Anda di halaman 1dari 25

Rangkuman materi Rekam Medis sesuai FR

Pendaftaran Pasien Rawat Jalan


1. Penerimaan Pasien Rawat Jalan
Menurut dirjen Yanmed (2006:34), penerimaan pasien rawat jalan dinamakan
TPP RJ (Tempat Penerimaan Pasien Rawat Jalan). Fungsi utamanya adalah
menerima pasien untuk berobat ke poliklinik yang dituju masing-masing pasien
tersebut. Prosedur penerimaan pasien dapat disesuaikan dengan sistem yang
dianut oleh masing-masing rumah sakit.

Dilihat dari jenis kedatangannya pasien dapat dibedakan menjadi 2, yaitu:

1). Pasien Baru

Pasien baru adalah pasien yang baru pertama kali datang ke rumah sakit untuk
keperluan mendapatkan pelayanan kesehatan. Setiap pasien baru diterima di
tempat penerimaan pasien (TPP) dan akan diwawancarai oleh petugas guna
mendapatkan informasi mengenai data identitas sosial pasien yang harus diisikan
formulir ringkasan riwayat klinik.

2). Pasien lama

Pasien lama adalah pasien yang pernah berobat/datang sebelumnya ke rumah


sakit, maka pasien mendatangi tempat pendaftaran pasien lama atau ke tempat
penerimaan pasien yang telah ditentukan.

2. Pengertian Rawat Jalan


Menurut Huffman (1994) Rawat Jalan adalah pelayanan yang diberikan kepada
pasien yang tidak mendapatkan pelayanan rawat inap di fasilitasi pelayanan
kesehatan.

Kegiatan di tempat penerimaan pasien stertulis dalam prosedur penerimaan


pasien. Menurut Azrul Azwar (1996 : 75) Rawat Jalan adalah pelayanan
kedokteran yang disediakan untuk pasien tidak dalam bentuk rawat
inap (Hospitalization).
Menurut Surat Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 560/Menkes/SK/IV/2003
tentang tarif perjan rumah sakit bahwa rawat jalan adalah pelayanan pasien
untuk observasi, diagnosis, pengobatan, rehabilitasi medis dan pelayanan
kesehatan lainnya tanpa menginap dirumah sakit.
3. Pengertian Pelayanan Rawat Jalan
“Outpatient is a patient who is receiving health care service at a hospital
without being hospitalized, institutionalized, and/or admitted as a
inpatient”. Artinya rawat jalan adalah pasien yang menerima pelayanan kesehatan
di rumah sakit tanpa dirawat di rumah sakit, dan atau terdaftar sebagai pasien
rawat inap (Abdelhak, 2001).
Pelayanan rawat jalan (ambulatory services) adalah salah satu bentuk dari
pelayanan kedokteran. Secara sederhana yang dimaksud dengan rawat jalan
adalah pelayanan kedokteran yang disediakan untuk pasien tidak dalam bentuk
rawat inap. Ke dalam pengertian pelayanan rawat jalan ini termasuk tidak hanya
yang diselenggarakan oleh sarana pelayanan kesehatan yang telah lazim dikenal
seperti rumah sakit atau klinik, tetapi juga yang diselenggarakan di rumah
pasien (home care) serta di rumah perawatan (nursing homes) (Azwar, 1996).
Sabarguna (2008: 83) mengemukakan bentuk pertama dari pelayanan rawat
jalan adalah yang diselenggarakan oleh klinik yang ada kaitannya dengan Rumah
Sakit (hospital-based assmbulatory care). Pada saat ini berbagai jenis pelayanan
rawat jalan banyak diselenggarakan oleh klinik Rumah Sakit, secara umum dapat
dibedakan atas empat macam :
▪ Pelayanan gawat darurat (emergency services) yakni untuk menangani pasien
yang membutuhkan pertolongan segera dan mendadak.
▪ Pelayanan rawat jalan paripurna (comprehensive hospital outpatient
services) yakni yang memberikan pelayanan kesehatan paripurna sesuai
dengan kebutuhan pasien.
▪ Pelayanan rujukan (referral services) yakni yang hanya melayani pasien-pasien
yang dirujuk oleh sarana kesehatan lain. Biasanya untuk diagnosis atau terapi,
sedangkan perawatan selanjutnya tetap ditangani oleh sarana kesehatan yang
merujuk.
▪ Pelayanan bedah jalan (ambulatory surgery services) yakni yang memberikan
pelayanan bedah yang dipulangkan pada hari yang sama.
Dapat ditambahkan bahwa yang termasuk dalam kategori pelayanan rawat
jalan bentuk pertama in tidaklah hanya yang diselenggarakan di Rumah Sakit
saja, tetapi juga diselenggarakan oleh klinik lain di luar Rumah Sakit. Dengan
catatan bahwa klinik lain terebut harus mempunyai hubungan organisatoris
dengan Rumah Sakit, dalam arti merupakan perpanjangan tangan dari Rumah
Sakit yang bersangkutan (satelite clinic).
4. Isi Rekam Medis Rawat Jalan
Menurut pasal 3 ayat (1) Permenkes RI Nomor 269/ Menkes /Per /III / 2008 ,
isi rekam medis untuk pasien rawat jalan pada sarana pelayanan kesehatan
diantaranya berisi :

▪ Identitas pasien.
▪ Tanggal dan waktu.
▪ Hasil anamnesis, mencakup sekurang-kurangnya keluhan dan riwayat penyakit.
▪ Hasil pemeriksaan fisik dan penunjang medic.
▪ Diagnosis
▪ Rencana penatalaksanaan.
▪ Pengobatan dan atau tindakan.
▪ Pelayanan lain yang telah diberikan kepada pasien.
▪ Untuk pasien khusus gigi dilengkapi ondotogram klinik.
▪ Pesetujuan tindakan bila diperlukan.

KIUP (Kartu Induk Utama Pasien)


▪ Kartu Indeks Utama Pasien (KIUP)
▪ Pengertian Pengertian Kartu Indeks Utama Pasien (KIUP)
Menurut Dirjen Yanmed (1997:20) Kartu Indeks Utama Paisen (KIUP) adalah
kartu katalog yang berisi identitas pasien baru dan nomor rekam medis serta
sebagai salah satu cara unuk menunjang kelancaran pelayanan terhadap pasien.
KIUP digunakan sebagai kunci untuk memperoleh rekam medis pasien, terutama
apabila pasien lupa membawa KIB (Kartu Identitas Berobat) yang disimpan oleh
sarana pelayanan kesehatan dan disusun berdasarkan alphabet/ kamus dari nama
pasien dapat dibuat secara manual atau apabila dengan computer harus bisa
ditampilkan di monitor atau dapat di print out dengan ukuran standar 12,5 x 7,5
cm.

