Anda di halaman 1dari 3

Sebagian manusia menyangka bahwa kebahagiaan letaknya pada harta dan

kekayaan. Sebagian mereka juga menyangka bahwa kebahagiaan terletak pada


kedudukan dan pangkat. Seluruh manusia pasti ingin meraih kebahagiaan.
Sayangnya, banyak yang akhirnya merugi karena meyakini sebuah kebahagiaan
bukan pada hakikat aslinya. Sehingga kehidupan dan kesibukan dunianya
mempengaruhi agamanya, serta hawa nafsunya memalingkannya dari kehidupan
akhiratnya. Dan pada akhirnya, tidak ada yang ia dapatkan dan ia peroleh, kecuali
kesedihan dan penyesalan. Sebuah ironi dari kebahagiaan semu yang mereka
yakini.

Kebahagiaan yang dicari seluruh manusia ini, sesungguhnya tak dapat diraih,
kecuali dengan ketakwaan kepada Allah Ta’ala, dengan menaati-Nya serta menaati
Rasul-Nya, dengan menjauhkan diri dari kemaksiatan dan kejelekan.
Allah Ta’ala berfirman,
‫ٰيٓاَيُّهَا الَّ ِذي َ(ْن ٰا َمنُوا اتَّقُوا هّٰللا َ َوقُ ْولُ ْوا قَ ْواًل َس ِد ْي ًد ۙا * يُّصْ لِحْ لَ ُك ْم اَ ْع َمالَ ُك ْم‬
‫َويَ ْغفِرْ لَ ُك ْم ُذنُ ْوبَ ُك ۗ ْم َو َم ْن ي ُِّط ِع هّٰللا َ َو َرس ُْولَهٗ فَقَ ْد فَا َز فَ ْو ًزا َع ِظ ْي ًما‬
“Wahai orang-orang yang beriman! Bertakwalah kamu kepada Allah dan
ucapkanlah perkataan yang benar, niscaya Allah akan memperbaiki amal-amalmu
dan mengampuni dosa-dosamu. Dan barangsiapa menaati Allah dan Rasul-Nya,
maka sungguh, dia menang dengan kemenangan yang agung.” (QS. Al-Ahzab:
70-71)
Syekhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah mengatakan,
‫اإليمان( باهلل ورسوله هو جماع السعادة( وأصلها‬
“Beriman kepada Allah dan Rasul-Nya merupakan sumber dan asal muasal
kebahagiaan.” (Fatawa Syekhul Islam, 30: 193)
Kehidupan dunia dan seluruh kenikmatan yang ada di dalamnya tidaklah
mendatangkan kebahagiaan, kecuali jika disertai dengan ketakwaan. Dan
ketakwaan kita kepada Allah hanya akan terwujud bila kita beriman kepada
Allah Ta’ala dan Rasul-Nya, serta diiringi dengan ketaatan dan ketundukan penuh
di dalam menjalankan perintah dan meninggalkan larangan syariat.
Hambatan nya yaitu ketika
Kerugian dan penderitaan bagi siapapun yang mengikuti hawa nafsunya.
Dengan terjatuhnya seseorang ke dalam jurang kemaksiatan dan kejelekan yang
secara sekilas terkesan membahagiakan di dunia ini, namun faktanya penuh dengan
perkara haram dan melalaikan, pastilah akan mendatangkan kemudaratan.
Allah Ta’ala berfirman,
‫ض ْن ًكا َّونَحْ ُشر ُٗه يَ ْو َم ْالقِ ٰي َم ِة‬
َ ً‫ض َع ْن ِذ ْك ِريْ فَاِ َّن لَهٗ َم ِع ْي َشة‬
َ ‫َو َم ْن اَ ْع َر‬
‫اَ ْعمٰ ى‬
“Dan barang siapa berpaling dari peringatan-Ku, maka sungguh, dia akan
menjalani kehidupan yang sempit, dan Kami akan mengumpulkannya pada hari
Kiamat dalam keadaan buta.” (QS. Thaha: 124)
Syekhul Islam rahimahullah mengatakan, “Keburukan di muka bumi yang
menimpa khusus seorang hamba, sebabnya adalah menyelisihi Rasulullah atau
kebodohan terhadap risalah yang dibawanya. Adapun kebahagiaan seorang
hamba di dunia dan di akhirat, maka itu karena mengikuti risalah Nabi
shallallahu ‘alaihi wasallam.” (Fatawa Syekhul Islam, 19: 93)
Jalan keluar terakhir dari kesengsaraan menuju kebahagiaan adalah dengan
bertobat dan kembali kepada Allah Ta’ala. Ibnul Qayyim rahimahullah berkata,
‫ويغلق باب الشرور بالتوبة واإلستغفار‬
“Pintu-pintu keburukan ditutup dengan tobat dan istigfar (memohon ampunan
kepada Allah).” (Zaadul Ma’ad, 4: 203)
Ketuklah pintu tobat dan tutuplah pintu kemaksiatan, agar engkau bisa merasakan
manisnya kebahagiaan hakiki. Sesungguhnya sehatnya hati ini ada di dalam
meninggalkan dosa-dosa, karena dosa bagi hati itu laksana racun. Jika tidak
menghancurkannya, setidaknya akan melemahkannya. Barangsiapa yang beralih
dari rendahnya kemaksiatan menuju mulianya ketaatan, maka akan Allah
sukseskan dirinya walaupun tidak harus dengan harta, Allah akan berikan pada
dirinya kehangatan, walaupun tanpa adanya seorang sahabat.

