Anda di halaman 1dari 18

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Katarak adalah kekeruhan pada lensa mata yang mempengaruhi penglihatan.


Katarak akibat penuaan merupakan penyebab katarak yang terbanyak.
Fakoemulsifikasi adalah teknik ektraksi katarak ekstrakapsular yang sering
digunakan. Operasi katarak fakoemulsifikasi merupakan teknik operasi dengan
memecah nukleus lensa menjadi fragmen-fragmen kecil dengan memanfaatkan energi
ultrasonik intensitas tinggi, kemudian diikuti dengan aspirasi fragmen-fragmen
lensa.1,2,3

Komponen utama dari alat-alat untuk fakoemulsifikasi yaitu hand piece;


pump system; sistem kontrol; power settings; software untuk pump tersebut; dan foot
pedal. Komponen-komponen utama tersebut memungkinkan pemasukan cairan
balanced salt ke dalam mata, yang bertujuan untuk mendinginkan titanium tip,
menjaga bilik mata depan, dan mengeluarkan nukleus lensa yang teremulsi. Sistem
irigasi dilengkapi dengan saluran aspirasi; dan titanium tip yang berlubang
mempunyai fungsi untuk mencairkan atau mengemusi inti lensa. Kedua sistem ini
semuanya dikontrol oleh foot pedal.4

Terdapat macam-macam jenis mesin untuk fakoemulsifikasi, diantaranya


yaitu AMO, Alcon, dan Bausch & Lomb yang mempunyai mesin dengan kelebihan
dan keunggulan masing-masing. The Whitestar Signature System (AMO) memiliki
fitur Ellips FX technology. Alcon memiliki fitur Nano laser phaco system (Cetus) dan
active fluidics. Dan The Stellaris Vision Enhancement System (Bausch & Lomb)
didesain untuk melakukan operasi lensa sub-2-mm.5
Dengan berkembangnya teknik bedah katarak fakoemulsifikasi ini dan
berbagai macam jenis mesinnya, saat ini teknik operasi tersebut telah menjadi metode
yang nyata dan berpotensi menjadi metode operasi katarak yang terkenal. Operasi
katarak dengan fakoemulsi membutuhkan penggunaan mesin phaco yang kompleks.
Memahami prinsip-prinsip mekanik yang mendasari teknologi ini memungkinkan
dokter yang mengoperasi untuk mengoptimalkan pengaturan mesin dan mengatasi
masalah saat operasi dengan aman.3
BAB II

PEMBAHASAN

2.1. Definisi Fakoemulsifikasi


Fakoemulsifikasi berasal dari 2 kata, yaitu phaco (lensa) dan emulsification
(menghancurkan menjadi bentuk yang lebih lunak). Fakoemulsifikasi merupakan
salah satu teknik operasi pembedahan katarak dengan menggunakan peralatan
ultrasonic yang akan bergetar dan memecahkan nukleus lensa mata menjadi fragmen-
frgmen kecil, kemudian lensa yang telah hancur berkeping-keping akan dikeluarkan
dengan menggunakan alat phaco.6

2.2. Prinsip Fakoemulsifikasi


Fakoemulsifikasi adalah teknik ekstraksi katarak menggunakan sayatan kecil
sekitar 1,5 mm sampai 3 mm dengan implantasi lensa intra okular lipat (foldable)
sehingga penutupan luka dapat tanpa jahitan. Cara kerja sistem fakoemulsifikasi
adalah menghancurkan lensa melalui ultrasonic probe yang mempunyai tip needle
yang mampu bergetar dengan frekuensi yang sangat tinggi yaitu setara dengan
frekuensi gelombang ultrasound. Massa lensa yang sudah dihancurkan akan
diaspirasi melalui rongga pada tip fakoemulsifikasi untuk kemudian dikeluarkan dari
dalam mata melalui selang aspirasi pada mesin fakoemulsifikasi.7

2.3. Indikasi dan Kontraindikasi


Indikasi pembedahan katarak dengan menggunakan teknik fakoemulsifikasi
adalah sebagai berikut:6
a. Pasien tidak memiliki riwayat penyakit endotel,
b. Pada pemeriksaan dijumpai bilik mata yang dalam,
c. Pupil pasien dapat dilebarkan hingga 7 mm.
Sedangkan kontraindikasi untuk dilakukannya teknik fakoemulsifikasi adalah :
a. Dijumpai adanya tanda-tanda infeksi
b. Adanya luksasi atau subluksasi lensa.

