACIOL yang


bertahan sampai hari ini. Satu perubahan yang dibuat untuk membantu meningkatkan status
ACIOL adalah mempertahankan suplai lensa ini dalam beberapa ukuran diameter. Charles
Kelman, MD, menyelesaikan masalah yang lebih penting dengan merancang ACIOL lathe-
cut, potongan tunggal PMMA dengan haptics yang mengabsorbsi kompresi minor dalam
bidang optik; dalam desain sebelumnya, optik pindah ke anterior, ke arah kornea, untuk
mengabsorbsi kompresi. Kelman Tripod originak telah digantikan oleh kuadripodal
Multiflex II saat ini dan desain serupa lainnya38.
Gambar . Lensa ruang anterior yang didesain oleh Kelman. A, Tripod original, juga
dikenal sebagai pregnant 7. B, Multiflex II38.

Selain itu, Kelman sangat mendesak dokter untuk mengukur diameter kornea
horizontal dengan hati-hati dan memeriksa status dan posisi haptics dengan gonioskopi di
ruang operasi segera setelah penempatan lensa. Bila ditinjau dengan baik, konsep-konsep
ini membuat implantasi modern ACIOL sebagai alternatif yang sangat baik ketika PCIOL
tidak dianjurkan. Satu kelemahannya adalah bahwa mata yang ditanamkan ACIOL akan
menjadi lebih lembut jika digosok dengan keras. Dengan demikian, menggosok mata harus
ditahan38.

Gambar . Lensa Kelman loop terbuka38


2.5. Indikasi IOL
Tren terbaru adalah implan IOL untuk setiap kasus katarak yang dioperasi, kecuali
kontraindikasi. Namun, operasi untuk katarak unilateral harus selalu diikuti oleh implantasi
IOL39.

2.6. Pemilihan IOL


Fakoemulsifikasi dengan kapsul posterior intak dan kapsulorheksis anterior
memungkinkan penggunaan PCIOL foldable (luka yang lebih kecil, biasanya tanpa jahitan)
yang dapat ditempatkan dalam kantung (lebih optik dan fisiologis)40.
Dengan adanya luka kecil di kapsul anterior atau posterior, masih mungkin untuk
menanamkan lensa dalam kantung kapsular. Jika ada luka PC signifikan tapi kapsul
anterior utuh, pertimbangkan fiksasi sulkus dengan penangkapan IOL optik di bawah
kapsulorheksis anterior. Jika ada kerusakan kapsul anterior dan posterior atau
ketidakstabilan zonular, pertimbangkan ACIOL atau PCIOL yang difiksasi dengan
jahitan40,42.
Untuk ekstraksi katarak ekstrakapsular, insisi yang lebih besar cukup untuk
implantasi lensa PMMA rigid ke dalam kantung atau sulkus40.

2.7. Efek Samping IOL


Berbagai defisit optik dapat muncul setelah implantasi IOL. Sementara lensa buatan
mengganti lensa katarak yang terdegradasi nyata dalam kualitas optik, IOL ini juga dapat
memperkenalkan beberapa efek samping visual. Efek samping ini termasuk silau, halo,
streaks, starbursts, bayangan, dan kabut. Sementara sebagian besar pasien pseudofakia
bebas dari efek ini dalam berbagai situasi dan mentolerir masalah dalam beberapa situasi
ketika mereka muncul, sebagian kecil dari pasien menderita masalah yang sebanding atau
lebih buruk daripada keadaan sebelum operasi mereka. Memahami penyebab fenomena
optik memungkinkan bagi produsen untuk meningkatkan desain IOL mereka dan
meminimalkan potensi masalah pada resipien di masa yang akan datang43.
3. Biometry
Sebanyak 54% kesalahan target refraksi pasca implantasi IOL bersumber dari
biometry44. Ada 3 faktor utama dalam ruang lingkup biometry yang sangat menentukan
akurasi dari power IOL yang akan ditanamkan, yaitu panjang bola mata (axial length,
AXL), kurvatura kornea yang sekaligus menentukan power refraksi kornea (K readings)
dan posisi IOL di dalam mata7.

3.1. Panjang Bola Mata (axial length)


Adalah jarak antara permukaan anterior kornea dengan retina sensoris, dan
dinyatakan dalam satuan mm. Mempunyai nilai normal yaitu 22 – 24,5 mm44. Prinsip
pengukuran panjang bola mata (AXL) dengan alat ultrasound adalah berdasarkan waktu
yang diperlukan oleh gelombang ultrasound saat dikeluarkan dari probe transmitter,
berjalan menuju target serta kembali lagi ke probe receiver, kedua probe ini disatukan pada
probe ultrasound sehingga disebut sebagai transciever. Kecepatan gelombang suara pada
berbagai media di dalam mata sudah diketahui sebelumnya (Tabel 1)45,46.

