25
]
180 menit
Deskripsi Peserta didik mencermati sebuah video terkait suatu kasus dan fenomena,
umum kegiatan menganalisis dengan kritis suatu kasus pertukaran budaya, serta merumuskan
solusi atas permasalahan tersebut.
Materi ajar, Materi: Pertukaran budaya dan kolaborasi dalam dunia yang saling terhubung
alat, dan bahan
Alat dan Bahan: Bahan bacaan dari berbagai sumber
Sarana 1. Gawai
Prasarana 2. Akses Internet
3. Buku Teks PPKn
4. Handout materi
5. Infocus/ proyektor
6. Laptop/ komputer PC
7. Papan Tulis/White Board
5. Target Siswa
□ Siswa regular/tipikal
□ Siswa dengan hambatan belajar
□ Siswa cerdas istimewa berbakat (CIBI)
□ Siswa dengan ketunaan (tunanetra, tunarungu, tunagrahita, tunadaksa, tunalaras,
tunaganda)
6. Jumlah Siswa
Maksimum 36 siswa
7. Ketersediaan materi
a. Pengayaan untuk siswa CIBI atau yang berpencapaian tinggi : YA/TIDAK
b. Alternatif penjelasan, metode, atau aktivitas, untuk siswa yang sulit memahami
konsep : YA/TIDAK
8. Moda pembelajaran
□ Tatap muka
□ PJJ Daring
□ PJJ Luring
□ Paduan antara tatap muka dan PJJ (Blended Learning)
9. Asesmen
Kriteria untuk mengukur ketercapaian Tujuan Pembelajaran
□ Asessmen individu
□ Asessmen kelompok
□ Asessmen keduanya
Jenis Asessmen
□ Performa (Presentasi, Drama, pameran hasil karya, dsb)
□ Tertulis (tes objektif, esai)
□ Sikap : Lembar Observasi
□ Ceramah
□ Demonstrasi
□ Project
□ Eksperimen
□ Eksplorasi
□ Kunjungan Lapangan
□ Simulasi
□ Permainan
Pertemuan 1
Alokasi
Kegiatan Deskripsi
Waktu
Pendahuluan o Guru membuka kegiatan pembelajaran bersama siswa 10 menit
dengan melakukan :
Mengucap salam pembuka dan berdoa untuk
memulai pembelajaran
Memeriksa kehadiran peserta didik sebagai sikap
disiplin
Menyanyikan salah satu lagu Wajib Nasional atau
lagu daerah
Menginformasikan tentang tujuan pembelajaran
pada pertemuan yang sedang berlangsung
Menginformasikan kegiatan pembelajaran yang akan
dilakukan yaitu dengan diskusi kelompok untuk
membangun kesadaran terhadap kesepakatan untuk
bisa saling menghormati, menghargai, memakai
bahasa Indonesia yang baik dan benar, penuh
kesantunan dan kekeluargaan, serta tidak mengarah
pada hal hal yang bernuansa Suku, Agama, Ras, Antar
Golongan, Politik, Pornografi dan Pornoaksi,
Promosi, Perundungan (SARAP)
Inti o Peserta didik dibagi kedalam 4 kelompok secara 70 menit
heterogen.
Kelompok 1 : Kelompok Pertukaran Pelajar
Kelompok 2 : Kelompok Pertukaran Mahasiswa
Kelompok 3 : Kelompok Pertukaran Guru
Kelompok 4 : Kelompok Pertukaran Dosen
Pertemuan 2
Alokasi
Kegiatan Deskripsi
Waktu
Pendahuluan o Guru membuka kegiatan pembelajaran bersama siswa 10 menit
dengan melakukan :
Mengucap salam pembuka dan berdoa untuk
memulai pembelajaran
Memeriksa kehadiran peserta didik sebagai sikap
disiplin
Menyanyikan salah satu lagu Wajib Nasional atau
lagu daerah
Menginformasikan tentang tujuan pembelajaran
pada pertemuan yang sedang berlangsung
Menginformasikan kegiatan pembelajaran yang akan
dilakukan yaitu dengan diskusi kelompok untuk
membangun kesadaran terhadap kesepakatan untuk
bisa saling menghormati, menghargai, memakai
bahasa Indonesia yang baik dan benar, penuh
kesantunan dan kekeluargaan, serta tidak mengarah
pada hal hal yang bernuansa Suku, Agama, Ras, Antar
Golongan, Politik, Pornografi dan Pornoaksi,
Promosi, Perundungan (SARAP)
Inti o Peserta didik dibagi kedalam 2 kelompok besar secara 70 menit
heterogen dalam model pembelajaran Debat pro-kontra.
Kelompok 1 : Kelompok Pro Pertukaran Budaya
Kelompok 2 : Kelompok Kontra Pertukaran Budaya
C. Kriteria Penilaian
Penilaian Pengetahuan
Rubrik
Penilaian
Aspek yang dinilai
1 2 3
Tidak ada Komunikasi Komunikasi
1 Komunikasi
komunikasi sedang Lancar dan baik
Sistematika Sistematika
Sistematika Penyampain tidak
2 penyampaian penyampaian
penyampaian sistematis
sedang baik
o Bagian mana yang menurutmu yang paling sulit dari pelajaran ini?
o Apa yang akan kamu lakukan untuk memperbaiki hasil belajarmu?
o Kepada siapa kamu akan meminta bantuan untuk memahami pelajaran ini?
o Jika kamu diminta untuk memberikan bintang 1 sampai 5, berapa bintang yang akan
kamu berikan pada usaha yang telah dilakukan?
