Anda di halaman 1dari 45

ANALISIS PEMASARAN PEPAYA CALIFORNIA

(Studi Kasus Pada Pemasaran Pepaya California di Kelurahan Sirnagalih,


Kecamatan Indihiang, Kota Tasikmalaya)

SKRIPSI

Oleh:
Dania Nur Fajrina
175009044

JURUSAN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN


UNIVERSITAS SILIWANGI
TASIKMALAYA
2021
2

ANALISIS PEMASARAN PEPAYA CALIFORNIA

(Studi Kasus Pada Pemasaran Pepaya California di Kelurahan Sirnagalih,


Kecamatan Indihiang, Kota Tasikmalaya)

SKRIPSI

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk melaksanakan penelitian dalam rangka
penulisan skripsi pada Jurusan Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas
Siliwangi

Oleh:
Dania Nur Fajrina
175009044

JURUSAN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN


UNIVERSITAS SILIWANGI
TASIKMALAYA
2021
i
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Untaian zamrud di khatulistiwa sudah menjadi julukan erat bagi Indonesia. Hal
ini dikarenakan Indonesia merupakan negara tropis sehingga hanya memiliki 2 musim,
seiring dengan kepemilikan 2 musim tersebut menjadikan keunggulan komparatif
untuk pengembangan pertanian sebagaimana yang dinyatakan Sukino (2013).
Sehingga kekayaan atas sumber daya alam (SDA) dimiliki oleh Indonesia, kekayaan
ini terdiri dari sumber daya air, sumber daya lahan, sumber daya hutan, sumber daya
laut hingga keanekaragaman hayati yang tersebar luas. Kekayaan ini tentu menjadi
suatu modal dan peluang bagi negara untuk meningkatkan perekonomian negara.
Sumber utama kekayaan alam ini tentu perlu diperhatikan dan ditingkatkan
produktivitasnya, salah satunya adalah sektor pertanian (Widyawati, 2017).
Indonesia disebut sebagai negara agraris karena sektor unggulan yang
diandalkannya merupakan sektor pertanian. Letak geografis Indonesia yang berada
pada garis khatulistiwa yang mana memiliki iklim tropis dan tanah yang subur
sehingga menunjang dalam kegiatan pertanian. Selama manusia masih memerlukan
makanan untuk mempertahankan hidup, tentu membutuhkan hasil pertanian sebagai
sumber utama kebutuhan. Maka, usaha dalam sektor pertanian akan selalu berjalan.
Hal ini menyebabkan pertanian menjadi sektor utama dalam meningkatkan
pembangunan ekonomi negara. (Hayati, 2017).
Sektor pertanian memiliki artian luas, sehingga memiliki beberapa subsektor
dibawahnya yaitu subsektor tanaman pangan, subsektor perkebunan, subsektor
peternakan, subsektor perikanan, subsektor kehutanan dan subsektor hortikultura.
Subsektor Hortikultura memiliki potensi yang cukup besar karena didukung oleh
payung hukum/regulasi, keanekaragam hayati, ketersediaan lahan, iklim yang sesuai,
hingga ketersediaan pasar. Subsektor hortikultura pada sektor pertanian merupakan
sub sektor dengan pertumbuhan yang meningkat secara signifikan dalam pertumbuhan
ekonomi triwulan II-2018 BPS. Subsektor hortikultura telah tumbuh
perkembangannya menjadi salah satu pertumbuhan dan penggerak ekonomi di
pedesaan maupun perkotaan. Perannya cukup signifikan dalam pembangunan ekonomi
nasional (Direktorat Jenderal Hortikultura, 2019).

1
2

Menurut Undang-Undang Nomor 13 tentang Hortikultura (2010), tanaman


hortikultura merupakan sumber pangan bergizi, estetika, dan obat-obatan yang sangat
diperlukan untuk kesehatan manusia. Hal ini dikarenakan tanaman hortikultura
berfungsi sebagai sumber karbohidrat, protein dan serat. Selain itu asupan vitamin,
mineral, enzim, antioksidan yang terkandung bermanfaat sebagai bahan aktif obat
alami untuk menjaga kesehatan sehingga menjadi kebutuhan pokok yang diperlukan
manusia. Oleh karena itu permintaan produk pada subsektor hortikultura ini
mendatangkan keuntungan yang tinggi apabila dikelola secara optimal.
Menurut Awis (2020) Buah-buahan merupakan salah satu komoditas yang
mempunyai tingkat permintaan pasar yang tinggi sehingga tingkat konsumsinya pula
tinggi. Hal ini tentu dipahami masyarakat bahwa pemenuhan gizi dan nutrisi bagi
tubuh yang terkandung pada buah-buahan dibutuhkan untuk kesehatan tubuh.
Permintaan pasar terhadap buah-buahan cenderung terus meningkat, karena buah-
buahan merupakan kebutuhan pokok bagi masyarakat untuk memenuhi empat sehat
lima sempurna. Oleh karena itu, hal ini merupakan sebuah peluang guna peningkatan
agribisnis buah. Aliffina (2018) menyatakan dari hasil penelitiannya bahwa konsumsi
perkapita buah di Indonesia memperlihatkan bahwa buah pepaya menginjak angka
tertinggi. Hal ini disebabkan bahwa buah pepaya sepanjang tahun ketersediaanya
selalu mencukupi dan pemenuhan konsumsi tercukupi dapat dilihat sebagaimana data
yang disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1. Rata-rata Konsumsi buah-buahan (kg/kapita/tahun)
No Nama Buah Kilogram/Kapita
1. Jeruk 3,29
2. Salak 2,07
3. Pisang Ambon 2,64
4. Pepaya 5,16
5 Apel 0,96
6. Semangka 1,96
7. Tomat Buah 0,90
8. Rambutan 0,85
Sumber: Jurnal FMIPA UNPAD, Angka Konsumsi dan Produksi Pepaya di Indonesia
Pepaya (Carica papaya L.) menurut Santoso (2017) merupakan buah yang dapat
dibudidayakan di daerah tropis. Buah ini memiliki nilai ekonomis tinggi dan banyak
digemari masyarakat. Pepaya merupakan buah buni (bacca), yang dimaksud akan hal
3

tersebut yaitu buah pepaya memiliki dua lapisan daging buah. Lapisan buah terbuat
terdiri dari lapisan luar yang tipis agak kaku seperti kulit belulang dan lapisan dalam
yang tebal, lunak dan berair. Pepaya termasuk buah buni yang berdinding tebal dan
dapat dimakan, bentuk buah pepaya berbentuk bulat hingga lonjong. Buah pepaya
mempunyai nilai gizi tinggi dengan komposisi yang dimiliki berupa air, lemak,
karbohidrat, protein, energi, serta, kalsium, fosfor, besi, vitamin A, vitamin B1, serta
vitamin C. Buah pepaya yang kaya dan tinggi akan nilai gizi memiliki banyak khasiat
bagi tubuh. Keunggulan yang dimiliki buah pepaya berpengaruh atas peningkatan
konsumsi buah pepaya, hal ini dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Konsumsi Buah Pepaya Rumah Tangga di Indonesia, tahun 2013 - 2017
No Tahun Kilogram/Kapita
1. 2013 1,825
2. 2014 2,086
3. 2015 2,242
4. 2016 2,868
5. 2017 5,319
Sumber: Direktorat Jendral Hortikultura, 2020
Tabel 2 menjelaskan bahwa konsumsi buah pepaya rumah tangga di Indonesia
pada tahun 2013 sampai dengan 2017 relatif naik. Pada tahun 2017 merupakan
kenaikan yang terlihat sangat signifikan atas konsumsi buah pepaya di Indonesia
dengan angka 5,319 kilogram per kapita. Tentu hal ini merupakan dampak positif akan
peningkatan permintaan terhadap buah pepaya itu sendiri. Sehingga akan hal ini faktor
produksi pula perlu diperhatikan guna memenuhi permintaan akan pepaya.
Komoditas pepaya banyak dibudidayakan di berbagai daerah di Indonesia
dikarenakan tingkat konsumsi terhadap buah pepaya itu sendiri terus meningkat.
Pertumbuhan buah pepaya telah menyebar luas ke beberapa daerah di Indonesia dan
Jawa Barat, yang merupakan salah satu provinsi dengan jangkauan produksi pepaya
yang luas dan memiliki keunggulan yang mampu menjadi pemasok buah pepaya lebih
banyak dari daerah lain. Keadaan daerah di berbagai Kota di Jawa Barat berpengaruh
atas pemenuhan kebutuhan konsumsi buah pepaya. Ketinggian tempat, kesuburan
tanah, dan iklim berpengaruh atas keadaan daerah tersebut yang menunjang
pertumbuhan buah pepaya. Beberapa kota di provinsi Jawa Barat yang memproduksi
buah pepaya yaitu Kota Bandung, Kota Tasikmalaya, dan Kota Cirebon yang bisa
dilihat lebih jelas pada Tabel 3.
4