▪ Prosedur Kartu Indeks Utama Pasien (KIUP)


Adapun prosedur yang harus dilakukan dalam pembuatan kartu indeks utama
pasien (KIUP) yaitu petugas admission mengirim tembusan slip admission semua
pasien yang dirawat ke IRM (Intalasi Rekam Medis) secara harian, pengecekan
dilakukan untuk menelusuri apakah ada pasien yg sudah pernah dirawat, jika
sudah maka KIUP yang lama dicabut, kemudian dilengkapi dengan data terbaru,
bila pasien belum punya KIUP maka diterbitkan KIUP nya, dibeberapa RS KIUP
disimpan secara terpisah (house file) & dikotak file KIUP diletakkan sampai pas
keluar RS, jika pas keluar maka KIUP diambil dari in-house box, diisikan tanggal
keluar, keadaan pulang [sembuh atau meninggal (pakai tinta merah)].

▪ Data Pada Kartu Indek Utama Pasien ( KIUP )


Adapun data yang harus ada pada KIUP (kartu Indeks Utama Pasien) yaitu :

1). Halaman depan KIUP


1. Identitas RS (Nama & Alamat)
2. Nama Formulir
3. Nama lengkap pasien & nama orangtua/marga
4. Nomor Rekam Medis
5. Tempat/Tanggal lahir
6. Jenis Kelamin, Status perkawinan, Agama, Pekerjaan
7. Alamat Lengkap
2). Halaman belakang KIUP

1. Tanggal Masuk/Tanggal Keluar


2. Dokter
3. Hasil
▪ Penyimpanan Kartu Indek Utama Pasien ( KIUP)
KIUP dijajar seperti lazimnya urutan kata dalam kamus, huruf abjad diurut
berdasarkan nama keluarga (marga, nama pertama) yg diikuti nama pasien, bila
ada nama keluarga pasien yang sama maka disusun menurut abjad nama pasien,
jika nama diri juga sama maka di susun berdasarkan nama tengah. Jika semuanya
sama maka disusun berdasarkan tanggal lahir atau usia, dimana usia lebih tua
ditaruh mendahului usia lebih muda. Cara ini akan memudahkan dalam
pengambilan kembali (retrieval), ada juga cara pengorganisasiannya berdasarkan
tanggal & tahun kunjungan, hal ini akan menyulitkan dalam pengambilan kembali
(retrieval).

▪ Peraturan Penjajaaran Kartu Indek Utama Pasien (KIUP)


Peraturan untuk menyimpan KIUP harus rinci, peraturan tersebut harus
diletakkan dekat kotak KIUP untuk memudahkan rujukan, KIUP dimanfaatkan &
disimpan hanya oleh petugas yg berwenang, KIUP adalah file berkesinambungan
& tidak dipisahkan atas dasar tahunan, KIUP tidak boleh dikeluarkan dari
lokasinya, jika keluarkan maka beri kartu pengganti, audit KIUP dilakukan untuk
memonitoring akurasi penjajaran, dengan cara meletakan kartu dengan warna
berbeda serta dengan ukuran yang lebih tinggi yang diletakan di belakang KIUP
yang baru dijajar, audit KIUP dilakukan secara periodik pasien yang nama &
alamatnya yang diganti, maka harus diperbaiki KIUPnya.

Untuk memastikan setiap pasien punya KIUP, maka harus dilaksanakan prosedur,
Langkah-langkahnya sebagai berikut :

▪ Pada setiap registrasi pastikan pasien sudah atau belum punya KIUP
▪ Setiap registrasi dibuatkan kopi tembusannya
▪ Kopi tembusan dikirim ke URM secara harian untuk dicek kembali KIUPnya
▪ Petugas mengetik KIUP baru
▪ KIUP disimpan secara alfabet dalam laci/rak yang sudah disediakan
▪ Bila RMnya kembali ke URM, maka KIUP dicek kembali untuk melihat
kesalahan dalam pengisian

ISTILAH INACBG
Untuk melakukan entry data pada aplikasi INA-CBG's harus dipahamai struktur
kode terebih dahulu. Dasar pengelompokan dalam INA-CBGs menggunakan sistem
kodifikasi dari diagnosis akhir dan tindakan/prosedur yang menjadi output
pelayanan, dengan acuan ICD-10 untuk diagnosis dan ICD-9-CM untuk
tindakan/prosedur. Pengelompokan menggunakan sistem teknologi informasi
berupa Aplikasi INA-CBG sehingga dihasilkan 1.077 Group/Kelompok Kasus yang
terdiri dari 789 kelompok kasus rawat inap dan 288 kelompok kasus rawat jalan.
Setiap group dilambangkan dengan kode kombinasi alfabet dan numerik dengan
contoh sebagai berikut :

struktur kode ina cbg's

Keterangan kode INA CBG’s:


1. Digit ke-1 merupakan CMG (Casemix Main Groups)
2. Digit ke-2 merupakan tipe kasus
3. Digit ke-3 merupakan spesifik CBG kasus
4. Digit ke-4 berupa angka romawi merupakan severity level

Keterangan Sub Kode INA-CBGs terdiri atas :


a. Case-Mix Main Groups (CMGs)
▪ Adalah klasifikasi tahap pertama
▪ Dilabelkan dengan huruf Alphabet (A to Z)
▪ Berhubungan dengan sistem organ tubuh
▪ Pemberian Label Huruf disesuaikan dengan yang ada pada ICD 10 untuk setiap
sistem organ
▪ erdapat 30 CMGs dalam UNU Grouper (22 Acute Care CMGs, 2 Ambulatory
CMGs, 1 Subacute CMGs, 1 Chronic CMGs, 4 Special CMGs dan 1 Error CMGs)
▪ Total CBGs sampai saat ini sebanyak 1220.
▪ Ada 31 CMGs yang ada dalam INA-CBGs
b. Case-Based Groups (CBGs):
▪ Sub-group kedua yang menunjukkan tipe kasus, ada 9 kasus utama.