Lampiran 1
LEMBAR KERJA SISWA
(Memahami Konsep Pertukaran Budaya)
Nama :
Kelas :
Materi Pokok :
Tanggal :
Jelaskan pengertian masing-masing dari istilah dibawah ini. Silakan tuangkan jawaban
kalian pada kolom berikut !
Istilah Pengertian
……………………………………………………………
Budaya ……………………………………………………………
……………………………………………………………
……………………………………………………………
……………………………………………………………
Lampiran 2
Pertukaran menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah perbuatan (hal dan
sebagainya) bertukar atau mempertukarkan; pergantian, peralihan, dan sebagainya, contoh :
'pertukaran iklim, pertukaran pikiran, pertukaran hasil bumi dengan hasil industri'.
Pertukaran budaya merupakan salah satu bentuk globalisasi budaya. Ketika terdapat pertukaran
ini maka dari negara satu dapat belajar budaya dari negara lain. Hal tersebut sesuai dengan
keinginan masing-masing negara untuk saling mempelajari budaya. Ketika sudah terjadi
kerjasama untuk mempelajari dua budaya yang berbeda maka akan terjaln hubungan sosial yang
baik. Hal ini apabila terus berlanjut jangan sampai negara lain lebih mengetahui budaya yang kita
miliki, sehingga kita kehilangan jati diri.
Budaya adalah karakteristik dan pengetahuan dari sekelompok orang tertentu, termasuk
bahasa, agama, kuliner, kebiasaan, sosial, musik dan seni. Pusat Penelitian Tingkat Lanjut tentang
Akuisisi Bahasa mendefinisikan budaya sebagai pola perilaku dan interaksi bersama, konstruksi
dan pemahaman kognitif yang dipelajari melalui tahapan sosialisasi.
Dengan demikian, hal itu dapat dilihat sebagai pertumbuhan identitas kelompok yang dipupuk
oleh pola-pola sosial yang unik bagi kelompok. Kata “culture (budaya)” berasal dari istilah
Perancis, yang pada gilirannya berasal dari bahasa Latin “colere” yang artinya cenderung
membumi dan tumbuh, atau berkultivasi dan memelihara.
Budaya adalah perilaku sosial dan norma sosial yang ditemukan dalam masyarakat manusia.
Budaya dianggap sebagai konsep sentral dalam antropologi, yang mencakup berbagai fenomena
yang ditularkan melalui pembelajaran sosial dalam masyarakat. Kebudayaan universal ditemukan
di semua masyarakat, termasuk bentuk ekspresif seperti seni, musik, tari, ritual dalam pengertian
adat istiadat, agama, dan teknologi seperti penggunaan alat, memasak, tempat tinggal, dan
pakaian.
Konsep budaya material meliputi ekspresi fisik budaya, seperti teknologi, arsitektur dan seni,
sedangkan aspek immaterial budaya seperti prinsip organisasi sosial (termasuk praktik organisasi
politik dan lembaga sosial), mitologi, filsafat, sastra (keduanya tertulis dan lisan), dan sains
merupakan warisan budaya non-benda dari masyarakat.
Istilah modern “budaya” didasarkan pada istilah yang digunakan oleh orator Romawi Kuno Cicero
dalam Tuskana Sengketa, di mana ia menulis tentang budidaya jiwa atau “cultura animi”.
Penggunaan metafora pertanian untuk pengembangan jiwa filosofis, dipahami secara teleologis
sebagai cita-cita tertinggi bagi perkembangan manusia.
Konsep budaya dapat dipahami seiring dengan berjalanya perubahan tingkah laku dan struktur
dari masyarakat itu sendiri. Perubahan budaya terjadi karena adanya perubahan teknologi dari
zaman ke zaman. Istilah budaya mengacu pada hasil kajian komprehensif yang pengertiannya
adalah subjek kajian.
Dalam tradisi kajian budaya di Inggris yang diwarisi oleh Raymonds Williams, Hoggarts, dan Stuart
Hall, menilai konsep budaya atau “culture” (dalam bahasa Inggris) merupakan hal yang paling
rumit diartikan sehingga konsep tersebut bagi mereka disebut sebagai sebuah alat bantu yang
kurang lebih mempunyai nilai guna.
Williams memberikan definisi konsep budaya dengan menggunakan pendekatan universal, yaitu
konsep budaya mengacu yang pada makna-makna bersama. Makna tersebut berpusat pada
makna sehari-hari yang meliputi nilai budaya, benda-benda material/simbolis, norma.
John Storey mengemukakan pendapatnya tentang konsep budaya yang lebih diartikan secara
politis ketimbang estetis. Storey beranggapan bahwa ‘budaya’ bukanlah konsep budaya seperti
yang didefinisikan dalam kajian lain sebagai objek keadiluhungan estetis (‘seni tinggi’) atau
sebuah proses perkembangan estetik, intelektual, dan spritual, melainkan budaya sebagai teks
dan praktik dalam kehidupan sehari-hari (Storey, 2007).