Apakah aku sudah bahagia?


Sesungguhnya indikator kebahagiaan hakiki seseorang terletak pada tiga hal. Jika
ketiga hal tersebut terkumpul pada dirinya, maka insyaAllah dia termasuk orang-
orang yang berbahagia. Ketiga hal tersebut adalah:

Pertama: Bersyukur atas segala kenikmatan.

Kedua: Bersabar atas segala macam cobaan.

Ketiga: Senantiasa beristigfar, meminta ampun setiap kali melakukan kemaksiatan.

Ibnul Qayyim rahimahullah mengatakan,
‫ فإن هذه‬.‫ وإذا أذنب استغفر‬،‫ وإذا ابتُلِ َي صبر‬،‫إذا ُأنعم عليه شكر‬
‫ وعالمة فالحه في ُدنياه‬،‫األمور الثالثة( هي عنوان سعادة العبد‬
ُّ ‫ وال‬،‫وُأخراه‬.
‫ينفك عب ٌد عنها أب ًدا‬
“Jika diberi kenikmatan, ia bersyukur. Jika diberi ujian, ia bersabar. Dan jika
berbuat dosa, ia beristighfar. Maka, sesungguhnya ketiga hal ini merupakan tanda
kebahagiaan seorang hamba, dan tanda kesuksesannya di kehidupan dunia dan
akhirat. Kesemuanya itu (nikmat, ujian, dan dosa) tak akan pernah terlepas pada
diri seorang hamba.” (Al-Waabil As-Sayyib, hal. 6)
Ibnul Qayyim rahimahullah juga mengatakan,
“Tanda kebahagiaan seorang hamba adalah adalah meletakkan kebaikan-
kebaikan yang telah ia lakukan di punggung belakangnya (melupakan dan tidak
mengungkit-ungkitnya) serta meletakkan keburukan-keburukan yang telah ia
lakukan di depan matanya (senantiasa mengingat dan memohon ampunan atas
keburukan tersebut), dan tanda kerugian serta kesedihan adalah menjadikan
kebaikan-kebaikan di depan matanya (senantiasa mengungkitnya) serta
menjadikan keburukan-keburukan di belakang punggungnya (melupakan dan tidak
bertobat darinya)”. (Miftahu Daari As-Sa’adah, 2: 310)
Orang yang berbahagia adalah orang yang senantiasa bertakwa kepada
Penciptanya, senantiasa berlemah lembut dan berbuat baik kepada manusia
lainnya, dan mensyukuri semua kenikmatan dengan memanfaatkannya di dalam
ketaatan. Orang yang berbahagia adalah mereka yang menghadapi ujian dengan
penuh kesabaran dan pengharapan pahala dari Allah Ta’ala, lapang dada, serta
merasa yakin bahwa Allah akan menyucikan dirinya dan meninggikan derajatnya
karena ujian yang ia hadapi tersebut. Allah Ta’ala berfirman,
۟ ُ‫ين َأحْ َسن‬
ۗ ٌ‫وا فِى ٰهَ ِذ ِه ٱل ُّد ْنيَا( َح َسنَة‬ ۟ ُ‫وا ٱتَّق‬
(َ ‫وا َربَّ ُك ْم ۚ لِلَّ ِذ‬ ۟ ُ‫ين َءامن‬
َ (َ ‫قُلْ ٰيَ ِعبَا ِد ٱلَّ ِذ‬
ٍ ‫ُون َأجْ َرهُم بِ َغي ِْر ِح َسا‬
‫ب‬ َ ‫صبِر‬ َّ ٰ ‫َوَأرْ ضُ ٱهَّلل ِ ٰ َو ِس َعةٌ ۗ ِإنَّ َما ي َُوفَّى ٱل‬
“Katakanlah, ‘Hai hamba-hamba-Ku yang beriman. Bertakwalah kepada
Tuhanmu. Orang-orang yang berbuat baik di dunia ini memperoleh kebaikan. Dan
bumi Allah itu adalah luas. Sesungguhnya hanya orang-orang yang bersabarlah
yang dicukupkan pahala mereka tanpa batas.'” (QS. Az-Zumar: 10)
Wallahu a’lam bisshowaab.

Penulis: Muhammad Idris, Lc.


Artikel: www.muslim.or.id
 

Referensi:
Diterjemahkan dengan beberapa penyesuaian dari kitab Khutuwaat Ila As-
Sa’adah karya Syekh Abdul Muhsin Al-Qasim hafidzohullah g

Anda mungkin juga menyukai