Anda di halaman 1dari 12

DEFINISI KEGAWATDARURATAN MATERNAL DAN NEONATAL

1. Kegawatdaruratan Maternal

a. Definisi

Kegawatdaruratan maternal merupakan kondisi kesehatan yang


mengancam jiwa terjadi dalam keha milan atau selama dan sesudah
persalinan serta kela hiran. Banyak penyakit dan gangguan dalam
kehamilan yang mengancam keselamatan ibu dan bayi. Kasus
kegawatdaruratan maternal termasuk kasus obstetri yang jika tidak
segera ditangani akan berakibat kema tian pada ibu dan janinnya.
Kasus itulah yang menjadi penyebab utama kematian ibu, janin, dan
bayi baru lahir

b. Tujuan

Tujuan tindakan bidan terhadap situasi kegawat daruratan


maternal yaitu:

1) Mencegah kematian dan cacat (to save live and limb) pada ibu
dengan kegawatdaruratan.

2) Merujuk ibu dengan kegawatdaruratan melalui sistem rujukan


guna mendapatkan penanganan yang lebih memadai.

c. Ruang Lingkup

1) Kehamilan

Selama kehamilan, kegawatdaruratan yang bisa terjadi antara lain :

a) Abortus
Abortus atau keguguran adalah terhen tinya kehamilan
sebelum usia 20 minggu Embrio atau janin yang dilahirkan
tersebut belum dapat bertahan hidup di luar kandung an.
Faktor-faktor dari luar, seperti radiasi dan beberapa bahan
kimia (obat terlarang atau obat-obatan) dapat menyebabkan
keguguran (Curtis, 2000)

Menurut Kurniasih, dkk. (2017) abor tus adalah


ancaman suatu pengeluaran hasil konsepsi sebelum janin
dapat hidup di luar kandungan dengan batasan umur
kehamilan kurang dari 20 minggu atau BB 500 gr. Pe
nyebabnya adalah kelainan pertumbuhan ha sil konsepsi
kelainan pada plasents, penyakit ibu yang kronis, faktor
nutrisi dan faktor psi kologis

Adapun faktor-faktor maternal yang dapat


menyebabkan keguguran antara lain (Curtis, 2000)

1) Infeksi yang tidak lazim.

2) Defisiensi progesteron (dapat diobati jika terdeteksi


dini)

3) Infeksi genital Dapat menyebabkan ma salah yang luas


pada bayi. Masalah ini berkisar dari malformasi seperti
defek Jantung, sampai infeksi neonatus saat la hir
Rubella merupakan salah satu infeksi maternal yang
menyebabkan malformasi janin

4) Antibodi yang terbentuk di dalam tubuh yang


menyerang janin atau menganggu fungsi plasenta
5) Merokok

6) Alkohol atau obat-obatan terlarang, teru tama kokain

7) Pada beberapa kasus penyatuan sperma dan sel telur


mengakibatkan keguguran. Penjelasannya, ketika gen-
gen suami-istri bergabung saat terjadi pembuahan, peng
gabungan tersebut dapat menyebabkan abnormalitas
genetik yang menyebabkan keguguran (Curtis, 2000)

b) Solusio Plasenta

Solusio plasenta adalah terlepasnya se bagian atau


seluruh permukaan maternal pla senta dari tempat
implantasinya. Penyebab yang pasti memang belum
diketahui, tetapi ada keadaan tertentu yang menyebabkan
terjadinya solusio plasenta, yaitu masalah sosial ekonomi,
fisik, kelainan dalam rahim, dan penyakit ibu (Kurniasih,
dkk, 2017). Jika terjadi nyeri hebat di daerah abdo
minopelvikum pada kehamilan trisemester kedua atau
ketiga dan disertai dengan riwa yat dan tanda-tanda berikut
ini, maka diagno sisnya mengarah pada solusio plasenta,
baik dari jenis yang disertai perdarahan (revealed) maupun
tersembunyi (concealed). Adapun riwayat dan anda-
tandanya yaitu:

