PENJAMINAN MUTU
Mardi Wiyono
Fakultas Teknik Universitas Negeri Malang, Jl. Surabaya 6 Malang, e-mail: m_wiyono@hotmail.com
Abstract: Professionalism of the Faculty Members against the Quality Assurance Program. This article
UHSRUWV RQ D UHVHDUFK SURMHFW DLPHG DW GHVFULELQJ WKH IDFXOW\ PHPEHUV¶ SURIHVVLRQDOLVP DW WKH 0HFKDQLFDO
Engineering Study Program, Faculty of Engineering, State University of Malang. The study was conducted
on the premise that faculty members bear three principal tasks: devising teaching and learning instruc-
tions, conducting research, and providing services for the community. A descriptive research project
carried out within the specific setting (thus, a case) of the Mechanical Engineering Study Program, this
study involved 57 faculty members, which means the whole members. Observation checklist and question-
naire were used as research instruments. One of the salient findings of the project is that a big number of
the faculty members hold Sarjana academic qualification. In terms of research and public service, the
IDFXOW\ PHPEHUV¶ SDUWLFLSDWLRQ OHYHO FDQ EH FRQVLGHUHG ORZ ,Q DGGLWLRQ ,&7 KDV QRW EHHQ XVHG LQ WHDFK-
ing-OHDUQLQJ DFWLYLWLHV $FFRUGLQJO\ EDVHG RQ WKHVH ILQGLQJV WKH IDFXOW\ PHPEHUV¶ SURfessionalism at
the Mechanical Engineering Study Program has not met the stipulated criteria of quality assurance.
Akhir-akhir ini tuntutan profesionalisme bagi sumber- sistem penjaminan mutu dengan baik, seperti: UGM,
daya manusia cukup tinggi, baik di perusahaan, indus- ITB, dan UI. UM pun juga telah merintis program
tri, maupun lembaga pendidikan. Profesionalisme penjaminan mutu pada lima tahun terakhir. Bahkan
sangat erat kaitannya dengan produk yang dihasilkan. Satuan Penjaminan Mutu ITB telah diakui dunia.
Dosen sebagai pengajar di perguruan tinggi sangat Perguruan tinggi yang tidak memperhatikan pen-
berpengaruh terhadap mutu lulusan yang dihasilkan. jaminan mutu lambat laun tidak akan memperoleh
Meskipun mutu yang dihasilkan dari perguruan tinggi kepercayaan dari masyarakat. Dosen juga meru-
tidak hanya tergantung dari dosen saja, namun pe- pakan salah satu komponen yang dituntut untuk
ran dosen cukup yang besar. memiliki peran dalam penjaminan mutu, terutama
Kholis (2007) mensinyalir bahwa setidaknya dalam proses belajar mengajar. Jika profesionalisme
ada dua hal penting yang dapat disoroti pada realitas dosen dapat terdeteksi dengan baik tentu akan juga
profesi dosen. Pertama, secara umum masih banyak diketahui sejauhmana para dosen bertanggung jawab
kelompok dosen dari sisi aktivitas hanya mengandal- dalam penjaminan mutu.