Tabel 3. Produksi Buah Pepaya di Berdasarkan Kota di Jawa Barat, tahun 2014 –
2018
No Kota Tahun (dalam kuintal)
2014 2015 2016 2017 2018
1. Bandung 198 61 0 10 13
2. Tasikmalaya 374 276 1.242 2.435 2.807
3. Cirebon 230 169 559 261 446
Sumber: Open Data Provinsi Jawa Barat (2020)
Tabel 3 menjelaskan tingkat produksi pepaya di beberapa kota di Jawa Barat dari
tahun 2014 sampai dengan 2018 yang cenderung berfluktuasi. Produksi buah pepaya
di Kota Tasikmalaya cenderung stabil meskipun terjadi penurunan di tahun 2015
sebesar 276 kuintal namun pada tahun 2016 terjadi peningkatan yang drastis hingga
1.242 kuintal. Kondisi lingkungan di Kota Tasikmalaya memiliki iklim yang cocok
untuk ditanami pepaya, faktor lainnya yaitu tanah, cuaca hingga ketersediaan air sesuai
dengan syarat tumbuh buah pepaya.
Pepaya Calina merupakan merupakan salah satu varietas unggul dengan jenis
pepaya yang memiliki keunggulan yaitu buahnya tidak terlalu besar di ukuran sekitar
0,8 – 2 kg/buah, berkulit tebal, halus dan mengkilap, berbentuk lonjong, kematangan
buah berwarna kuning, manis, dan daging buahnya kenyal. Pepaya Calina atau biasa
dikenal pepaya california ini relatif mudah dalam budidaya, hama dan penyakit pada
tingkat penyerangan yang minim, waktu relatif cepat dari masa tanam hingga berbuah
sekitar 7 bulan dan dapat berbuah hingga mencapai umur 3 - 4 tahun. Pepaya California
dapat ditanam di dataran rendah sampai ketinggian 700 meter di atas permukaan air
laut (Widhiandono & Darmawan 2017).
Kelurahan Sirnagalih merupakan salah satu kelurahan yang berada di
Kecamatan Indihiang Kota Tasikmalaya yang berperan menjadi produsen pada
subsektor Hortikultura baik sayur-sayuran maupun buah-buahan khususnya pada buah
Pepaya California. Menurut tim Balai Penyuluh Pertanian Kecamatan Indihiang
(2020), permasalahan utama terdapat pada aspek pemasaran yang kurang efektif
sehingga berdampak pada pendapatan petani. Ketimpangan harga yang sangat
signifikan antara harga jual petani dengan harga yang ada di pasaran. Hal yang didapati
atau masalah yang selalu dihadapi yaitu pendapatan petani masih rendah sedangkan
biaya produksi tinggi.
5

Pemasaran menurut Sahari dan Masyafak (2002) merupakan salah satu subsistem
agribisnis yang berperan penting, karena kegiatan pemasaran berpengaruh terhadap
pendapatan petani. Hal ini disebabkan kegiatan pemasaran berkaitan terhadap tingkat
harga yang diterima petani. Permasalahan dalam pemasaran selalu dilihat karena tidak
efisiennya sistem pemasaran itu sendiri yang disebabkan oleh banyak faktor, faktor
yang sering dihadapi yaitu rantai pemasaran yang terlalu panjang, sarana dan prasarana
yang kurang memadai, kesulitan menyampaikan produk, harga produk pertanian yang
fluktuatif, tidak memadainya fasilitas pemasaran dan informasi pasar, serta sistem
kelembagaan yang tidak sehat. Aspek pemasaran merupakan hal penting terhadap
suatu perkembangan komoditas pertanian.
Apabila mekanisme pemasaran berjalan baik maka pihak yang terlibat akan
diuntungkan. Pihak yang terlibat pada suatu proses pemasaran yaitu lembaga-lembaga
pemasaran yang menjalankan fungsi pemasaran guna memperlancar proses
pemasaran. Kelembagaan yang terlibat dalam pemasaran, memiliki perbedaan atas
saluran pemasaran yang dilalui, biaya yang dikeluarkan, pendapatan yang diperoleh
serta tingkat efisiensi pemasaran belum diketahui. Soekartawi (2002) menyatakan
bahwa efisiensi pemasaran digunakan guna mengukur tingkat efisiensi pemasaran
pada setiap lembaga pemasaran yang terlibat dalam proses pemasaran.
Efisien atau tidaknya saluran pemasaran akan berpengaruh terhadap pendapatan
petani. Saluran pemasaran merupakan alur yang terbentuk dilihat dari banyaknya
lembaga yang terlibat dalam proses pemasaran produk. Gambaran akan pola saluran
pemasaran dan tingkat efisiensi pemasaran akan menentukan peluang petani pepaya
California Kelurahan Sirnagalih dalam memasarkan produknya. Kinerja kelembagaan
yang baik dan kemudahan layanan yang ditawarkan kelembagaan mempengaruhi
petani dalam memasarkan produknya, agar meminimalisir resiko yang harus
ditanggung petani. Saluran pemasaran, lembaga pemasaran yang terlibat, biaya
pemasaran, keuntungan pemasaran serta jarak tempuh komoditas berpengaruh atas
tingkat efisien suatu sistem pemasaran. Oleh karena itu, perlu dilakukan analisis
saluran pemasaran, fungsi lembaga pemasaran, margin pemasaran, farmer’s share dan
efisiensi pemasaran terhadap kegiatan pemasaran di Kelurahan Sirnagalih Kecamatan
Indihiang.
6

1.2 Identifikasi Masalah


Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka dapat diidentifikasikan
masalah yang perlu dikaji sebagai berikut:
1. Bagaimana pola saluran pemasaran dan fungsi pemasaran pepaya california
Kelurahan Sirnagalih Kecamatan Indihiang?
2. Berapa nilai margin pemasaran serta farmer’s share pemasaran pepaya
california di Kelurahan Sirnagalih Kecamatan Indihiang?
3. Bagaimana efisiensi pemasaran untuk setiap saluran pemasaran pepaya
california di Kelurahan Sirnagalih Kecamatan Indihiang?
1.3 Tujuan Penelitian
Berdasarkan identifikasi masalah diatas, adapun tujuan dari penelitian ini yaitu
sebagai berikut:
1. Menganalisis saluran pemasaran dan fungsi pemasaran pepaya california di
Kelurahan Sirnagalih Kecamatan Indihiang
2. Menganalisis nilai margin pemasaran serta farmer’s share pemasaran pepaya
california di Kelurahan Sirnagalih Kecamatan Indihiang.
3. Menganalisis efisiensi pemasaran pepaya california di Kelurahan Sirnagalih
Kecamatan Indihiang
1.4 Manfaat Penelitian
Penelitian diharapkan dapat memberikan manfaat bagi khalayak, terkhusus untuk:
1. Bagi peneliti, penelitian ini bermanfaat untuk memperluas jangkauan wawasan
di bidang pemasaran pertanian khususnya pada komoditas pepaya california.
2. Bagi pelaku usaha, penelitian ini bisa menjadi media informatif untuk
mengetahui dan menentukan saluran yang dapat meningkatkan efisiensi dalam
memasarkan produknya dan memberikan keuntungan yang maksimal bagi
semua pihak yang terlibat.
3. Bagi pemerintah, penelitian ini mampu menjadi bahan informasi guna
menetapkan kebijakan yang baik di sektor pertanian terutama berkaitan
dengan pemasaran
7
1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENELITIAN TERDAHULU
2.1. Tinjauan Pustaka
2.1.1. Pepaya (Carica papaya)
Pepaya (Carica papaya L.) merupakan buah yang dapat dibudidayakan di
daerah tropis. Buah ini memiliki nilai ekonomis tinggi dan banyak digemari
masyarakat. Pepaya termasuk dalam famili Caricaceae. Famili ini memiliki 4 genus,
yaitu Carica, Jarila, Jacaranta, dan Cylicomorpha. Ketiga genus pertama merupakan
tanaman asli Amerika tropis, sedangkan genus keempat merupakan tanaman asli
Amerika tropis, sedangkan genus keempat merupakan tanaman yang berasal dari
Afrika. Pepaya merupakan tanaman yang berasal dari Amerika tropis dengan pusat
penyebaran di daerah Meksiko bagian selatan, dan penyebarannya semakin meluas
di berbagai negara tropis termasuk Indonesia. Buah pepaya bersifat mudah busuk
(perishable) sehingga ketahanan buahnya tidak cukup lama karena setelah dipetik
buah pepaya masih tetap melakukan proses fisiologis seperti pernafasan, proses
biokimia, dan perubahan warna (Santoso, 2017).
Taksonomi tanaman pepaya secara lengkap adalah sebagai berikut:
Kingdom : Plantae (Tumbuhan)
Subkingdom : Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh)
Super Divisi : Spermatophyta (Menghasilkan biji)
Divisi : Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga)
Kelas : Magnoliopsida (berkeping dua/dikotil)
Sub kelas : Dilleniidae
Ordo : Violales
Famili : Caricaceae
Genus : Carica
Spesies : Carica papaya L.
Pepaya california merupakan hasil pemuliaan Pusat Kajian Hortikultura
Tropika Institut Pertanian Bogor dengan nama IPB-9 (Calina) dengan
peneliti/pemulia oleh Prof. Dr. Sriani Sujiprihati, Endang Gunawan, Msi., Kusuma
Darma, Msi., Ahmad Kurniawan dan Hidayat. Pepaya calina ini merupakan salah
satu varietas unggul yang dimanfaatkan masyarakat dan tersebar luas di seluruh

7
8

Indonesia yang lebih dikenal dengan nama Pepaya California. Pepaya california
memiliki beberapa keunggulan, diantaranya bentuk buah silindris seperti peluru,
warna kulit buah hijau dengan permukaan halus, memiliki cita rasa manis, warna
daging buah jingga, tekstur daging buah tebal, daya simpan lama hingga lebih dari
satu minggu, umur tanaman genjah dan perawakan tanaman rendah (Santoso,
2017).
Tanaman pepaya menghendaki budidaya di lokasi daerah tropis dan sub
tropis dengan curah hujan 1000-2000 mm/tahun dan kelembaban udara sekitar 40
persen. Tanaman pepaya dapat tumbuh pada ketinggian dari dataran rendah 500
sampai 1000 meter diatas permukaan laut. Media tanam yang baik bagi
pertumbuhan pepaya california memiliki tanah yang subur, mengandung banyak
humus, memiliki derajat keasaman netral yaitu ph 6-7, bertekstur sedikit berpasir
atau gembur karena perlu banyak menahan air. Hal ini selaras dengan pentingnya
kandungan air sebagai syarat tumbuh tanaman pepaya, air yang terlalu menggenang
dapat mengundang penyakit jamur yang dapat merusak kehidupan pertumbuhan
tanaman karena menyerang akar sehingga dapat layu. Berlaku pula sebaliknya jika
kandungan air sedikit atau tanah terlalu kering maka daun, bunga dan buah rontok
sehingga tanaman menjadi kurus (Santoso, 2017).
Pepaya california mulai panen setelah berumur 8 hingga 9 bulan, setelah panen
perdana kemudian buah pepaya california dapat dipanen secara rutin setiap 10 hari
sekali. Masa produktif pepaya california mencapai umur 4 tahun. Ada beberapa
tingkat kematangan buah pepaya california menurut Santoso (2017) yakni sebagai
berikut:
1. Buah muda adalah buah yang masih dalam proses pertumbuhan. Bentuk,
bobot serta komposisi buah muda belum lengkap sepenuhnya. Cirinya yaitu
kulit buah berwarna hijau muda dan masih banyak mengandung getah,
daging buah dan bijinya masih berwarna putih. Meskipun dipetik lalu
diperam buahnya akan tetap tidak akan matang sempurna, warna kulit dan
daging buah berwarna pucat dan rasanya masih tawar tidak manis.
2. Buah Tua (Green Mature Stage) memiliki ciri yaitu kulit buah masih hijau
namun getah sudah tidak sebanyak buah muda, daging buah sudah mulai
9