2.4. Kelebihan dan Keuntungan


Secara teori operasi katarak dengan teknik Fakoemulsifikasi mengalami
perkembangan yang cepat dan telah mencapai taraf bedah refraktif oleh karena
mempunyai beberapa kelebihan yaitu rehabilitasi visus yang cepat, komplikasi
setelah operasi yang ringan, astigmat akibat operasi yang minimal dan penyembuhan
luka yang cepat.6
Kelebihan penggunaan teknik fakoemulsifikasi pada operasi katarak menurut
Kanski dan Bowling dalam Clinical Ophtalmology A Systemic Approach adalah
sebagai berikut:6
a. Kinder cut, pemotongan yang lebih nyaman untuk pasien.
b. Smaller incision, insisi terdahulu biasanya 2,7 mm, dengan MICS hanya 1.8 mm.
Implikasinya adalah insisi tersebut terlalu kecil untuk dapat menyebabkan kornea
melengkung dengan abnormal, dan menyebabkan astigmatisme (efek samping
yang biasa terjadi pada operasi katarak) serta kecilnya insisi tersebut juga sangat
menekan resiko terhadap terjadinya infeksi.
c. Easy to operate, karena sedikit sekali cairan yang mungkin keluar dari insisi mikro
tersebut maka tekanan pada mata cenderung stabil, sehingga memudahkan para
dokter melakukan tindakan operasi.
d. Heals faster, setelah 1-2 hari tindakan, pasien sudah bisa kembali beraktivitas.
Rasa tidak nyaman setelah operasi, hilang dalam 3 hari.7
Tujuan dari teknik operasi ini adalah agar penderita katarak dapat memperoleh
tajam penglihatan terbaik tanpa koreksi dengan cara membuat sayatan sekecil
mungkin untuk mengurangi induksi astigmatisme pasca operasi. Prosedur ini efisien,
terutama jika operasi yang lancar umumnya dikaitkan dengan hasil penglihatan yang
baik. Insiden CME pada teknik fakoemulsifikasi yang mengalami komplikasi intra
operatif lebih rendah karena konstruksi insisi luka yang kecil dan stabilitas yang lebih
besar dibandingkan dengan teknik bedah katarak lain. Kelemahan fakoemulsifikasi
diantaranya mesin yang mahal, learning curve lebih lama, dan biaya pembedahan
yang tinggi.6,8

2.5. Persiapan Pre-Operatif9


1. Pasien sebaiknya dirawat di rumah sakit semalam sebelum operasi
2. Pemberian informed consent
3. Bulu mata dipotong dan dibersihkan dengan povidone-iodine 5%
4. Pemberian tetes antibiotik tiap 6 jam
5. Pemberian sedatif ringan (Diazepam 5 mg) pada malam harinya bila pasien
cemas
6. Pada hari operasi, pasien dipuasakan.
7. Pupil dilebarkan dengan midriatika tetes sekitar 2 jam sebelum operasi.