kan kegiatan belajar mengajar sebagai aktivitas uta- Profesi sebagai spesialisasi dari jabatan inte-
ma; selebihnya mereka memilih mencari sampingan lektual yang diperoleh melalui studi atau pelatihan,
berbisnis atau bekerja di sektor lain. Padahal masih bertujuan menciptakan keterampilan, pekerjaan yang
ada kewajiban lain bagi para dosen yaitu melaku- bernilai tinggi, sehingga pekerjaan itu diminati, di-
kan aktivitas penelitian dan pengabdian masyarakat, senangi orang lain, dan dia dapat melakukan pekerja-
akan tetapi kedua aktivitas tersebut sulit dilaksana- an itu dengan mendapat imbalan berupa gaji (pay-
kan dan tertinggalkan. Berdasarkan hasil laporan ment) (Sagala, 2000; Adiningsih, 2000). Profesi dosen
dari Lembaga Penelitian UM (2008), tidak banyak menurut Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005
dosen (15%) yang mampu melaksanakan aktivitas tentang Guru dan Dosen harus memiliki prinsip-prin-
penelitian. sip profesional seperti tercantum pada pasal 5 ayat 1,
Tuntutan akan penjaminan mutu (quality as- yaitu: profesi guru dan dosen merupakan bidang pe-
surance) perguruan tinggi saat ini juga makin kuat. kerjaan khusus yang memerlukan prinsip-prinsip pro-
Beberapa perguruan tinggi juga telah melakukan fesional sebagai berikut: (a) memiliki bakat, minat,
51
52 Jurnal Ilmu Pendidikan, Jilid 16, Nomor 1, Februari 2009, hlm. 51-58
panggilan jiwa dan idealisme; (b) memiliki kualifikasi tugasnya sebagai dosen dan terhadap situasi pen-
pendidikan dan latar belakang pendidikan sesuai didikan beserta keseluruhan situasi pendidikan be-
dengan bidang tugasnya; (c) memiliki kompetensi serta unsur-unsurnya; dan (2) pemahaman, pengha-
yang diperlukan sesuai dengan bidang tugasnya; (d) yatan, dan penampilan nilai-nilai yang seyogyanya
mematuhi kode etik profesi; (e) memiliki hak dan dianut oleh dosen; dan (3) penampilan upaya untuk
kewajiban dalam melaksanakan tugas; (f) memper- menjadikan dirinya sebagai panutan dan teladan bagi
oleh penghasilan yang ditentukan sesuai dengan pres- para mahasiswanya.
tasi kerjanya; (g) memiliki kesempatan untuk me- Saat ini kita hidup pada era knowledge based
ngembangkan profesinya secara berkelanjutan; (h) economy (Hasan, 2007). Artinya sistem ekonomi
memperoleh perlindungan hukum dalam melaksa- secara global berjalan berdasarkan kaidah-kaidah il-
nakan tugas profesionalnya; dan (i) memiliki orga- mu pengetahuan dan teknologi. Negara-negara seperti
nisasi profesi yang berbadan hukum. Jepang, Jerman, Amerika Serikat, Korea, Singapura,
Terkait dengan profesi ini, Joni (2004) ber- dan Australia memiliki perekonomian yang jauh
pendapat bahwa label profesional dalam hal ini harus lebih baik dibandingkan dengan perekonomian In-
dimaknai secara utuh dan konsisten. Secara sederha- donesia. Sebab, negara-negara tersebut menguasai
na, suatu profesi pada dasarnya berpijak pada tiga ilmu pengetahuan dan teknologi (Suyanto, 2004).
pilar, yaitu: kemampuan atau kompetensi tingkat ting- Pendek kata, perlu ada in service training yang baik
gi, menerapkan layanan keahliannya, dan diakui serta bagi para dosen.
dihargainya eksistensi layanan yang unik. Dengan Beberapa cara yang dapat ditempuh dalam pe-
perkataan lain, seorang profesional selalu menam- ngembangan profesionalitas dosen menurut Balit-
pilkan diri sebagai safe practitioner. Pilar ketiga bang Depdiknas (2004) antara lain adalah: (1) perlu-
adalah diakui serta dihargainya eksistensi layanan nya revitalisasi pelatihan dosen yang secara khusus
yang unik, yang mempersyaratkan keahlian khas dititikberatkan untuk memperbaiki kinerja dosen dalam
ini oleh masyarakat pemakai layanan serta oleh peme- meningkatkan mutu pendidikan dan bukan untuk me-
rintah. Dengan kata lain, kedudukan sebagai penye- ningkatkan sertifikasi mengajar semata-mata; (2) per-
