Anda di halaman 1dari 4

PEMANASAN GLOBAL

TUGAS MATA PELAJARAN FISIKA

Disusun Oleh:

Nama : Nabila Nisa Syarafina

Kelas : 11 IPA

SMA BS PUTRA HARAPAN


PURWOKERTO
2020
PEMANASAN GLOBAL, MEMPERCEPAT ES DUNIA MELELEH DAN
MENGANCAM KEHIDUPAN

A. Latar Belakang
Kriosfer adalah zona di planet Bumi yang membeku, misalnya lapisan es di
Greenland dan Antartika, gunung es yang berada di lautan, gletser es di pegunungan
(Puncak Jayawijaya), salju, es di danau dan lautan di kutub, serta daratan membeku di
wilayah Artik yang dikenal sebagai permafrost.
Kriosfer semakin menyusut. Lapisan salju berkurang, gletser dan lapisan es mencair dan
permafrost juga berkurang. Laporan IPCC ini menunjukkan bahwa ada percepatan
pelelehan, dengan potensi berbahaya bagi manusia, ekosistem laut dan pengunungan
tinggi karena peran kriosfer sangatlah krusial bagi sistem bumi. Bumi rentan kehilangan
lebih dari setengah perfarmost pada akhir abad 21. Permafrost mampu menyimpan karbon
yang berada di atmosfer hampir dua kali lebih banyak.
Es lautan berkurang secara cepat, Artik. Kutub Utara Bumi tanpa es akan menjadi
pemandangan biasa disaat musim panas. Suku Eskimo yang tinggal di wilayah Artik juga
sudah mulai beradaptasi dengan mengubah cara mereka berburu dan bepergian; bahkan
beberapa komunitas di pesisir sudah memikirkan rencana relokasi.
Populasi fauna seperti anjing laut, walrus, dan beruang kutub, paus, mamalia lainnya,
serta burung laut yang bergantung kepada es kemungkinan akan menurun drastis apabila
sudah tidak ada es lagi. Dan berkurangnya air juga akan mempercepat pemanasan global,
karena air yang jernih dan bening akan lebih efektif memantulkan panas dari Matahari.
Gletser meleleh. Jika emisi tetap berlanjut seperti kondisi saat ini, maka lebih dari 80%
gletser kecil akan menghilang pada akhir abad 21. Akan berdampak bagi penduduk bumi
yang bergantung kepada gletser untuk air, pertanian, dan energi.
Gletser dan es yang meleleh menyebabkan berkurangnya ruang untuk mencari mangsa
bagi beruang kutub.
B. Permasalahan
Hampir tiga perempat permukaan bumi ditutupi oleh lautan, dan 10% lainnya ditutupi
oleh lapisan es dan gletser. Jika seluruh es meleleh maka muka air laut juga makin
meningkat. Muka air laut, secara global, saat ini bertambah dua kali lipat lebih cepat, dan
terus meningkat secara pesat.
Sebagai komponen mesin iklim bumi, laut sudah menyerap lebih dari 90% kelebihan
panas. Pemanasan laut yang terjadi saat ini terjadi stratifikasi dan mengurangi percampuran
antara lapisan air. Dampaknya, pasokan oksigen dan nutrien bagi kehidupan laut berkurang.
Laut harus menyerap panas antara lima sampai tujuh kali lebih besar pada tahun 2100
ketimbang 50 tahun belakangan apabila manusia tidak mengubah produk emisinya. Selain
laut memanas berkurangnya pasokan oksigen, lautan akan bertambah asam akibat terus
menerus harus menyerap kelebihan karbon dioksida yang diproduksi oleh manusia.
Akumulasi beberapa tekanan tersebut mengancam keberadaan kehidupan laut secara
global. Beberapa spesies mungkin harus berpindah ke zona laut yang baru, namun yang lain
mungkin tidak bisa beradaptasi dan akhirnya bisa punah.
Penduduk bumi juga harus beradaptasi dengan berbagai masalah yang muncul,
terutama yang bergantung kepada makanan laut. Terumbu karang, ekosistem yang
menyokong kehidupan bagi ribuan spesies, pada akhirnya akan terancam punah setidaknya
pada akhir 21.
C. Pembahasan 
Penduduk bumi harus sadar bahwa ancaman kenaikan muka air laut dan melelehnya
es akan jauh lebih cepat ketimbang yang diprediksikan oleh laporan IPCC. Laporan
penelitian terbaru tersebut memperlihatkan kondisi darurat masa depan laut dan kriosfer –
