Anda di halaman 1dari 9

a.

Peran Kesiagaan
1) Suami Siaga
Berbicara tentang peran kestagaan terkait dengan ke hamilan, yang paling bisa
diandalkan tentu adalah suami Selain karena kedekatan emosi dan hubungan, suami
ada lah orang yang memiliki kepentingan terhadap kehamilan yang dijalani sang istri.
Akan tetapi, pada praktiknya, banyak suami yang be lum memiliki kesadaran penuh
dan siap siaga terhadap kondisi istri yang sedang mengandung. Ketidakpedulian itu
dapat membawa pengaruh besar, meskipun telah ter gantikan dengan kasih sayang
anggota keluarga yang lain. Salah satu pengaruh terbesarnya adalah kondisi psikis ibu
yang nantinya dapat berdampak pada kesehatan janin.
Ada juga tipikal suami yang tidak ingin terlibat banyak segala kebutuhan istri ketika
hamil. Hal ini juga akan berdampak mengingat kekuatan ibu hamil yang kian
menurun, tentu ada banyak hal yang tidak bisa dilakukan nya sendiri. Ketika suami
menolak terlibat banyak, otoma tis akan banyak pula kegiatan yang seharusnya
dijalankan tetapi tidak terlaksana, seperti mengecek kehamilan secara rutin dan
pemantauan pemenuhan gizi selama kehamilan.
Oleh karena itu, ada program Suami Siaga (Siap Antar Jaga) yang dikembangkan dari
program sebelumnya. Ge rakan Sayang Ibu (GSI) Gerakan Sayang Ibu telah dirintis
sejak tahun 1996 yang bertujuan untuk membantu me nekan angka kematian ibu dan
bayi, serta meningkatkan kualitas kehamilan, persalinan, dan masa nifas. Awalnya,
gerakan tersebut berjalan baik dan membawa pengaruh. yang cukup terhadap
penurunan angka kematian ibu dan bayi. Akan tetapi, setelah 9 tahun berjalan, ada
pelemahan kekuatan yang mengakibatkan peningkatan kembali ang ka kematian ibu
dan bayi.
Pemerintah pun melakukan perbaikan dengan sedi kit mengubah konsep peran suami
tidak lagi dengan nama Gerakan Sayang Ibu (GSI), tetapi dengan program Suami
Siaga (Siap Antar Jaga) yang merupakan cabang dari pro gram Desa Siaga yang akan
dibahas pada subbab selanjut nya. Program Suami Siaga bertujuan untuk
meningkatkan kesadaran suami dalam mengambil peran sebagai orang pertama yang
memiliki kewajiban dalam menyiapkan biaya pemeriksaan selama kehamilan dan
siap mengantarkan ke tempat pemeriksaan, menyiapkan biaya persalinan dan siap
mengantarkan ke tempat persalinan, serta siap mene mani selama persalinan dan
menjaganya selama masa nifas.
Lebih detail, seorang suami siaga harus siap dengan berbagai kewajiban di bawah ini:
a) Menyediakan tabungan bersalin dan memiliki biaya pemeriksaan selama
kehamilan.
b) Mengantar istri ke tempat pemeriksaan.
c) Menjaga istri selama masa kehamilan dan nifas.
d) Memprioritaskan istri yang sedang melahirkan dan menemani selama proses
persalinan berlangsung Menggunakan kewenangan dengan bijak dalam
mengambil keputusan ketika terjadi kondisi gawat darurat
e) Memiliki hubungan yang baik dengan tetangga dan tenaga kesehatan yang terlibat
selama atau setelah masa kehamilan.
f) Memiliki pengetahuan terkait kehamilan, persalinan, dan nifas, dari hal-hal yang
dianjurkan hingga yang membahayakan.