2.6. Teknik Operasi


Operasi ini dilakukan dengan:
1. Insisi luas pada perifer kornea atau sklera anterior, diikuti oleh ekstraksi
katarak ekstrakapsular (Extra-capsular Cataract Extraction, ECCE). Insisi
harus dijahit.
2. Likuifikasi lensa menggunakan probe ultrasonografi yang dimasukkan
melalui insisi yang lebih kecil di kornea atau sklera anterior (fakoemulsifikasi).
Biasanya tidak dibutuhkan penjahitan. Dengan teknologi mesin
fakoemulsifikasi, saat ini sudah dimungkinkan mengeluarkan lensa dengan
teknik fako bimanual, sehingga insisi kornea hanya sebesar 1,5 mm saja.
Berdasarkan perkembangan teknik fakoemulsifikasi tersebut, desain implantasi
lensa intraokuler (IOL) juga ikut mengalami perkembangan dimana lensa
lipat dapat dimasukkan melalui insisi yang hanya sebesar 1,5 mm. Transisi
dari ECCE menuju fakoemulsifikasi diperlukan, agar penderita dapat
memperoleh tajam penglihatan yang terbaik tanpa koreksi kacamata serta
waktu penyembuhan yang sesingkat mungkin, dengan cara membuat sayatan
sekecil mungkin untuk mengurangi induksi astigmatisme pasca operasi.10,11

Gambar 1. Teknik Fakoemulsifikasi

Getaran ultrasonik akan digunakan untuk menghancurkan katarak,


selanjutnya mesin PHACO akan menyedot massa katarak yang telah hancur sampai
bersih. Sebuah lensa Intra Okular yang dapat dilipat dimasukkan melalui irisan
tersebut. Gelombang suara ultra yang digunakan untuk mengemulsifikasi lensa
adalah energy listrik yang diubah menjadi gerakan lancer (maju-mundur), yang
mengenai bahan lensa 40.000 kali setiap detiknya (40.000 Mhz). Ujung ultrasonic
dikelilingi oleh sebuah selubung silicon sehingga cairan irigasi dapat terus mengalir
agar kamera anterior tetap mengembang serta ujung tersebut dapat dipertahankan
tetap dingin.10,11

Karena insisi yang kecil maka tidak diperlukan jahitan, akan pulih dengan
sendirinya, yang memungkinkan pasien dapat dengan cepat kembali melakukan
aktivitas sehari-hari. Teknik ini bermanfaat pada katarak kongenital, traumatik, dan
kebanyakan katarak senilis. Teknik ini kurang efektif pada katarak senilis padat, dan
keuntungan insisi limbus yang kecil agak kurang kalau akan dimasukkan lensa
intraokuler, meskipun sekarang lebih sering digunakan lensa intra okular fleksibel
yang dapat dimasukkan melalui incisi kecil seperti itu.11

Manual Small Incision Cataract Surgery


Manual Small incision cataract surgery (MSICS) merupakan teknik
alternatif dari fakoemulsifikasi. Teknik ini memberikan keuntungan dalam
pengaturan, medis, sosial ekonomi, biaya dan tidak bergantung pada mesin.
Aspek-aspek ini yang memungkinkan teknik ini dilakukan di beberapa negara
berkembang. Extra Capsular Cataract Extraction (ECCE) memerlukan insisi
sklera yang lebar (10-11 mm) dan berkaitan dengan komplikasi intraoperatif yang
lebih serius, memerlukan jahitan, waktu operasi yang lama dan pemulihan tajam
penglihatan yang lambat pascaoperasi. MSICS merupakan bagian dari teknik
ECCE, namun MSICS memiliki beberapa keuntungan dibandingkan ECCE
konvensional diantaranya stabilitas luka dan stabilitas refraksi yang lebih baik
karena insisi luka yang kecil 5-6 mm, kenyamanan pasien karena
penyembuhan visual yang lebih cepat, kesempatan terjadinya kolaps bilik mata
depan intra operatif yang minimal serta komplikasi intra operatif lainnya dan
minimalnya kunjungan pasca operasi.