c. Kode CBGs
▪ Sub-group ketiga menunjukkan spesifik CBGs yang dilambangkan dengan
numerik mulai dari 01 sampai dengan 99.

d. Severity Level
▪ Sub-group keempat merupakan resource intensity level yang menunjukkan
tingkat keparahan kasus yang dipengaruhi adanya komorbiditas ataupun
komplikasi dalam masa perawatan. Keparahan kasus dalam INA-CBG terbagi
menjadi :

a). “0” Untuk Rawat jalan


b). “I - Ringan” untuk rawat inap dengan tingkat keparahan 1 (tanpa komplikasi
maupun komorbiditi)
c). “II - Sedang” Untuk rawat inap dengan tingkat keparahan 2
(dengan mild komplikasi dan komorbiditi)
d). “III - Berat” Untuk rawat inap dengan tingkat keparahan 3
(dengan major komplikasi dan komorbiditi)
Istilah ringan, sedang dan berat dalam deskripsi dari Kode INA-CBGs bukan
menggambarkan kondisi klinis pasien maupun diagnosis atau prosedur namun
menggambarkan tingkat keparahan (severity level) yang dipengaruhi oleh
diagnosis sekunder (komplikasi dan ko-morbiditi).

Kode INA-CBGs dan deskripsinya tidak selalu menggambarkan diagnosis tunggal


tetapi bisa merupakan hasil satu diagnosis atau kumpulan diagnosis dan prosedur
Grafik barber Johnson

GRAFIK BARBER JOHNSON

A. Pengertian

Grafik Barber Johnson merupakan salah satu alat untuk mengukur tingkat efisiensi
pengelolaan rumah sakit. Grafik barber Johnson sendiri diperoleh dari hasil
perhitungan beberapa data statistic rumah sakit. Dan dalam hal ini, tentu saja
medical recorder memegang peran penting.

ada empat garis bantu yang dibentuk oleh empat parameter Grafik Barber
Johnson, yaitu :

1. TOI pada umumnya menjadi sumbu horizontal.


2. AvLOS pada umumnya menjadi sumbu vertikal.
3. Garis bantu BOR merupakan garis yang ditarik dari pertemuan sumbu horizontal
dan vertikal , yaitu titik 0,0 dan membentuk seperti kipas.
4. Garis bantu BTO merupakan garis yang ditarik dan menghubungkan posisi nilai
AvLOS dan TOI yang sama

B. Parameter Grafik Barber Johnson

Keempat parameter yang dipadukan tersebut BOR (Bed Occupancy Rate), AvLOS
(Average Length Of Stay), TOI (Turn Over Interval), dan BTO (Bed Turn Over).
Perpaduan keempat parameter tersebut diwujudkan dalam bentuk Grafik Barber
Johnson (BJ). (Sudra, Rano I.2008)

Berikut keempat parameter dan penjelasannya

1. BOR (Bed Occupancy Rate / percentage bed occupanpcy)

Bed Occupancy Rate (BOR) merupakan angka yang menunjukkan presentase tingkat
penggunaan Tempat Tidur pada satuan waktu tertentu di Unit Rawat Inap
(bangsal). Standard nilai ideal menurut Barber Johnson untuk BOR 70 – 85 %.
(Sudra, Rano I.2008)

Apabila nilai BOR lebih dari 85 % maka pelayanan yang dijalankan oleh dokter,
perawat dan tenaga kesehatan lain kurang efektif, hal tersebut dapat dikarenakan
:
• Beban kerja tinggi
• Ruang kerja terbatas namun penggunaan Tempat Tidur yang berlangsung secara
terus – menerus.
• Meningkatnya kualitas pasien memperoleh perawatan yang layak dibutuhkannya.
• Memperpanjangkan masa penyembuhan pasien.

Adapun rumus Bed Occupancy Rate ( BOR ) :

Manfaat penghitungan BOR yaitu untuk mengetahui tingkat penggunaan Tempat


Tidur suatu rumah sakit. Angka BOR yang rendah kurangnya penggunaan fasilitas
perawatan rumah sakit oleh masyarakat.

2. AvLOS (Average Length Of Stay)

Average Length Of Stay disebut juga lama dirawat merupakan jumlah hari
kalender dimana pasien mendapatkan perawatan rawat inap di rumah sakit, sejak
tercatat sebagai pasien rawat inap (admisi) hingga keluar dari rumah sakit
(discharge). Kondisi pasien keluar bisa dalam keadaan hidup maupun mati. Jadi
pasien yang belum keluar dari rumah sakit belum bisa dihitung hari Lama
dirawatnya. NilaI ideal untuk AvLOS adalah ± 3 – 12 hari. (Sudra, Rano I.2008)

Total dari lama hari rawat dapat diartikan sebagai jumlah hari rawat yang didapat
pada pasien, sampai pasien keluar hidup atau meninggal.

3. TOI (Turn Over Interval)

Turn Over Interval menunjukkan rata-rata jumlah hari sebuah Tempat Tidur tidak
ditempati pasien. Hari “Kosong” ini terjadi antara saat Tempat Tidur yang
ditinggalkan oleh seorang pasien sehingga digunakan lagi oleh pasien berikutnya.
Nilai ideal Turn Over Interval (TOI): 1-3 hari (Sudra, Rano I. 2008)

Rumus Turn Over Interval :

4. BTO (Bed Turn Over)

Bed Turn Over atau Troughput merupakan rerata jumlah pasien yang menggunakan
setiap Tempat Tidur dalam periode tertentu. Nilai BTO sangat membantu dalam
menilai tingkat penggunaan Tempat Tidur karena dalam dua periode bisa diperoleh
angka BOR yang sama tetapi angka BTO berbeda. Nilai ideal Bed Turn Over (BTO)
minimal 30 pasien dalam periode 1 tahun. Artinya, 1 Tempat Tidur diharapkan
digunakan 30 pasien dalam 1 tahun, berarti 1 pasien rata – rata dirawat selama 12
hari. Hal ini sejalan dengan nilai standar ideal AvLOS yakni 3 – 12 hari. (Sudra,
Rano I. 2008)
Rumus Bed Turn Over :