1) Trauma abdomen

2) Preeklamsia

3) Tinggi fundus uteri lebih besar dari usia kehamilan

4) Bagian-bagian janin sulit diraba


5) Uterus tegang dan nyeri

6) Janin mati dalam rahim

c) Plasenta Previa

Plasenta previa yaitu plasenta yang beri mplantasi pada


segmen bawah rahim ga menutupi seluruh atau sebagian
dari osti um uteri internum sehingga plasenta berada di
depan jalan lahir.

d) Preeklamsia dan Eklamsia

Preeklamsia dan eklamsia adalah hiper tensi disertai


proteinuria atau oedema setelah umur kehamilan >20
minggu pada penyakit trofoblas. Eklamsia adalah kelainan
akut pada wanita hamil, dalam persalinan/masa nifas yang
ditandai dengan timbulnya kejang yang sebelumnya sudah
menimbulkan gejala-geja la preeklamsia (Kurniasih, dkk,
2017)

Preeklamsia atau toksemia kehamilan dapat menjadi


komplikasi kehamilan yang serius. Preeklamsia terjadi
hanya selama kehamilan, jika dibiarkan tanpa pengobatan,
preeklamsia akan memberikan ancaman serius ibu dan
janin. Wanita dengan usia yang lebih tua (di atas 30 tahun)
cenderung mengalami preeklamsia (Curtis, 2000)

Menurut George Adriaansz (dalam Pra wirohadjo,


2008) pada umumnya ibu hamil dengan usia kehamilan di
atas 20 minggu di sertai dengan peningkatan tekanan darah
di atas normal sering diasosiasikan dengan pre eklamsia.
Gejala dan tanda preeklamsia ada lah sebagai berikut:

1) Hiperrefleksia (iritabilitas susunan saraf pusat)

2) Sakit kepala atau sefalgia (frontal atau oksipital) yang


tidak membaik dengan pengobatan umum.

3) Gangguan penglihatan seperti pandangan kabur


skotomata, silau atau berkunang kunang

4) Nyeri epigastrik

5) Oliguria (luaran kurang dari 500ml/24 jam)

6) Tekanan darah sistolik 20-30 mmHg dan diastolik 10-


20 mmHg di atas normal

7) Proteinuria (di atas positif 3)

8) Edema menyeluruh.

2) Persalinan

Kegawatdaruratan yang bisa terjadi selama proses persalinan


antara lain

a) Distosia Bahu

Distosia bahu yaitu kelahiran kepala ja nin dengan bahu


anterior yang macet di atas sacral promontory sehingga
tidak bisa lewat masuk ke dalam panggul atau bahu itu bisa
lewat promontorium namun mendapat halangan tulang
sacrum (tulang ekor) Secara sederhana peristiwa distosia
bahu yaitu ter sangkutnya bahu janin dan tidak dapat dila
hirkan setelah kepala janin dilahirkan. Salah satu kriteria
diagnosis distosta bahu yaitu jika dalam persalinan
pervaginam untuk melahir kan bahu harus dilakukan
manuver khusus (Maryunani dan Eka, 2013)

b) Perdarahan Pervaginam

Perdarahan pervaginam yaitu perda rahan yang terjadi


selama masa kehamilan. Perdarahan ini bisa terjadi pada
awal masa kehamilan (trisemester pertama) tengah tri
semester (tri semester kedua), dan bahkan pada masa
kehamilan tua (tri semester ke tiga). Beberapa jenis
perdarahan pada masa kehamilan antara lain plasenta
previa, solusio plasenta, dan gangguan pembekuan darah.

c) Atonia Uteri

Rahim yang gagal berkontraksi setelah persalinan bayi


disebut atonia uteri. Jika hal ini terjadi, maka akan
menyebabkan perda rahan pasca-persalinan yang
mengancam jiwa ibu. Penyebab atonia uteri antara lain
persalinan lama, persalinan terlalu cepat, persalinan dengan
induksi/akselerasi oksi tosin, polihidramnion, kehamilan
kembar, makrosomia maupun infeksi intrapartum dan
paritas tinggi.