Manual Small incision cataract surgery (MSICS) dapat digunakan pada


berbagai kondisi katarak yang sangat luas diantaranya katarak senilis, katarak
juvenil, katarak traumatika dan katarak komplikata. MSICS tidak memerlukan
investasi alat yang mahal, dan transfer keterampilan terhadap operator pemula
juga dapat dilakukan dengan baik. Hal ini menjadi pertimbangan penggunaan
teknik MSICS sebagai teknik yang aman dan efektif untuk bedah katarak
terutama di negara berkembang.
A B C

Gambar 2. Berbagai ukuran insisi luka. A = ECCE, B = MSICS,


C = Fakoemulsifikasi

Teknik Fakoemulsifikasi Metode Korneal Insisi


Insisi ini disebut juga dengan istilah clear corneal incision, karena insisi dibuat
pada bagian kornea sebelah sentral dari limbus, yaitu bagian kornea yang sudah
bebas dari pembuluh darah arcade limbus, sehingga insisi ini sama
sekali tidak menyebabkan perdarahan. Teknik insisi kornea dengan arah
pendekatan dari temporal (temporal approach) semakin diminati. Selain efisien,
karena sangat sesuai dengan pemberian anestesi secara topikal (tetes), juga
secara kosmetik sangat baik (karena tidak menimbulkan kemotik konjungtiva
ataupun perdarahan), serta memberikan ruang gerak yang lebih luas bagi
operator dibandingkan jika pendekatan dari superior.
Ada 3 jenis teknik insisi kornea yang digunakan dalam fakoemulsifikasi, yaitu:
insisi kornea dengan arsitektur luka berbentuk 3 sudut (three plane incision);
luka yang dibuat dengan 2 sudut (two plane incision); serta yang terakhir
adalah teknik insisi kornea yang berlangsung menembus ke arah bilik mata
depan (one plane incision) dengan sudut tertentu agar luka insisi tetap bersifat
kedap. Ada beberapa kekurangan insisi kornea dibandingkan insisi pada limbus
ataupun sklera, misalnya kurang tahan terhadap panas dari energ y
ultrasound , penyembuhan luka yang lebih lambat dibandingkan daerah limbus
ataupun sklera (karena kornea yang avaskular), serta astigmatisma pasca operasi
yang lebih tinggi.
Fakoemulsifikasi menggunakan gelombang ultrasonik melalui tip untuk
memecahkan nukleus menjadi fragmen-fragmen kecil. Teknik ini menggunakan
sistem aspirasi automatis untuk mengeluarkan material korteks melalui jarum
kecil yang memerlukan sayatan kecil pada kornea biasanya 2-3 mm. Dalam teknik
fakoemulsifikasi menciptakan sistem operasi tertutup sehingga menjaga
kedalaman bilik mata depan selama operasi dan menjaga kemungkinan terjadinya
tekanan positif vitreous dan perdarahan koroid.
Perkembangan dari agen viskoelastik dapat menurunkan kejadian edema
kornea sebagai komplikasi fakoemulsifikasi. Dengan menginjeksikan viskoelastik
akan menjaga endotel kornea dari tip fako. Perkembangan lensa tanam yang dapat
dilipat penting dalam menjaga agar insisi kornea tetap kecil dimana insisi yang
diperlukan sekitar 2,75 sampai 3,20 mm.

Gambar 3 . Insisi kornea pembedahan katarak (fakoemulsifikasi)

Teknik Fakoemulsifikasi Metode Skleral Insisi


Insisi pada sklera menjadi pilihan dalam fakoemulsifikasi karena mempunyai
beberapa keuntungan, antara lain: lebih tahan terhadap trauma panas yang
ditimbulkan oleh energy ultrasound, proses penyembuhan luka yang lebih cepat
(dibandingkan insisi kornea yang avaskular), serta menyebabkan induksi
astigmatisma pasca operasi yang sangat minimal. Tetapi insisi sklera juga
mempunyai beberapa kekurangan karena selain dianggap kurang efisien, juga bisa
menimbulkan kesulitan selama proses intra operasi, karena tidak jarang pada
penderita usia tua biasanya tulang rima orbita cukup tinggi akibat jaringan lemak
periorbita sudah menyusut dan bola mata masuk ke dalam rongga orbita. Pada situasi
seperti ini posisi hand-piece fakoemulsifikasi harus membentuk sudut yang cukup
tajam agar dapat mencapai lensa (menukik). Dikatakan kurang efisien karena
ada beberapa langkah yang harus dilakukan pada insisi sklera, antara lain membuka
konjungtiva, melakukan kauterisasi pembuluh darah episklera, membuat insisi
awal (grooving), kemudian membuat terowongan menuju kornea (scleral
tunnel) dengan pisau berbentuk lengkung (crescent knife) dan baru pada tahap
akhir menembus kornea untuk mencapai bilik mata depan dengan pisau
keratome (slit knife). Dibandingkan dengan insisi kornea (clear corneal incision),
tentunya insisi sklera lebih memakan waktu karena perlu beberapa langkah dan
harus beberapa kali mengganti jenis pisau.12