C. Cara membuat Grafik Barber Johnson

Ketentuan-ketentuan yang harus diingat waktu membuat Grafik Barber Johnson


yaitu :

1. Skala pada sumbu horisontal tidak harus sama dengan skala sumbu vertikal.
2. Skala pada suatu sumbu harus konsisten.
3. Skala pada sumbu horizontal dan vertical dimulai dari angka 0 dan berhimpit
membentuk koordinat 0,0.
4. Judul grafik harus secara jelas menyebutkan nama Rumah Sakit, nama bangsal
(bila perlu), dan periode waktu.
5. Garis bantu BOR dibuat dengan cara :

• Tentukan nilai BOR yang akan dibuat garis bantunya, misalnya BOR 75 %.
• Tentukan koordinat titik bantu BORnya sesuai nilai BOR tersebut, misalnya
untuk BOR 75 % maka koordinat titik bantunya adalah :

AvLOS = nilai BOR di bagi 10 = 75/10 = 7,5

TOI = 10 – nilai AvLOS = 10 – 7,5 = 2,5.

• Tarik garis mulai dari koordinat 0,0 melewati titik bantu BOR tersebut.
• Beri keterangan garis tersebut, misalnya bahwa garis tersebut adalah BOR 75 %

6. Garis bantu BTO dibuat dengan cara :

• Tentukan nilai BTO yang akan dibuat garis bantunya, misalnya BTO = 10
• Tentukan titik bantu disumbu AvLOS dan TOI (nilainya sama), dengan cara :

Titik bantu = (jumlah hari dalam periode tertentu) dibagi (nilai BTO) = 30/10 = 3

Jadi lokasi titik Bantu BTO di AvLOS = 3 dan TOI = 1.

• Tarik garis yang menghubungkan kedua titik bantu tersebut.


• Beri keterangan garis tersebut.

7. Daerah efisien dibuat dan merupakan daerah yang dibatasi oleh perpotongan
garis :

• TOI = 1
• TOI = 3
• BOR = 75%
• AvLOS=12

D. Manfaat Grafik Barber Johnson

1. Dapat Membandingkan tingkat efisiensi penggunaan Tempat Tidur dari suatu unit
dari waktu ke waktu dalam periode tertentu.
2. Untuk Memonitor perkembangan pencapaian target efisiensi penggunaan Tempat
Tidur yang telah ditentukan dalam suatu periode tertentu.
3. Dapat Membandingkan tingkat efisiensi penggunaan Tempat Tidur antar unit
dalam periode tertentu memantau dampak dari suatu penerapan kebijakan
terhadap efisiensi penggunaan Tempat Tidur.
4. Untuk Mengecek kebenaran laporan hasil perhitungan empat parameter efisiensi
penggunaan Tempat Tidur

Assembling
SISTEM REKAM MEDIS DI ASSEMBLING

Sistem Perakitan formulir rekam medis. Perakitan formulir rekam medis yaitu
suatu kegiatan merakit kembali formulir – formulir dalm folder DRM sedemikan
rupa sehingga bila dibaca dari halaman depan ke belakang runtut sesuai dengan
riwayat penyakit pasien. Kegiatan ini dilakukan oleh petugas asembling sebelum
disimpan oleh petugas filing. Urutan formulir rawat jalan

dan gawat darurat yaitu :

(a) Ringkasan Riwayat Pasien Rawat Jalan

(b) Catatan pelayanan rawat jalan/gawat darurat

(c) Formulir konsultasi

(d) Hasil Pemeriksaan Penunjang

(e) Informed consent

(f) Evaluasi sosial

(g) Evaluasi psikolog

(h) Data dasar medis


(i) Data dasar nurse/keperawatan

[19.50, 15/11/2021] Upi: (j) Catatan lanjutan medis

(k) Salinan resep

(l) Catatan lanjutan nurse

Urutan formulir rawat inap yaitu :

(a) Ringkasan riwayat masuk keluar,

(b) Surat persetujuan dirawat.

(c) Formulir perjalanan penyakit/instruksi/tindakan/terapi,

(d) Daftar pengobatan/form catatan pemberian obat,

(e) Grafik S,N,T (observasi),

(f) Permintaan pemeriksaan penunjang dan hasil pemeriksaan penunjang,

(g) Resume keluar (hidup/mati),

(h) Formulir spesialisasi sesuai jenis spesialisasinya,

(i) Keseimbangan cairan,

(j) Laporan Anasthesi,

(k) Laporan Operasi,

(l) Laporan persalinan dan identifikasi bayi,

(m) Laporan identifikasi bayi lahir,

(n) Konsultasi,

(o) Informed Consent,

(p)Salinan resep,

(q) Sebab kematian,

(r) Surat Pulang Paksa,

(s) Formulir asuhan k…


Sistem Pengendalian ketidak-lengkapan isi data rekam medis.

Pancatatan hasil pelayanan ke dalam formulir rekam medis seringkali tidak


lengkap, padahal salah satu syarat untuk disimpan DRM harus sudah terisi
dengan lengkap. Oleh karena itu diperlukan sistem pengendalian ketidak
lengkapan isi rekam medis. Sistem pengendalian ketidak lengkapan isi rekam
medis yaitu suatu sistem yang bertujuan mengendalikan DRM yang dikembalikan
ke unit pencatat data rekam medis untuk dilengkapi isi datanya per lembar
formulir sehingga dapat diketahui dimana DRM tersebut berada dan kapan
diserahkan serta kapan di kembalikan ke asembling lagi. Dengan demikan, maka
apabila ternyata DRM yang sedang dilengkapi tersebut dibutuhkan untuk
pelayanan segera dapat diambil laporan incomplete medical records

KLPCM
Pengontrolan Rekam Medis Yang Tidak Lengkap
Hasil dari analisa kuantitatif dan kualititif secara garis besar adalah :
1. Identifikasi kekurangan yang spesifik
2. Pola / gambaran dari pencatatan yang jelek
3. Kejadian yang dapat mengakibatkan ganti rugi

Pengontrolan Rekam Medis yang tidak lengkap dapat dengan cara :


1. Statistik ketidaklengkapan
2. Pencatatan kekurangan dari rekam medis
3. Penyimpanan rekam medis yang tidak lengkap
4. Final Chart Check