Tabel . Kecepatan rambat Gelombang Suara pada berbagai Media7


MEDIA VELOCITY
Kornea dan Lensa 1461 m/det
Akuos dan Vitreous 1532 m/det
Lensa normal 1640 m/det
Silicone oil 987 m/det
IOL PMMA 2660 m/det
IOL Silicone 980 m/det
IOL Acrylic 2026 m/det
IOL Glass 6040 m/det
Teknik yang selama ini dikenal dalam hal penggunaan biometry A-Scan ada 2 jenis,
yaitu:7,47
1. Applanasi
Teknik ini bila dikerjakan secara hati-hati mempunyai akurasi yang cukup baik
(gambar 2).
2. Imersi
Sedikit lebih akurat dibandingkan dengan teknik applanasi, karena probe ultrasound
sama sekali tidak menyentuh kornea sehingga menghindari penekanan (indentasi)
yang dapat mempengaruhi hasil pengukuran AXL. Akan tetapi teknik imersi ini
kurang praktis dibandingkan teknik applanasi karena membutuhkan waktu yang
lama dalam mempersiapkan pasien.
Posisi pasien juga mempengaruhi, dimana ketepatan pengukuran akan lebih baik
jika dilakukan pada pasien dengan posisi tegak (duduk) dibandingkan dengan posisi
berbaring7,46,47,48.

Gambar . Biometry dengan Pengukuran secara Teknik Applanasi dan real time
oscilloscope7.

Ketepatan pengukuran ini berbeda-beda untuk masing-masing biometry A- Scan,


diantaranya 0,1 s/d 0,2 mm atau sekitar 0,25 s/d 0,50 dioptri (D). Selain itu kita perlu
mengetahui karakteristik hasil pemeriksaan biometry A-Scan yang baik (Tabel 2, gambar 3
& 4)7.
Tabel . Karakteristik A-Scan yang Baik7
Terdapat 5 buah echo:
 Echo kornea yang tinggi
 Echo yang tinggi dari lensa bagian anterior dan posterior lensa
 Echo retina yang tinggi dengan bentuk yang langsung tegak lurus
 Echo yang tidak terlalu tinggi dari sklera
 Echo yang rendah yang berasal dari lemak orbita

Tinggi echo yang baik:


 Ketinggian echo dari bagian anterior lensa harus lebih dari 90%
 Echo yang berasal dari posterior lensa tingginya antara 50 s/d 75%
 Echo retina mempunyai tinggi yang lebih dari 75%

Gambar . Contoh hasil pemeriksaan A-Scan yang baik7


Gambar . Contoh hasil pemeriksaan A-Scan yang buruk7

Bila gambaran echo lemak orbita di belakang echo retina, hal ini menunjukkan
bahwa pemeriksaan tersebut tidak pada daerah makula melainkan pada daerah nervus
optikus, sehingga ukuran panjang bola mata (axial length) yang diperoleh tidak benar7,48.

3.2. Kurvatura Kornea (K readings)


Adalah jari-jari kelengkungan kornea anterior, dinyatakan dalam mm. Ukuran
power kornea (radius kurvatura kornea) didapat dari nilai kelengkungan kornea, dimana
semakin tajam kelengkungannya akan memberikan kekuatan diopter yang lebih besar,
diukur dengan alat keratometer. Radius kurvatura kornea yang diperoleh kemudian
dikonversikan menjadi power dalam satuan diopter dengan mempertimbangkan indeks
refraksi kornea (Normal 43 Dioptri). Sumber kesalahan dari pengukuran radius kurvatura
kornea ini biasanya bersumber dari alat yang tidak ditera (baik alat keratometer manual
maupun yang otomatik). Selain itu perlu juga diperhatikan, bahwa pada pasien yang
menggunakan lensa kontak, sebaiknya pengukuran kornea dilakukan setelah 2 minggu
tidak memakai lensa kontak7,44,48.

3.3. Posisi IOL di dalam Mata


Implantasi IOL pada umumnya ditempatkan di dalam kapsul lensa (in the bag),
sehingga jika IOL kita tempatkan bukan di dalam kapsul lensa (misalnya di sulkus), maka
power IOL yang digunakan harus disesuaikan. Biasanya hal seperti ini cukup dikurangi
sekitar 0,5 diopter dari power IOL yang seharusnya, dan ini berlaku pada mata dengan
panjang bola mata normal. Namun posisi IOL di dalam mata sulit untuk diprediksi karena
dipengaruhi oleh faktor lain seperti panjang bola mata, kedalaman bilik mata pre-operasi,
ketebalan lensa, diameter kornea7.

3.4. Formula IOL


Adalah formula yang digunakan untuk menghitung kekuatan IOL yang akan
ditanamkan dengan terlebih dahulu melengkapi data biometri lainnya. Formula IOL yang
paling sering digunakan adalah SRK-T (66,2%) dan yang paling jarang adalah SRK-II
(7%). Setiap formula selalu dapat digolongkan dalam salah satu dari 2 kelompok,
yaitu:7,44,49
1. Theoretical formula
Formula ini diperoleh dari prinsip-prinsip teori optik dan geometrik berdasarkan
penelitian mata tiruan (schematic eye). Tokoh yang banyak berjasa dalam formula ini
yaitu:
 Fedorov and Kolinko (1967)
 Gernet, Ostholt & Werner (1970: dikenal juga sebagai formula GOW70)
 Colenbrander (1973)
 Thijssen & Van der Heidje (1975)
 Binkhorst (1975: ikut memperhitungkan ketebalan IOL)
 Hoffer (1979)
 Haigis (1991).
2. Empirical formula
Adalah formula yang diperoleh dari hasil analisa data-data retrospektif. Tokoh yang
mempelopori formula ini yaitu :
 Sanders, Retzlaff dan Kraff dengan mengeluarkan formula SRK yang sangat
terkenal pada tahun 1980-an dan kemudian direvisi menjadi SRK II pada tahun
1988.
 Maloney (1979)
 Gills & Lloyd (1980).
Tetapi sekarang, formula IOL yang mutakhir merupakan gabungan dari teori dan
pengamatan empiris sehingga disebut juga sebagai hybrid formula. Berdasarkan
perkembangannya formula IOL dapat dikelompokkan menjadi beberapa generasi7.