berubah warna akan tetapi masih terlalu keras untuk dikonsumsi sehingga
harus diperam atau teroksidasi terlebih dahulu .
3. Buah Mengkal (Firm Ripe Stage) memiliki ciri yaitu kulit buah sudah mulai
menguning sebagian terutama di bagian ujung buah, daging buahnya masih
keras dan warna mulai berubah lebih berwarna dibandingkan buah tua
4. Buah Masak (Ripe Stage) memiliki ciri yaitu buah telah berwarna kuning
atau kuning kemerahan, daging buah agak lunak dan berwarna kuning, rasa
buah pada tahap buah masak telah berasa manis, segar, beraroma dan
memiliki kandungan air yang banyak.
5. Buah Lewat Masak (Over Ripe Stage) yaitu tahapan buah yang sudah terlalu
masak, pada tahap ini buah pepaya california memiliki ciri yaitu di beberapa
bagian buah terdapat bercak antraknosa yang ditumbuhi cendawan. Kulit
dan daging buahnya terlalu lunak dan daging buah mulai terasa agak pahit.
Buah pepaya california mudah mengalami kerusakan dan penurunan
kualitas setelah panen, hal ini disebabkan oleh penanganan dari kebun, infeksi
cendawan dan berbagai hal lainnya yang menyebabkan buah cepat busuk. Dengan
itu penanganan pasca panen pepaya california perlu diperhatikan dari meliputi
sortasi, pencucian, pelilinan, pemilahan, pengemasan serta pengangkutan.
Sortasi merupakan pemilihan buah yang dilakukan dengan tujuan
memisahkan yang tidak memenuhi kualitas untuk dipasarkan, aspek yang
dipisahkan yaitu bentuknya tidak bagus, buah terlalu muda atau lewat masak, buah
yang luka serta rusak dan buah yang tidak sesuai dengan standar kualitas yang
diminta oleh pasar. Pencucian bertujuan untuk menghilangkan kotoran, benda asing
dan terutama yaitu getah pada kulit buah pepaya, pencucian dilakukan secara
manual dengan merendam buah pepaya california dalam air bersih kemudian
digosok menggunakan kain halus, tangkai buah dipotong dan disisakan sekitar 1
sentimeter untuk mencegah luka, serta selama pencucian buah yang rusak akibat
penyakit atau luka perlu dipisahkan agar tidak menularkan pada buah yang lain.
Pelilinan bertujuan untuk menekan laju respirasi sehingga perubahan kimiawi yang
terjadi pada buah pepaya california jadi terhambat sehingga masa simpan buah
menjadi lebih lama. Pemilahan buah pepaya berdasarkan indeks warna kulit, bobot,
10

ukuran dan bentuk. Pengemasan bertujuan untuk melindungi buah dari kontaminasi
serta kerusakan yang mungkin terjadi saat proses penyaluran produk dari produsen
hingga ke konsumen akhir, pengemasan bertujuan pula untuk memudahkan
penyimpanan dan pengangkutan. Pengemasannya bermacam-macam bisa
dibungkus dengan busa polyurethane putih kemudian dimasukkan ke dalam
kemasan dus karton yang mana tata cara meletakkan buah pepaya california
pangkal buahnya yang berada di bagian bawah. Jika buah pepaya california
dipasarkan secara lokal buah dikemas menggunakan keranjang bambu atau plastik
dialasi koran ataupun dikemas menggunakan kertas koran kemudian dimasukkan
ke dalam kerat kayu. Pengangkutan buah pepaya california jika bertujuan jauh perlu
menggunakan pendingin dengan suhu 12 derajat celsius buah pepaya california
akan bertahan hingga 3 minggu, jika buah pepaya california dipasarkan secara
lokal, kotak krat kayu hanya dilapisi terpal untuk mencegah pancaran cahaya
matahari langsung (Santoso,2017).
Menurut Trisnowati dan Mitrowiharjo (2004), pepaya california memiliki
kriteria buah yaitu grade A dengan kriteria yang dimiliki yaitu bobot buah berkisar
antara 500 gram hingga 1000 gram dan berkulit mulus. Kemudian grade B buah
pepaya california memiliki kriteria bobot buah berkisar antara 1000 gram hingga
2000 gram dan berkulit mulus.
2.1.2. Pemasaran
Pemasaran merupakan suatu kegiatan yang dipengaruhi oleh berbagai
faktor, antara lain faktor sosial, budaya, ekonomi, politik, dana manajerial.
Pengaruh terhadap faktor-faktor tersebut mengakibatkan masing-masing individu
maupun kelompok mendapatkan kebutuhan dan keinginan yang timbul sesuai
hasrat dengan menciptakan, menawarkan, dan menukarkan produk yang memiliki
nilai (Simamora, 2003).
Sedangkan menurut Kotler (2017) pemasaran merupakan suatu fungsi
organisasi dan serangkaian proses untuk menciptakan, mengkomunikasikan, dan
memberikan nilai kepada konsumen untuk mengelola hubungan konsumen dengan
cara menguntungkan organisasi. Pemasaran dalam arti sosial merupakan proses
kemasyarakatan dimana individu dan kelompok memperoleh apa yang mereka
11

butuhkan dan inginkan dengan menciptakan lalu menawarkan suatu produk dan
jasa yang bernilai secara bebas.
Menurut Mubyarto (1989) pemasaran diartikan sebagai suatu kegiatan
proses penyaluran barang, yakni merupakan aktivitas ekonomi dengan fungsi
menyalurkan barang dari produsen hingga konsumen. Hal ini dapat disebut juga
sebagai tata niaga, dengan arti tata merupakan usaha dan niaga merupakan usaha.
Sehingga tataniaga menyangkut segala hal perdagangan barang-barang, kegiatan
perdagangan ini biasanya melalui pasar maka aktivitas tataniaga dapat disebut
pemasaran. Pendapat ini diperkuat oleh Hamzah (2019) menyatakan bahwa tata
niaga berarti sistem perdagangan atau lebih tepatnya merupakan suatu sistem
perdagangan komoditas tertentu.
2.1.3. Saluran dan Lembaga Pemasaran
Saluran pemasaran menurut Kotler dan Keller (2007) adalah organisasi-
organisasi yang saling tergantung tercakup dalam proses yang membuat suatu
produk maupun jasa tersedia untuk digunakan, bisa disebut pula sebagai perangkat
jalur yang diikuti produk atau jasa setelah produksi yang ditujukan pada konsumen
akhir. Saluran pemasaran melaksanakan pekerjaan memindahkan barang dari
produsen hingga konsumen. Sejalan akan hal tersebut, selanjutnya Hartono (2012)
menyatakan bahwa saluran pemasaran adalah saluran yang digunakan oleh petani
guna menyalurkan barang produksinya hingga sampai ke konsumen akhir. Saluran
pemasaran yang baik dan efisien merupakan suatu strategi dalam menjalankan
aktivitas pemasaran. Dalam aktivitas penyaluran barang terlibat koordinasi
produsen dan lembaga pemasaran yang menciptakan maksimalisasi aktivitas
pemasaran.
Panjang pendeknya suatu saluran pemasaran dilihat dari lembaga-lembaga
yang menjadi bagian dalam memasarkan suatu produk. Menurut Hanafiah dan
Saefudin (1986) lembaga pemasaran merupakan bagian-bagian yang mengerjakan
kegiatan pemasaran hasil produksi pertanian hingga pada tangan konsumen yang
membentuk saluran pemasaran itu sendiri. Lembaga-lembaga yang terlibat dalam
proses pemasaran inilah yang membentuk saluran pemasaran. Terdapat empat
12

tingkatan saluran pemasaran yaitu saluran nol tingkat, saluran satu tingkat, saluran
dua tingkat dan saluran tiga tingkat.