Prosedur Tindakan Teknik Operasi Fakoemulsifikasi

Terdapat beberapa hal penting pada bedah katarak fakoemulifikasi dengan


penanaman lensa intraokuler, yang sangat erat kaitanya dengan reaksi inflamasi pasca
bedah. Adapun beberapa hal tersebut adalah:9

a. Pemberian asam mefenamat 500 mg atau indometasin 50 mg peroral 1 – 2


jam sebelum operasi.
b. Anastesi local pada mata yang ingin dioperasi dengan cara menyuntukkan
langsung melalui palpebra bagian atas dan bawah
c. Operator kemudian menekan bola mata dengan tanggannya untuk melihat
apakah ada kemungkinan perdarahan, dan juga dapat merendahkan tekanan
intraokuler.
d. Operator melihat melalui sebuah mikroskip dan membuat insisi sepanjang
kira-kira 3mm pada sisi kornea yang teranestesi.
e. Kapsulotomi anterior dengan menggunakan jarum kapsulotomi melalui insisi
kecil pada kornea.
f. Setelah insisi dilakukan, suatu cairan viscoelastik dimasukan untuk
mengurangi getaran pada jaringan intraokuler.
g. Dilakukan hidrodiseksi dan hidrodilemenesi untuk memisahkan inti lensa dari
korteks kemudian dilakukan fakoemulsifikasi dengan teknik horizontal choop
menggunakan mesin fako unit.
h. Korteks lensa dikeluarkan dengan cara irigasi aspirasi menggunakan mesin
fako unit .
i. Insersi lensa intraokuler foldauble pada bilik mata belakang dilakukan secara
in the bag, setelah sebelumnya diberikan bahan viskoelastik untuk
mengurangi komplikasi.
j. Bahan viskoelastik dikeluarkan dengan cara irigasi aspirasi menggunakan
mesin fako unit.
k. Luka operasi ditutup tanpa jahitan.
l. Diberikan suntikan antibiotika (Gentamisin) 0,5 ml dan kortikostroid
(Kortison Asetat) 0,5 ml, subkonjutiva.
m. Pasca bedah diberikan tetes mata antibiotika (Neomycin-Polymixin B) dan
anti inflamasi (Deksametason) 0,1 ml, setiap 8 jam sekali.
Anestesi pada Teknik Fakoemulsifikasi
Ekstraksi katarak biasanya dilakukan dengan injeksi retrobulbar atau
peribulbar dan, jika diperlukan, blok saraf wajah. Sedasi intravena dan analgesia
harus diberikan untuk menetapkan blok tersebut. Prosedur tersebut dapat dilakukan di
bawah anestesi topikal pada pasien tertentu. Walau demikian, saat ini pada pasien
katarak pediatrik dan beberapa orang dewasa (misalnya, retardasi mental), anestesi
umum masih berperan dan digunakan.
Pada penelitian yang dilakukan oleh Dr.Dipti N.Kale dkk pada Regional
Institute of Medical Sciences, Imphal, India tentang fakoemulsifikasi di bawah
anastesi topical saja dibandingkan dengan anatesi topical dengan suntikan lidokain
intrakameral menunjukan bahwa injeksi infiltrasi lidokain 2% dengan anestesi topical
lebih unggul dibandingkan dengan anestesi topical dengan proparakain hidroklorida
saja selama fakoemulsifikasi yang memastikan pasien dan ahli bedah merasa
nyaman.9