1. Statistik ketidaklengkapan
Pengontrolan rekam medis dengan statistik ketidaklengkapan yaitu
dengan mengolah data rekam
medis yang tidak lengkap dan menyajikan angka ketidaklengkapan, sehingga
dapat dijadikan
peringatan untuk memperbaiki pencatatan rekam medis yang lengkap. Statistik
ketidaklengkapan
dapat dihitung dengan cara Incomplete dan Delinguent Medical Record.
a. Incomplete MR
Adalah rekam medis dengan kekurangan yang spesifik yang masih dapat
dilengkapi oleh
pemberi pelayanan kesehatan, dapat dicari dengan cara :

b. Delinguent MR
Adalah Rekam Medis yang masih tidak lengkap sesudah melewati batas
waktu tersebut, dapat
dicari dengan cara :

Sedangkan menurut Depkes dapat dihitung dengan cara :


Angka Ketidaklengkapan Catatan Medis (KLPCM)
Merupakan salah satu indikator Mutu Kualitas Pelayanan suatu RS, dapat
dicari dengan cara :

2. Pencatatan kekurangan dari rekam medis


Rumah sakit harus tahu bahwa ada rekam medis yang perlu dilengkapi dan apa
saja
kekurangannya. Identifikasi ketidaklengkapan dari rekam medis dapat
dilakukan dengan cara :
a. Membuat catatan kecil dan diletakkan langsung dalam rekam medis atau
memberi tanda dengan
selotip / stempel di map rekam medis
b. Dokter / perawat secara rutin datang ke unit rekam medis
c. Rekam medis yang tidak lengkap dikirim ke tempat yang telah ditetapkan
atau diletakkan di
ruang perawat atau dikirim ke ruangan masing - masing petugas yang akan
mengisi
ketidaklengkapan (tergantung pada kesepakatan akan dilengkapi dimana),
yang pasti rekam
medis tidak boleh dibawa keluar RS, karena sewaktu - waktu pasien bisa
datang untuk berobat
terutama dalam keadaan emergency atau untuk keperluan lain serta untuk
mencegah hilangnya
rekam medis dan menjamin kerahasiaan rekam medis.

3. Penyimpanan rekam medis yang tidak lengkap


Untuk rekam medis yang belum lengkap atau akan dilengkapi untuk
memudahkan mencari maka
penyimpanannya dapat dilakukan dengan beberapa alternatif :
a. Penyimpanan disatukan dalam file RM permanen
b. Dipidah dan diberi nama ruangan / nama petugas yang tidak melengkapi
c. Dipisah dan diberi No. RM

Keuntungan dan kerugiannya


a. Penyimpanan dalam RM permanen menyulitkan untuk mendapatkannya /
mencari kembali
b. Pemisahan dengan memberi nama ruangan / petugas memudahkan untuk
mendapatkan kembali,
tetapi sulit bila satu berkas harus dilengkapi oleh banyak petugas yang
harus melengkapi
c. Pemisahan dengan memberi No. RM merupakan gabungan antara a dan b

Proses penyimpanan dan pencarian RM yang tidak lengkap dapat pula dilakukan
dengan komputer dengan cara :
a. Membuat daftar RM yang tidak lengkap per nama ruangan / petugas yang
harus melengkapi
b. Membuat daftar lembaran yang tidak lengkap pada setiap RM yang tidak
lengkap
c. Membuat statistik Inc.MR dan D.MR per dokter atau per tipe kekurangan atau
berdasarkan
lamanya D.MR
d. Membantu mengetahui lokasi yang tidak lengkap

4. Final Chart Check

Sebagai laporan akhir dari ketidaklengkapan atau hasil dari analisis kuantitatif
dan kualititatif,

berguna untuk merecheck berkas RM yang telah dilengkapi.

RM perlu lengkap tepat pada waktunya karena Inc.MR menurunkan kualitas


pelayanan kesehatan

yang mempengaruhi akreditasi dan kualitas RS.

Bila Petugas yang harus melengkapi sudah pindah atau meninggal maka RM
tersebut

dikategorikan sebagai Inc.MR dan biasanya komite RM mereview dan memberi


catatan.

Pencatatan dan Pelaporan Rumah Sakit

Sistem Informasi Rumah Sakit


1. Pengembangan Sistem Informasi Rumah Sakit

Sistem informasi rumah sakit di Indonesia sudah dikembangkan sejak


tahun 1972, dengan dikeluarkannya Surat Keputusan Menteri Kesehatan nomor
651/XI-AU/PK/72 yang mengatur sistem pelaporan rumah sakit sebagai
pengganti sistem yang sebelumnya ada. Pada perkembangan berikutnya, sistem
pelaporan rumah sakit disempurnakan kembali sebagai revisi ketiga dengan surat
keputusan menteri kesehatan RI No 691 A /Menkes/SK/XII/84. Pembakuan
dari pada sistem pelaporan rumah sakit merupakan landasan di dalam upaya
memantapkan sistem informasi rumah sakit, karena salah satu modal utama untuk
menunjang kelancaran informasi adalah tersedianya data dasar dari unit pelapor.

2. Pengelolaan Sistem Informasi Rumah Sakit

a. Pencatatan
Pencatatan disini dimaksudkan pendokumentasian segala informasi medis
seorang pasien ke dalam rekam medis. Data pasien dapat dikelompokkan ke dalam
dua kelompok, yaitu data sosial dan data medis.

Untuk mendapatkan data medis yang baik, ada beberapa hal yang dapat
diperhatikan oleh dokter dan ahli di bidang kesehatan lainnya, yaitu mencatat
secara tepat waktu, up to date, cermat dan lengkap, dapat dipercaya dan
menurut kenyataan, berkaitan dengan masalah dan pokok perihalnya, sehingga
tidak bertele-tele, bersifat subjektif sehingga menimbulkan kesan jelas.

Kegiatan pencatatan ini melibatkan semua unit pelayanan di rumah sakit yang
memberikan pelayanan ataupun tindakan kepada pasien.