Nol Tingkat Satu Tingkat Dua Tingkat Tiga Tingkat

Produsen Produsen Produsen Produsen

Pedagang Pedagang
pengumpul pengumpul

Pedagang
besar

Pengecer Pengecer Pengecer

Konsumen Konsumen Konsumen Konsumen


Gambar 2. Tingkatan Saluran Pemasaran dan Lembaga yang membentuknya
(Kotler dan Amstrong, 1990)
Saluran pemasaran nol tingkat biasa disebut saluran pemasaran langsung,
saluran pemasaran ini merupakan saluran terpendek dikarenakan tidak adanya
lembaga yang turut terlibat dalam melakukan proses pemasaran yang mana
produsen berhadapan langsung dengan konsumen. Saluran pemasaran satu tingkat
merupakan saluran yang terbentuk dengan adanya lembaga pemasaran yaitu
pedagang pengecer sebagai perantara yang menyalurkan produk dari produsen ke
konsumen. Saluran pemasaran dua tingkat merupakan saluran pemasaran yang
terbentuk oleh lembaga pemasaran yaitu pedagang pengumpul dan pengecer yang
kemudian sampai ke konsumen. Saluran pemasaran tiga tingkat merupakan saluran
pemasaran terpanjang yang melibatkan lembaga pemasaran paling banyak yaitu
pedagang pengumpul, pedagang besar, dan pengecer. Perbedaan saluran pemasaran
tersebut tentu berpengaruh atas keuntungan yang didapatkan bagi lembaga yang
terlibat.
13

Lembaga pemasaran yang terbentuk pada saluran pemasaran dapat


didefinisikan sebagaimana menurut Hanafiah dan Saefudin (1986) menyatakan
bahwa lembaga pemasaran merupakan bagian-bagian yang menyelenggarakan
kegiatan atau fungsi pemasaran yang membentuk alur distribusi barang dari
produsen hingga konsumen. Sudiyono (2001) menyatakan bahwa lembaga
pemasaran dapat dibedakan menjadi tiga jenis berdasarkan penguasaan terhadap
komoditas yang diperjual belikan. Tiga jenis lembaga pemasaran tersebut yaitu
perantara dan makelar yang mana lembaga ini tidak memiliki tapi menguasai suatu
produk, kemudian lembaga yang memiliki dan menguasai produk komoditas
pertanian yang diperjualbelikan lembaga tersebut merupakan pedagang pengumpul,
tengkulak, eksportir serta importir, dan yang terakhir yaitu lembaga pemasaran
yang tidak memiliki serta menguasai suatu produk komoditas pertanian yang
diperjualbelikan seperti perusahaan penyedia fasilitas, transportasi, asuransi
pemasaran, dan perusahaan penentu kualitas produk pertanian.
2.1.4. Fungsi Pemasaran
Fungsi pemasaran merupakan semua jasa dalam melakukan tindakan-
tindakan yang diberikan dalam suatu proses penyaluran barang dari produsen
hingga ke konsumen. Fungsi-fungsi pemasaran berguna memperlancar proses
penyaluran produk ke konsumen, dalam penyaluran ini terdapat lembaga-lembaga
pemasaran yang melakukan fungsi pemasaran tersebut. Setiap lembaga pemasaran
yang terkait mengeluarkan berbagai macam biaya yang berbeda sesuai kemampuan
yang dimiliki yang akan berpengaruh atas perbedaan fungsi pemasaran yang
dilakukan (Hamid, 1972).
Terdapat tiga fungsi pemasaran menurut Muhammad Firdaus (2012), antara
lain:
1) Fungsi pertukaran, yaitu kegiatan pemindahan hak milik atas barang atau jasa
dari satu pihak ke pihak lainnya. Pihak yang terlibat merupakan lembaga
pemasaran yang mendapat komisi atas jasa mempertemukan pembeli dan
penjual.
a) Penjualan, yaitu kegiatan pemasaran guna menciptakan permintaan atas
suatu produk dengan melakukan tindakan jasa seperti perencanaan dan
14

pengembangan produk, negosiasi, kontrak, dan mencari hubungan kontak


dengan para pembeli.
b) Pembelian, yaitu kegiatan pemasaran guna memperoleh suatu produk yang
diinginkan atau dibutuhkan.
2) Fungsi fisik, yaitu kegiatan perlakuan atas suatu barang yang diproses untuk
memenuhi keinginan konsumen yang berkaitan guna memperlancar fungsi
pertukaran
a) Pengangkutan, yaitu kegiatan perpindahan barang dari asal menuju ke
suatu tempat yang diinginkan.
b) Penyimpanan, yaitu kegiatan menyimpan barang dari saat produksi atas
waktu yang diinginkan. Hal ini dilakukan atas beberapa kepentingan yang
berguna seperti barang musiman agar dapat tersedia sepanjang tahun,
bahan mentah tersedia saat dibutuhkan, serta disimpan untuk mencapai
harga tinggi.
3) Fungsi fasilitas, yaitu kegiatan penyediaan jasa atau penyediaan saran yang
dapat membantu sistem pemasaran serta fungsi pertukaran dan fungsi fisik
berjalan lancar
a) Informasi pasar, yaitu kegiatan pencarian, pengumpulan, dan penyebaran
keadaan atau suatu hal yang penting terhadap pasar. Hal tersebut mengenai
harga saat ini, harga yang akan datang, mutu, sumber produk, serta
kebutuhan yang dibutuhkan pasar.
b) Penanggungan risiko, yaitu kegiatan perhitungan rugi yang mungkin
terjadi sepanjang saluran pemasaran.
c) Standardisasi dan grading, yaitu kegiatan penetapan standar-standar pokok
bagi semua produk. Grading yaitu kegiatan mengelompokkan hasil
pertanian ke dalam beberapa golongan mutu yang berbeda-beda.
2.1.5. Margin Pemasaran, Biaya dan Keuntungan Pemasaran
Margin pemasaran menurut Sudiyono (2004) dapat didefinisikan sebagai
selisih harga antara harga yang diterima konsumen dengan harga yang diterima
produsen. Komponen dalam margin pemasaran terdiri dari biaya-biaya yang
diperlukan oleh setiap lembaga pemasaran sehingga mendapatkan nilai keuntungan
15

yang didapat tiap lembaga pemasaran. Hal ini diperkuat oleh pendapat Dahl dan
Hammond (1977) yang menyatakan bahwa margin pemasaran hanya mengacu pada
perbedaan harga tidak dengan jumlah produk yang ada di pasar. Margin yang
diterima lembaga pemasaran hanya yang terlibat dalam proses pemasaran. Indikator
margin pemasaran adalah biaya pemasaran dan keuntungan pemasaran.
Biaya pemasaran merupakan biaya yang dikeluarkan oleh setiap lembaga
pemasaran yang membentuk saluran pemasaran. Lembaga yang terlibat
mengeluarkan biaya pemasaran guna memenuhi kebutuhan dalam menyalurkan
produk untuk memperlancar proses kegiatan pemasaran. Keuntungan pemasaran
yaitu pendapatan bersih dari selisih pendapatan keseluruhan dan biaya yang
dikeluarkan pada suatu saluran pemasaran (Dahl & Hammond, 1977).
Biaya pemasaran menurut Soekartawi (2003) adalah biaya yang dikeluarkan
untuk keperluan pemasaran. Sejalan dengan pendapat Mulyadi (2005) menyatakan
bahwa biaya pemasaran merupakan biaya-biaya yang dikeluarkan dimulai dari
produk telah jadi hingga sampai ke tangan konsumen. Hal yang menunjang selama
aktivitas pemasaran terdiri dari promosi, iklan, pengangkutan, dan upah bagi pelaku
dalam aktivitas pemasaran. Indikator lainnya dari margin pemasaran yaitu
keuntungan pemasaran yang diperoleh dari margin pemasaran dikurangi biaya
pemasaran. Soekartawi (1993) menyatakan bahwa keuntungan pemasaran
merupakan selisih harga yang dikeluarkan produsen dan harga yang dibayarkan
konsumen. Distribusi barang produksi pertanian yang menyebabkan perbedaan
keuntungan pemasaran yang didapatkan.
2.1.6. Farmer’s Share
Farmer’s Share menurut Sutarno (2014) merupakan harga yang diterima
petani diukur dengan perbandingan antara harga di tingkat petani dengan harga di
tingkat konsumen. Nilai Farmer’s Share yang semakin tinggi maka akan
berpengaruh pula terhadap bagian harga yang diterima petani. Farmer’s Share
dapat dijadikan sebagai tolok ukur efisiensi pemasaran, karena merupakan indikator
dalam melihat efisiensi pemasaran.
Sedangkan menurut Kohl dan Uhl (2002) margin pemasaran yang besar dan
farmer’s share yang kecil belum tentu menjadi patokan utama dari efisiensi
16

pemasaran. Selanjutnya Januwiata (2014) menyatakan bahwa farmer’s share


merupakan perbandingan harga produk pertanian yang dibayarkan konsumen
dengan harga yang diterima petani. Farmer’s Share memiliki hubungan negatif
dengan margin pemasaran, semakin tinggi margin maka harga yang diterima petani
semakin rendah.
2.1.7. Efisiensi Pemasaran
Efisiensi pemasaran menurut Soekartawi (2002) digunakan guna mengukur
tingkat efisiensi pemasaran pada setiap lembaga pemasaran yang terlibat dalam
proses pemasaran. Faktor yang dapat digunakan sebagai ukuran efisiensi pemasaran
yaitu keuntungan pemasaran, biaya pemasaran atas fungsi pemasaran yang
dilaksanakan, tersedianya fasilitas fisik, jarak tempuh pemasaran komoditas,
keadaan jalan, serta kompetisi pasar yang sehat. Komponen yang terdapat guna
mencari nilai efisiensi pemasaran yaitu biaya total yang dikeluarkan oleh lembaga
pemasaran yang membentuk saluran pemasaran dengan harga nilai produk yang
dipasarkan. Indikator perhitungan guna menentukan efisiensi pemasaran salah
satunya menggunakan perbandingan biaya dengan nilai produk yang dinyatakan
dalam persen.
Calkin dan Wang (1984) menyatakan bahwa efisiensi pemasaran adalah
konsep untuk mengetahui kondisi saluran pemasaran yang dapat digunakan guna
meminimalisir biaya pemasaran. Metode yang digunakan dilihat tingkat efisiensi
dari sisi teknis menggunakan perbandingan biaya dengan jarak tempuh komoditas.
Kemudian jika dilihat dari sisi ekonomis menggunakan perbandingan keuntungan
dengan biaya pemasaran. Indikatornya dinyatakan dengan nilai dari segi teknis jika
memiliki nilai paling kecil merupakan yang paling efisien, dari segi ekonomis
keuntungan paling tinggi yang paling efisien.
Menurut Sudiyono (2004) efisiensi pemasaran dapat dilihat melalui
perbandingan output pemasaran dengan biaya pemasaran, hal ini merupakan upaya
untuk memperbaiki efisiensi pemasaran dengan meningkatkan output atau
mengurangi biaya. Sejalan dengan pendapat Mubyarto (1995) pemasaran dapat
dikatakan efisien bila mampu mendistribusikan hasil produksi kepada konsumen
dengan biaya yang minim serta dapat membagi keuntungan dengan adil kepada
17