lenggara layanan ahli diperoleh berdasarkan kompe- lunya mekanisme kontrol penyelenggaraan pelatihan
tensi dan etika, bukan berdasarkan uang atau akro- dosen untuk memaksimalkan pelaksanaannya; (3)
batik KKN. perlunya sistem penilaian yang sistemik dan periodik
Sejalan dengan pendapat tersebut Poedjinoe- untuk mengetahui efektivitas dan dampak pelatihan
groho (2006) dan Firmansyah (2007) mengatakan dosen terhadap mutu pendidikan; (4) perlunya desen-
bahwa dosen tidak dimaknai sebagai pengabdian tralisasi pelatihan dosen pada tingkat kabupaten/kota
untuk mengembangkan pengetahuan (know-what, sesuai dengan perubahan mekanisme kelembagaan
knowledge), sikap (know-why, attitude) dan keteram- otonomi daerah yang dituntut dalam UU No.22/1999;
pilan (know-how, skill) kepada peserta didik. Ironis- (5) perlunya upaya-upaya alternatif yang mampu
nya, dosen dianggap sebagai pilihan terakhir dari meningkatkan kesempatan dan kemampuan para do-
sebuah pekerjaan. Artinya, banyak orang berseko- sen dalam penguasaan materi pelajaran; (6) perlunya
lah, baik D3, IKIP, atau ikut Akta 4, bukan untuk tolok ukur (benchmark) kemampuan profesional se-
memajukan negeri, tetapi agar mudah terserap dalam bagai acuan pelaksanaan pembinaan dan peningkatan
lapangan kerja. mutu dosen; (7) perlunya peta kemampuan profe-
Menurut Johnson (dalam Sanusi, 1991), dalam sional dosen secara nasional yang tersedia di depdik-
kaitannya dengan profesi, kinerja dosen mencakup nas untuk tujuan-tujuan pembinaan dan peningkatan
tiga aspek, yaitu: (1) kemampuan profesional, (2) ke- mutu dosen; (8) perlunya untuk mengkaji ulang atur-
mampuan sosial, dan (3) kemampuan personal. Ke- an/kebijakan yang ada melalui perumusan kembali
mampuan profesional dosen mencakup tiga aspek, aturan/kebijakan yang lebih fleksibel dan mampu
yaitu: (1) penguasaan materi pelajaran yang terdiri mendorong dosen untuk mengembangkan kreativi-
atas penguasaan bahan yang harus diajarkan, dan kon- tasnya; (9) perlunya reorganisasi dan rekonseptu-
sep-konsep dasar keilmuan dari bahan yang diajar- alisasi kegiatan pengawasan pengelolaan sekolah,
kan; (2) penguasaan dan penghayatan atas landasan sehingga kegiatan ini dapat menjadi sarana alternatif
kependidikan dan pembelajaran; dan (3) penguasaan peningkatan mutu dosen; (10) perlunya upaya untuk
proses-proses kependidikan, dan pembelajaran ma- meningkatkan kemampuan dosen dalam penelitian,
hasiswa. Kemapuan sosial mencakup kemampuan agar lebih bisa memahami dan menghayati perma-
untuk menyesuaikan diri kepada tuntutan kerja dan salahan-permasalahan yang dihadapi dalam proses
lingkungan sekitar. Sedangkan kemampuan personal pembelajaran; (11) perlu mendorong para dosen un-
mencakup: (1) penampilan sikap positif terhadap tuk bersikap kritis dan selalu berusaha meningkatkan
Wiyono, Profesionalisme Dosen dalam Program Penjaminan Mutu 53
ilmu pengetahuan dan wawasan; (12) memperketat Berlandaskan HELTS 2003±2010 ini, Direk-
persyaratan untuk menjadi calon dosen pada Lem- torat Pembinaan Akademik dan Kemahasiswaan,
baga Pendidikan Tenaga Kependidikan (LPTK); telah membahas dengan berbagai pihak terkait, me-
(13) menumbuhkan apresiasi karir dosen dengan rancang dan menyusun Pedoman Penjaminan Mutu
memberikan kesempatan yang lebih luas untuk me- Pendidikan Tinggi, yang akan digunakan sebagai
ningkatkan karier; dan (14) perlunya ketentuan sis- pedoman. Secara umum yang dimaksud dengan pen-
tem credit point yang lebih fleksibel untuk mendu- jaminan mutu adalah proses penetapan dan peme-
kung jenjang karier dosen, yang lebih menekankan nuhan standar mutu pengelolaan secara konsisten
pada aktivitas dan kreativitas dosen dalam melak- dan berkelanjutan, sehingga konsumen, produsen,
sanakan proses pengajaran. Dengan demikian, tun- dan pihak lain yang berkepentingan memperoleh
tutan profesionalisme bagi dosen tidaklah sederhana, kepuasan.