3.5. Formula IOL Generasi ke-1


Merupakan semua formula IOL yang muncul pada era sebelum tahun 1980-an, baik
formula yang teoritik maupun empiris. Beberapa tokohnya antara lain yaitu : Fedorov and
Kolinko (1967), Colenbrander (1973), Thijssen & Van der Heidje (1975), Binkhorst
(1975), Hoffer (1979), Gills & Lloyd (1980) dan Sanders, Retzlaff dan Kraff (1980)7,50.
Penggunaan konstanta ini tidaklah terlalu mengganggu karena jenis IOL yang
tersedia biasanya menggunakan iris sebagai pegangan (iris clip lens). Namun setelah
berkembangnya anterior chamber maupun posterior chamber IOL, maka formula ini
menjadi kurang tepat7.
Formula IOL generasi ke-1 yang perlu diutarakan adalah SRK I, yaitu:7,45,51

P = A – 2,5L - 0,9K

Keterangan :
P = Power IOL
A = A constant
L = Axial length
K = Rata-rata keratometer
Variabel A constant biasanya dilampirkan pada masing-masing IOL, misalnya
posterior chamber IOL mempunyai A constant 116,2 sampai 118,7; anterior chamber
114,2 sampai 115,8; sedangkan iris-fixated IOL 114,2 sampai 115,6. Dari sini kita dapat
melihat bahwa semakin besar A-constant maka IOL ditempatkan lebih ke arah posterior
(lebih dekat ke retina)7,45,49.

3.6. Formula IOL Generasi ke-2


Tahun 1981, Binkhort mempelopori perkembangan IOL generasi ke-2 dengan mulai
menggunakan 1 variabel, yaitu variabel panjang bola mata untuk memprediksi posisi efektif
lensa pasca operasi. Beberapa tokoh lainnya yaitu : Hoffer (1983), Shammas (1984),
Sanders (1988: mengeluarkan SRK II), Holladay, Thompson-Maumence dan Donzis7.
Panjang bola mata untuk masing-masing individu berbeda-beda, sehingga pada
formula SRK II ini dapat kita tambahkan konstanta A1 yang berbeda-beda dan ini
tergantung dari panjang bola mata:7,45,49,52

P = A1 – 2,5L - 0,9K

keterangan :
P = Power IOL
A1 = A constant bergantung dari panjang bola mata
L = axial length dalam mm
K = Rata-rata keratometer dalam diopter
Untuk A1: jika L < 20 mm : A1 = A+3
20 ≤ L < 21 : A1 = A+2
21 ≤ L < 22 : A1 = A+1
22 ≤ L < 24,5 : A1 = A
L > 24,5 : A1 = A-0,5
3.7. Formula IOL Generasi ke-3
Holladay yang mempelopori perkembangan formula IOL generasi ke-3 pada tahun
1988, dengan menggunakan 2 buah variabel untuk prediksi ELPo (effective lens position)
yaitu variabel panjang bola mata dan keratometry. Formula generasi ke-3 ini kebanyakan
merupakan hybrid formula. Holladay memperhitungkan kedalaman bilik mata depan
berdasarkan rata-rata power kornea, faktor ketebalan retina dan memperkenalkan konsep
surgeon factor7.
Retzlaff dan kawan-kawan (1990) mengeluarkan formula SRK/T dengan
menambahkan faktor koreksi terhadap ketebalan retina. Kenneth Hoffer memperkenalkan
formula Hoffer Q (1993) dengan menggunakan modifikasi faktor ACD (anterior chamber
depth). Biasanya angka ACD pada formula Hoffer Q jarang disediakan oleh produsen IOL,
sehingga harus dikonversikan dari A constant berdasarkan rumus atau dapat pula diambil
dari tabel konversi. Rumus tersebut yaitu:7,47

ACD = (A Constant x 0,5663) – 65,6 + 3,595

0,9704
3.8. Formula IOL Generasi ke-4
Formula IOL sebelumnya mengasumsikan bahwa kedalaman bilik mata depan akan
semakin bertambah dengan semakin panjangnya bola mata. Namun asumsi ini cukup tepat
pada mata normal maupun miopia yang tinggi, tetapi pada hipermetrop tidak tepat. Hal
inilah yang menjadi sumber kesalahan perhitungan prediksi power IOL yang digunakan
pada mata dengan hipermetropia7.
Pelopor formula generasi ke-4 ini adalah Olsen (1995) dan Jack T.Holladay (1997).
Olsen menggunakan 4 variabel pre-operatif untuk prediksi effective lens position (ELPo),
yaitu:7
 Axial length
 Keratometry
 Preoperative anterior chamber depth
 Lens thickness