pihak yang bersangkutan dalam kegiatan produksi dan pemasaran. Jika bisa
menekan biaya seminimal mungkin, maka biaya yang dikeluarkan pada saluran
pemasaran akan lebih kecil dan keuntungan pemasaran lebih besar sehingga saluran
pemasaran dapat lebih efisien.
2.2. Penelitian Terdahulu
Tabel 4. Penelitian Terdahulu
No Judul Penulis Persamaan Perbedaan
1 Analisis Pemasaran Diah Rina Analisis Pengukuran
Melinjo Sebagai Bahan Kamardiani dan pemasaran, efisiensi
Baku Emping Melinjo Siti Yusi menganalisis pemasaran
di Kecamatan Rusimah dengan analisis menggunakan IET
Pajangan, Kabupaten deskriptif dan IEE
Bantul, Daerah kuantitatif.
Istimewa Yogyakarta,
2018.
2 Analisis Saluran Hadi Permana, Komoditas yang Menganalisis 3
Pemasaran Pepaya dkk. diteliti. saluran pemasaran
California. 2020 melalui lembaga
pemasaran
konvensional
belum dengan
lembaga
pemasaran mitra
3 Analisis Usahatani Laily Agustina Komoditas yang Menganalisis
Pepaya Varietas Rahmawati diteliti. usahatani pepaya
California. 2015 california
menggunakan
penerimaan,
pendapatan dan
R/C Ratio.
4 Analisis Usaha Yonly Indrajaya Komoditas yang Analisis finansial
Budidaya Pepaya Pola dan Ary diteliti. menggunakan
Agroforesti Jati Pepaya Widiyanto NPV (Net Present
di Desa Purwaharja, Value) dan BCR
Banjar. 2019 (Benefit Cost
Ratio).
5 Analisis Finansial dan Qori Dian Komoditas yang Menganalisis
Keberlanjutan Pratiwi, dkk. diteliti. kelayakan
Agribisnis Pepaya finansial dengan
(Carica Papaya L.) di kriteria yang
Desa Ledokombo terdiri dari NPV
Kecamatan (Net Present
Ledokomdo Value), Net B/C
Kabupaten Jember. (Net Benefit Cost
2014 Ratio), Gross B/C
(Gross Benefit
Cost Ratio), IRR
(Internal Rate of
Return), PR
(Profitability
18

Ratio) dan PP
(Payback Period).

2.3. Pendekatan Masalah


Pemasaran merupakan aspek penting guna keberhasilan pengembangan
suatu komoditas produk pertanian, salah satunya yaitu komoditas pepaya california
yang merupakan komoditas unggul. Sesuai pendapat Mubyarto (1989) hal tersebut
dinyatakan bahwa pemasaran merupakan serangkaian kegiatan proses penyaluran
barang dimana pepaya california bisa dapat sampai ke tangan konsumen dari
produsen. Dalam kegiatan proses penyaluran tersebut terbentuk saluran pemasaran.
Pola saluran pemasaran terbentuk tergantung dari komoditas produk
pertanian, setiap komoditas memiliki alur pemasaran yang berbeda sesuai dengan
kebutuhan dan perlakuan yang dibutuhkan akan produk tersebut. Sesuai pendapat
Hartono (2012) bahwa saluran pemasaran merupakan saluran yang digunakan oleh
petani guna menyalurkan barang produksinya hingga sampai ke konsumen akhir.
Koordinasi yang terjalin antara petani dan lembaga pemasaran yang perlu
menciptakan strategi agar aktivitas pemasaran disebut efisien.
Lembaga-lembaga pemasaran yang turut andil dalam aktivitas pemasaran
mempengaruhi panjang pendeknya suatu saluran pemasaran. Hanafiah dan
Saefudin (1986) menyatakan bahwa lembaga-lembaga pemasaran merupakan
bagian-bagian yang mengerjakan kegiatan penyaluran barang produksi pertanian
hingga konsumen akhir. Lembaga terkait dalam melaksanakan proses pemasaran
memiliki saluran yang berbeda-beda.
Lembaga pemasaran yang andil dalam aktivitas proses kegiatan pemasaran
menjalankan fungsi pemasaran yang terdiri dari fungsi pertukaran, fungsi fisik dan
fungsi fasilitas. Setiap lembaga pemasaran yang terkait mengeluarkan berbagai
macam biaya yang berbeda sesuai kemampuan yang dimiliki yang akan
berpengaruh atas perbedaan fungsi pemasaran yang dilakukan (Hamid, 1972).
Dalam proses pemasaran yang menjalankan berbagai fungsi pemasaran,
lembaga pemasaran memerlukan biaya, besar biaya antar lembaga berbeda
19

tergantung keperluan yang harus digunakan dan panjang pendeknya saluran


pemasaran serta fungsi-fungsi apa saja yang dilaksanakan. Besar kecilnya biaya
mempengaruhi pula keuntungan yang diperoleh tiap lembaga pemasaran. Menurut
Dahl & Hammond (1977) lembaga yang terlibat dalam proses pemasaran
mengeluarkan biaya pemasaran guna memenuhi kebutuhan dalam menyalurkan
produk untuk memperlancar proses kegiatan pemasaran. Keuntungan pemasaran
yaitu pendapatan bersih dari selisih pendapatan keseluruhan dan biaya yang
dikeluarkan pada suatu saluran pemasaran. Biaya pemasaran dan keuntungan
pemasaran merupakan indikator dari margin pemasaran.
Sudiyono (2004) menyatakan bahwa margin pemasaran merupakan selisih
harga antara harga yang diterima konsumen dengan harga yang diterima produsen,
dengan komponen margin pemasaran terdiri dari biaya-biaya yang diperlukan dan
keuntungan pemasaran yang didapatkan. Margin yang diterima lembaga pemasaran
hanya yang terlibat dalam proses pemasaran. Dalam perhitungan margin pemasaran
didapatkan harga yang dibayarkan konsumen dan harga yang diterima produsen.
Tentunya dalam perhitungan mencari margin pemasaran didapatkan harga ditingkat
petani dan harga di tingkat konsumen akhir sehingga perlu dicari farmer’s share
guna mengetahui persentase bagian harga ditingkat petani.
Farmer’s Share menurut Kohl dan Uhl (2002) merupakan persentase bagian
harga yang diterima petani dengan bagian harga yang dibayar konsumen akhir. Hal
ini bermanfaat bagi petani, dengan mengetahui harga yang didapat petani sehingga
dapat diketahui mana yang menguntungkan. Farmer’s Share memiliki hubungan
bertolakan dengan margin pemasaran, semakin besar margin pemasaran maka
bagian yang diterima petani atau farmer’s share akan semakin rendah.
Tiap lembaga pemasaran diharapkan mempunyai saluran pemasaran yang
efisien. Hal ini dikarenakan suatu pemasaran dapat dikatakan baik jika kegiatan
pemasaran tersebut terlaksana secara efisien. Sebisa mungkin semua pihak yang
terlibat dalam saluran pemasaran diuntungkan, sejalan dengan hal itu perlu diukur
tingkat efisiensi pemasaran. Sesuai dengan pendapat Soekartawi (2002) dengan
mengukur tingkat efisiensi pemasaran pada setiap lembaga pemasaran akan didapat
20

nilai efisiensi pemasaran yang merupakan indikator guna melihat saluran


pemasaran yang paling efisien.
Calkin dan Wang (1984) menyatakan bahwa konsep untuk mengetahui
kondisi saluran pemasaran yang digunakan dapat meminimalisir biaya pemasaran.
Pemasaran yang efisien dapat meningkatkan pendapatan petani. Hal ini perlu
dibuktikan seberapa efisiennya alur pemasaran yang dipilih oleh lembaga
pemasaran.
Berdasarkan uraian penjelasan ini, dapat digambarkan bagan pendekatan
masalah pada penelitian ini sebagai berikut:

Petani Pepaya California

Pemasaran Pepaya California

Saluran Pemasaran

Biaya Keuntungan

Margin Pemasaran

Farmer’s Share

Tingkat Efisiensi Saluran

Gambar 2. Skema Pendekatan Masalah dalam Pemasaran Pepaya California.


21
1
BAB III METODE PENELITIAN
3.1 Waktu dan Tempat Penelitian
Waktu dari penelitian ini telah dilaksanakan dari bulan Februari 2021 sampai
dengan bulan Juli 2021 dan terbagi dalam beberapa tahap seperti tersaji pada Tabel
5.
Tabel 5. Waktu Penelitian
Mei Juni Juli Agustus
Tahapan Februari Maret April
2021 2021 2021 2021
Kegiatan 2021 2021 2021
Perencanaan
Penelitian

Survei
Pendahuluan

Penulisan
Usulan
Penelitian

Seminar
Usulan
Penelitian

Revisi
Proposal
Usulan
Penelitian

Penelitian
dan
Pengumpula
n Data
Pengolahan
Data dan
Analisa Data

Penulisan
Hasil
Penelitian

Seminar
Kolokium

Revisi
Makalah
Kolokium
Sidang
Skripsi

Revisi
Makalah
Skripsi

21
22

Penentuan lokasi penelitian dilakukan secara sengaja (Purposive) dari


Kelurahan Sirnagalih Kota Tasikmalaya. Lokasi ini ditentukan dengan
pertimbangan lokasi ini merupakan salah satu daerah penghasil pepaya california
yang memiliki alur pemasaran produk yang beragam.
3.2 Metode Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan metode studi kasus
pada saluran pemasaran pepaya california dari petani pepaya california di
Kelurahan Sirnagalih sampai ke pedagang pengecer di Kota Tasikmalaya dan Kota
Bandung. Menurut Arikunto (2006) studi kasus merupakan metode yang dilakukan
secara intensif terinci dan mendalam terhadap suatu organisasi, lembaga atau gejala
tertentu. Dalam metode studi kasus ini peneliti dapat mengukur ketepatan dan
ketercukupan data serta kapan pengumpulan data berakhir, dengan itu peneliti dapat
menentukan informan yang tepat untuk diwawancara.
3.3 Jenis dan Teknik Pengambilan Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data
sekunder. Data primer yaitu data yang diperoleh dari responden dengan wawancara
secara langsung menggunakan kuesioner dengan para pelaku pemasaran. Data
sekunder yaitu data yang diperoleh dari instansi terkait seperti Dinas Pertanian dan
Ketahanan Pangan, Badan Pusat Statistik, Profil Kelurahan Sirnagalih dan studi
pustaka lainnya yang berkaitan dengan penelitian.
3.4 Definisi dan Operasionalisasi Variabel
Guna memahami dan memudahkan penelitian ini, maka diberikan pengertian
terhadap setiap variabel yang digunakan sehingga jelas dalam operasionalnya,
berikut variabel-variabel yang digunakan beserta pengertiannya:
1) Responden adalah subjek dalam penelitian ini yang terlibat dalam kegiatan
pemasaran dalam saluran pemasaran yang diteliti yaitu produsen,
pedagang pengumpul, pedagang besar serta pedagang pengecer.
2) Produsen adalah petani yang memproduksi pepaya California di
Kelurahan Sirnagalih Kecamatan Indihiang.
3) Lembaga pemasaran pepaya california adalah organisasi atau badan
perantara pemasaran yang melakukan fungsi pemasaran guna
23