sehingga perlu upaya yang sungguh-sungguh untuk Pendidikan tinggi dinyatakan bermutu atau ber-
memenuhinya agar keprofesionalan yang diemban kualitas, apabila: (a) perguruan tinggi tersebut mam-
dosen tidak diragukan oleh masyarakat. pu menetapkan dan mewujudkan visinya melalui
Dalam HELTS 2003±2010 dicantumkan Visi pelaksanaan misinya (aspek deduktif); (b) perguruan
2010 Pendidikan Tinggi di Indonesia (Directorate tinggi tersebut mampu memenuhi kebutuhan stake-
General of Higher Education, 2005: 5), yang dapat
holders (aspek induktif), berupa: kebutuhan kema-
dijadikan rujukan perguruan tinggi, termasuk Uni-
syarakatan (societal needs); kebutuhan dunia kerja
versitas Negeri Malang sebagai berikut:
(industrial needs); kebutuhan profesional (profes-
,Q RUGHU WR FRQWULEXWH WR WKH QDWLRQ¶V FRm- sional needs). Dengan demikian perguruan tinggi ha-
petitiveness, the national higher education rus mampu merencanakan, menjalankan, dan mengen-
has to be organizationally healthy, and the
dalikan suatu proses yang menjamin pencapaian
same requirement also applies to institu-
tions. A structural adjustment in the exist-
mutu (Ditjen Dikti, 2003).
ing system is, however, needed to meet Tujuan penjaminan mutu adalah memelihara
this challenge.The structural adjustment dan meningkatkan mutu pendidikan tinggi secara
aims, by the year of 2010,of having a berkelanjutan, yang dijalankan oleh suatu perguruan
healthy higher education system, effectively tinggi secara internal untuk mewujudkan visi dan
coordinated and demonstrated by the fol- misinya, serta untuk memenuhi kebutuhan stake-
lowing features: Quality; Access and eq- holders melalui penyelenggaraan Tridharma Pergu-
uity; Autonomy.
ruan Tinggi. Pencapaian tujuan penjaminan mutu
Dengan demikian, pada saat ini perlu dilaku- melalui kegiatan penjaminan mutu yang dijalankan
kan penyesuaian secara struktural sistem pendidikan secara internal oleh perguruan tinggi, akan dikon-
tinggi nasional, agar pada tahun 2010 terdapat sistem trol dan diaudit melalui kegiatan akreditasi yang di-
pendidikan tinggi yang sehat, yang secara efektif jalankan oleh BAN-PT atau lembaga lain secara
dikoordinasikan dan ditunjukkan oleh ciri-ciri kuali- eksternal.
tas, akses dan keadilan, serta otonomi. Sebagaimana dikemukakan di atas, perguruan
Selanjutnya khusus mengenai ciri kualitas pen- tinggi memilih dan menetapkan sendiri standar mutu
didikan tinggi nasional, di dalam Part II Chapter III pendidikan tinggi untuk tiap program studi. Pemilihan
Point E HELTS 2003±2010 dinyatakan Directorate dan penetapan standar itu dilakukan dalam sejumlah
General of Higher Education (2005: 5) secara khu- aspek yang disebut butir-butir mutu, di antaranya:
sus tentang Quality Assurance (Penjaminan Mutu) (a) kurikulum program studi; (b) sumber daya ma-
sebagai berikut: nusia (dosen, dan tenaga penunjang); (c) mahasiswa;
In a healthy organization, a continuous (d) proses pembelajaran; (e) prasarana dan sarana;
quality improvement should become its (f) suasana akademik; (g) keuangan; (h) penelitian
primary concern. Quality assurance should dan publikasi; (i) pengabdian kepada masyarakat;
be internally driven, institutionalized within (j) tata pamong (governance); (k) manajemen lem-
HDFK RUJDQL]DWLRQ¶V VWDQGDUG SUocedure,
baga (institutional management); (l) sistem infor-
and could also involve external parties.