Contoh Budaya
Adapun contoh budaya dan peradaban yang berkembang di dunia, yaitu:
1) Budaya Barat
Istilah “budaya Barat” mengacu pada budaya negara-negara Eropa serta mereka yang sangat
dipengaruhi oleh imigrasi Eropa, seperti Amerika Serikat. Kebudayaan Barat berakar pada
Periode Klasik era Yunani-Romawi dan munculnya agama Kristen di abad ke-14. Penggerak
lain dari budaya Barat termasuk Latin, Celtic, Germanic dan Hellenic serta kelompok
linguistik. Kini pengaruh budaya Barat dapat dilihat di hampir setiap negara di dunia hal ini
karena ada anggapan bahwa budaya barat adala salah satu jenis budaya populer.
2) Budaya timur
Budaya timur umumnya mengacu pada norma-norma kemasyarakatan negara-negara di Asia
Timur (termasuk Cina, Jepang, Vietnam, Korea Utara dan Korea Selatan) dan anak benua
India. Seperti budaya barat, budaya Timur sangat dipengaruhi oleh agama selama
perkembangan awalnya, tetapi juga sangat dipengaruhi oleh pertumbuhan dan adanya
panen beras. Hal tersebut dikemukakan berdasarkan buku “Persiapan ke Peradaban Asia:
Menelusuri Asal-Usul dan Penyebaran Budaya Padi dan Beras” oleh Dorian Q. Fuller. Secara
umum, dalam budaya timur tidak ada perbedaan antara masyarakat sekuler dan filsafat
agama.
3. Budaya Latin
Banyak negara yang berbahasa Spanyol dianggap sebagai bagian dari budaya latin, sementara
wilayah geografisnya tersebar luas. Amerika Latin biasanya didefinisikan sebagai bagian dari
Amerika Tengah, Amerika Selatan dan Meksiko di mana bahasa Spanyol atau Portugis adalah
bahasa yang dominan. Awalnya, istilah “Amerika Latin” digunakan oleh ahli geografi Prancis
untuk membedakan antara bahasa Anglo dan Roman (berdasarkan bahasa Latin). Hal
tersebut dikemukakan oleh University of Texas. Sementara Spanyol dan Portugal berada di
benua Eropa, mereka dianggap sebagai pengaruh utama dari apa yang dikenal sebagai
budaya Latin, yang menunjukkan orang yang menggunakan bahasa yang berasal dari bahasa
Latin, juga dikenal sebagai bahasa Roman.
Konsep warga negara global (global citizen) sesungguhnya lahir seiring semakin pesatnya
arus globalisasi. Kewarganegaraan global sendiri muncul dari keberagaman dengan tujuan untuk
memperluas inklusi dan kekuasaan serta memiliki kerangka kerja etis dan normatif serta jauh dari
sekedar alat kekuasaan. Sebagai sebuah proses, globalisasi telah membawa perubahan signifikan
terhadap peradaban dunia. Negara bangsa yang pada awalnya eksklusif dengan batas
teritorialnya, kini memudar dengan semakin meningkatnya kebutuhan warga negara. Dunia
seolah menjadi tanpa batas (borderless), pergerakan manusia baik secara fisik maupun gagasan
menjadi semakin tidak terkontrol, perjalanan menempuh ruang dan waktu bisa dilakukan oleh
siapapun, kapanpun dan di manapun. Warga negara dihadapkan kepada perkembangan jaman
yang berjalan sangat cepat yang menyentuh berbagai bidang kehidupan bangsa baik secara
politik, ekonomi, sosial, budaya, dan sebagainya. Hal tersebut telah membawa dampak yang
sangat signifikan terhadap berbagai level kehidupan, baik lokal, nasional, regional, maupun
internasional. Menjadi bagian yang tak terpisahkan dalam konteks globalisasi tersebut, warga
negara memainkan peranan penting atau strategis terutama berkaitan dengan upaya
memanfaatkan peluang kemajuan pesat tersebut untuk kepentingan aktualisasi segala
kemampuan yang dimilikinya. Selain itu, kemampuan warga negara sangat diperlukan untuk
mengantisipasi berbagai masalah global atau isu-isu global yang muncul dalam eskalasi yang
tinggi. Ketergantungan global yang semakin tinggi dan intens yang melibatkan antar bangsa di
seluruh dunia ini, menghendaki keterlibatan warga negara di seluruh dunia untuk secara aktif
mencari alternatif pemecahan masalah yang dihadapi bersama. Realita tersebut tentu saja
menciptakan dunia pada satu kondisi saling ketergantungan (Interdependensi) yang tidak
terelakkan.