menyalurkan pepaya california dari produsen hingga konsumen, sesuai


permintaan dan penawaran.
4) Pedagang pengumpul adalah pihak perantara yang mengumpulkan pepaya
california dengan cara bertransaksi langsung dengan produsen yang
kemudian menjual kembali ke pedagang besar.
5) Pedagang besar adalah pihak yang membeli pepaya california dari
pedagang pengumpul yang kemudian memasarkan pepaya california ke
pedagang pengecer.
6) Pedagang pengecer adalah pihak yang membeli pepaya california dari
pedagang besar yang kemudian memasarkan pepaya california langsung
ke konsumen.
7) Pemasaran adalah suatu kegiatan proses penyaluran barang, yakni
merupakan aktivitas ekonomi dengan fungsi menyalurkan barang dari
produsen hingga konsumen akhir.
8) Saluran pemasaran
Saluran pemasaran adalah rangkaian lembaga pemasaran yang menjadi
bagian dalam proses pemasaran dari produsen hingga konsumen.
9) Fungsi-fungsi pemasaran adalah suatu tindakan yang dilakukan oleh
lembaga pemasaran dalam proses pemasaran yang terdiri dari fungsi fisik,
fungsi pertukaran dan fungsi fasilitas.
10) Harga pepaya california di tingkat produsen adalah harga jual yang
diterima petani pepaya california yang dinyatakan dalam Rp/kg.
11) Harga pepaya california di tingkat lembaga pemasaran adalah harga jual
yang diterima lembaga pemasaran yang dinyatakan dalam Rp/kg.
12) Biaya Pemasaran adalah semua biaya yang ditanggung dan dibayarkan
dalam kegiatan proses pemasaran yang dikeluarkan oleh setiap lembaga
pemasaran kemudian dijumlahkan sehingga menjadi biaya setiap saluran
pemasaran yang dinyatakan dalam Rp/kg
13) Keuntungan Pemasaran adalah jumlah total dari keseluruhan keuntungan
yang didapat oleh setiap lembaga pemasaran, didapatkan dari selisih
margin dan biaya pemasaran yang dinyatakan dalam Rp/kg
24

14) Margin Pemasaran adalah selisih harga yang diterima konsumen dengan
harga yang ada di tingkat konsumen dan lembaga-lembaga yang terlibat
dalam proses pemasaran yang dinyatakan dalam Rp/kg
15) Farmer’s Share adalah nilai harga yang diterima produsen dengan harga
yang dibayarkan oleh konsumen akhir yang dinyatakan dalam persen
16) Efisiensi Pemasaran adalah nilai dari perbandingan antara biaya
pemasaran dengan nilai harga eceran ditingkat konsumen akhir yang
dinyatakan dalam persen.
3.5 Kerangka Analisis
3.6.1 Analisis Pemasaran
Analisis pemasaran yang dibahas dalam penelitian ini adalah mengenai
saluran pemasaran, fungsi pemasaran, margin pemasaran, farmer’s share, dan
efisiensi pemasaran. Saluran pemasaran dan fungsi pemasaran dianalisis
menggunakan analisis deskriptif. Analisis deskriptif digunakan untuk
menggambarkan pola saluran pemasaran dan menjabarkan fungsi-fungsi yang
dilakukan dalam kegiatan pemasaran. Sedangkan margin pemasaran, farmer’s
share dan efisiensi pemasaran pada setiap lembaga pada saluran yang diteliti
dianalisis secara analisis kuantitatif yang menggunakan rumus matematis.
3.6.2 Analisis Margin Pemasaran
Margin pemasaran merupakan selisih harga jual dan harga beli, menurut
Sudiyono (2004) margin pemasaran dapat dihitung menggunakan rumus berikut:
Margin Pemasaran (M) = Hp – Hb
Keterangan :
M = margin pemasaran
Hp = Harga jual
Hb = Harga beli
Biaya pemasaran yang diperoleh pada saluran pemasaran menurut Dahl &
Hammond (1977) dapat dihitung dengan menggunakan rumus berikut:
Bp = Bp1 + Bp2 + ... + Bp(n)
Keterangan:
Bp = Biaya pemasaran
Bp(n) = Biaya pemasaran tiap lembaga pemasaran
25

Keuntungan tiap lembaga pemasaran yang diperoleh pemasaran menurut


Menurut Saefuddin (1985), keuntungan merupakan selisih harga jual dengan harga
beli dan biaya pemasaran. Secara sistematis dapat dirumuskan sebagai berikut:
𝜋 = Hj − (Hb + BT)
Keterangan:
𝜋 = Keuntungan Pemasaran
Hj = Harga Jual
Hb = Harga Beli
BT = Biaya Pemasaran
Keuntungan pemasaran merupakan total penjumlahan dari keuntungan yang
diperoleh tiap lembaga pemasaran dengan rumus berikut:
Kp = Kp1 + Kp2 + ... +Kp(n)
Keterangan:
Kp = Keuntungan pemasaran total
Kp1 + K2 +...+Kp(n) = Keuntungan tiap lembaga pemasaran
3.6.3 Analisis Farmer’s Share
Analisis Farmer’s Share menurut Kohl dan Uhl (2002) merupakan
persentase bagian harga yang diterima petani dengan bagian harga yang dibayar
konsumen akhir yang dirumuskan sebagai berikut:
𝑷𝒇
Fs = 𝒙 𝟏𝟎𝟎%
𝑷𝒓

Keterangan:
Fs = Persentase bagian harga yang diterima oleh petani
Pf = Harga ditingkat petani
Pr = Harga ditingkat konsumen
3.6.4 Analisis Efisiensi Pemasaran
Analisis efisiensi pemasaran menurut Soekartawi (2002) digunakan guna
mengukur tingkat efisiensi pemasaran menggunakan perhitungan meliputi total
biaya (TB) dan total nilai produk (TNP), dapat dilihat lebih jelasnya rumus efisiensi
pemasaran adalah sebagai berikut:
𝑻𝑩
Ep = 𝒙 𝟏𝟎𝟎%
𝑻𝑵𝑷

Keterangan:
Ep = Efisiensi Pemasaran
TB = Total Biaya (Rp/kg)
TNP = Total Nilai Produk (Rp/kg)
26

Kondisi untuk menetapkan efisien atau tidaknya suatu pemasaran dapat dilihat
dimana:
Ep < 50%, dapat disebut efisien
Ep > 50% dapat disebut belum efisien
Dapat dilihat pula dengan membandingkan nilai efisiensi yang didapat pada
masing-masing saluran pemasaran. Jika saluran I didapatkan nilai EP lebih kecil
dibanding nilai Ep saluran II, maka saluran pemasaran I dikatakan lebih efisien
dibandingkan saluran pemasaran II.
Selain dari perhitungan nilai efisiensi pemasaran dengan komponen biaya
dan nilai produk, indikator lain dalam menentukan efisiensi pemasaran dapat
dilakukan dengan mengukur Indeks Efisiensi Teknis dan Indeks Efisiensi
Ekonomis. Indeks Efisiensi Teknis (IET) dan Indeks Efisiensi Ekonomis (IEE),
menurut Calkin dan Wang (1984) menyatakan hal tersebut dapat dirumuskan
sebagai berikut:
Indeks Efisiensi Teknis (IET) = Vij / Wij /d
Indeks Efisiensi Ekonomis (IEE) = ∑πijk/Vij
Keterangan:
IET = Indeks Efisiensi Teknis (Rp/Unit/Km)
IEE = Indeks Efisiensi Ekonomis (Rp)
Wij = Jumlah Akhir yang dikirimkan
Vij = Total Biaya Pemasaran
Πijk = Keuntungan Pemasaran
d = Jarak Total yang ditempuh Komoditi
Secara teknis, biaya pemasaran yang dikeluarkan paling minimal per kilogram unit
per satu kilometer jarak tempuh merupakan saluran pemasaran yang paling efisien.
Serta secara ekonomis, keuntungan pemasaran yang didapatkan paling besar per
satu rupiah biaya pemasaran yang dikeluarkan merupakan saluran pemasaran yang
paling efisien
1
BAB IV GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN
4.1 Gambaran Umum Daerah Produsen
4.1.1 Letak Geografis
Secara geografis, Kelurahan Sirnagalih merupakan salah satu Kelurahan
yang termasuk pada Kecamatan Indihiang Kota Tasikmalaya. Dilihat secara letak
geografis jarak Kelurahan Sirnagalih ke Kecamatan Indihiang berjarak sekitar tiga
kilometer dan jarak dari Kelurahan Sirnagalih ke Kota Tasikmalaya berjarak sekitar
sepuluh kilometer. Secara umum karakteristik wilayah Kelurahan Sirnagalih
merupakan daerah padat penduduk yang imbang dengan memiliki luas areal
pertanian yang mumpuni.
Kelurahan Sirnagalih memiliki batas-batas wilayah. Batas wilayah
Kelurahan Sirnagalih di sebelah utara yaitu Citanduy serta Kecamatan Cihaurbeuti,
batas sebelah selatan yaitu Kelurahan Parakannyasag, batas sebelah timur yaitu
Kelurahan Parakannyasag, dan batas sebelah barat yaitu Kelurahan Sukamaju
Kidul. Peta Kelurahan Sirnagalih dapat dilihat pada Lampiran 1.
4.1.2 Topografi dan Keadaan Iklim
Topografi daerah produsen dalam penelitian tepatnya kelurahan Sirnagalih
memiliki ketinggian tempat sekitar 500 meter di atas permukaan air laut.
Berdasarkan ketinggian daerah yang dimiliki maka pepaya california cocok
dibudidayakan karena pepaya california dapat ditanam di dataran rendah sampai
ketinggian 700 meter di atas permukaan air laut.
Keadaan iklim di kelurahan sirnagalih memiliki angka curah hujan 2000
mm per tahun dengan jumlah bulan hujan 2 hingga 4 bulan. Daerah ini memiliki
suhu rata-rata 28,5 derajat celcius yang mana cocok dengan suhu optimum
pertumbuhan pepaya california yaitu 25 hingga 30 derajat celcius.
4.1.3 Luas Lahan Menurut Penggunaannya
Kelurahan Sirnagalih memiliki luas lahan 110,203 hektar per meter persegi.
Luas lahan tersebut terbagi atas lahan pemukiman, perkantoran, pemakaman,
prasarana umum serta pertanian yang meliputi padi sawah dan hortikultura.
Meskipun termasuk areal yang padat penduduk, akan tetapi areal pertanian yang
dimiliki daerah ini termasuk mumpuni dilihat dari keadaan luas lahan pertanian

