Anda di halaman 1dari 3

IKHTILAT

ikhtilat secara bahasa berasal dari kata ikhtalatha-yakhtalithu-ikhtilathan,


maknanya bercampur dan berbaur. Maksudnya bercampurnya laki-laki dan
wanita dalam suatu aktifitas bersama, tanpa ada batas yang memisahkan
antara keduanya.

Berbeda dengan khlawat yang bersifat menyendiri, ikhtilat terjadi secara


kolektif dan bersama. Di mana orang-orang laki-laki dan wanita dalam jumlah
yang lebih dari dua orang berbaur dalam suatu keadaan tanpa dipisahkan
dengan jarak.

Yang dijadikan titik perbedaan pendapat di kalangan ulama adalah masalah


pemisahan antara kedua jenis kelamin ini. Sebagian ulama memandang
bahwa pemisahan itu harus dengan dinding, baik yang terbuat dari tembok
ataupun dari kain tabir penghalang yang tidak tembus pandang. Namun
sebagian ulama lain mengatakan bahwa pemisahan cukup dengan posisi dan
jarak saja, tanpa harus dengan tabir penutup.

Mereka yang mewajibkan harus dipasangnya kain tabir penutup ruangan


berangkat dari dalil baik Al-Quran maupun As-Sunah

a. Dalil Al-Quran:

‫ٰيٓاَيُّهَا الَّ ِذ ْينَ ٰا َمنُ وْ ا اَل تَ ْد ُخلُوْ ا بُيُ وْ تَ النَّبِ ِّي آِاَّل اَ ْن يُّْؤ َذنَ لَ ُك ْم اِ ٰلى طَ َع ٍام َغ ْي َر ٰن ِظ ِر ْينَ اِ ٰنى هُ َو ٰل ِك ْن اِ َذا د ُِع ْيتُ ْم فَ ا ْد ُخلُوْ ا فَ اِ َذا طَ ِع ْمتُ ْم فَا ْنت َِش رُوْ ا َواَل‬
‫ب ٰذلِ ُك ْم‬ٍ ۗ ‫ق َواِ َذا َس ا َ ْلتُ ُموْ ه َُّن َمتَاعًا فَاسَْٔـلُوْ ه َُّن ِم ْن َّو َر ۤا ِء ِح َج ا‬ ِّ ۗ ‫ي فَيَ ْس تَحْ ٖي ِم ْن ُك ْم َۖوهّٰللا ُ اَل يَ ْس تَحْ ٖي ِمنَ ْال َح‬ ٍ ۗ ‫ُم ْستَْأنِ ِس ْينَ لِ َح ِد ْي‬
َّ ِ‫ث اِ َّن ٰذلِ ُك ْم َكانَ يُْؤ ِذى النَّب‬
‫هّٰللا‬ ‫هّٰللا‬
‫َظ ْي ًما‬ِ ‫طهَ ُر لِقُلُوْ بِ ُك ْم َوقُلُوْ بِ ِه ۗ َّن َو َما َكانَ لَ ُك ْم اَ ْن تُْؤ ُذوْ ا َرسُوْ َل ِ َوٓاَل اَ ْن تَ ْن ِكح ُْٓوا اَ ْز َوا َجهٗ ِم ۢ ْن بَ ْع ِد ٖ ٓه اَبَد ًۗا اِ َّن ٰذلِ ُك ْم َكانَ ِع ْن َد ِ ع‬
ْ َ‫ا‬

Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu memasuki rumah-rumah


Nabi kecuali jika kamu diizinkan untuk makan tanpa menunggu waktu masak
(makanannya), tetapi jika kamu dipanggil maka masuklah dan apabila kamu
selesai makan, keluarlah kamu tanpa memperpanjang percakapan.
Sesungguhnya yang demikian itu adalah mengganggu Nabi sehingga dia (Nabi)
malu kepadamu (untuk menyuruhmu keluar), dan Allah tidak malu
(menerangkan) yang benar. Apabila kamu meminta sesuatu (keperluan)
kepada mereka (istri-istri Nabi), MAKA MINTALAH DARI BELAKANG TABIR.
(Cara) yang demikian itu lebih suci bagi hatimu dan hati mereka. Dan tidak
boleh kamu menyakiti (hati) Rasulullah dan tidak boleh (pula) menikahi istri-
istrinya selama-lamanya setelah (Nabi wafat). Sungguh, yang demikian itu
sangat besar (dosanya) di sisi Allah.

Ayat tersebut menyatakan bahwa memasang kain tabir penutup meski


perintahnya hanya untuk para isteri nabi, tapi berlaku juga hukumnya untuk
semua wanita. Karena pada dasarnya para wanita harus menjadikan para
isteri nabi itu menjadi teladan dalam amaliyah sehari-hari. Sehingga khithab
ini tidak hanya berlaku bagi isteri-isteri nabi saja tetapi juga semua wanita
mukminat.

b. Dalil As-Sunnah

Selain itu juga ada dalil dari sunnah nabawiyah yang intinya juga mewajibkan
wanita dan laki-laki dipisahkan dengan kain tabir penutup.

Diriwayatkan oleh Nabhan bekas hamba Ummu Salamah, bahwa Rasulullah


s.a.w. pernah berkata kepada Ummu Salamah dan Maimunah yang waktu itu
Ibnu Ummi Maktum masuk ke rumahnya. Nabi bersabda, "Pakailah tabir."
Kemudian kedua isteri Nabi itu berkata, "Dia (Ibnu Ummi Maktum) itu buta!"
Maka jawab Nabi, "Apakah kalau dia buta, kamu juga buta? Bukankah kamu
berdua melihatnya?"

Sebagian dari masyarakat kita ada yang menerapkan kewajiban pemakaian


kain tabir pemisah antara ruangan laki-laki dan perempuan. Ada yang
berusaha menerapkannya dalam semua aktifitas, namun ada juga yang
sepotong-sepotong. Misalnya, banyak yang bersikeras untuk menerapkannya
dalam pesta walimah (perkawinan), namun di luar itu tidak menerapkan.

Ada juga kalangan aktifis yang sangat menekankan pemakaian tabir pemisah
antara sesama aktifis, tetapi ketika beinteraksi dengan yang bukan aktifis,
mereka tidak menerapkannya lagi. Seolah memasang tabir pemisah itu hanya
wajib di kalangan aktifis dakwah saja, sedangkan kepada yang bukan aktifis,
hukumnya tidak wajib lagi.

Di sisi lain, ada sebagian ulama yang berkesimpulan bahwa ikhtilat itu bisa
dihindari cukup dengan memberi jarak antara tampat laki-laki dan
perempuan, namun tidak wajib untuk memasang tabir penutup.

Anda mungkin juga menyukai