Anda di halaman 1dari 2

Kita cenderung memandang laut sebagai tak terbayangkan, sedekat-dekatnya hal ini dengan

antariksa: gelap, menggentarkan, dan di kedalamannnya cukup aneh dan misterius. “siapa yang
mengenal laut?” tulis rachel carson dalam esainya “Undersea”, dipublikasikan dua puluh lima tahun
sebelum dia mulai menghadapi pencemaran tanah oleh tangan manusia dan “obat serba bisa” industri
di Silent Spring: “Anda dan daya, dengan indra terikat daratan, tak menenal bih dan ombak yang
melanda kepiting di bawah ganggang di rumahnya di rumahnya di kolam pasang surut; atau gelora
lamban air tengan laut, di mana kawanan ikan memangsa dan dimangsa, dan lumba-lumba menerobos
gelombang laut untuk menghirup udara.”

Namun yang liyan bukanlah laut, melainkan kita. Air bukan hiburan di pantai untuk hewan darat:
sebagai 70 persen antara permukaan bumi, laut adalah lingkungan utama di planet ini. Di antara banyak
jasanay, laut memberi makan kita: di seluruh dunia, makanan laut menjadi hampir seperlima dari
seluruh protein hewani yang idsantap manusia, dan di kawasan pantai bisa lebih banyak lagi. Laut juga
memelihara musim-musim di planet ini, melalui arus yang sudah ada sepanjang sejarah seperti Arus
Teluk, juga mengatur suhu planet, menyerap sebagian besar panas matahari.

Barangklali “dulu memberi makan”, “dul memelihara”, dan “dulu mengatur” adalah istilah-
istilah yang lebih pas., karena pemanasan global mengancam fungsi-fungsi itu. Populasi ikan sudah
bermigrasi ke utara ratusan kilometer mencari perairan yang lebih dingin – ikan sebelah bergeser 400
kilometer menjauhi pantai timur Amerika, makerel jauh sekali dari benua Eropa sehingga nelayan yang
mengejarnya tak lagi terikt aturan Uni Eropa. Satu penelitian terhadap dampak manusia ke kehidupan
laut menemukan bahwa tinggal 13 persen laut yang tak rusak, dan bagian-bagian Artika telah banyak
diubah oleh pemanasan sehingga para ilmuwan mulai bertanya-tanya seberapa lama perairan di sana
masih bisa disebut “Artika”. Dan sebesar apapun kekhawatiran kita mengenai kenaikan permukaan laut
dan banjir rob sebagai dampak perubahan iklim terhadap air laut planet ini, ada banyak hal lain yang
juga mengkhawatirkan.

Kini, seperempat lebih karbon yang dihasilkan manusia diserap laut, yang dalam lima puluh
tahun belakangan jga menyerap 90 persen panasa berlebih akibat pemanasan global. Separuh panas itu
diserap sejak 1997, dan laut hari ini mengandung setidaknya 15 persen lebih banyak energi panas
daripada tahun 200 – menyerap tiga kali lebih banyak energi, dalam dua dasawarsa saja, dibanding yang
terkandung dalam semua cadangan bahan bakar fosil di planet ini. Namun hasil semua penyerapan
karbon dioksida itu adalah yang disebut “pengasaman laut” (ocean acidification), artinya memang
seperti yang tertulis, dan itu sudah melanda beberapa perairan planet ini – bisa anda ingat sebagai
tempat asal-usul kehidupan. Sendirian saja – melalui pengaruhnya ke fitoplankton, yang melepas
belerang ke air sehingga membantu pembentukan awan – pengasaman laut dapat menambah
seperempat sampai setengah derajat pemanasan.

Anda barangkali sudah mendengar “pemutihan karang’ (coral bleaching) – sekaratnya karang –
di mana air laut yang lebih hangat membuat terumbu karang kehilangan protozoa zooxanthellae yang
menghasilkan sampai 90 persen energi yang dibutuhka karang melalui fotosintesis. Tiap terumbu karang
adalah ekosistem yang sekompleks kota modern, dan zooxanthellae adalah pemasok makanan, balok
pembangunan dasar rantai energi: ketika terumbu karang mati, keseluruhan ekosistemnya kelaparan
seperti kota yang dikepung atau diblokade. Sejak 2016, sampai setengah Karang Penghalang Besar di
Australia mengalaminya. Kematian berskala besar itu disebut “peristiwa pemutihan massal” (mass
bleaching events); salah satunya terjadi di seluruh dunia dari 2014 sampai 2017. Kehidupan karang
suddah banyak merosot sampai-sampai menciptakan lapisan baru di laut, antara 30 sampai 150 meter di
bawah permukaan, yang oleh ilmuwan diosebut “zona senja” (twilight zone). Menurut World resource
Institute, pada 2030 pemanasan dan pengasaman laut akan mengancam 90 persen dari seluruh terumbu
karang.

Itu berita yang sangat buruk, karena terumb karang menopang sampai seperempat dari selruh
kehidupan laut serta memasok makanan dan penghidpan untuk setengah miliar orang. Terumbu karang
juga melindungi dari banjir akibat badai – fungsi-fungsi yang bernilai miliaran; terumbu karang kini
bernilai setidaknya $400 juta per tahun untuk Indonesia, filipina, malaysia kuba dan meksiko - $400 juta
per tahun untuk tiap negara. Pengasaman laut juga akan merusak populasi ikan secara langsung. Walau
para ilmuwan belum tahu bagaimana memprediksi efeknya kepada hasil tangkapan yang kita angkat dari
laut untuk dimakan, mereka sudah tahu bahwa di perairan asam, tiram dan kerang akan kesulitan
membuat cangkang, dan kenaikan konsentrasi karbon akan menganggu indra penciuman ikan – anda
boleh jadi belum tahu ikan punya indra penciuman, tapi indra itu sering membantu ikan mencari arah.
Di lepas pantai australia, populasi ikan sudah menurun kira kira 32 persen dalam sepuluh tahun saja.
sudah lazmi dikataka bahwa kita sedang hidup pada zaman kepunahan massal – suatu periode
ketika kegioatan manusai telah menaikkan laju kepunahan spesies di Bumi sampai hampir seribu kali
lipat. Barangkali juga untuk menyebutnya zaman apa yang disebut anoksifikasi laut (ocean
anoxification). Selama lima puluh tahun terakhir, jumlah air laut tanpa oksige sama sekali berlipat
empat di seluruh dunia, menghasilkan total empat ratus lebih “zona mati” (dead zones): zona tanpa
oksigen telah meluas beberapa juta kilometer persegi, hampir seluas seluruh eropa; dan ratusan kota
pantai kini dikelilingi laut yang kekurangan oksigen. Itu sebagian karena pemanasan planet, karena air
hangat mengandung lebih sedikit oksigen. Sebagian alasannya adalah pencemaran- -

Anda mungkin juga menyukai