27
28

sehingga dapat berpengaruh baik atas perkembangan sektor pertanian daerah itu
sendiri. Luas lahan menurut penggunaanya dapat dilihat lebih jelas pada Tabel 6.
Tabel 6. Jenis Penggunaan Lahan dan Luas Lahan di Kelurahan Sirnagalih Tahun
2019
Luas Persentase
No Penggunaan Lahan
(ha/m2) (%)
1. Pemukiman 42,020 38,12
2. Perkantoran 0,50 0,45
3. Pemakaman 2,720 2,46
4. Pertanian
a. Padi Sawah 36,960 33,53
b. Hortikultura 2 1,81
5. Prasarana Umum Lainnya 26,003 23,59
Jumlah 110,203 100
Sumber: Kelurahan Sirnagalih, 2020
Berdasarkan Tabel 6, penggunaan lahan di Kelurahan Sirnagalih paling luas
adalah lahan pemukiman dengan luas 42,02 hektar per meter persegi (38,12%)
karena memang daerah ini termasuk daerah padat penduduk. Akan tetapi,
Kelurahan Sirnagalih diimbangi dengan memiliki areal pertanian dengan luas 36,96
hektar per meter persegi (33,53%) areal padi sawah dan 2 hektar per meter persegi
untuk hortikultura. Hal ini menunjukan bahwa meskipun Kelurahan Sirnagalih
termasuk pada kawasan padat penduduk, potensi yang dimiliki di bidang pertanian
sangat mumpuni. Kegiatan produksi pepaya california di Kelurahan Sirnagalih
biasa dilakukan di areal hortikultura. Penggunaan areal pertanian yang produktif
dan efektif akan mempengaruhi terhadap perkembangan daerah itu sendiri terhadap
komoditas pertanian serta pemenuhan kebutuhan penduduk.
4.1.4 Keadaan Pendidikan
Tingkat pendidikan yang ditempuh oleh masyarakat berpengaruh atas cara
serta cepat lambatnya penerimaan suatu informasi atau inovasi baru yang perlu
diterapkan di daerah tempat tinggalnya guna perkembangan daerah itu sendiri.
Kemampuan dalam penyerapan teknologi yang ada dan terbaru dapat dilihat dari
segi pendidikan seseorang karena perbedaan pola pikir. Serta untuk mengetahui
kualitas sumber daya manusia dapat dilihat dari tingkat pendidikan seseorang.
Berikut rincian jumlah penduduk berdasarkan tingkat pendidikan dapat dilihat pada
Tabel 7.
29

Tabel 7. Jumlah Penduduk berdasarkan Tingkat Pendidikan Penduduk di


Kelurahan Sirnagalih Tahun 2019
Jumlah Presentase
No Tingkat Pendidikan
(Jiwa) (%)
1. Belum tamat SD/ Sederajat 785 12,45
2. Tidak/belum sekolah 1.132 17,95
3. Tamat SD 1.327 21,05
4. Tamat SMP 1.257 19,93
5. Tamat SMA 1.413 22,41
6. D2 139 2,21
7. D3 102 1,61
8. S1 142 2,25
9. S2 7 0,11
Jumlah 6.304 100
Sumber: Kelurahan Sirnagalih, 2020
Berdasarkan Tabel 7, tingkat pendidikan yang ditempuh oleh penduduk
Kelurahan Sirnagalih mayoritas pertama adalah tamatan Sekolah Menengah Atas
(SMA) sebanyak 1.413 jiwa (22,41%) disusul dengan mayoritas kedua adalah
tamatan Sekolah Dasar (SD) sebanyak 1327 jiwa (21,05%) dan tamatan Sekolah
Menengah Pertama (SMP) sebanyak 1257 jiwa (19,93%). Meskipun mayoritas
telah menempuh pendidikan formal akan tetapi terdapat 1132 jiwa (17,95%) yang
tidak sekolah dan 785 jiwa (12,45%) belum atau tidak tamat sekolah dasar.
Meskipun mayoritas cukup mumpuni dengan tingkat pendidikan tamatan SMA
akan tetapi penduduk yang berpendidikan tamat tingkat SD memiliki jumlah yang
banyak. Hal ini dapat mempengaruhi terhadap melihat peluang dalam pemasaran
pepaya california. Hal tersebut dapat mempengaruhi pola pikir dalam perubahan
pandangan ke arah yang lebih baik dan terbaru, serta cenderung konservatif.
4.1.5 Mata Pencaharian Penduduk
Mata pencaharian pokok penduduk dapat dilihat guna mendapat karakter
daerah guna pemenuhan kebutuhan sehari-hari penduduk itu sendiri, serta untuk
mengetahui tingkat sosial ekonomi dan karakter daerah dengan melihat mata
pencahariannya yang dipilih untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Keadaan
pencaharian di suatu daerah dipengaruhi oleh keadaan alam, sumberdaya yang
tersedia, tingkat pendidikan dan keterampilan, serta modal dan lapangan pekerjaan
yang tersedia. Mata pencaharian pokok penduduk di Kelurahan Sirnagalih cukup
beragam, mata pencaharian yang dipilihnya tentu sesuai dengan pendidikan yang
30

dimiliki. Keragaman mata pencaharian dan jumlah penduduk yang memilihnya


dapat dilihat pada Tabel 8.
Tabel 8. Jumlah Penduduk berdasarkan Mata Pencaharian di Kelurahan Sirnagalih
Tahun 2019
Jumlah Presentase
Jenis Pekerjaan
(Jiwa) (%)
PNS 197 6,32
TNI 18 0,58
POLRI 10 0,32
Pegawai Swasta 484 15,54
Wiraswasta 746 23,96
Buruh 922 29,61
Tenaga Profesi 42 1,34
Lainnya 694 22,29
Jumlah 3113 100
Sumber: Kelurahan Sirnagalih, 2020
Berdasarkan Tabel 8, mayoritas penduduk bermatapencaharian sebagai
buruh yang berjumlah 922 jumlah jiwa sebanyak 922 jiwa (29,61%), hal ini
menunjukkan bahwa sebagian besar penduduk Kelurahan Sirnagalih bekerja
sebagai buruh jasa dan buruh tani. Hal ini menunjukkan bahwa sektor pertanian
mempunyai peran penting bagi penduduk Kelurahan Sirnagalih. Luas lahan yang
padi sawah serta hortikultura yang dimiliki Kelurahan Sirnagalih dikelola dengan
baik oleh banyaknya penduduk yang bermata pencaharian sebagai buruh tani.
4.2 Gambaran Umum Daerah Lembaga Pemasaran
4.2.1 Profil Lembaga Pemasaran Sub Terminal Agribisnis Ciamis
Sub Terminal Agribisnis merupakan institusi yang bergerak di bidang
pelayanan pemasaran produk pertanian. Sub Terminal Agribisnis bekerja di bawah
Dinas Pertanian. Institusi ini berdiri di Kecamatan Panumbangan, Ciamis sejak
tahun 2003 dan diresmikan oleh gubernur Jawa Barat pada 12 Januari 2004
tercantum dalam SK Bupati No.17 Tahun 2008 tentang Organisasi Perangkat
Daerah.
Sub Terminal Agribisnis diprioritaskan pada pengembangan produksi dan
produktivitas pertanian komoditas unggul, pengembangan sarana dan prasarana.
Tujuannya adalah mengembangkan perekonomian berbasis pertanian sehingga
dapat meningkatkan pendapatan petani. Sub Terminal Agribisnis Panumbangan ini
berdiri di lingkungan kawasan agropolitan yang berlokasi di Jalan Raya Sukakerta
Kecamatan Panumbangan Kabupaten Ciamis. Adapun badan pengurus yang
tersusun atas struktur kepengurusannya sebagai berikut:
31