Kewarganegaraan global atau global citizen dalam makna luas merujuk pada individu
yang lebih mengedepankan dan mengutamakan identitas "warga negara global" di atas
identitasnya sebagai warga negara komunal. Pada arti yang lebih sempit hal tersebut membawa
makna akan munculnya sikap individu yang lebih mengutamakan kepentingan dan kebutuhan
warga negara dunia diatas kepentingan kelompok komunalnya, bahkan diatas kepentingan
dirinya. Penjelasan istilah ini bermakna, identitas seseorang telah melintasi batas
teritorial/geografis politik dan manusia di muka bumi. Dunia dipersepsikan saling terikat,
membutuhkan dan bergantung satu dengan lainnya. Hal tersebut bermakna bahwa manusia
merupakan satu unity yang tidak terpisahkan. Beberapa Ahli mendefenisikan warga negara global
pada makna yang beragam, meskipun tetap pada satu konsep yang sama. Roland misalnya
mengungkapkan makna "kewarganegaraan" sebagai berikut:
Mengacu pada identitas antara seseorang, negara, atau bangsa serta hak-haknya untuk bekerja,
menetap, dan berpartisipasi secara politik di wilayah tertentu. Namun “kewarganegaraan global"
tersebut mendefinisikan seseorang yang mengutamakan identitas "warga negara global" di atas
identitasnya sebagai warga negara. Identitas seseorang tersebut sudah melintasi batas yuridiksi
geografi atau politik dan tanggung jawab beserta haknya merupakan bukti keanggotaannya
dalam "umat manusia." Hal itu tidak bermakna orang tersebut menolak atau mencabut
kebangsaannya atau identitas lokalnya. Identitas global merupakan "tempat kedua" dalam
keanggotaannya di komunitas global.
Secara umum, penjelasan tentang kewarganegaraan global tersebut memiliki makna yang
hampir sama dengan "warga dunia" atau "kosmopolitan” seperti yang dipersepsikan oleh Kant.
Dalam esainya tahun 1795, Immanuel Kant mengusung ius cosmopoliticum (hukum/hak
kosmopolitan) sebagai prinsip pemandu untuk melindungi warga negara dari perang, dan
mendasarkan hak kosmopolitan ini secara moral pada prinsip keramahan (hospitality) universal.
Kant mengklaim bahwa perluasan keramahan sampai pada "pelaksanaan hak atas permukaan
bumi yang dimiliki umat manusia" pada akhirnya akan "membawa umat manusia lebih dekat
dengan konstitusi kosmopolitan.4 Meskipun demikian "kewarganegaraan global" mempunyai
makna spesifik dalam konteks yang sedikit berbeda.
Di sisi lain, Korten memaknai bahwa global citizen atau warga dunia adalah sebagai
berikut: Warga negara yang memiliki tanggungjawab dalam memenuhi persyaratan institusional
dan kultural demi kebaikan yang lebih besar bagi warga negara luas. Ciri dan sifat yang melekat
pada diri warga negara global yang bertanggungjawab akan terlihat dari komitmennya terhadap
nilai-nilai integratif, hal tersebut meliputi: kemampuan untuk berpikir mandiri, kritis dan
konstruktif, kemampuan untuk melihat masalah dalam konteks jangka panjang, dan untuk
membuat penilaian berdasarkan suatu komitmen kepada kepentingan warga negara jangka
panjang. Definisi konsep warga negara global yang diutarakan oleh Korten, merupakan istilah
yang menunjuk kepada tingkatan kewarganegaraan. Pada tahapan ini warga negara global
merupakan level lebih lanjut dari tingkatan warga negara komunal, dan warga negara nasional.
Penjabaran yang dikemukakan oleh Korten di atas tentu saja bisa bermakna bahwa warga negara
global bukanlah sekedar warga negara komunal atau nasional biasa, tetapi lebih dalam daripada
itu pemaknaan terhadap warga negara global menitikberatkan pada aspek kemampuan,
keterampilan yang dimiliki oleh seseorang sehingga dapat berkontribusi terhadap masa depan
dunia dan keberlangsungan hidup manusia jangka panjang. Kecenderungan pemahaman dalam
memaknai konsep dari warga negara global lebih menitikberatkan pada aktivitas fisik maupun
gagasan yang dapat dilakukan oleh individu bagi perbaikan dunia jangka panjang. Kesadaran
akan tanggung jawab global menjadi titik inti dari konsep global citizen ini. Seorang individu
diharuskan memiliki kontribusi nyata dalam keberlangsungan kehidupan warga negara global.
Sebagai contoh, konflik di Suriah, kejahatan yang dilakukan oleh kelompok ekstrimis Boko Haram
di Nigeria, dan lainnya jika ditarik dari konsepsi diatas tentu saja bukan hanya menjadi tanggung
jawab pemerintah Suriah dan Nigeria dalam penyelesaiannya. Lebih daripada itu, sesungguhnya
konsep d iatas menitikberatkan pada kontribusi nyata baik pada tahap de-eskalasi konflik,
intervensi kemanusiaan dan negosiasi politik, problem solving approach, dan peace building,
peace making dan peace keeping yang bisa dilakukan oleh warga negara global.
Pada titik tersebut, Cogan memberikan beberapa karakteristik warga negara yang
dikaitkan dengan kecederungan global yang terjadi saat ini. Karakteristik yang harus terlihat dan
dimiliki oleh seorang warga negara global tersebut adalah:
1) Mendekati masalah dari sudut pandang warga negara global.
2) Bekerja bersama dengan orang lain.
3) Bertanggung jawab terhadap peran dan tanggung jawab warga negara.
4) Berpikir secara kritis dan sistematis.
5) Menyelesaikan konflik dengan tanpa kekerasan.