However, since quality is also a concern masi; (m) kerjasama dalam dan luar negeri (Ditjen
of all stakeholders, quality improvement Dikti, 2003).
should aim at producing quality outputs Berdasarkan uraian tersebut, tujuan penulisan
and outcomes as part of public account- ini adalah untuk memperoleh gambaran profesionalis-
ability. me dosen dalam kaitannya dengan implementasi pro-
54 Jurnal Ilmu Pendidikan, Jilid 16, Nomor 1, Februari 2009, hlm. 51-58
S3, 7
gram penjaminan mutu. Penulisan didasarkan atas S1, 11
Pendidikan
Lain-lain
Penelitian
Pengabdian
Pembelajaran
Masyarakat
Kejuruan
70
61.4
90 80.7
60 80 70.17
70 61.4
50 60 52.63
40 50
Series1 Series1
30
40 26.31
21.05 30
17.54
20
8.77
20 8.77 12.28 8.77 5.26
10 10
0
0
ab
as
ir y
in
ah
a
Buku Teks Jurnal dan Internet Lain-lain
si
en
k
at
po
-la
ku
g
w
qu
am
r im
is
Tu
Hasil
Ja
m
is
in
In
w
er
lo
D
pe
La
ya
n
a
Penelitian
ke
C
r ia
ny
ks
ar
be
Ta
ja
E
K
er
em
K
P
Gambar 3. Sumber Belajar yang Digunakan
Dosen Gambar 5. Metode Mengajar yang Dipilih
Dosen
Sebagian besar dosen tidak aktif memanfaat-
kan ICT dalam pembelajaran sebanyak 38,59%, Peran dosen dalam pembimbingan akademik
17,54% kurang aktif, dan yang aktif hanya 26,31%. cukup tinggi yaitu 94,73%, sedangkan yang tidak
Hal ini menunjukkan bahwa aktivitas mengajar dosen aktif hanya 5,26% saja. Hal ini menunjukkan bahwa
sebagian besar tidak didasari perkembangan muta- dosen dalam melayani mahasiswa dalam pembim-
khir dari ICT, dan tidak memanfaatkan kecanggihan bingan akademik cukup baik, karena pelayanan ke-
teknologi komunikasi. Variasi penggunaan media pada mahasiswa merupakan tugas pokok dosen. Peran
belajar dalam perkuliahan antara lain 26,31% menggu- dosen dalam pembimbingan tugas akhir/skripsi cu-
nakan LCD, 21,05% menggunakan internet, 17,54%
kup tinggi yaitu 87,71%, sedangkan yang kurang
engine stand, 24,56% papan peragaaan, dan 19,29%
aktif 7,02% dan yang tidak aktif hanya 5,26% saja.
gambar (lihat Gambar 4). Hal ini menunjukkan bah-
Hal ini menunjukkan bahwa dosen dalam melayani
wa meskipun sejumlah dosen memiliki variasi dalam
mahasiswa dalam pembimbingan tugas akhir/skripsi
menggunakan media pembelajaran, namun jika di-
lihat persentasenya dari seluruh dosen yang ada yang cukup baik. Peran dosen dalam pembimbingan PPL
menggunakan media belajar masih rendah. cukup tinggi yaitu 43,85%, kurang aktif 45,61%
sedangkan yang tidak aktif hanya 6% saja. Hal ini
30
26.31 menunjukkan bahwa dosen dalam melayani maha-
24.56
25
21.05
19.29
siswa dalam pembimbingan PPL masih belum merata.
20 17.54
Namun demikian, tugas kepembimbingan PPL ini
15 Series1
10
sangat tergantung dari penugasan Ketua Jurusan.