1) Manager : Asep Halim, S. P


2) Wakil Manager : Asep Hasan
3) Bagian Keuangan : Lilis
4) Bagian Umum : Endang
5) Divisi Perencanaan : H. Wawan
6) Divisi Pemasaran : Ai, Jojo Hartono
7) Divisi Promosi : Aep Danawan
Sub Terminal Agribisnis Panumbangan memiliki agenda prioritas yakni
pembangunan perekonomian daerah. Prioritasnya pada pengembangan produksi
dan produktivitas komoditas unggulan daerah, pengembangan investasi,
pengembangan sarana prasarana pendukung. Hal ini diwujudkan melalui
pengembangan kelompok ekonomi produktif dan koperasi yang ditandai dengan
semakin meningkatnya laju pertumbuhan ekonomi, meningkatnya PDRB per
kapita dan meningkatnya daya beli.
Hal ini ditempuh melalui kebijakan yang ditentukan antara lain adalah
memantapkan pengembangan agribisnis dalam fokus pengolahan, pemasaran serta
penerapan IPTEK, revitalisasi pengembangan pertanian, meningkatkan
produktivitas dan akses UMKM kepada sumberdaya produktif, meningkatkan
ketahanan pangan, meningkatkan pertumbuhan investasi, dan yang terakhir
mengembangkan sentra-sentra wilayah pertumbuhan ekonomi.
Sentra wilayah pertumbuhan ekonomi dengan komoditas unggul yang dimiliki
oleh wilayah tersebut dikembangkan oleh Sub Terminal Agribisnis Panumbangan
dengan tujuan mempercepat pengembangan agribisnis wilayah, meningkatkan
pendapatan petani dengan mengembangkan perekonomian wilayah produsen yang
berbasis pertanian yang berwawasan lingkungan, berdaya saing, berkerakyatan dan
berkesinambungan. Atas tujuan yang telah dicanangkan Sub Terminal Agribisnis,
Sub Terminal Agribisnis memiliki sasaran atas tujuan tersebut yaitu
berkembangnya semua subsistem agribisnis secara harmonis, meningkatnya akses
rakyat terhadap aset produktif baik lahan maupun barang modal, berekembangnya
kelembagaan pemasaran hasil pertanian, serta meningkatnya aksesibilitas
organisasi ekonomi rakyat, sumber permodalan, teknologi dan pasar.
32

4.2.2 Profil Lembaga Pemasaran Pasar Modern


PT. Akur Pratama (Yogya Group) merupakan perusahaan ritel modern
lokal. Yogya Grup merupakan perusahaan dengan format Supermarket dan
Department Store. Gerai ini menjual berbagai produk kebutuhan rumah tangga
seperti makanan, minuman, pakaian dan kebutuhan rumah tangga lainnya. Lebih
dari 200 produk makanan dan barang kebutuhan hidup lainnya tersedia untuk
memenuhi kebutuhan konsumen sehari-hari. Toserba yogya berawal dari sebuah
toko batik di daerah Kosambi Kota Bandung, dengan luas toko 100 m2. Toko batik
dengan nama Djokja ini lahir pada tahun 1948 dengan dikelola secara sederhana.
Pada tahun 1972, pemilik yang memiliki prinsip bahwa usaha ini berorientasi
memenuhi kebutuhan dan keinginan masyarakat sehingga berubah menjadi toko
kelontong sebagai penyedia kebutuhan sehari-hari.
Tanggal 28 Oktober 1982, bertepatan dengan peringatan hari sumpah
pemuda, dibuka cabang pertama yang berlokasi di Jalan Sunda 60 Bandung. Luas
toko sekitar 300 m2 dengan sekitar 30 karyawan. Proses transformasi terjadi dalam
perkembangan toko djokdja, termasuk perubahan penulisan nama menjadi Toserba
Yogya. Selanjutnya tanggal 28 Oktober ditetapkan sebagai hari lahir Toserba
Yogya. Saat ini Toserba Yogya telah berkembang menjadi sebuah jaringan usaha
yang menaungi beberapa unit bisnis seperti Toserba Yogya, Toserba Griya, Yomart
minimarket, serta berbagai strategic business unit lain, namun tetap fokus pada
bisnis ritel. Keberadaan Toserba Yogya diakui oleh Pemerintah Indonesia sebagai
salah satu perintis ritel modern di Indonesia. Hal itu ditandai dengan pemberian
APRINDO Award yang diberikan oleh Menteri Perindustrian dan Perdagangan
Republik Indonesia tanggal 16 Februari 2000.
1
DAFTAR PUSTAKA
Aliffina, B. A. 2018. Analisis Hubungan Konsumsi Buah Utama dengan Tingkat
Pendapatan di Indonesia. Jurnal Pertanian.
Arikunto. 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Rineka Cipta.
Jakarta.
Awis, Vira Putri Dinda. 2020. Angka Konsumsi dan Produksi Pepaya
Caricapapaya L .di Indonesia sebagai Tanaman Pangan dan Obat-
obatan. Jurnal FMIPA Universitas Padjajaran.
Badan Pusat Statistik Kecamatan Indihiang. 2020. Kecamatan Indihiang dalam
Angka 2020. Badan Pusat Statistik. Indihiang.

Balai Penyuluhan Pertanian Kecamatan Indihiang. 2020. Program penyuluhan dan


evaluasi kerja badan pelaksana penyuluhan pertanian. Tasikmalaya.

Calkin, H Peter and Hui Mei Wang. 1984. Improving Marketing of Perishable
Commodities: a Case Study of Selected Vegetable in Taiwan. Technical
Bulletin no 9. The Asian Vegetable Research and Development Center.
Taiwan.
Dahl, D., & Hammond, J. 1977. Market and Price Analysis : Agricultural
Industries. New York : McGraw-Hill Book Company.
Departemen Pertanian, 2000, Petunjuk Teknis Pengembangan Sub Terminal
Agribisnis. Jakarta, Departemen Pertanian.
Direktorat Jenderal Hortikultura Kementrian Pertanian. 2020. Statistik Hortkultura.
Jakarta.
Firdaus, Muhammad. 2012. Manajemen Agribisnis. PT Bumi Aksara, Jakarta.
Hamid, Abdul Kadir. 1972. Tataniaga Pertanian. IPB Bogor, Bogor
Hamzah, M. Guntur. 2019. Hukum Tata Niaga Produk Pertanian. PT Raja
Grafindo Persada, Depok.
Hanafiah A M, dan A M Saefudin. 1986. Tataniaga Hasil Perikanan. Cetakan
Pertama. Universitas Indonesia. Jakarta.

Hartono, B. 2012. Ekonomi Bisnis Peternakan. Universitas Brawijaya Press,


Malang.
Hayati, Mimi., dkk. 2017. Peranan Sektor Pertanian dalam Pembangunan Wilayah
Kabupaten Bireuen Provinsi Aceh. Jurnal S. Pertanian.
Januwiata, Kadek., dkk. 2014. Analisis Saluran Pemasaran Usahatani Jeruk di
Desa Kerta Kecamatan Payangan Kabupaten Gianyar Tahun 2013. Jurnal
Ekonomi.

53
54

Kelurahan Sirnagalih. 2020. Profil Kelurahan Sirnagalih. Kelurahan Sirnagalih.


Tasikmalaya
Kohls, R.L. and J.N. Uhl. 2002. Marketing of Agricultural Products. A Prentice-
Hall Upper Saddle River, New Jersey.
Kotler, P. 1997. Manajemen Pemasaran Analisis, Perencanaan, Implementasi dan
Kontrol. PT Prehallindo, Jakarta.
Kotler, P dan K. L. Keller. 1997. Manajemen Pemasaran. Erlangga, Jakarta.
Mubyarto. 1995. Pengantar Ekonomi Pertanian. Edisi Ketiga. LP3ES. Jakarta.
Panglaktin dan Hazil. 1980. Marketing Suatu Pengantar PT Pembangungan.
Jakarta.
Saefuddin. 1985. Tataniaga Pertanian. Departemen Pertanian. Jakarta
Sahari, Djamaluddin dan A, Masyafak, 2002, Analisis Kelembagaan Pemasaran
Menunjang Pengembangan Agribisnis Jagung di Kawasan Sentra
Produksi Sanggau Ledo Kalimantan Barat. Pontianak, Balai Pengkajian
Teknologi Pertanian Kalimantan Barat.
Santoso, Hieronymus Budi. 2017. Sukses Budi Daya Pepaya California di
Pekarangan dan Perkebunan. Lily Publisher, Yogyakarta.
Simanjuntak, Payaman J. 1985 Pengantar Ekonomi Sumber Daya Manusia. LPFE-
UI, Jakarta
Simamora, Bilson. 2014. Pemasaran Strategik. Universitas Terbuka. Tangerang
Selatan.
Soekartawi. 1993. Prinsip Dasar Ekonomi Pertanian (Teori dan Aplikasi). PT Raja
Graffindo Persada, Jakarta.
Soekartawi. 2002. Agribisnis – Teori dan Aplikasinya. PT Raja Grafindo Persada.
Jakarta.
Sudiyono, A. 2004. Pemasaran Pertanian. UMM Press, Malang
Sugiyono. 2019. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Alfabeta,
Bandung.
Sukino. 2013. Membangun Pertanian dengan Pemberdayaan Masyarakat Tani.
Pustaka Baru Press, Yogyakarta.
Sukmadinata, T. 2001. Sistem Pengelolaan Terminal Agribisnis dan Sub Terminal
Agribisnis Secara Terpadu untuk Memberikan Nilai Tambah Pelaku dan
Produk Agribisnis. Apresiasi Manajemen Kelayanan Terminal Agribisnis,
Sub Terminal Agribisnis, Pergudangan dan Distribusi, tanggal 14-16
Agustus 2001. Cisarua.
55

Sutarno. 2014. Analisis Efisiensi Pemasaran Kedelai di Kabupaten Wonogiri.


Journal Agrineca.
Tanjung, D. 2001. Metoda Analisis Studi Kelayakan Pembangunan TA/STA.
Apresiasi Manajemen Kelayakan Terminal Agribisnis, Sub Terminal
Agribisnis, Pergudangan dan Distribusi, tanggal 14-16 Agustus 2001.
Cisarua.
Undang-Undang Republik Indonesia. Nomor 13 Tahun 2010 tentang Hortikultura
Pasal 1 ayat 1-18. Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia dan
Presiden Republik Indonesia.
Widhiandono, Hengky., dkk. 2017. Penyuluhan Kewirausahaan dan Cara
Penanaman Pepaya California pada Lahan Kosong untuk Meningkatkan
Kesejateraan Buruh Tani. Jurnal Manajemen dan Bisnis.
Widyawati, Retno Febritastuti. 2017. Analisis Keterkaitan Sektor Pertanian dan
Pengaruhnya Terhadap Perekonomian Indonesia. Jurnal Economia.
51

Anda mungkin juga menyukai