Bentuk catatan dapat dibedakan berdasarkan sifatnya, yaitu:

1. Catatan yang bersifat kolektif


Catatan ini dalam bentuk buku yang sering disebut buku register. Buku
register ini merupakan sumber utama data kegiatan rumah sakit.
2. Catatan yang bersifat individual
Catatan ini mendokumentasikan segala tindakan medik yang diberikan
kepada seorang pasien. Bentuk catatan ini berupa lembaran-lembaran yang
dinamakan rekam medis.

b. Pengolahan data medis


Sebelum dilakukan pengolahan, berkas-berkas rekam medis tersebut diteliti
kelengkapannya baik isi maupun jumlahnya. Rekapitulasi dari sensus harian diolah
untuk menyiapkan laporan yang menyangkut kegiatan rumah sakit, sedangkan
formulir-formulir rekam medis diolah untuk menyiapkan laporan yang menyangkut
morbiditas dan mortalitas (Depkes RI, 1994).

c. Penyusunan dan analisis data

Penyajian data menurut sifatnya dapat berupa :

1. Data deskriptif, masih menggambarkan keadaan apa adanya dan belum


memberikan gambaran makna daripada keadaan tersebut.
2. Data analitik, sudah dapat memberikan makna dari pola keadaan sesuatu
sehingga dapat memberikan suatu informasi yang dapat dipakai sebagai
bahan tindak lanjut oleh pengambil keputusan.

3. Jenis Sistem Informasi Rumah Sakit


Sistem pelaporan rumah sakit merupakan bagian dari sistem informasi
rumah sakit berbagai data tentang kegiatan rumah sakit dikumpulkan untuk
mewujudkan sistem ini. Data tersebut dikumpulkan melalui berbagai formulir
standart sesuai dengan frekuensi dan periodenya, jenis data dan formulir yang
perlu dilaporkan antara lain :

a. Data kegiatan rumah sakit (RL.1)

Formulir RL.1 merupakan formulir rekapitulasi yang mencakup berbagai


kegiatan rumah sakit seperti rawat inap, rawat jalan, pelayanan instalasi rawat
darurat, kegiatan bedah dan non bedah, pelayanan kesehatan gigi, kegiatan
radiologi, pengujian kesehatan, rehabilitasi medik, latihan kerja, pelayanan
kesehatan jiwa, kegiatan transfusi darah, kegiatan pengujian kesehatan, kegiatan
farmasi rumah sakit, kegiatan pemeriksaan laboratorium klinik, kegiatan rujukan,
kegiatan keluarga berencana. Formulir ini dibuat setiap triwulan oleh masing-
masing rumah sakit berdasarkan pencatatan harian yang dikompilasikan setiap
bulan. Data yang dilaporkan mencakup semua keadaan mulai tanggal 1 bulan
pertama sampai dengan tanggal 30 atau 31 bulan ketiga pada triwulan yang
bersangkutan.

b. Data kegiatan morbiditas rumah sakit, terdiri dari :

1. Kegiatan morbiditas individual pasien rawat inap yang meliputi :

• Morbiditas untuk pasien umum (RL2.1) yang isinya mencakup: jati diri
pasien, tanggal masuk dan tanggal keluar, diagnosis, penyebab luar cedera
dan keracunan, operasi atau tindakan keadaan keluar rumah sakit dan
sebagainya.
• Morbiditas untuk pasien kebidanan (RL.2.2) yang isinya mencakup : jati diri
pasien, tanggal masuk dan tanggal keluar, cara melahirkan, diagnotis
utama, masa getasi, operasi atau tindakan. Keadaan keluar rumah sakit,
tanggal melahirkan, paritas, dan jumlah kelahiran hidup atau mati.
• Morbiditas untuk bayi lahir di rumah sakit (RL.2.3) yang isinya mencakup :
tanggal masuk dan tanggal keluar pasien, tanggal lahir bayi, berat lahir,
keadaan lahir, diagnosis utama, dan keadaan keluar rumah sakit.

1.
2.

Rekapitulasi data keadaan morbiditas rawat inap di rumah sakit (RL2a, dan
RL2a1 untuk laporan survailans terpadu) memuat data kompilasi penyakit
atau morbiditas pasien rawat inap yang dikelompokkan menurut daftar
tabulasi dasar klasifikasi internasional penyakit ke sepuluh. Untuk masing-
masing kelompok penyakit berisi informasi mengenai jumlah pasien keluar
menurut golongan umur, serta jumlah pasien keluar mati.

3. Data status informasi (RL2c) sehingga lampiran RL2a1 yang memuat


informasi tentang penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi.
4. Rekapitulasi data keadaan morbiditas pasien rawat jalan di rumah sakit
(RL2b, dan RL 2b1), memuat data kompilasi penyakit atau morbiditas
pasien rawat jalan yang dikelompokkan menurut daftar tabulasi dasar
klasifikasi internasional penyakit kesepuluh. Untuk masing-masing
kelompok penyakit berisi informasi mengenai jumlah kasus baru menurut
golongan umur dan serta jumlah kunjungan.
5. Data inventarisasi (data dasar) rumah sakit (RL 3), memuat data identitas
rumah sakit, surat ijin penyelenggaraan, direktur rumah sakit, fasilitas
kesehatan gigi, fasilitas tempat tidur, fasilitas unit rawat jalan.
6. Data ketenagaan rumah sakit (RL 4), memuat informasi rekapitulasi data
jumlah tenaga yang bekerja di rumah sakit menurut kualifikasi pendidikan
dan status kepegawaian, dan RL 4a yang merupakan data individual
ketenagaan rumah sakit memuat data pribadi, data pekerjaan, pendidikan
lanjut, pengalaman kerja, latihan jabatan dan status kepegawaian.
7. Data peralatan rumah sakit (RL5) memuat informasi rekapitulasi data
jumlah peralatan medik yang ada di rumah sakit menurut sumber
pengadaan dan keadaannya, dan RL5a yang merupakan data individual
peralatan medik di rumah sakit, memuat nama atau jenis alat, tipe atau
model, kapasitas dan sebagainya (Ditjen Yan.Med, 1992).

4. Kegunaan Sistem Informasi Rumah Sakit


Kegunaan sistem informasi RS dapat dibedakan menjadi

a. Sistem informasi untuk pembangunan rumah sakit

Informasi yang dikirim dari sumber informasi (rumah sakit) ke pusat


(Depkes) dapat dipakai sebagai acuan atau pedoman.

b. Sistem informasi untuk manajemen rumah sakit

Informasi yang dihasilkan oleh rumah sakit dapat dipakai untuk keperluan
manajemen dalam rangka mencapai tujuan pembangunan dan pengembangan
rumah sakit yaitu peningkatan mutu, cakupan, dan efisiensi pelayanan.