Untuk menjadi perhatian bidan, pengetahuan itu lebih jelasnya adalah sebagai
berikut:
a) Upaya memberikan asupan gizi terbaik selama masa kehamilan demi
terpenuhinya gizi janin dan kemu dahan dalam persalinan.
b) Pencegahan "empat terlambat", yaitu terlambat men capai tempat bersalin,
terlambat mendapatkan pe nanganan di tempat bersalin, terlambat mengenali
tanda-tanda bahaya selama persalinan, dan terlambat mengambil keputusan.
c) Upaya agar tidak "empat terlalu", yaitu terlalu muda, terlalu tua, terlalu banyak,
dan terlalu dekat jarak
d) Pengetahuan terkait kehamilan, persalinan, dan nifas, mulai dari pencegahan
hingga penanganan masalah, dilengkapi dengan donor darah dan tabungan
persalinan.
e) Persiapan transportasi siaga dan kesiapan melakukan rujukan
Dengan mengetahui semua hal tersebut, seorang suami pasti akan dapat
meningkatkan perhatiannya kepada istri yang tengah mengandung dan dapat
mewujudkan kebaha giaan bersama. Secara bersamaan, suami yang memiliki
kesadaran untuk terlibat juga akan menghasilkan kualitas yang lebih baik dalam masa
kehamilan, persalinan, ataupun masa nifas. Terpenuhinya segala kebutuhan sang ibu
ada lah awal dari berjalannya masa yang baik selama kehamil an yang diharapkan
akan memberikan hasil yang baik pula pada keselamatan ibu dan kesehatan bayi
setelahnya.
Tidak dapat dimungkiri dalam penerapannya ten tu akan ditemui kebosanan atau
perasaan ingin terlepas barang sebentar dari berbagai kewajiban tersebut. Bidan yang
mendampingi harus mampu melihat gejala-gejala yang ada sehingga dapat membantu
memberikan dukung an dan menetapkan posisi suami agar tetap siaga

Ada beberapa hal yang bisa menjadi faktor yang me mengaruhi tingkat kepedulian
suami terhadap kehamilan istri, antara lain:
a) Tingkat Pendidikan
Seorang suami yang telah mengenyam pendidik an tinggi minimal Strata-1 (S1),
secara umum mampu membuka diri untuk mendapatkan wawasan baru ter kait
kehamilan dengan baik. Akan tetapi, tidak menu tup kemungkinan juga mereka
yang tidak mengenyam pendidikan tinggi memiliki kepedulian terhadap ilmu
pengetahuan begitu tinggi
Apapun tingkat pendidikan suami, seorang bidan harus tetap memberikan
pengetahun dasar sebagai pegangan peran mereka terhadap masa kehamilan istri.
Kendati isi yang disampaikan sama, perbeda an tingkat pendidikan baiknya
menjadi pertimbang an bagi bidan dalam memilih cara penyampaian dan kata-
kata yang dapat dipahami sesuai latar belakang pendidikan suami. Pengetahuan
dasar tersebut adalah beberapa pengertian bahwa:
 Suami adalah yang paling berhak memegang pe ran krusial seperti
pengambilan keputusan, baik yang berkaitan dengan bayi maupun istri.
 Suami adalah satu-satunya orang yang memiliki ke pentingan terhadap
kesehatan reproduksi istri.
 Suami harus memiliki sikap pengertian terhadap berbagai perubahan yang
terjadi pada istri pasca kehamilan dan ikut terlibat dalam peningkatan
setelahnya.
 Suami harus terlibat aktif dalam perencanaan KB dan mampu menilai rencana
terbaik untuk masa depan keduanya
b) Pendapatan
Seorang suami yang memiliki pendapatan tinggi dipastikan akan lebih mudah
memenuhi kebutuhan istri selama hamil hingga masa nifas selesai. Hal itu
dikarenakan ada dana berlebih yang bisa langsung dimanfaatkan setelah
kebutuhan dasar rumah tangga selesai dipenuhi.
Berbeda halnya dengan keluarga yang pendapatan suaminya pas-pasan untuk
kebutuhan rumah tangga. Pada dasarnya, sekitar 75-100% dari pendapatan sua mi
di Indonesia digunakan untuk pemenuhan keperlu an hidup. Maka, tidak heran
jika biaya untuk memenuhi kebutuhan ibu hamil masih menjadi hal yang baru dan
terlepas dari pendapatan yang didapatkan tiap bulan.