Sedangkan Holladay menggunakan 7 buah variabel pre-operatif, dimana pada generasi ke-3
Holladay hanya menggunakan 2 variabel, ketujuh variabel tersebut yaitu:7
 Axial length (panjang bola mata)
 Keratometer
 Diameter horizontal kornea (white-to-white)
 Kedalaman bilik mata depan (ACD)
 Ketebalan lensa
 Status refraksi pre-operatif
 Usia pasien

Berdasarkan keterangan diatas, maka formula IOL generasi ke-4 (Holladay II) baik
digunakan pada ukuran AXL yang rata-rata (mendekati nilai normal: 23,45 mm). Formula
ini juga tepat digunakan untuk penderita katarak dengan bola mata yang kecil, seperti
katarak pada anak dan juga baik untuk perhitungan power IOL pada pemasangan piggyback
IOL (Implantasi dua buah IOL pada satu mata dan biasanya dilakukan pada penderita
hipermetropia yang tinggi)7,53.

3.9. Aplikasi Klinis


Beberapa formula yang saat ini masih sering digunakan dan dimasukkan sebagai
software pada mesin A-Scan, yaitu : SRK/T, Binkhorst-II, Hoffer-Q, Holladay-I dan
Holladay-II. Sebagai panduan praktis, kita dapat memilih formula IOL yang tepat
berdasarkan panjang bola mata (AXL = axial length) : 7,47

 AXL > 26,0 mm : SRK/T


 AXL antara 24,5 s/d 26,0 mm : Holladay-1
 AXL < 22,0 mm : Hoffer-Q
AXL antara 22,0 s/d 24,5 mm (Normal) : Holladay-2 atau rata-rata dari 3 buah formula
diatas (SRK/T, Holladay-1, dan Hoffer-Q).
Pada mata yang ekstrim pendek (hipermetropia tinggi), sehingga membutuhkan 2
buah IOL (piggyback lenses) untuk mencapai emetropia, maka sebaiknya menggunakan
formula Holladay-2. Pada mata dengan panjang bola mata normal, paling baik
menggunakan IOL power dari rata-rata perhitungan formula IOL generasi ke-3. Untuk
lebih jelasnya kita dapat melihat contoh gambar dari kertas cetak biometri7.

Gambar . Hasil perhitungan IOL Power7

Kesalahan pengukuran-pengukuran power IOL bersumber dari beberapa faktor,


yaitu : 7,54
1. Kesalahan instrumen seperti biometry, keratometry (automatic).
2. Kurang tepatnya tindakan operasi
3. Memilih formula IOL yang tidak tepat
4. Kesalahan dari pabrik ketika memberikan label IOL (mislabeling)

Menurut Holladay, kedua bola mata harus diperiksa ulang pada keadaan : 7,45,51,55
 Pemeriksaan biometry (A-Scan) yang menunjukkan axial length kurang dari 22,00
mm atau lebih dari 25,00 mm.
 Rata-rata power kornea (keratometry) kurang dari 40,00 dioptri atau lebih dari 47,00
dioptri.