5
Peran dosen dalam pembimbingan praktek industri
0 cukup tinggi yaitu 42,01%, kurang aktif 40,35%
LCD Internet Engine
stand
Papan
peragaan
Gambar
sedangkan yang tidak aktif hanya 17,54% saja. Hal
ini menunjukkan bahwa dosen dalam melayani ma-
Gambar 4. Jenis Media yang Digunakan hasiswa dalam pembimbingan praktek industri masih
Dosen dalam Pembelajaran belum merata. Peran dosen dalam pembimbingan
KKN masih rendah, yaitu 26,31% saja, sedangkan
Sebagian besar dosen PS PTM menggunakan
yang tidak aktif hanya 73,68%. Hal ini menunjuk-
metode ceramah (70,17%), pemberian tugas (80,7%),
kan bahwa dosen dalam melayani mahasiswa dalam
tanya jawab (70,17%), diskusi (52,63%) dan metode-
metode lain (lihat Gambar 5). Hal ini menunjukan pembimbingan KKN masih rendah.
bahwa kecenderungan dosen Program Studi Teknik
Mesin menggunakan metode ceramah, pemberian Kegiatan Penelitian dan Penulisan Karya Ilmiah
tugas, dan diskusi. Metode-metode lain masih belum
Dosen PS PTM yang aktif melakkan kegiatan
banyak diminati untuk mengajar. Sistem evaluasi
penelitian sebesar 26,31%, kurang aktif sebesar
yang digunakan dosen meliputi tes tulis (52,63%),
17,54%, dan tidak aktif sebesar 26,31%. Hal ini
tes kinerja (35,08%), dan tugas-tugas (56,14%). Hal
menunjukkan bahwa aktivitas dosen dalam penelitian
ini menunjukkan bahwa model tes yang digunakan
para dosen cukup bervariasi. Dosen yang aktif dalam masih rendah. Dosen yang aktif dalam kegiatan
mengajar cukup tinggi, yaitu 80,70%, yang kurang seminar dan lokakarya sebesar 35,08%, kurang aktif
aktif 14,03%, dan yang tidak aktif 5,26%. Hal ini 26,31%, dan tidak aktif 38,59%. Dengan demikian
menunjukkan meskipun jumlahnya kecil, masih ada dapat dikatakan bahwa dosen yang aktif mengikuti
dosen yang kurang aktif dalam melaksanakan per- kegiatan seminar dan lokakarya masih rendah. Dosen
kuliahan. yang aktif mengikuti kegiatan-kegiatan seminar dan
56 Jurnal Ilmu Pendidikan, Jilid 16, Nomor 1, Februari 2009, hlm. 51-58
lokakarya sebanyak 35,08%, kurang aktif 31,57%, dengan tuntutan tersebut. Tugas profesional dosen
dan tidak aktif 15,78%. Hal ini menunjukkan bahwa dalam pendidikan dan pembelajaran sebagaimana
keaktifan dosen dalam kegiatan-kegiatan seminar dikemukakan oleh Hansen & Lovedahl (2004), khu-
dan lokakarya perlu didorong untuk lebih aktif, se- susnya bidang kejuruan antara lain harus mampu:
hingga menambah pengetahuan dan wawasannya (a) menganalisis, menguasai dan mengimplementa-
sebagai profesi dosen. Peran dosen dalam karya sikan kurikulum (lebih populer pada saat ini dengan
ilmiah masih rendah, yaitu 26,31% saja, sedangkan kurikulum berbasis kompetensi atau KBK) dalam
yang tidak aktif hanya 73,68% (lihat Gambar 6). bentuk teori dan praktek; (b) membuat rencana pem-
belajaran, memilih dan mengembangkan materi de-
Aktif, 26.31 ngan memperluas dan memperdalam dasar-dasar
kejuruan yang lebih kuat dan mendasar dengan pen-
Tidak aktif, didikan lanjut atau program pelatihan; (c) menguasai
56.14
Kurang aktif,
17.54 materi bidang studi yang diajarkan (teori dan prak-
tek); dan (d) memilih dan menggunakan metode
Gambar 6. Peran Dosen dalam Penelitian pembelajaran yang tepat (termasuk pemilihan sum-
ber pustaka berbasis hasil penelitian). Salah satu
ciri khas dari pendidikan kejuruan adalah keterkaitan
Kegiatan Pengabdian kepada Masyarakat dan program sekolah dengan dunia industri, yang salah
Organisasi Profesi satunya diwujudkan dalam bentuk magang (praktek
industri). Berpijak dari kriteria tersebut, dosen pada
Peran dosen dalam pengabdian kepada ma-
PS PTM masih belum sepenuhnya sesuai, terutama
syarakat masih rendah, yaitu 35,08% saja, sedang-
pemilihan metode dan pengembangan materi ajar
kan yang tidak aktif 64,91%. Hal ini menunjukkan
berbasis hasil-hasil penelitian. Sejalan dengan hal
bahwa dosen dalam pengabdian kepada masyarakat
ini, Bremer & Mazdar (1995) menyatakan bahwa
masih rendah. Padahal tawaran pendanaan (block-
dengan program magang akan membantu memper-
grant) dari Dikti cukup banyak, misalnya program
mudah transisi dari sekolah (lembaga pendidikan)
vucer, ipteks, dan multitahun). Peran dosen dalam
ke dunia kerja. Namun demikian, pelaksanaan pro-
organisasi profesi masih rendah, yaitu 26,31% saja,
gram magang di PS PTM masih belum efektif.