Persoalan terkait keuangan ini pun menjadi hal yang sangat krusial karena
terkadang memaksa sang ibu harus menekan kebutuhan kehamilannya yang se
harusnya wajib dilakukan Suami sebagai pemegang keputusan di keluarga pun
mengambil peran utama dalam menentukan apakah sang istri harus melaksa
nakan prosedur kehamilan yang sesuai standar atau tidak.
Tentu akan sangat berpengaruh ketika segala ke butuhan kehamilan itu terhalang
karena kekurangan dana yang kurang diperhatikan juga oleh suami. Bidan harus
tanggap melihat permasalahan ini dan harus mencoba memberikan solusi
keuangan Akan sangat baik jika tabungan persalinan dilakukan jauh sebelum istri
hamil. Namun, jika sudah terlanjur dan masa per salinan telah mendekat, inisiasi
diadakan dana sosial persalinan adalah jalan yang baik dengan melibatkan
tetangga dan masyarakat pada umumnya.
c) Kebudayaan
Kehidupan keluarga yang berbasis patriarkal di Indonesia masih banyak terjadi di
berbagai daerah. Budaya yang menempatkan wanita ada di belakang laki-laki
tersebut terkadang menjadi perkara bagi mereka untuk tidak terlibat banyak untuk
urusan kehamilan.
Mengambil alih pekerjaan dapur dan rumah tangga keluarga selama kehamilan
istri adalah hal baru yang mungkin merepotkan dan tidak sesuai dengan tugas
mereka memimpin dan mencari nafkah Pemi kiran berbasis kebudayaan yang
kurang tepat itulah yang terkadang menjadi sumber masalah dalam pe kebutuhan
ibu hamil dan tetap terlaksana nya urusan rumah tangga
Bidan yang mendampingi harus tanggap terhadap permasalahan semacam itu
karena dampak yang di hasilkan akan sangat besar dan cenderung berbahaya.
tidak hanya bagi kesehatan sang ibu dan keselamatan calon bayi, tetapi juga pada
kelangsungan pernikahan. dan rumah tangga keduanya. Beberapa upaya yang
dapat dilakukan bidan atau tenaga kesehatan lain yang bertugas adalah:
 Menjelaskan tentang kesetaraan gender, baik melalui lingkup diskusi formal
atau informal secara langsung kepada keluarga yang menjadi sasaran.
 Memberikan penyuluhan terkait peran suami ter hadap istri yang sedang hamil
secara khusus di forum yang hanya dihadiri laki-laki yang sudah menikah
 Menempelkan poster di tempat-tempat tertentu sebagai cara lain penyuluhan
agar tidak monoton dalam bentuk sosialiasi lisan terus-menerus.
 Menjadikan beberapa suami yang telah berperan baik sebagai contoh sehingga
mereka yang memiliki rasa pakewuh (enggan) akan mencontoh tindakan yang
sama.
 Membuat aturan yang dapat menjadi patokan bagi mereka agar bertindak
sesuai dengan waktu yang tepat dan kebutuhan istri, dan agar menjadi
motivasi tersendiri seiring dengan penumbuhan kesadaran secara alami.
 Memasang tanda tertentu di depan rumah dengan stiker atau semacamnya
sebagai tanda, sehinga warga sekitar dapat memberi perhatian khusus dan
teguran apabila suami terlihat lalai menjalan kan kewajibannya.
2) Bidan Siaga
Selain suami yang diberdayakan melalui program Sua mi Siaga, pemerintah juga
mengupayakan agar bidan yang bertugas juga memiliki sikap kesiagaan yang sama.
Hal itu karena mereka juga berperan untuk menyadarkan suami yang lalai dari
kewajiban. Selain itu, bidan berperan pen ting menemani ibu selama masa kehamilan
hingga masa nifas berakhir. Bidan juga harus memperhatikan perkem bangan bayi
dengan segala kewajiban penyuluhan dan pe meriksaan yang diperlukan. Di luar
kunjungan rutin yang menajdi kewajibannya, bidan harus tanggap dalam berba gai
masalah yang muncul. Karena berbagai alasan itulah seorang bidan dituntut untuk
selalu siaga.