2.7. Inflamasi Pasca Bedah Phaecoemulsifikasi


Pada setiap tindakan bedah katarak fakoemulsifikasi, bahkan pada pembedahan
yang sangat hati-hati sekalipun, akan selalu diikuti oleh beberapa komplikasi sebagai
berikut:
1. Iritis atau iridosiklitis10
Hal ini terjadi akibat adanya manipulasi iris, lisis dari zonula, adanya tindakan
irigasi pada bilik mata depan, serta adanya kemungkinan sisa materi lensa yang
tertinggal. Biasanya iritis terjadi minimal dan dapat menghilang dengan sendirinya,
tanpa meninggalkan bekas yang permanen. Tetapi pada beberapa kasus dapat terjadi
dimana reaksi tersebut tidak cepat menghilang dan cendrung menjadi kronis atau
bertambah berat, sehingga dapat menimbulkan berbagai penyulit yang
lain seperti penurunan tajam penglihatan, pembentukan membrane pada pupil,
terjadinya sinekia anterior atau posperior, glaucoma sekunder dan lain-lain. Inflamasi
pasca bedah katarak fakoemulsifikasi ditandai dengan rasa tidak nyaman (discomfort)
pada mata hingga rasa nyeri, hiperemi konjungtiva dan prikornea, serta adanya flare
dan sel pada bilik mata depan.11,12
2. Ruptur Kapsula lensa Posterior10
Tanda:
1. COA yang dangkal atau dalam secara mendadak, dan dilatasi pupil yang hanya
sementara.
2. Jatuhnya nukleus lensa dan tidak dapat didekati oleh ujung dari alat fako
3. Vitreus yang ikut teraspirasi kedalam alat fako ditandai dengan bahan material
lens yang ikut terasspirasi perlahan-lahan.
4. Cairan vitreus yang dapat dilihat secara langsung
Gambar 4. Ruptur Kapsula Posterior
3. Fragmen Lensa terlepas ke Posterior10
Dislokasi dari material lensa ke arah area vitreus akibat dari ruptunya kapsula
posterior sering terjadi. Tetapi untukasus yang serius sering diakibatkan oleh
glaucoma, uveitis kronik, robeknya retina, atau udem cystoid makular kronik.
Sebelum pengobatan, perlu ditangani adanya uveitis atau peningkatan TIO terlebih
dahulu. jika fragmen kecil, cukup digunakan pengobatan konservatif, tetapi jika
fragmen besar dapat digunakan pengambilan dengan tekhnik pars plana vitrektomi.
4. Dislokasi Posterior dari IOL10
Dislokasi dari IOL kedalam daerah vitreus sebenarnya jarang terjadi tetapi dapat
menimbulkan komplikasi yang serius jika disertai dengan lepasnya material dari
lensa. Jika IOL terlepas ke arah posterior dapat menyebabkan pedarahan pada
vitreus, robekan retina, uveitus, dan udemcystoid makular kronik. Penanganannya
dengan cara dilakukan pars plana vitrectomi untuk mengambil, mereposisi atau
mengganti dari IOL tersebut.
5. Perdarahan Suprachoroidalis10
Disebabkan oleh karena ruptur dari arteri ciliaris posterior. Pada kasus yang berat
mungkin disebabkan oleh karena tekanan dari intraokular. Insidens dari komplikasi
ini sudah jarang terjadi (0,04%) dengan adanya phacoemulsifikasi. Faktor yang
mendukung terjadinya komplikasi ini adalah dari usia, adanya glaucoma, penyakit
cardiovaskular sistemik, robeknya vitreus, dan tindakan EKEK tanpa
Phacoemulsifikasi.
Tanda:
1. COA yang dangkal dan progresif, pem=ningkatan Tekanan Intraokuler, prolaps
iris.
2. Tekanan vitreus yang meninggi, pada funduskopi terlihat partikel bebas dan
tampak titik hitam dibelakang dari pupil.
3. Dalam kasus yang berat, segmen posterior tertekan kearah COA melalui robekan
yang terjadi.
BAB III