6) Mengadopsi cara hidup yang melindungi lingkungan.
7) Menghormati dan mempertahankan hak asasi.
8) Berpartisipasi dalam masalah publik pada semua tingkat pembelajaran civics; dan
memanfaatkan teknologi berbasis informasi.
Dengan cara yang semakin meningkat, teknologi ini memperkuat kemampuan kita untuk
terhubung ke seluruh dunia melalui Internet; melalui partisipasi dalam ekonomi global; melalui
cara di mana faktor lingkungan di seluruh dunia berperan buruk dalam hidup kita; Melalui empati
yang kita rasakan saat melihat gambar bencana kemanusiaan di negara lain; atau melalui
kemudahan dimana kita dapat melakukan perjalanan dan mengunjungi bagian lain dunia.
Meskipun demikian siapapun yang memandang dirinya sebagai warga global tidak boleh
meninggalkan identitas dirinya sebagai bagian dari warga negara sebuah negara, seperti
kesetiaan kepada negara, etnis, dan kepercayaan politiknya. Identitas lokal atau tradisional yang
dimiliki akan memberi arti bagi kehidupan kita dan akan terus membantu membentuk siapa diri
kita yang sesungguhnya. Namun, sebagai bagian dari komunitas warga negara global, kita tentu
memahami bahwa kita memiliki bermacam tanggung jawab tambahan. Disisi lain, Kanter
seperti yang dikutip Wisnubrata menyebutkan ada tiga ciri manusia kelas dunia (world class),
yaitu konsep (concept), kompetensi (competence), dan koneksi (connection). Konsep berkaitan
dengan kemampuan mengembangkan pengetahuan dan gagasan-gagasan mutakhir. Sedangkan
competence berkenaan dengan pengembangan kemampuan untuk bekerja secara multidisiplin.
Kemudian, connection berhubungan dengan pengembangan jaringan sosial (social network)
untuk melakukan kerjasama secara informal. Wisnubrata menambahkan dua syarat lagi untuk
melengkapi syarat manusia kelas dunia sebagaimana dikemukakan Kanter. Dua syarat itu adalah
kredibilitas (credibility), dan kepedulian (caring). Kredibilitas berhubungan dengan integritas:
jujur, menjalankan apa yang dikatakan (walk the talk), memegang teguh janji, berlaku adil,
sehingga akan membangun rasa percaya (trust), dan rasa hormat (respect) dari orang lain.
Kemudian kepedulian (caring) yakni peka dan tanggap terhadap kebutuhan dan keadaan orang
lain, memberi yang terbaik tanpa pamrih, berbagi pengetahuan dan informasi dalam rangka
memperkaya wawasan dan mentalitas (abundant mentality).
Konsep lahirnya istilah global citizen tersebut sesungguhnya tidak lepas dari fenomena
adanya saling ketergantungan global (global interdependent) di belahan bumi ini, terutama yang
berkaitan dengan pola interaksi antarnegara-bangsa dalam menjalin hubungan dengan berbagai
bangsa-bangsa lain di penjuru dunia ini. Korten melihat bahwa prinsip saling ketergantungan
(interdependensi) akan melahirkan suatu situasi dimana negara-negara dan penduduk
mempunyai kepentingan yang sah dalam urusan masingmasing dan mempunyai hak untuk ikut
mempengaruhi urusan-urusan yang melampaui apa yang bisa disetujui oleh konsep kedaulatan
yang lebih tradisional. Kondisi tersebut tentu saja memiliki makna bahwa warga negara global
tidak bisa dilepaskan dengan ketergantungan global yang di dalamnya adalah negara-bangsa
(nation-state) dengan latar belakang kepentingan yang beraneka ragam. Pada konteks ini warga
negara global memiliki kedudukan yang sangat penting dalam interaksi global terutama dalam
rangka merumuskan dan menerapkan agenda untuk transformasi sosial. Oleh karena itu konsepsi
dan jiwa kewarganegaraan global (mind of global citizen) dalam menghubungkan dan
mempersatukan rakyat di dunia ini untuk bersama-sama melakukan transformasi sosial menjadi
sangan penting perannya. Konsepsi kewarganegaraan global yang dikemukakan oleh Korten di
atas, memberikan penegasan bahwa warga negara global merupakan warga negara dimana
perilaku, sikap, komitmen, dan tanggung jawabnya sudah dan mampu melintasi batas-batas
etnisity, local and national culture, menuju kepada kecenderungan budaya dan kepentingan
warga negara global. Muaranya bahwa warga negara global adalah waga negara lintas multi aspek
dan dimensi. Warga negara global merupakan warga negara dengan lintas ekonomi, lintas
pendidikan, lintas kebudayaan antarnegara, lintas sosial politik, atau bahkan warga negara
dengan lintas kepentingan secara lebih luas diluar kepentingan individu dan kepentingan
institusional, kultural bahkan kepentingan nasional.
Istilah "kewarganegaraan" merujuk pada identitas antara seseorang dan kota, negara,
atau bangsa dan haknya untuk bekerja, menetap, dan berpartisipasi secara politik di wilayah
tertentu. Bila ditambah kata "global", istilah tersebut mendefinisikan seseorang yang
mengutamakan identitas "masyarakat global" di atas identitasnya sebagai warga negara.