Bidan yang siaga harus ikut aktif dalam berbagai pro gram yang dijalankan di area
kerjanya, biasanya lingkup desa. Mengenal masyarakat secara dekat adalah jalan yang
ideal untuk bisa memberikan pelayanan terbaik kepada masyarakat yang upayanya
harus dijalankan sendiri. Seti ap desa memiliki karakteristik berbeda yang merupakan
tantangan bagi bidan untuk terjun dan membaur dengan baik bersama mereka
Seorang bidan siaga juga harus memiliki inisiatif un tuk terlibat dalam kegiatan
kemasyarakatan, tidak hanya berfokus pada agenda kesehatan yang menjadi program
nya saja. Ketika menjadi pelopor untuk program kesehat an, ia tetap harus ikut
menjadi bagian dari program warga di mana ia bekerja. Keterlibatan itu juga akan
menciptakan kesadaran bagi warga untuk turut aktif dalam program ke sehatan yang
ditawarkan bidan.
Apabila bidan tidak terjun dengan baik dan membaur di tengah masyarakat, upaya
untuk menjadikan mereka terlibat aktif di program kesehatan yang telah dicanang.
kan pun sulit diharapkan. Untuk menarik hati masyarakat, bidan harus memberikan
hatinya terlebih dahulu. Hal yang terpenting adalah kualifikasi bidan yang harus
kompeten dan terampil serta terlatih berdasarkan standar yang dite rapkan.
Pengetahuan yang dimiliki harus luas dan terbuka akan pengetahuan baru, terutama
yang berkaitan dengan kondisi di mana ia ditugaskan.

Pengetahuan yang dimiliki pun harus terus diperba rui sesuai dengan perkembangan
dunia kesehatan yang memang relatif cepat Berbagai aplikasi kesehatan yang
memudahkan praktik kesehatan harus dimiliki sebagai penunjang dari buku buku
yang telah dikuasai. Masalah persalinan, kehamilan, dan pelayanan adalah ilmu
mutlak yang harus dikuasai. Selain itu, bidan juga harus mema hami obat-obatan
tertentu yang masuk dalam ketetapan Keputusan Menteri Kesehatan (Kepmenkes) RI
Nomor 900/Menkes/SK/VII/2002.
Kesiagaan seorang bidan juga harus ditunjukkan de ngan tanggap ketika harus hadir
cepat ke rumah pasien yang sedang membutuhkan bantuan. Jarak dan waktu ti dak
boleh menjadi alasan bagi bidan untuk absen ketika pertolongan itu dibutuhkan
Kesiagaan ini harus diting katkan ketika menjelang persalinan. Bidan harus siap dan
senantiasa siaga.
3) Desa Siaga
Setelah secara individu memberdayakan suami dan bidan agar selalu siaga, langkah
berikutnya adalah mem berdayakan masyarakat desa secara menyeluruh untuk terlibat
langsung dan menumbuhkan kepedulian terhadap keberadan ibu hamil.
Selain terhadap ibu hamil, kesiagaan suatu desa juga ditunjukkan pada kesiapan dan
kemauan serta kemampu an dalam mengatasi bahkan mencegah berbagai
permasalahan yang timbul terkait kesehatan, kegawatdaruratan, atau bencana.
a) Tujuan Desa Siaga
Tujuan Desa Siaga menurut Yulifah (2014) adalah mewujudkan masyarakat desa
yang sehat, peduli, ser ta tanggap terhadap permasalahan kesehatan di wila
yahnya. Secara khusus, tujuan tersebut dapat dijabarkan sebagai berikut.
 Meningkatnya pengetahuan dan kesadaran masyarakat desa tentang
pentingnya kesehatan.
 Meningkatkan kewaspadaan dan kesiapsiagaan masyarakat desa tentang
pentingnya kesehatan (bencana, wabah, kegawatdaruratan, dan seba gainya).
 Meningkatkan keluarga yang sadar gizi dan me laksanakan perilaku hidup
sehat dan bersih.
 Meningkatnya kesehatan lingkungan desa.
 Meningkatnya kemampuan dan kemauan masyarakat desa untuk saling
menolong di bidang kesehatan.