PENUTUP

3.1. Kesimpulan
Fakoemulsifikasi adalah teknik ekstraksi katarak ekstrakapsular yang paling
sering digunakan. Teknik ini menggukanan vibrator ultrasonic genggam untuk
menghancurkan nukleus yang keras hingga substansi nukleus dan korteks dapat
diaspirasi melalui suatu insisi berukuran sekitar 3 mm. Ukuran insisi tersebut cukup
untuk memasukkan lensa intraokular yang dapat dilipat (foldable intraocular lens).
Jika digunakan lensa intraokular yang kaku, insisi perlu dilebarkan hingga kira-kira
5mm.
Keuntungan-keuntungan yaang didapat dari tindakan bedah insisi kecil adalah
kondisi intraoperasi lebih terkendali, menghindari penjahitan, perbaikan luka yang
lebih cepat dengan derajat distorsi kornea yang lebih rendah, dan mengurangi
peradangan intraokular pasca operasi yang semua berakibat pada rehabilitasi
penglihatan yang lebih singkat. Walaupun demikian, tekhnik fakoemulsifikasi
menimbulkan resiko yang lebih tinggi terjadinya pergeseran materi nukleus ke
posterior melalui suatu robekan kapsul posterior, kejadian ini membutuhkan tindakan
bedah vitreoretina yang kompleks.
DAFTAR PUSTAKA

1. Harper RA, Shock John P, Lensa, 2010 In : Whitcher John, Riordan-Eva,


Vaughan & Asbury : Oftalmologi umum Ed. 17, EGC, Jakarta.

2. Bobrow JC, Blecher MH, Glasser DB, et al. Surgery for Cataract. Lens and
Cataract. 2010-2011. Singapore: American Academy of Ophthalmology; 2010.
Section 11: Chap 8.

3. Istiantoro S, Johan AH. Transisi Menuju Fakoemulsifikasi. Granit. Jakarta, 2004,


hal 5, 178.

4. Seibel BS. Phacodynamics: Mastering the tools and techniques of


phacoemulsification, 3rd ed. ThoroFare, NJ: Slack Inc., 1999.

5. Bethke Walter, 2014. New ways to skin a cataract. Review of opthalmology.

6. Nishino M., Eguchi H., Iwata A., Shiota H., Tanaka M., dan Tanaka T. 2015. Are
topical essential after an uneventful cataract surgery. The Journal of Medical
Investigation, 56:11-15.

7. Soekardi I. dan Hutauruk J.A. 2012. Transisi Menuju Fakoemulsifikasi,


Langkah-Langkah Menguasai Teknik & Menghindari Komplikasi. Edisi 1.
Jakarta. Kelompok Yayasan Obor Indonesia. p 1-7.

8. Bellarinatasari N., Gunawan W., Widayanti T. W., dan Hartono. 2014. The role
of ascorbic acid on endothelial cell damage in phacoemulsification. Journal
Ophtalmology Indonesia, 7(5).

9. Phacoemulsification for cataracts. Diunduh dari


http://www.surgeryencyclopedia.com/Pa-St/Phacoemulsification-for-
Cataracts.html#ixzz2YJAR1Pl8. 10 April 2018
10. Kanski JJ. Bowling B. Clinical Ophtalmology a systemic approach. 7th edition.
Elsevier Saunders. P.281-9.

11. Phacoemulsification With Intraocular Lens Implantation diunduh dari


http://emedicine.medscape.com/article/1844198-overview . 10 April 2018

12. Akura J, Kaneda S, Hatta S, Matsuura K: Manual sutureless cataract surgery


using a Claw vectis, J Cataract Refract Surg, vol 26, April, pp.491-496, 2000
BAGIAN ILMU MATA REFERAT

FAKULTAS KEDOKTERAN APRIL 2018

UNIVERITAS PATTIMURA

FAKOEMULSIFIKASI

Disusun oleh:

Apriana Rurman Labok

2012-83-054

Pembimbing:

dr. Elna Anakotta, Sp.M

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK

PADA BAGIAN ILMU MATA

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS PATTIMURA

AMBON

2018

Anda mungkin juga menyukai