sedangkan yang tidak aktif hanya 73,68% (lihat
Di sisi lain, sebagaimana dikemukakan Yamin
Gambar 7). Hal ini menunjukkan bahwa dosen dalam
(2007), dosen harus mampu: (a) berinteraksi (berko-
melayani mahasiswa dalam organisasi profesi ma-
munikasi) secara efisien dan efektif dengan maha-
sih rendah.
siswa (dalam bentuk pembimbingan atau tutorial);
menjalin kerja sama dengan instansi lain yang ter-
Aktif, 35.08
kait dengan pembelajaran yang akan diberikan
Tidak aktif, (dalam praktek industri); (b) mengembangkan me-
64.91
dia pembelajaran (termasuk pemanfaatan TIK); (c)
memilih dan menetapkan materi kontekstual dengan
Gambar 7. Peran Dosen dalam Pengabdian kebutuhan lapangan kerja; (d) menerapkan strategi
kepada Masyarakat pembelajaran yang lebih menekankan pada keber-
maknaan (meaningful) hasil belajar; (e) mengelola
kelas (classroom management); (f) melaksanakan
Pembahasan
praktek dengan menghubungkan dan menyesuaikan
Universitas Negeri Malang merupakan salah dengan tuntutan kebutuhan lapangan kerja; (g) me-
satu perguruan tinggi negeri yang telah menerapkan ngembangkan alat dan melaksanakan evaluasi hasil
program penjaminan mutu. Dalam program penja- belajar, secara menyeluruh yang mencakup aspek
minan mutu salah satu aspeknya adalah pelaksanaan kognitif, afektif, psikomotorik serta ketrampilan in-
pembelajaran yang sangat terkait dengan mutu lulusan. telektual; (h) membaca hasil penelitian dan publi-
Dosen merupakan komponen penting dalam proses kasi lain yang bermanfaat bagi pengembangan diri
pembelajaran di perguruan tinggi, sehingga profe- dan profesinya. Dosen juga harus mampu menaati
sionalisme dosen sangat menentukan kualitas lulusan aturan dan bersikap etis (Jahja, 2007). Namun de-
yang akan diterima oleh masyarakat. Namun demi- mikian, berdasarkan hasil penelitian ini, menunjuk-
kian, hasil penelitian ini belum sepenuhnya sesuai kan bahwa profesionalisme dosen PS PTM masih
Wiyono, Profesionalisme Dosen dalam Program Penjaminan Mutu 57
DAFTAR RUJUKAN
Adiningsih, N.U. 2000. Kualitas dan Profesionalisme Joni, T.R. 6 Desember, 2004. Profesionalisme Guru:
Guru. Pikiran Rakyat, (Online), (http://www.pi- Janji dan Tuntutannya. Kompas, (Online), (http:
kiranrakyat.com, diakses 2 Januari 2008). //kompas.com/kompas-cetak/0412/06/Didaktika/
Bremer, C.D. & Mazdar, S. 1995. Encouraging Em- 1416666.htm, diakses 2 Februari 2008).
ployer Involvement in Youth Apprenticeship and Kholis, A. 2007. Profesionalisme Dosen (Antara Harap-
Other Work-based Learning Experiences for an dan Kenyataan, (Online), (http://www.pendi-
High School Students. Journal of Vocational and dikan network, diakses 20 April 2007).