b) Kriteria Desa Siaga


Untuk mewujudkan desa siaga, ada parameter atau kriteria yag harus dipenuhi,
yaitu:
 Memiliki pelayanan kesehatan dasar Jika tidak ada puskemas, minimal ada
poliklinik atau pos kesehatan desa (Poskesdes)
 Mempunyai forum masyarakat desa yang aktif dan dilaksanakan secara
berkala.
 Memiliki setidaknya dua jenis upaya kesehatan. bersumberdaya masyarakat
sesuai kebutuhan masyarakat setempat.
 Ada pembinaan dari Puskesmas atau Poskesdes yang telah dilengkapi dengan
PONED
 Ada pelayanan kegawatdaruratan kecil bagi ibu ha mil, ibu bersalin, ibu nifas,
dan bayi baru lahir.
 Ada pengamatan kesehatan berkesinambungan yang dilaksanakan berbasis
masyarakat.
 Ada sistem siaga yang diterapkan.
 Ada pembiayaan kesehatan berbasis masyarakat.
 Mempunyai lingkungan yang sehat.
 Ada pembiasaan berperilaku bersih dan sehat bagi masyarakat, baik di
lingkungan rumah maupun lingkungan desa.
c) Tahapan desa siaga
Untuk mencapai kriteria Desa Siaga seperti yang telah dijabarkan di atas, ada
beberapa tahapan yang harus dilalui agar Desa Siaga dapat terealiasasi. Empat
tahapan tersebut adalah
 Tahap Pembinaan
Di desa biasanya sudah terbentuk kelompok kelompok yang memiliki
aktivitas rutin sederha na, misalnya kelompok ibu-ibu yasinan, kelompok
pemuda Karang Taruna, atau kelompok bapak bapak pemain voli. Tahap
pembinaan bisa dimu lai dengan masuk ke dalam beberapa kelompok tersebut
untuk selanjutnya ditambah agendanya yangsesuai dengan program kesehatan,
seperti Usaha Kesehatan Berbasis Masyarakat (UKBM) atau donor darah
berjalan. Hal ini akan lebih mu dah jika dibandingkan dengan membentuk ke
lompok baru. Pembinaan oleh bidan atau tenaga kesehatan lain harus
dilakukan secara intensif agar tercipta perasaan terlibat sejak awal.
 Tahap Pertumbuhan
Setelah terbentuk dan dibina di awal, tahap. selanjutnya adalah tahap
pertumbuhan yang ber fokus pada peningkatan kegiatan kelompok yang sudah
ada. Misalnya, UKBM yang sudah ada di tambah keaktifannya dengan
melibatkan lebih banyak jenis usaha. Posyandu dan Polindes pun diupayakan
bertumbuh pada tahap madya. Per tumbuhan yang melibatkan lebih banyak
masya rakat ini pun harus lebih didampingi, misalnya oleh pihak LSM terkait
yang telah berpengalaman dengan hal serupa. Tambahan pendampingan ini
pun akan berpengaruh pula pada kualitas.
 Tahap Perkembangan
Pada tahap ini, semua yang telah berjalan de ngan baik dikembangkan dari
segi kualitas dan ku antitas. Dengan meningkatnya kualitas kegiatan, kualitas
perorangan diharapkan akan meningkat pula. Kesiagaan masing-masing
individu terhadap kebutuhan ibu hamil dan kesehatan orang-orang sekitar pun
telah terbentuk. Pola otomatis telah menaungi masing-masing orang untuk
turut peduli dengan sekitarnya Kendati sudah berjalan dengan baik,
pendampingan tetap saja diperlukan agar peningkatan dapat berjalan
maksimal, tidak mengalami kemunduran.
 Tahap Paripurna
Tahap ini adalah tahap terakhir yang menan dai bahwa pembinaan yang
dilakukan sebelum nya dapat dihentikan Sebagian besar masyarakat atau
bahkan seluruhnya telah memiliki kesadaran otomatis untuk melibatkan diri
dalam program kesehatan di desanya. Kriteria yang termaktub dalam Desa
Siaga telah terpenuhi. Bahkan, para warganya telah menerapkan hidup dan
perilaku yang sehat setiap harinya

Anda mungkin juga menyukai