terutama apabila penduduk bumi tidak banyak berbuat.
Perbedaan antara kenaikan suhu 1,5°C dan 2°C sangatlah krusial bagi keberadaan
kedua kutub bumi. Jika suhu pemanasan 1,5°C, diprediksi kemungkinan tidak ada es
dibulan September di Kutub Utara-Artik adalah 1 banding 100. Namun, pada kenaikan
suhu 2°C, prediksi hilangnya es bisa terjadi satu banding tiga.
Masyarakat di seluruh dunia akan mengalami hilangnya sumber daya air, mengalami
banjir dan tanah longsor, menghadapi perubahan dalam pasokan makanan, dan
menyaksikan degradasi ekosistem laut, infrastruktur, rekreasi dan budaya. Upaya adaptasi
yang radikal akan membantu “mengulur waktu” berbagai komunitas.
Mengubah praktik pengelolaan perikanan dapat membantu mempertahankan populasi
ikan dan kerang. Melindungi mangrove dan padang lamun serta rawa payau dapat
membantu melindungi pantai dari meningkatnya gelombang badai dan banjir rob. Investasi
dalam sistem peringatan dini dapat membantu masyarakat pesisir menghadapi bencana
alam.
Batas adaptasi manusia sangat jelas, dan banyak dampak masih akan terjadi bahkan
jika emisi berkurang. Beberapa negara pulau, misalnya, bisa menjadi tidak bisa dihuni
karena kenaikan permukaan laut. Bahkan jika pemanasan dibatasi hingga 1,5 derajat C,
beberapa komunitas – seperti yang ada di sepanjang pantai – tidak akan mampu beradaptasi
dengan semua dampak iklim.
Pemanasan, kenaikan muka air laut, dan asidifikasi, melelehnya gletser dan
permaforst akan lebih sering terjadi dengan cepat dan berisiko terhadap manusia dan bumi.
Keputusannya ada di tangan manusia dan pemimpin yang terpilih untuk bisa mengatasi
krisis iklim dan kerusakan ekologi abad ini.
Solusi berbasis alam, bagi Indonesia harus menjadi alat utama untuk beradaptasi
dengan perubahan dramatis ini, sementara pada saat yang sama membantu mengurangi
emisi. Kebijakan pendukung untuk solusi berbasis alam, dan membantu menerapkannya
secara nasional dan lokal di wilayah pesisir dan laut.
Target mitigasi yang ditetapkan dalam Perjanjian Paris tentang perubahan iklim dan
membatasi kenaikan suhu rerata global hingga di bawah 2 ° C di atas tingkat pra-industri
sangat penting untuk mencegah dahsyatnya dampak perubahan iklim yang tidak dapat
dipulihkan pada ekosistem pesisir dan laut serta jasa layanannya.
Dibutuhkan transformasi radikal di seluruh lapisan masyarakat untuk mengatasi krisis
iklim. Inisiatif Blue Carbon untuk terus memeningkatkan literasi dan kebijakan
mempercepat tindakan nyata, termasuk mengintegrasikan kegiatan pengelolaan pesisir ke
dalam kontribusi negara (NDC).
Perlindungan ekosistem pesisir, seperti mangrove dan padang lamun dapat
berkontribusi pada penyerapan karbon berkelanjutan. Sebaliknya, kerusakan ekosistem
tersebut berkontribusi terhadap emisi karbon. Pengelolaan pesisir berkelanjutan memainkan
peran penting untuk adaptasi berbasis ekosistem, misalnya melalui konservasi terumbu
karang, mangrove dan padang lamun.
Adaptasi berbasis ekosistem merupakan solusi yang belum dimanfaatkan dalam
tindakan langsung melawan perubahan iklim, meskipun terbukti memberikan manfaat
tambahan bagi masyarakat dan keanekaragaman hayati.
Menetapkan kawasan lindung laut dan berbagai langkah adaptif lainnya, seperti batas
tangkapan untuk mencegah penangkapan ikan berlebihan, dapat membantu melindungi
ekosistem laut dan melindungi manusia dari dampak perubahan iklim, termasuk
pemanasan, pengasaman laut, dan berkurangnya pasokan oksigen (deoksigenasi).
 
https://www.mongabay.co.id/2019/10/04/pemanasan-global-mempercepat-es-dunia-meleleh-dan-
mengancam-kehidupan/

Anda mungkin juga menyukai