Technical Education, 12(1):1-23, (Online), Lembaga Penelitian UM. 2008. Laporan Kegiatan
(http://scholar.lib.vt.edu/ejournals/JVTE/v12n1/b Penelitian di Lembaga Penelitian 2008. Malang:
remer.html, diakses Agustus 2008). Lembaga Penelitian Universitas Negeri Malang.
Depdiknas. 2004. Peningkatan Kemampuan Profesional Linda, L.W. 1997. Computer Integration by Vocational
dan Kesejahteraan Guru, Departemen Pendidik- Teacher Educators. Journal of Vocational Educa-
an Nasional, (Online), (http://www. diknas.go.id, tion, 14 (1): 4-15, (Online), (http://scholar.lib.vt.
diakses 24 Januari 2008). edu/ejournals/JVTE/v14n1/JVTE-3.html, diakses
Directorate General of Higher Education. 2005. Higher 2 September 2008).
Education Long Term Strategy (HELTS) 2003 ± Poedjinoegroho, B. 5 Januari, 2006. Guru Profesional:
2010). Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan Adakah? Kompas, (Online), (http://kompas.com/
Tinggi, Departemen Pendidikan Nasional. kompas-cetak/0601/05/opini/2341110.htm, diak-
Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi. 2003. Pedoman ses 2 Februari 2008).
Penjaminan Mutu (Quality Asurance) Perguruan Redmann, D.H. & Kotrlik, J.W. 2004. Analysis of tech-
Tinggi. Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan nology integration in the teaching-learning proc-
Tinggi Departemen Pendidikan Nasional. ess in selected career and technical education pro-
Firmansyah, E. 28 November, 2007. Nasib Guru dan grams. Journal of Vocational Education Research,
Tuntutan Profesionalisme. Rumah Kata Kita, 29 (1): 3-25.
(Online), (http://edy-firmansyah.blogspot.com/ 2007/ Sagala, H.S. 2000. Administrasi Pendidikan Kontem-
11/nasib-guru-dan-tuntutan-rofesionalisme.html, porer. Bandung: Alfabeta.
diakses 3 Februari 2008). Sanusi, A. 1991. Studi Pengembangan Pendidikan Pro-
Hansen, J.W. & Lovedahl, G.G. 2004. Developing tech- fesional Tenaga Kependidikan. Bandung: IKIP
nology teachers: questioning the industrial tool Bandung.
use model. Journal of Technology Education, Sutisna, O. 1989. Adminsitrasi Pendidikan Dasar Teore-
(15). 2, (Online), (http://scholar.lib.vt.edu/ejournals/ tis untuk Praktek Profesional. Bandung: Angkasa.
JTE/v15n2/hansen.htm/, diakses 2 September 2008). Suyanto. 30 Desember, 2004. Mobilitas Horizontal bagi
Hasan, A.M. 6 November, 2007. Pengembangan Profe- Guru Bermutu. Suara Merdeka, (Online), (http:
sionalisme Guru di Abad Pengetahuan. Shvoong //www.suaramerdeka.com/harian/0412/30/opi04.
Make It Short. (Online), (http://id.shvoong.com/- htm, diakses 3 Februari 2008).
social-sciences/education/1683640-pengembang- Undang-undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru
an-profesionalisme-guru-di-abad/, diakses 2 Feb- dan Dosen sebagai Tenaga Profesi.
ruari 2008). Yamin, H.M. 2007. Profesionalisasi Guru & Implemen-
Jahja, S.S. 2007. Integritas Akademik dalam Membangun tasi KTSP. Jakarta: Gaung Persada Press.
SDM Profesional di Perguruan Tinggi: Kasus
$FDGHPLF ³Dishonesty´ GL 67,( 3HUEDQDV Jurnal
Ilmu Pendidikan, 14 (1): 46-61.