Identitas seseorang sudah melintasi batas geografi atau politik dan tanggung jawab beserta
haknya merupakan bukti keanggotaannya dalam "umat manusia". Ini bukan berarti orang
tersebut menolak atau mencabut kebangsaannya atau identitas lokalnya. Identitas global
merupakan "tempat kedua" dalam keanggotaannya di komunitas global. [1] Konsep ini juga
memunculkan persoalan seputar masyarakat global pada zaman globalisasi.[2]
Secara umum, istilah ini memiliki makna yang kurang lebih sama seperti "warga dunia" atau
"kosmopolitan", tetapi "kewarganegaraan global" memiliki makna khusus dalam konteks yang
berbeda.
Warga global merupakan sebuah komunitas moral yang berbasis pada isu-isu yang
menjadi perhatian global seperti isu hak asasi manusia, lingkungan dan kemiskinan. Warga global
tidak terikat secara teritorial, hukum dan politik, sosial dan budaya pada suatu negara, dalam
konteks ini melampaui batas-batas tradisional tersebut. Meski demikian, gerakan-gerakan moral
yang dilakukan oleh warga global dapat mendorong kebijakan-kebijakan politik dan hukum pada
sebuah negara. Sebagai contohnya adalah, adanya eksekusi mati, meski merupakan wewenang
otonomi dari sebuah negara, kebijakan itu dapat ditentang oleh orang-orang, individu-individu
atau komunitas-komunitas lain dari berbagai belahan dunia. Intervensi-intervensi tersebut tentu
saja tidak bersifat politik dan legal, melainkan lebih bersifat moral. Bila seorang warga negara
pada sebuah negara berpartisipasi dalam persoalan-persoalan yang menjadi isu-isu universal,
pada saat yang bersamaan ia sekaligus sudah juga menjadi warga global.
Warga global yang hanya berhubungan dengan komunitas moral dan tidak berbasis pada
isu-isu yang terikat secara teritori, namun aktivitas moral tersebut dapat berdampak pada
kehidupan global. Isu-isu lainnya yang sering menjadi perhatian global selain isu-isu yang
berhubungan dengan lingkungan dan pangan ataupun HAM, terkait kebebasan berpendapat,
mendapatkan informasi, kebebasan berkumpul dan berekspresi. Setiap orang yang ikut serta
dalam isu-isu tersebut adalah warga global, bukan karena kegiatan mereka melampaui teritori
nasional mereka, tetapi terutama karena isu-isu yang mereka perjuangkan juga menjadi perhatian
masyarakat global.
Partisipasi warga sebagai bagian dari masyarakat global adalah dengan:
1) Bersifat adaptif dengan perubahan – perubahan yang cepat terjadi sebagai akibat dari
globalisasi. Dengan transfer informasi yang begitu cepat dengan kemajuan teknologi
mengakibatkan perubahan tren internasional yang cepat pula. Sifat adaptif sangat
diperlukan untuk menyesuaikan diri dengan perubahan tersebut.
2) Bersifat terbuka terhadap hal – hal baru tanpa melupakan identitas pribadi dan bangsa.
Sebagai warga negara dengan yang menjunjung tinggi adab dan etika, hal- hal yang
merupakan budaya dari luar negeri yang tidak sesuai dengan identitas bangsa tidak perlu
ditiru. Mengambil hal -hal yang bermanfaat dari pergaulan internasional. Banyak hal - hal
yang baik yang dapat kita pelajari dan serap dari kebudayaan, ilmu pengetahuan dan
teknologi yang dimiliki bangsa lain yang lebih maju di bidang tersebut. Kita sebagai bagian
dari warga masyarakat global hendaknya terus belajar sehingga tidak tertinggal terlalu jauh.
Kemajuan teknologi yang tidak dapat dibendung dewasa ini, telah mendorong bertumbuh
dan berkembangnya identitas global dari setiap warga negara. Teknologi transportasi telah dapat
memudahkan perpindahan warga dari suatu negara ke negara lainnya, baik untuk tujuan wisata,
ekonomi maupun politik. Selanjutnya, kemajuan dibidang teknologi informasi telah
menghubungkan warga negara dari satu negara dengan warga yang berasal dari negara lainnya.
Kemajuan teknologi dalam konteks tersebut sudah menjadi bagian penting dari formnasi
terjadinya warga global. Melalui kemajuan teknologi, setiap orang kini dapat membangun
asosiasi-asosiasi yang lebih luas dan melampaui batas-batas teritori sebuah bangsa dan negara.
Melalui asosiasi-asosiasi tersebut, warga dari satu negara dapat berpartisipasi pada isu-isu yang
memiliki dampak global secara bersama-sama.
Warga global bukan merupakan komunitas politik, melainkan komunitas moral. Namun meski
demikian, gerakan-gerakan komunitas moral ini dapat saja mempengaruhi dinamika politik pada
sebuah negara atau bangsa.
