Oleh :
Asep suryanto
Kata “wakaf” berasal dari bahasa Arab yakni
waqofa-yaqifu-waqfan yang bermakna
“berhenti”.
Wakaf menurut istilah syara’ adalah menahan
harta yang mungkin diambil manfaatnya tanpa
menghabiskan atau merusakan bendanya dan
digunakan untuk kebaikan (Ash Shaniany, tt (3)).
“Menahan” bermakna bahwa benda wakaf yang
telah diserahkan ditahan sehingga tidak boleh
dijual, diwarisi, dihibahkan, dan sebagainya
sehingga wakaf tersebut bersifat terus-menerus
dan berkelanjutan (Baadly, 1994).
UU No.41 tahun 2004, Pasal 1 ayat 1
Wakaf adalah perbuatan hukum wakif untuk
memisahkan dan/atau menyerahkan sebagian
harta benda miliknya untuk dimanfaatkan
selamanya atau untuk jangka waktu tertentu
sesuai dengan kepentingannya guna keperluan
ibadah dan/atau kesejahteraan umum menurut
syariah.
Objek wakaf sebenarnya sangat luas dan tidak terbatas
pada jenis tanah seperti yang diatur dalam Peraturan
Pemerintah RI No. 28 Tahun 1977 tentang perwakafan
tanah milik. Oleh sebab itu, terbitnya Undang-Undang
Republik Indonesia No. 41 Tahun 2004 tentang Wakaf
dianggap sangat baik karena undang-undang ini mengatur
semua jenis harta wakaf baik wakaf yang tidak bergerak
maupun wakaf yang bergerak. Undang-undang ini
menyebutkan bahwa wakaf adalah “Perbuatan hukum
wakif untuk memisahkan dan/atau menyerahkan
sebagian harta benda miliknya untuk dimanfaatkan
selamanya atau untuk jangka waktu tertentu sesuai
dengan kepentingannya guna keperluan ibadah dan/atau
kesejahteraan umum menurut syariah”
Pasal 1 ayat 5
Harta Benda Wakaf adalah harta
benda yang memiliki daya tahan lama
dan/atau manfaat jangka panjang
serta mempunyai nilai ekonomi
menurut syariah yang diwakafkan oleh
Wakif.
Tujuan institusi wakaf untuk
memberikan manfaat yang
maksimum bagi kesejahteraan
umum akan dapat tercapai.
Pasal 5
Wakaf berfungsi mewujudkan
potensi dan manfaat ekonomis
harta benda wakaf untuk
kepentingan ibadah dan untuk
memajukan kesejahteraan umum.
Pasal 16
Harta benda wakaf terdiri dari :
a. benda tidak bergerak; dan
b. benda bergerak.
Benda tidak bergerak sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf a meliputi :
a. hak atas tanah sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku baik yang sudah
maupun yang belum terdaftar;
b. bangunan atau bagian bangunan yang berdiri di atas
tanah sebagaimana dimaksud pada huruf a;
c. tanaman dan benda lain yang berkaitan dengan tanah;
d. hak milik atas satuan rumah susun sesuai dengan
ketentuan peraturan perundangundangan yang
berlaku;
e. benda tidak bergerak lain sesuai dengan ketentuan
syariah dan peraturan perundang-undangan yang
berlaku.
Benda bergerak sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf b adalah harta benda yang tidak bisa habis
karena dikonsumsi, meliputi :
a. uang;
b. logam mulia;
c. surat berharga;
d. kendaraan;
e. hak atas kekayaan intelektual;
f. hak sewa; dan
g. benda bergerak lain sesuai dengan ketentuan
syariah dan peraturan perundangundangan yang
berlaku.
Peruntukan Harta Benda Wakaf
Pasal 22
Dalam rangka mencapai tujuan dan fungsi wakaf,
harta benda wakaf hanya dapat diperuntukan bagi:
a. sarana dan kegiatan ibadah;
b. sarana dan kegiatan pendidikan serta kesehatan;
c. bantuan kepada fakir miskin, anak terlantar, yatim
piatu, bea siswa;
d. kemajuan dan peningkatan ekonomi umat;
dan/atau
Institusi wakaf terbagi dua
yaitu wakaf umum (Wakaf
Khairi ) dan wakaf khusus
(Wakaf Zurri)
Pada zaman Khulafa ar Rasyidin,
amalan berwakaf ini banyak
dilakukan karena dengan tindakan
ini mereka dapat membantu
kesejahteraan negara dan sekaligus
dapat beribadat kepada Allah
(Syukri & Hamid, 1985).
Institusi wakaf pada masa
pemerintahan Daulah Uthmaniah
(Abad 18) sangat banyak dan luas. Di
ibukota Ankara saja surat akta harta
wakaf ini berjumlah 26.300 dan
eksistensinya tidak hanya besar dari
segi objeknya namun sangat efektif
dalam memberdayakan ekonomi
ummat (Altalib, 1996).
Lahan-lahan wakaf dimanfaatkan
secara penuh dan bersifat dinamik
dengan sistem pengelolaan yang baik.
Institusi wakaf yang ada sangat
produktif dari perspektif ekonomi
sehingga seluruh institusi wakaf ada
memberi kontribusi yang signifikan
terhadap PDB (Yildiz, 1984).
Jenis harta yang diwakafkan para wakif pada zaman
Daulah Uthmaniah ini tidak hanya terbatas pada jenis
harta wakaf tidak bergerak seperti berbagai jenis lahan
dan bangunan di atas.
Hasil kajian Yildiz (1975) terhadap sekitar 330 dokumen
wakaf menyimpulkan bahwa wakaf bergerak berupa
wakaf uang pada waktu itu mencapai jumlah yang
sangat banyak yaitu 42.120.220 Akte dan memberikan
hasil dan pendapatan yang signifikan. Pihak-pihak yang
melakukan wakaf jenis wakaf uang ini meliputi berbagai
lapisan masyarakat seperti para pegawai negara 42,7%,
cendikiawan 16,0%, pemuka agama 9,8%, pengusaha
2,5%, lain-lain 29,0%. Dengan kata lain, terdapat dua
jenis wakaf (wakaf tidak bergerak dan wakaf bergerak)
sehingga kondisi ini memberi pengaruh dalam
keberhasilan pengelolaan institusí wakaf yang ada.
Kondisi dan peran institusi wakaf yang
dinamik dan produktif ini telah memberi
hasil dan manfaat yang luas kepada
masyarakat. Pendapatan harta wakaf telah
digunakan untuk pembangunan sarana dan
prasarana sosial kemasyarakatan seperti
sarana dan prasarana peribadatan,
pendidikan, ekonomi, dan sebagainya
(Altalib, 1996)
Institusi wakaf sangat banyak berperan
dalam meningkatkan kesejahteraan
pemberdayaan ekonomi masyarakat.
Kategori dan Jenis Harta Wakaf sebagai Sumber
Pendapatan pada Masa Daulah Uthmaniah
Institusi waqf di berbagai negara