Terdapat perbedaan diantara kedua mata : Perbedaan rata-rata keratometry lebih dari 1,00
dioptri; perbedaan axial length lebih dari 0,3 mm; dan hasil kalkulasi power IOL
untuk target emmetropia dengan perbedaan lebih dari 1,00 dioptri.
4. DISKUSI
Katarak merupakan salah satu penyakit degeneratif yang dapat terjadi ada seluruh
manusia, terutama yang sudah berusia tua. Operasi katarak menjadi satu-satunya
menyelesaikan permasalahan visual yang terdapat pada penderita katarak, namun setiap
manusia memiliki kebutuhan visual yang berbeda, oleh karena itu operasi katarak akan
dilakukan lebih cepat pada seseorang yang membutuhkan penglihatan sempurna dalam
segala situasi pencahayaan (seperti pilot pesawat, supir truk, ahli bedah), ataupun lebih
lambat atau dapat ditunda pada pasien yang sudah sangat tua, ataupun yang memiliki
penyakit terminal.
Terdapat berbagai macam metode operasi katarak, diantaranya yang paling
mutakhir adalah phacoemulsification, dengan tingkat kesembuhan yang lebih cepat dan
tingkat komplikasi yang lebih rendah.
Setiap orang yang menjalani prosedur operasi katarak khususnya prosedur
phacoemulsification tentunya mengharapkan penglihatan yang jernih dan tidak perlu
kembali menggunakan kacamata. Namun dibalik dengan segala kecanggihan alat dan
teknik operasi maupun teknologi lensa intraokuler, hanya sedikit orang yang dapat melihat
sempurna tanpa menggunakan kacamata setelah operasi. Penelitian yang dilakukan oleh
Abdulsalam didapatkan 82% pasien dengan visus 6/6-6/18 setelah 4 minggu post operasi
phacoemulsification dan 89% pasien dengan visus 6/6-6/18 setelah 12 minggu post operasi
phacoemulsification, hal senada juga didapatkan dalam penelitian yang dilakukan oleh
Osita dimana didapatkan 91,7% pasien dengan visus 6/6-6/12 setelah 12 minggu post
operasi phacoemulsification57,58. WHO sendiri merekomendasikan hanya 15% pasien
dalam 12 minggu post operasi phacoemulsification yang tidak mendapat visus 6/6/-6/18
(borderline), WHO sendiri merekomendasikan visus terbaik pasien post operasi
phacoemulsification dalam rentang 6/6/-6/18, tidak sempurna 6/658.
Penelitian yang dilakukan di Hongkong oleh Lau mengenai penyebab visus tidak
bisa mencapai 6/18 pada pasien post oeprasi katarak didapatkan 10 penyebab utama, yaitu
Kelainan Refraksi (34,6%), Degenerasi Makular (18,3%), Glaukoma (10,5%), Posterior
Capsular Opacification (PCO) (8,4%), Atrofi Saraf Optik (5,8%), Retinopati Diabetikum
(5,2%), Opasifikasi Kornea (4,7%), Miopia yang tinggi sebelum operasi (3,7%), Phthisis
Bulbi (2,6%), Ablasio Retina (2,1%).59
Berikut adalah faktor-faktor yang penulis rangkum mengapa penderita katarak tetap
tidak dapat melihat sempurna tanpa menggunakan kacamata :
a. Hasil pengukuran biometry
Pengujian dilakukan sebelum operasi untuk memilih kekuatan IOL yang tepat untuk
meminimalisir kesalahan refraksi setelah operasi, tetapi pengukuran biometry bukanlah
ilmu pasti dan terdapat margin kesalahan yaitu +/- 0,50, yang menigkat dengan miopia
tinggi (mata panjang) atau hipermetropia tinggi (mata pendek), mata yang telah dilakukan
prosedur RK(Radial Keratotomy) sebelumnya, prosedur LASIK sebelumnya, luka atau
penyakit mata lainnya.56
b. Kelainan Refraksi
Operasi phacoemulsification tidak memperbaiki astigmatisme, jika orang yang
menjalani prosedur operasi memiliki astigmatisme (kornea aspherikal atau tidak bulat)
maka orang tersebut tetap memerlukan kacamata setelah prosedur operasi karena prosedur
phacoemulsification tidak memperbaiki kelainan yang terdapat di kornea. Penglihatan
tanpa kacamata akan kurang jelas karena astigmatisme yang tidak dikoreksi. Terdapat jenis
lensa intraokuler yang dapat memperbaiki astigmatisme, yaitu toric-IOL, namun hasilnya
kurang memuaskan karena terdapat kesulitan dalam pemasangan lensa yang harus tepat
sudut pemasangannya (jika sudut pemasagan salah akan menghasilkan permasalahan lain
yaitu terdapat dua axis astigmatisme), juga harga nya yang relative mahal.56
c. Degenerasi Makular
Degenerasi makular adalah kondisi medis kronik yang tidak dapat diperbaiki, yang