d) Perlukaan Jalan Lahir

Prawirohardjo (2008) mendefinisikan perlukaan jalan


lahir sebagai perlukaan yang terjadi pada jalan lahir
Perlukaan jalan lahir yang terjadi pada saat persalinan
dapat me ngenal vagina, uterus maupun vulva. Jenis
perlukaan ringan berat berupa robekan de ngan perdarahan
hebat maupun perlukaan ringan berupa lecet. Sementara
menurut Kur niasih dkk. (2017) perlukaan jalan lahir me
rupakan kondisi plasenta telah lahir lengkap serta kontraksi
rahim baik, akan tetapi terjadi robekan dinding vagina,
perineum, hemato ma vulva, ruptur uteri, dan robekan
serviks.

e) Retensio Plasenta

Manuaba (2006) mendefinisikan reten sia plasenta yaitu


belum lepasnya plasenta dengan melebihi waktu setengah
jam. Jika kondisi ini diikuti banyak perdarahan, arti nya
hanya sebagian plasenta yang telah lepas sehingga
memerlukan tindakan plasenta ma nual dengan segera.
Namun jika retensio pla senta tidak diikuti perdarahan
maka diduga terjadi plasenta akreta, plasenta inkreta, pla
senta perkreta, maupun plasenta adhesive.

3) Nifas

Darah yang keluar dari rahim karena melahir kan atau setelah
melahirkan disebut nifas Puerpe rium atau masa nifas dihitung
mulai 1 jam setelah plasenta lahir hingga 6 minggu (42 hari)
setelah nya Beberapa kasus kegawataruratan yang terjadi pada
masa nifas antara lain (Prawirohardjo (2008).

a) Perdarahan Pasca Persalinan

Perdarahan pasca-persalinan adalah per darahan


berlebihan yang berasal dari traktus genitalis setelah
kelahiran bayi atau 6 minggu setelah kelahiran Kehilangan
darah yang diderita ibu lebih dari 500 ml setelah persa
linan normal atau 1000 ml pada persalinan dengan seksio
caesaria.

b) Infeksi Nifas

Infeksi melalui atau pada traktus genita lis pasca


persalinan disebut infeksi nifas. Salah satu indikasi ibu
mengalami infeksi nifas yaitu suhu tubuh yang melebihi
38°C pada hari ke-2 hingga ke-10 postpartum

c) Metritis

Radang miometrium disebut metritis. Metritis


merupakan infeksi uterus pasca-per salinan. Penyakit ini
merupakan lanjutan pe nyakit endometritis sehingga gejala
maupun terapinya sama dengan endometritis. Jika
pengobatan metritis terlambat maka dapat menyebabkan
syok septik, abses pelvik, pe ritonitis, dan thrombosis vena
yang dalam Selain itu dapat mengakibatkan infeksi pelvik
menahun penyumbatan tuba, dan infertilitas.

d) Bendungan Payudara

Peningkatan aliran vena dan limfe pada payudara dalam


rangka mempersiapkan diri untuk laktasi disebut dengan
bendungan pa yudara Menurut Pritchar (1999) pemben
dungan ASI adalah pembendungan air susu karena
penyempitan duktus lakteferi atau oleh kelenjar-kelenjar
tidak dikosongkan de ngan sempurna atau karena kelainan
pada puting susu.
e) Infeksi Payudara

Infeksi payudara adalah peradangan yang terjadi di


payudara karena infeksi kuman. In feksi payudara secara
medis disebut mastitis Kondisi ini banyak dialami ibu yang
sedang menyusui Tanda payudara mengalami mas titis
yaitu payudara bengkak dan berwarna kemerahan
Penyebabnya yaitu air susu ibu (ASI) yang menumpuk di
payudara Akibat penumpukan ASI berlebihan di payudara
akan mendatangkan kuman (bakteri) masuk ke payudara
dan mengakibatkan infeksi

2. Kegawatdaruratan Neonatal

a. Definisi

Kegawatdaruratan neonatal adalah keadaan yang


membutuhkan evaluasi serta manajemen tepat pada bayi baru lahir
(usia s 28 hari) dengan sakit kritis yang dapat timbul sewaktu-waktu
dan mengancam jiwa sang bayi (Setyarini dan Suprapti 2016).