Transformasi demokrasi pada suatu negara misalnya dari negara otoriter dan totalitarian tidak
terlepas dari gerakan-gerakan moral warga dunia yang memandang setiap orang berhak untuk
menentukan pilihan-pilihannya sendiri. Nilai-nilai global yang berkembang harus dapat
berakomodasi dengan nilai-nilai Pancasila. Dalam konteks pengembangan wawasan global warga
negara muda di universitas, maka Pancasila harus dipahami sebagai konten dan perilaku supaya
warga global muda maju untuk ke depannya.
Globalisasi memiliki dampak positif dan negatif bagi bangsa Indonesia. Dampak positif
globalisasi diantaranya :
1) Mudahnya Pertukaran Budaya Internasional di dunia
peningkatan teknologi dan pendidikan di era globalisasi membuat pemicu dalam pertukaran
budaya seluruh negara di dunia. Kita dapat melihat dan mempelajari kebudayaan dari seluruh
dunia hanya melalui media internet tanpa harus keliling dunia jika ingin mengetahuinya.
Mudahnya akses bepergian ke luar negeri untuk masuk kenegara juga bisa menjadi salah satu
sebab, seperti orang dari negara lain yang datang ke Indonesia dan membawa serta kebudayaan
dan kesenian dari negara asalnya.
Orang tersebut bisa memperkenalkan kebudayaan dan keseniannya ke masyarakat Indonesia dan
jika kebudayaan atau kesenian tersebut cocok dengan masyarakat Indonesia dapat menyebabkan
terjadinya akulturasi budaya.contohnya Pertukaran pelajar di dunia pendidikan juga bisa menjadi
media pertukaran budaya di seluruh dunia.
Pelajar yang berkesempatan ke luar negeri bisa mengajarkan kebudayaan atau kesenian dari
negara asalnya. Tentu hal semacam ini bisa memberikan dampak terbukanya budaya bagi setiap
orang dan bisa menumbuhkan sikap toleran antar umat manusia. Adanya sikap toleransi akan
menumbuhkan rasa solidaritas antar bangsa di dunia.
2) Memicu adanya Pembaharuan Kesenian
Hadirnya berbagai tontonan dan hiburan yang di kemas lebih modern di era globalisasi berimbas
pada redupnya kesenian - kesenian tradisional, khususnya kesenian di Indonesia. Minat
masyarakat yang menurun disebabkan oleh pengaruh budaya luar negeri yang lebih diminati dan
kebosanan masyarakat umum akan hiburan tradisional di Indonesia. Hal ini menjadi masalah
besar bagi pelaku kesenian di Indonesia karena perlahan lahan dapat menghilangkan dan
mematikan aktifitas seni tradisional di Indonesia.
Namun demikian, redupnya eksistensi kesenian tradisional di Indonesia menjadi sebab bagi
beberapa peseni di Indonesia untuk melakukan pembaharuan bagi kesenian tradisional di
Indonesia. Contohnya alat musik gamelan yang dipadukan dengan musik modern atau orkestra,
tari-tari tradisional yang dikemas ulang dengan pemangkasan alur cerita dan gaya yang berbeda.
Dampak negatif globalisasi, diantaranya :
1) Munculnya Sikap Individualisme pada manusia
Pengaruh globalisasi di bidang komunikasi budaya memunculkan berbagai sikap buruk dan jelek
manusia, seperti sikap individualisme. Perkembangan zaman pada saat ini menyebabkan
manusia untuk bekerja keras agar bisa mendapatkan uang untuk tetap bertahan hidup, hal ini
memicu munculnya sikap individualisme bagi setiap orang.
Tentu sikap ini menghilangkan kerjasama untuk semangat gotong royong dan sifat kekeluargaan
yang dimiliki oleh manusia sebagai makhluk sosial pada saat itu.
2) Lunturnya Nilai-Nilai Budaya Lokal
Adanya pengaruh budaya global di sebuah negara dapat mempengaruhi lunturnya nilai-nilai
budaya lokal di negara tersebut. Contoh tata krama dan sopan santun yang menjadi nilai budaya
di Indonesia, kini sudah dikeampingkan oleh pemuda-pemudi bangsa, karena gencarnya
pengaruh budaya barat yang meracuni pemuda bangsa.
3) Rusaknya Moral Masyarakat
Pengaruh jelek dari luar yang selalu diperlihatkan di media internet dan televisi dapat dengan
mudah diakses oleh semua orang dan dapat mempengaruhi orang yang melihatnya. contoh di era
yang serba modern ini gaya hidup masyarakat Indonesia sudah banyak yang meniru gaya hidup
orang barat, padahal gaya hidup tersebut tidak semuanya sesuai dengan norma di masyarakat.
Banyak orang-orang di Indonesia yang meniru budaya barat, seperti seks bebas, alkohol dan
narkoba. Tentu hal ini sangat merugikan bagi orang itu dan juga dapat merugikan negara.
Pertukaran pelajar adalah suatu program dimana siswa atau mahasiswa dari suatu negara belajar
dan tinggal di luar negeri. Dimana host country bisa kita pilih sendiri atau ditentukan oleh instansi
atau organisasi yang menjembatani negara kita dengan pihak luar. Pertukaran pelajar bukan
hanya sekedar belajar ilmu pengetahuan formal saja tetapi juga mempelajari kebudayaan dan
juga bagaimana kita dapat hidup di luar zona nyaman bersama host family yang merupakan orang
lokal dari negara tujuan yang akan kita datangi.