menyebabkan hilangnya penglihatan sentral karena kerusakan makula, atau bagian tengah
retina yang biasanya disebabkan karena usia, sehingga disebut Degenerasi Makular Terkait
Usia (Age-related Macular Degeneration - AMD) yang juga merupakan penyebab utama
kebutaan pada usia 50 tahun keatas60.
d. Glaukoma
Glaukoma adalah suatu keadaan dimana Tekanan Intra Okuler (TIO) meningkat
sehingga menyebabkan dorongan pada saraf optik yang menyebabkan hilangnya
penglihatan secara permanen. Hilangnya penglihatan dapat secara perlahan maupun secara
mendadak tergantung penyebab dari glaucoma itu sendiri61.
e. Posterior Capsular Opacification (PCO)
Posterior Capsular Opacification (PCO) adalah suatu efek fisiologis dari operasi
katarak, disebabkan oleh proliferasi dari sel sel lensa yang telah mengalami opasifikasi
akibat katarak ke kapsul posterior, opasifikasi biasanya dimulai dari sentral. Namun
demikian penyakit ini tidak terjadi kepada semua orang yang telah menjalani operasi
katarak, melainkan sangat bergantung terhadap factor factor yang mendasarinya seperti
teknik operasi, seberapa parah katarak yang diderita sebelumnya, jenis katarak, sehingga
disebut multifaktorial62.
f. Atrofi Saraf Optik
Atrofi saarf optik adalah suatu keadaan rusaknya axon sel ganglion retina pada saraf
optik yang menyebabkan gambaran pucat pada funduskopi. Atrofi saraf optik merupakan
suatu keadaan akhir dari rusaknya saraf optik di sepanjang jalur dari retina menuju
genikulata lateralis. Atrofi saraf optik bermanifestasi sebagai hilangnya penglihatan63.
g. Retinopati Diabetikum
Retinopati Diabetikum adalah gangguan pembuluh darah di retina pada pasien yang
mengidap diabetes mellitus. Hal ini terjadi ketika kadar gula darah yang tinggi
menyebabkan kerusakan pembuluh darah di retina. Pmebuluh darah dapat membengkak
dan pecah, ataupun mengendap dan menyebabkan darah tidak dapat mengalir ke retina,
atau dapat pula tumbuhnya pembuluh darah baru yang tidak normal pada retina pada letak
yang tidak seharusnya, hal hal demikian dapat mempengaruhi penglihatan pasien dengan
Retinopati Diabetikum64.
h. Opasifikasi Kornea
Opasifikasi Kornea merupakan suatu keadaan dimaan kornea yang seharusnya
jernih menjadi keruh, dapat disebabkan oleh karena berbagai hal, seeprti trauma yang terus
menerus, penggunaan contact lens yang tidak tepat, infeksi pada mata, ataupun paparan
sinar uv. Kekeruhan kornea tersebut dapat mengenai keseluruhan kornea atau dapat pula
pada titik titik tertentu saja tergantung penyebabnya. Apabila kornea telah menjadi keruh
maka sinar tidak dapat menembus kornea menyebabkan penglihatan menjadi kabur dan
diperlukan tindakan lebih lanjut65.
i. Miopia tinggi sebelum operasi
Miopia yang tinggi sebelum operasi dapat mempengaruhi hasil visus setelah operasi
katarak oleh karena berbagai faktor, diantaranya yang paling utama adalah panjang axial
bola mata yang berkorelasi negatif terhadap hasil visus yang didapat, juga didapatkan 62%
pasien dengan miopia tinggi terdapat degenerasi retina yang sangat berpengaruh terhadap
hasil operasi katarak66.
j. Phthisis Bulbi
Phthisis bulbi adalah stadium akhir dari respon okuler terhadap trauma atau
penyakit kronik yang menyerang mata. Gejala klinisnya bola mata menjadi lembek, atrofi,
kebutaan, dan bola mata mengecil dengan perubahan struktur bola mata, namun pada mata
biasanya tidak terdapat nyeri, namun pada beberapa kasus dapat pula terjadi nyeri pada
mata, tergantung dari penyebab yang menimbulkan phthisis itu sendiri67.
k. Ablasio Retina
Ablasio retina adalah suatu gangguan yang terjadi ketika retina terlepas dari
jaringan penopangnya. Ablasio terjadi ketika vitreous menerobos masuk melalui lubang
sobekan pada retina yang kemudian akan terkumpul di retina bagian bawah dan
menyebabkan retina terlepas. Area dimana retina terlepas akan kehilangan suplai darah dan
menyebabkan daerah ini mengalami kebutaan. Ablasio dapat disebabkan oleh karena proses
degenerasi akibat usia ataupun karena cedera, maupun peradangan kronis68.
DAFTAR PUSTAKA