b. Tujuan

Mempelajari konsep kegawatdaruratan neonatal bertujuan

1) Mengetahui kegawatdaruratan pada neonatus:

2) Mengetahui beragam kondisi penyebab kegawatdaruratan pada


neonatus

3) Mengetahui cara penanganan kegawatdaruratan pada neonatus

c. Ruang Lingkup
Ruang lingkup kegawatdaruratan neonatal antara lain:

1) Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR)

Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) adalah be rat bayi


baru lahir yang kurang dari 2500 gram Penyebabnya antara
lain bayi lahir prematur atau persalinan kurang bulan atau berat
bayi lahir kecil untuk masa kehamilan yang normal.

2) Asfiksia pada Bayi

Baru Lahir Asfiksia neonatorum adalah kegagalan


napas secara spontan dan teratur pada saat lahir atau beberapa
saat setelah saat lahir yang ditandai dengan hipoksemia,
hiperkarbidia dan asidosis (IDAL, 2004)

3) Kejang pada Bayi Baru Lahir

Kejang pada bayi baru lahir ialah kejang yang timbul


pada masa neonatus atau dalam 28 hari sesudah lahir Kejang
bukanlah suatu penyakit te tapi merupakan gejala dari
gangguan saraf pusat. lokal, dan sistemik (Maryunani dan Eka,
2013).

4) Perdarahan Tali Pusat

Perdarahan tali pusat yaitu adanya cairan (darah) yang


keluar di sekitar tali pusat bayi. Aki bat dari trauma pengikatan
tali pusat yang kurang baik atau kegagalan proses
pembentukan trombus normal. Namun demikian merupakan
hal yang normal jika perdarahan yang terjadi di sekitar tali
pusat dalam jumlah yang sedikit.
3. Hubungan Antara Kegawatdaruratan Maternal dan Neonatal

Dalam kasus kegawatdaruratan terdapat komplikasi yang berhubungan


antara ibu dan janin. Kegawatdarurat an yang bisa terjadi antara lain:

a. Gawat Janin

Gawat janin adalah keadaan/reaksi ketika ja nin tidak


memperoleh oksigen yang cukup sehingga mengalami hipoksia.
Situasi ini dapat terjadi dalam jangka waktu lama atau akut (Kurniasih,
dkk, 2017)

b. Janin 1 (Kehamilan Ganda)

Kehamilan ganda atau hamil kembar adalah ke hamilan dengan


dua janin atau lebih (Prawirohadjo. 2008)

c. Kematian Janin Dalam Uterus (IUFD)

Kematian janin dalam kandungan adalah kematian janin ketika


masing masing berada dalam rahim yang beratnya 500 gram dan usia
kehamilan 20 ming gu atau lebih (Achadiat, 2000 dalam Kurniasih,
dkk.. 2017).

d. Prolaps Tali Pusat

Prolaps tali pusat adalah suatu kondisi saat tali pusat berada
mendahului kepala bayi di leher rahim atau bahkan di vagina ibu Tali
pusat yang mendahului kepala bayi dapat menghalangi jalannya bayi
untuk la hir dan juga dapat menekan tali pusat bayi. Penekan an pada
tali pusat inilah yang membuat prolaps tali pusat dapat membahayakan
bayi. Hal ini mengingat tali pusat menghubungkan ibu dan janin Bayi
masih membutuhkan pasokan nutrisi dan oksigen yang cu kup bahkan
saat bayi tersebut sedang dalam proses kelahiran.

Tali pusat yang tertekan saat prolaps tali pusat terjadi


berdampak pada penurunan detak jantung bayi dan pasokan aliran
darah ke bayi menjadi ter hambat. Jika keadaan ini terjadi pada ibu
bayi akan mengalami kekurangan pasokan nutrisi dan oksigen dari ibu.
Penekanan pada tali pusat juga menjadi pe nyebab karbon dioksida
menumpuk dalam aliran da rah bayi sehingga dapat mengakibatkan
asidosis per napasan. Jika bayi kekurangan oksigen, maka dapat
menyebabkan kerusakan otak bahkan kematian.

Anda mungkin juga menyukai