Terdapat beberapa organisasi yang menaungi program pertukaran pelajar diantaranya yaitu AFS
(American Field Service) Intercultural Programs, Rotary Youth Exchange, YFU (Youth For
Understanding) Intercultural Exchange Programs, dan lainnya. Melalui organiasi-organisasi
tersebut kita akan diberi arahan dan orientasi mengenai apa saja yang harus dipersiapkan dan
gambaran mengenai kehidupan di host country. Semua keperluan akan dibantu pengurusannya
oleh pihak organisasi. Selain melalui organisasi kita juga dapat mencari informasi sendiri
mengenai program pertukaran pelajar dari suatu sekolah atau universitas, asrama atau
apartemen sekitar, dan kepentingan lainnya.
Menjalani kehidupan di negeri orang bukanlah hal yang mudah untuk dijalani, terlebih
banyak perbedaan yang dihadapi. Namun, hal tersebut akan menjadi pembelajaran dan
pengalaman baru yang justru akan mendewasakan kita karena pemikiran yang akan lebih
terbuka.
Budaya menjadi hal yang terpenting karena kebiasaan yang sudah kita jalani sejak lama akan
susah untuk dileburkan dan biasanya kita akan mengalami syok budaya karena dihadapkan
kepada budaya baru. Namun hal tersebut dapat menjadi pembelajaran berharga yang dapat
diterapkan di negara kita sendiri.
Berikut adalah beberapa unsur budaya yang dapat dipelajari.
1) Salam
Di Indonesia masyarakat melakukan salam kepada orang yang lebih tua dengan cara cium
tangan atau menempelkan tangan pada kening dengan artian menghormarti. Namun,
kebiasaan di luar negri tidaklah sama contohnya di Belgia ketika saling bertemu mereka akan
menempelkan pipi satu sama lain tanpa melihat perbedaan umur. Selain itu, memanggil
nama langsung kepada seseorang yang lebih tua bahkan orangtua bukanlah sesuatu yang
dijadikan perdebatan.
2) Bahasa
Mempelajari budaya tentu saja membutuhkan komunikasi dan bahasa yang menjadi alat
penghubung antar sesama komunikator. Setiap pergi ke suatu negara pasti bahasa sangat
dibutuhkan tetapi terkadang bahasa yang kita temui belum tentu bahasa yang sudah kita
peajari dan pahami sebelumnya. Dengan pertukaran pelajar kita dapat mempelajari bahasa
baru dan mendapatkan wawasan baru yang sangat berguna untuk memahami segala sesuatu
saat menjalani kegiatan sehari-hari maupun dikemudian hari.
3) Self service
Salah satu hal yang dapat membuat seseorang mandiri adalah self service. Di negara luar
sudah banyak restoran yang pelanggannya harus merapihkan sendiri peralatan dan sisa
makanan dari meja. Hal itu merupakan suatu kebiasaan yang baik dilakukan karena
kesadaran diri seseorang terhadap lingkungan akan lebih besar.
4) Kesadaran dalam menggunakan sabuk pengaman
Pengunaan sabuk pengaman oleh penumpang yang berada dikursi belakang menjadi suatu
kewajiban di negara lain guna menjaga keselamatan dari orang tersebut. Kewajiban tersebut
menjadikan kesadaran masyarakat luar untuk menaati peraturan yang ada, sehingga angka
kecelakaan lalu lintas terhitung rendah.
Contoh globalisasi budaya yang mudah ditemukan dalam kehidupan sehari-hari. Antara lain
sebagai berikut;
Masyarakat telah mengetahui budaya luar, sehingga beberapa orang memiliki pemikiran
untuk hidup di negara tersebut. keinginan tersebut yang mendorong seseorang untuk
melakukan imigrasi. Mereka tergiur dengan segala kebebasan yang ada di luar negeri, dengan
segala angan-angan yang ingin dirasakan. Terdapat beberapa orang hanya untuk
kenyamanan. Ketika merasa tidak nyaman maka ia memiliki kebebasan untuk berpindah
tempat sesuai dengan apa yang diinginkan. Keinginan ini yang akan membawa mereka
bermigrasi.
Budaya lokal kadang sudah tidak ada yang mempelajari sehingga lama kelamaan akan
menghilang. Globalisasi budaya ini berlangsung sangat cepat sehingga harus selalu waspada.
Saat ini kesadaran menjaga kebudayaan yang ada sudah mulai muncul tinggal menjaga
konsistensinya saja.
Pertukaran budaya ini terjadi karena pihak satu merasa sudah tidak cocok dengan budaya ini
dengan menyesuaikan perkembangan zaman, dan memerlukan budaya yang ada di negara
lain. Contoh budaya asing yang perlu diadobsi Indonesia merupakan budaya kerja. Kita tahu
bahwa negara Indonesia merupakan negara yang memiliki masyarakat yang ramah dan
cenderung santai dalam segala kegiatannya. Di luar negeri terbiasa sistem kerja yang cepat
dan disiplin dengan harapan dapat menghasilkan, hasil yang sempurna. Indonesia saat ini
sedang berusaha untuk bekerja lebih cepat dan disiplin dengan segala hal yang mulai dapat
dilakukan secara digital.