1. Purba D.M., Hutauruk J.A., Riyanto S.B., Istiantoro D.V. dan Manurung F.M. 2010.
A sampai Z Seputar Fakoemulsifikasi. Jakarta: Info JEC. p. 17-51.
2. Ilyas S. 2004. Ilmu Penyakit Mata. Edisi ke-3. Jakarta. Balai Penerbit FKUI. p. 205-
8.
3. Sihota R. dan Tandan R. 2007. Parson’s Diseases of The Eye. Indian: Elsevier. p.
247-69.
4. American Academy of Ophthalmology Staff. 2011-2012a. Fundamental and
Principles of Ophthalmology. United State of America: American Academy of
Ophthalmology. p. 79-81.
5. Departemen Kesehatan RI. 2009. Data Penduduk Sasaran Program Kesehatan
Tahun 2007-2011. Pusat Data dan Informasi Departemen Kesehatan RI. Jakarta.
6. Kementerian Kesehatan RI. 2005. Rencana Strategi Nasional Penanggulangan
Gangguan Penglihatan dan Kebutaan Untuk Mencapai Vision 2020. Keputusan
Menteri Kesehatan. Jakarta.
7. Soekardi I. dan Hutauruk J.A. 2004. Transisi Menuju Fakoemulsifikasi, Langkah-
Langkah Menguasai Teknik & Menghindari Komplikasi. Edisi 1. Jakarta.
Kelompok Yayasan Obor Indonesia. p 1-7.
8. Henderson B.A., Kim J.Y., Ament C.S., Ponce Z.K.F., Grabowska A. Dan Cremers
S.L. 2007. Clinical Pseudophakic Cystoid Macular Edema: Risk Factors for
Development and Duration After Treatment, J Cataract Refract Surg, 33:1550-1558.
9. American Academy of Ophthalmology Staff. 2011-2012c. Lens and Cataract.
United State of America: American Academy of Ophthalmology. p. 193- 195
10. Riordan-Eva P, Whitcher J P. Vaughan & Asbury – Oftalmologi Umum; Alih
Bahasa: Brahm U Pendit. Edisi 17. Jakarta: EGC; 2009.
11. American Academy of Ophthalmology Staff. 2011-2012b. Retina and Vitreous.
United State of America: American Academy of Ophthalmology. p. 167- 169.
12. Andley U.P., Liang J.J.N., dan Lou M.F. 2003. Biochemical Mechanism of Age-
Related Cataract. In: Albert D.M., Jakobiec F.A., editors. Principles and Practice
of Ophthalmology. 3th ed. Philadelphia: Saunder. p. 1428-49.
13. Borchman D. dan Yappert M.C. 2011. Lipid and Ocular Disease. Journal of Lipid
Research, 20: 1-55.
14. Beebe D.C. 2003. Lens. In: Koufman P.L., Alm A., Editors. Adler’s Physiology of
The Eye. St Louis: Mosby. p. 117-57.
15. Berthoud V.M. dan Beyer E.C. 2009. Oxidative Stress, Lens Gap Junction and
Cataract. Antioxid Redox Signal, 11 (2): 339-53.
16. Ilyas S. 2001. Ilmu Penyakit Mata. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. p. 212-4.
17. Tabin G., Chen M., dan Espandar L. 2008. Cataract Surgery for the Developing
World. Curr Opin Ophthalmol, 19: 55-9.
18. Gsianturi. 2004. Angka Kebutaan di Indonesia Tertinggi di Asia Tenggara.
Available from:
http://www.AngkakebutaandiIndonesiatertinggidiAsiaTenggara.htm [diakses 20
Juni 2017]
19. Beebe D.C., Shui Y.B., dan Holekamp N.M. 2010. Biochemical Mechanism of Age-
Related Cataract. In: Levin L.A., Albert D.M. editors. Ocular Disease Mechanisms
and Management. Philadelphia: Saunders.p. 231-7.
20. Ates O., Hamit H., Kocer I., Baykal O., dan Salman I.A. 2010. Oxidative DNA
Damage in Patients with Cataract. Acta Ophthalmologica, 88:891-5.
21. Cekic S., Zlatanovic G., Cvetkovic T., dan Petrovic B. 2010. Oxidative Stress in
Cataractogenesis. Bosnian Journal of Basic Medical Sciences, 3: 265-9.
22. Spector A. 1995. Oxidative Stress-Induced Cataract: Mechanism of Action. FASEB
J, 9:1173-82.
23. El-Ghaffar A.A., Aziz M.A., Mahmoud A.M., dan Al-Balkini S.M. 2007. Elevation
of Plasma Nitrate and Malondialdehyde in Patient with Age-Related cataract.
Middle East Journal of Ophthalmology, 14: 13-5.
24. Kanski JJ. Bowling B. Clinical Ophtalmology A Systemic Approach. 7th edition.
Elsevier Saunders. P.281-9.
25. Khurana A.K. 2007. Comprehensive Ophthalmology. Fourth edition. New Delhi:
New Age International. p. 89-202.
26. Nishino M., Eguchi H., Iwata A., Shiota H., Tanaka M. dan Tanaka T. 2008. Are
Topical Essential After An Uneventful Cataract Surgery?. The Journal of Medical
Investigation, 56:11-15.
27. Phacoemulsification With Intraocular Lens Implantation. Diunduh dari
http://emedicine.medscape.com/article/1844198-overview [diakses 20 Juni 2017].
28. Phacoemulsification for cataracts. Diunduh dari
http://www.surgeryencyclopedia.com/Pa-St/Phacoemulsification-for-
Cataracts.html#ixzz2YJAR1Pl8. 28 Juli 2014
29. Tim Dokter Mata RSU dr. Soetomo. Pedoman Diagnosis dan Terapi Ilmu Mata.
Surabaya: RSU dr. Soetomo/FK Unair. 2006
30. Guyton and Hall. Fisiologi Kedokteran. Jakarta: EGC. 1997.
31. Ilyas, Sidharta. Katarak Lensa Mata Keruh. Glosari Sinopsis. Cetakan Kedua. Balai
Penerbitan FKUI. Jakarta. 2007.
32. James B, Chew C, Bron A. Lensa dan Katarak. Dalam: Lecture Notes
Ophtalmology. Edisi 9. Jakarta: Erlangga. 2006.
33. Lang GK. Lens. In: Ophthalmology-A Pocket Textbook Atlas. 2nd Edition.
Wemding: Appl Aprinta Druck. 2007. p 169-184.
34. Ming ALS, Ian J.C. Lens and Glaukoma. In: Color Atlas Ophthalmology. 3rd