5. Masalah Pengelolaan Sistem Informasi Rumah Sakit

Dalam pelaksanaan pengelolaan sistem informasi rumah sakit, dijumpai


banyak permasalahan baik yang dikarenakan faktor dari unit pelaporan maupun
dari unit pengelola seperti :
a. Dari unit pelapor terutama menyangkut kecepatan, ketepatan dan akurasi
data yang dilaporkan

Ketepatan dan akurasi data yang dilaporkan masih memprihatinkan dan ini
dipengaruhi oleh tingkat kesadaran dan beban kerja. Rendahnya tingkat
kesadaran untuk menghasilkan laporan yang baik disebabkan adanya sikap belum
merasa memiliki dan memerlukan data untuk unitnya sendiri, bertambahnya
macam-macam dan bentuk laporan yang diminta sebagai konsekuensi
pengembangan program, menyebabkan bertambahnya macam dan bentuk laporan
yang diminta sebagai konsekuensi pengembangan program, menyebabkan
bertambahnya beban kerja petugas pelaporan rumah sakit.

b. Dari unit pengelola ditingkat pusat, berkisar pada terbatasnya dana untuk
pembinaan dan pelatihan serta bertambahnya kebutuhan akan data (Nugroho,
1996).

D. Sistem Pelaporan Rumah Sakit


Pelaporan rumah sakit merupakan suatu alat organisasi yang bertujuan
untuk dapat menghasilkan laporan secara cepat, tepat dan akurat.

Sistem pelaporan di RS Surabaya pada umumnya menggunakan sistem


desentralisasi yang artinya sistem pelaporan tidak terkoordinasi melalui satu
pintu tetapi masing-masing unit/urusan menggunakan buku ekspedisi sendiri.

1. Jenis laporan yang dibuat dibedakan menjadi 2 kelompok, yaitu

a. Laporan intern rumah sakit

b. Laporan ekstern rumah sakit

Ad. a. Laporan intern rumah sakit

Yaitu laporan yang dibuat sebagai masukan untuk menyusun konsep Rancangan
Dasar Sistem Informasi Manajemen Rumah Sakit

Indikasi laporan adalah :

1) Sensus harian, meliputi

a) Pasien masuk rumah sakit

b) Pasien keluar rumah sakit

c) Pasien meninggal di rumah sakit


d) Lamanya pasien dirawat

e) Hari perawatan

2) Prosentase pemakaian TT

3) Kegiatan persalinan

4) Kegiatan pembedahan dan tindakan medis lainnya

5) Kegiatan rawat jalan penunjang

Ad. b. Pelaporan ekstern rumah sakit

Yaitu pelaporan yang wajib dibuat oleh rumah sakit sesuai


dengan peraturan yang berlaku, ditunjukkan kepada Departemen Kesehatan RI,
Kanwil Depkes RI (sekarang , Dinkes Propinsi, Dinkes Kabupaten/kota

Pelaporan yang dibuat sesuai kebutuhan Depkes RI, meliputi :

1) Data Kegiatan Rumah Sakit (RL 1)

2) Data Keadaan Morbiditas Pasien Rawat Inap (RL 2a)

3) Data Keadaan Morbiditas penyakit Khusus Pasien Rawat Inap (RL 2a1)

4) Data Keadaan Morbiditas Pasien Rawat Jalan (RL 2b)

5) Data Keadaan Morbiditas Penyakit Khusus Pasien Rawat Jalan (RL 2b1)

6) Data individual Morbiditas Pasien Rawat Inap

a) Pasien Umum (RL 2.1)

b) Pasien Obstetrik (RL 2.2)

c) Pasien baru lahir/lahir mati (RL 2.3)

7) Data Inventaris Rumah Sakit (RL3)

8) Data Keadaan ketenagaan RS (RL 4)

9) Data individual Ketenagaan RS (RL 4a)

10) Data Peralatan Rumah Sakit (RL 5)

2. Periode Pelaporan

1. (RL 1) dibuat setiap tribulan berdasarkan catatan harian yang dikompilasi


setiap bulan
2. (RL 2 a) dilaporkan setahun sekali
3. (RL 2 b) dilaporkan setahun sekali
4. (RL 2 a1) dilaporkan setiap bulan
5. (RL 2 a2) dilaporkan setiap bulan
6. (RL 2.1), (RL 2.2), (RL 2.3), dibuat sistem sampling dari tangan 1 s/d 10
setiap bulan : Pebruari, Mei, Agustus dan Nopember khusus ke DepKes RI
7. (RL 3) dilaporkan setahun sekali
8. (RL4), (RL 4a), (RL 5) dilaporkan setahun sekali

3. Saluran Pengirim Laporan


Laporan kegiatan rumah sakit (RL 1) dibuat rangkap 6 yang asli dikirim
ke Dir jen. Yan Med Bagian Informasi Yanmed rumah sakit Depkes RI dan
tembusan ditunjukan ke :

a. Ka Kanwil Dep Kes RI(sudah likuidasi)

b. Ka Din Kes Propinsi

c. Ka Din Kes Kabupaten

d. Direktur Rumah Sakit

e. Pertinggal (Arsip)

Sedangkan laporan lainnya (RL 2 s/d RL 5) cukup


dibuat rangkap 2 yang asli dikirim ke Dir Jen Yan Med Dep Kes RI dan
tembusannya untuk Arsip rumah sakit

4. (RL 1) dibuat setiap tribulan berdasarkan catatan harian yang dikompilasi


setiap bulan

5. (RL 2 a) dilaporkan setahun sekali

6. (RL 2 b) dilaporkan setahun sekali

7. (RL 2 a1) dilaporkan setiap bulan

8. (RL 2 a2) dilaporkan setiap bulan

9. (RL 2.1), (RL 2.2), (RL 2.3), dibuat sistem sampling dari tangan 1 s/d 10 setiap
bulan : Pebruari, Mei, Agustus dan Nopember khusus ke DepKes RI

10. (RL 3) dilaporkan setahun sekali

11. (RL4), (RL 4a), (RL 5) dilaporkan setahun sekali

12. yang dijadwalkan oleh departemen Kesehatan


• Untuk pelaporan bulanan / tribulan dikirim ke instansi Departemen
Kesehatan paling lambat tanggal 15 pada bulan berikutnya.
• Untuk laporan tahunan dikirim setiap tanggal 15 Januari pada tahun
berikutnya.
• Untuk memenuhi hal tersebut di atas, maka pengumpulan data laporan dari
masing-masing unti terkait ditetapkan paling lambat setiap tanggal 5 pada
bulan berikutnya.
• Khusus untuk pengumpulan data individual morbiditas pasien rawat inap
sampling tanggal 1 s/d 10 sesuai bulan pelaporan, formulir dilampirkan
dalam berkas RM setelah disi oleh dokter yang merawat sekurang-
kurangnya :

1) Diagnosa

2) Sebabkematian bila pasien meninggal

3) Nama dan tanda tangan dokter

Kelengkapan data lainnya diisi oleh petugas rekam medis (RS Darmo, 1999).