Edition.
35. Moore K.L. In: Clinically Oriented Anatomy. 5th ed. Philadelphia: Lippincoot
William & Wilkins Baltimore. 2006. p 957-976.
36. Anonym. Cataract & Intraocular Lens Implant. Available from:
http://www.mhprofessional.com/handbookofoptics/pdf/Handbook_of_Optics_vol3_
ch21.pdf
37. Anonym. 2010. Intraocular Lenses (IOLS). Medical Policy Department. Clinical
Affairs Division
38. Anonym. 2011. Clinical Optics. Basic Clinical Science Course. American Academy
of Ophthalmology:Singapore.p.203-211
39. Khurana AK. 2007. Comprehensive Ophthalmology. New Age International (P)
Limited: New Delhi.p.195-197
40. Tsai JC, et al. 2011. Oxford American Handbook of Ophthalmology . Oxford
University Press :China pp.247-248
41. Vargas LG, et al. Posterior Capsule Opacification (PCO) in Three Modern Single
Piece Foldable Intraocular Lenses (IOLs): A Clinicopagological Study. Update in
Foldable Intraocular Lenses
42. Moawad AI, Ghanem 1. One-Haptic Fixation of Posterior Chamber Intraocular
Lenses without Scleral Flaps. Journal of Ophthalmology;2012:1-5
43. Schwiegerling J. Intraocular Lenses. Chapter 21. Available from:
www.osbbd.com/pdf/CATARACT%20&%20IOL.pdf
44. Amir S, Rahayu T. Predictability of Phacoemulcification in Cipto Mangunkusumo
Hospital 2005; A-Scan Biometry Performed by Resident. IOA the 11th Congress in
Jakarta, 2006. 99-106.
45. Alpar JJ, Fechner PU. The Determination of Intraocular Lens Power in Fechner’s
Intraocular Lenses, 1st edition. New York: Thieme Inc; 1986. 70-99.
46. Aeberg TM. B-Scan Ocular Ultrasound; http://www.emedicine.com [diakses 20
Juni 2017].
47. Eye Surgeon Information about Intraocular Lens; http://www.doctor-hill.com
[diakses 20 Juni 2017].
48. Shammasa J. Intraocular Lens Power Calculations;
http://www.slackbooks.com/excerpts [diakses 20 Juni 2017].
49. Retzlaff JA, Sanders DR, Kraff M. Lens Implant Power Calculation: A manual for
ophthalmologists & biometrists, 3rd edition. United states of America: Slack in;
1990. 1-12.
50. Hong LC. The Calculation of IOL Power. Dalam Soeprapto, Djonggi: Lensa
Intraokuler dan Bedah Mikro Mata – Buku Naskah dan Diskusi PIP XVII.
Bandung, 1989. 27-32.
51. Selecting Intraocular Lens (IOL) Power; http://webeyeopth.viowa.edu [diakses 20
Juni 2017].
52. IOL Calculation using the SRK II Formula; http://www.augenklinik.uni/uslab
[diakses 20 Juni 2017].
53. Phakic Intraocular Lenses; http://www.medicine net.com/phakic_intraocular lenses
[diakses 20 Juni 2017].
54. Slonim CB. Intraocular Lenses (IOL’S): New Advances;
http://www.AllaboutVision.com [diakses 20 Juni 2017].
55. Dell SJ. Selecting the Right Intraocular Lens; http://www.EyeMDLink.com
56. Hagan JC. Consider all the options before your cataract surgery: working through
what’s best for you; http://www.medhelp.org/user_journals/show/841991/Consider-
ALL-the-Options-Before-Your-Cataract-Surgery-Working-Through-Whats-Best-
For-You [diakses 20 Juni 2017].
57. Abdulsalam S. Comparison of visual outcome between conventional extracapsular
cataract extraction and phacoemulsification cataract surgery. 2015. Department of
Ophthalmology, College of Health Sciences, Bayero University, Kano, Kano State,
Nigeria.
58. Osita ME, Yuen SZ. The Outcome of Extracapsular and Phacoemulsification
Cataract Extractions. JMBR: A Peer-review Journal of Biomedical Sciences. June
2012, Vol. 11 No.1 pp 123-128.
59. Lau J, Michon JJ, Chan WS, Ellwein LB. Visual acuity and quality of life outcomes
in cataract surgery patients in Hong Kong. Br J Ophthalmol 2002;86:12–17.
60. Boyd K. What is Macular Degeneration?; https://www.aao.org/eye-
health/diseases/amd-macular-degeneration [diakses 30 Juni 2017].
61. Boyd K. What is Glaucoma?; https://www.aao.org/eye-health/diseases/what-is-
glaucoma [diakses 30 Juni 2017].
62. Vasavada AR, Raj SM, Shah GD. Posterior Capsule Opacification After Lens
Implantation; http://www.medscape.com/viewarticle/781856 [diakses 30 Juni
2017].
63. Lee AG, Feldman BH, Gibbon EJ. Optic Atrophy;
http://eyewiki.aao.org/Optic_Atrophy [diakses 30 Juni 2017].
64. Boyd K. What is Diabetic Retinopathy?; https://www.aao.org/eye-
health/diseases/what-is-diabetic-retinopathy [diakses 30 Juni 2017].
65. Brian S. Corneal Opacities: Eye Disorders That Can Cause Vision Loss;
http://www.webmd.com/eye-health/corneal-opacities#1 [diakses 30 Juni 2017].
66. Patel AS, Tang A. High Myopia and Cataract Surgery;
http://eyewiki.aao.org/High_Myopia_and_Cataract_Surgery [diakses 30 Juni 2017].
67. Ayres BD, Rapuano C, Brown HA. Phthisis Bulbi – External and Internal Eye;
https://www.visualdx.com/visualdx/diagnosis/phthisis-
bulbi?moduleId=21&diagnosisId=53887 [diakses 30 Juni 2017].
68. Pandya HK. Retinal Detachment; http://emedicine.medscape.com/article/798501-
overview [diakses 30 Juni 2017].

Anda mungkin juga menyukai