E. Evaluasi
Menurut Depkes RI (1991) Evaluasi adalah proses penilaian pencapaian
tujuan yang telah ditentukan dalam menilai efektifitas suatu rencana. Tujuan
evaluasi dapat juga berguna sebagai :

1. Alat untuk memperbaiki kebijaksanaan pelaksanaan program dan


perencanaan program yang akan datang.
2. Alat untuk memperbaiki alokasi sumber daya.
3. Alat untuk memperbaiki pelaksanaan suatu kegiatan yang sedang berjalan.
4. Alat untuk mengadakan perencanaan kembali yang lebih baik dari pada
suatu program.

RULE MB 1-5
Aturan Reseleksi Diagnosis ICD 10
Dalam kaidah koding ICD (International Classification of Disease) apabila
klarifikasi tentang diagnosis kepada dokter penanggung jawab pasien tidak bisa
dilakukan, maka koder dapat menggunakan aturan koding MB 1 sampai dengan MB
5 sesuai dengan pedoman Volume 2 ICD 10 untuk memilih ulang (reseleksi) suatu
diagnosis sebagai diagnosis utama.

Aturan reseleksi diagnosis MB1 - MB5 adalah sebagai berikut :

RULE MB1 :

Kondisi minor tercatat sebagai diagnosis utama (main condition), kondisi mayor
yang lebih bermakna tercatat sebagai diagnosis sekunder (other condition).

Kondisi yang lebih bermakna yang sebenarnya relevan dengan pengobatan yang
diberikan dan/atau spesialisasi perawatan, tercatat sebagai kondisi lain.

Diagnosis utama adalah kondisi yang relevan bagi perawatan yang terjadi, dan
jenis spesialisasi yang mengasuh. Untuk itu pilih kondisi yang relevan sebagai
diagnosis utama.

Contoh :
Diagnosis utama : Sinusitis akut

Diagnosis sekunder : Carcinoma endoservik, Hipertensi

Prosedur : Histerektomi Total

Spesialisasi : Ginekologi

Reseleksi Carcinoma endoserviks sebagai diagnosis utama (kondisi utama). Karena


Spesialis yang merawat dan prosedur yang dilakukan adalah bagian ginekologi,

RULE MB2 :

Beberapa kondisi yang dicatat sebagai diagnosis utama.

• Jika beberapa kondisi yang tidak dapat dikode bersama dicatat sebagai
diagnosis utama dan informasi dari rekam medis menunjukkan salah satu
dari diagnosis tersebut sebagai diagnosis utama maka pilih diagnosis
tersebut sebagai diagnosis utama.
• Jika tidak ada informasi lain, pilih kondisi yang disebutkan pertama
Contoh :
Diagnosis Utama : Osteoporosis, Bronchopnemonia, Rheumatism
Diagnosis Sekunder : -
Spesialisasi : Penyakit Paru
Reseleksi diagnosis utama Bronchopneumonia (J18.0) Karena spesialisasi yang
merawat penyakit paru.

RULE MB3 :

Kondisi yang dicatat sebagai diagnosis utama menggambarkan suatu gejala yang
timbul akibat suatu kondisi yang ditangani.

Suatu gejala yang diklasfikasikan dalam Bab XVIII (R.-), atau suatu masalah
yang dapat diklasfikasikan dalam bab XXI (Z) dicatat sebagai kondisi utama,
sedangkan informasi di rekam medis terekam kondisi lain yang lebih
menggambarkan diagnosis pasien dan kepada kondisi ini terapi diberikan maka
reseleksi kondisi tersebut sebagai diagnosis utama.

Contoh:
Diagnosis Utama : Hematuria
Diagnosis Sekunder : Varises pembuluh darah tungkai bawah, Papiloma dinding
posterior kandung kemih
Tindakan : Eksisi diatermi papilomata
Spesialisasi : Urologi
Reseleksi Papiloma dinding posterior kandung kemih (D41.4) sebagai diagnosis
utama. Karena hematuria merupakan gejala atau tanda dari kondisi utama
papiloma dinding posterior kandung kemih.

RULE MB4 :

Spesifisitas, bila diagnosis yang dicatat sebagai diagnosis utama adalah istilah
yang umum, dan ada istilah lain yang memberi informasi lebih tepat tentang
topografi atau sifat dasar suatu kondisi, maka reseleksi kondisi terakhir sebagai
diagnosis utama.

Contoh:
Diagnosis Utama : Cerebrovascular accident
Diagnosis Sekunder : Diabetes mellitus, Hipertensi, Cerebral haemorrhage
Reseleksi cerebral haemorrhage sebagai diagnosis utama ( I61.9.) karena
merupakan kondisi yang lebih tepat.

RULE MB5 :

Alternatif diagnosis utama, apabila suatu gejala atau tanda dicatat sebagai
kondisi utama yang karena satu dan lain hal gejala tersebut dipilih sebagai
kondisi utama.

Bila ada 2 atau lebih dari 2 kondisi dicatat sebagai pilihan diagnostik sebagai
kondisi utama, pilih yang pertama disebut.

Contoh :
Diagnosis Utama : Sakit kepala karena stess dan tegang atau sinusitis akut
Diagnosis Sekunder : -
Reseleksi sakit kepala headache (R51) sebagai diagnosis utama.

Diagnosis Utama : akut kolesistitis atau akut pankreatitis


Diagnosis Sekunder : -
Reseleksi akut kolesistitis K81.0 sebagai diagnosis utama.

Anda mungkin juga menyukai