Pendahuluan
Proses diagnosis pada bagian Patologi Anatomi secara umum dibagi menjadi 3 bagian yaitu
preanalitik, analitik, dan postanalitik. Setiap bagian merupakan komponen penting yang tidak
dapat dipisahkan. Proses sampling jaringan di laboratorium gross merupakan salah satu
tahapan preanalitik. Proses menentukan bagian jaringan yang akan dijadikan sampel dan
pemotongan gross sampel jaringan yang dikirim oleh klinisi merupakan kunci ketepatan
diagnosis. Apabila pemilihan sampel tidak adekuat atau undersampling, sediaan yang nanti
akan dianalisis tidak akan dapat menggambarkan diagnosis pasien yang sebenarnya. Vice
versa, apabila pemilihan sampel sudah tepat namun cara pemotongan tidak dilakukan dengan
benar, ahli patologi akan sulit menentukan diagnosis yang utuh.
Secara garis besar, lembar hasil pemeriksaan patologi anatomi bisa sampai ke klinisi melalui
alur yang panjang, yaitu:
1. Anamnesis dan pemeriksaan fisik oleh klinisi sehingga muncul differential diagnosis,
kemudian klinisi menentukan pemeriksaan lebih lanjut dengan metode yang tepat
untuk setiap pasien, apabila diperlukan, salah satunya adalah pemeriksaan patologi
anatomi. Metodenya dapat melalui biopsi insisi, biopsi eksisi, operasi, biopsi aspirasi
jarum halus, pap smear, potong beku, atau lainnya. Untuk biopsi aspirasi jarum halus
dan pap smear akan dibahas lebih lanjut pada laporan lab sitologi.
2. Hari H. Klinisi mengambil jaringan atau sampel jaringan atau cairan pada pasien
sesuai dengan keilmuannya masing-masing dengan berbagai opsi metode yang telah
disebutkan di atas.
3. Jaringan atau sampel jaringan segera difiksasi dengan buffer formalin 10% dan
direndam minimal 8 jam dan diletakkan di wadah yang disediakan di Instalasi Bedah
Sentral sesuai dengan ukuran jaringan yang diambil. Jaringan yang akan diperiksa
harus disertai dengan form pemeriksaan patologi yang telah diisi lengkap oleh klinisi.
Wadah jaringan tersebut dibawa oleh petugas dari Instalasi Bedah Sentral ke
Laboratorium Patologi Anatomi setiap hari kerja pada kisaran pkl. 10.00 WIB.
2
4. H+1. Petugas administrasi di loket menginput data yang ada di form pemeriksaan
patologi anatomi pada hari yang sama setelah jaringan dibawa ke Laboratorium PA ke
dalam sistem informasi rumah sakit. Selanjutnya, form pemeriksaan diberi nomor
registrasi dan nomor sediaan disiapkan dan dituliskan pada label kecil sesuai dengan
jumlah wadah jaringan. Form yang sudah lengkap dan ditempeli label no sediaan
diletakkan di jendela penghubung yang ada diantara loket dan ruang gross.
5. H+1. Sore hari, peserta PPDS semester 1 melengkapi form bagian belakang dengan
tanggal esok hari dan nama teknisi yang bertugas besok, serta melengkapi checklist
kelengkapan form sediaan dan alur pemeriksaan gross.
6. H+2. Pagi hari, teknisi menyiapkan kelengkapan kaset dan label untuk wadah jaringan
yang akan diambil sampelnya. Peserta PPDS asisten konsulen memotong jaringan
sesuai dengan ilmu dan pengalamannya. Kaset yang berisi label jaringam direndam
dalam kotak yang berisi buffer formalin 10%.
7. H+2. Sore hari, maximal pkl. 15.00. Jaringan diproses di histokinet. Detil prosesnya
akan dijelaskan pada pembahasan selanjutnya.
8. H+3. Pagi hari pkl. 07.30, sediaan sudah berbentuk blok parafin dan dikirim ke lab
histologi untuk dilakukan pemotongan dan pewarnaan HE oleh teknisi.
9. H+3. Siang atau sore hari, sediaan yang sudah siap dibaca dibagikan kepada peserta
PPDS dan mulai dianalisis.
10. H+4. Pagi hari, hasil analisis peserta PPDS diajukan pada konsulen untuk diverifikasi.
Jika sudah diverifikasi, form diserahkan ke bagian TU untuk diketik dan dimasukkan
ke dalam sistem informasi. Jika sudah selesai diketik, hasil pemeriksaan diprint dan
diperlihatkan kembali dan ditanda tangan oleh konsulen jika sudah divalidasi.
11. H+5. Pagi hari, lembar hasil pemeriksaan diserahkan ke loket untuk kemudian dapat
diambil oleh pasien atau keluarga pasien dan akan dibawa saat kontrol ke klinisi.
Meninjau alur proses yang sangat panjang dan melibatkan banyak orang, pemeriksaan
patologi anatomi rentan terjadi kesalahan, sehingga setiap orang dengan setiap perannya
harus teliti dan konsentrasi dalam melakukan tugasnya, karena semua yang terlibat memiliki
peran krusial dalam ketepatan diagnosis. Laporan ini dibuat oleh penulis dalam rangka
mengendapkan pemahaman tentang kegiatan dan proses di laboratorium gross serta essensi
tiap prosesnya.
3
Hal-hal yang akan dibahas pada laporan ini adalah sebagai berikut:
A. Standar sarana dan prasarana ruang potong gross.
B. At a glance: Fiksasi jaringan.
C. At a glance: Proses sampling jaringan.
D. Tissue Processing.
E. Lampiran kegiatan di ruang gross
Tambahan persyaratan yang harus dipenuhi lainnya adalah tersedianya eye-washer yang
digunakan apabila terjadi insiden zat B3 terkena mata dan dilakukan pemeriksaan kadar
formalin dalam ruangan secara berkala, Nilai Ambang Batas (NAB) maksimal 0,3 Mg/m 3.
Kadar formalin perlu diukur karena ruang gross dipenuhi wadah berisi jaringan yang difiksasi
dengan buffer formalin 10%.
Buffer formalin 10% merupakan standar yang digunakan untuk fiksasi jaringan karena tidak
mahal, dan dapat bertahan dalam waktu lama tanpa mengalami kerusakan, serta kompatibel
dengan banyak pewarnaan khusus, termasuk teknik imunohistokimia. Saat ini sudah tersedia
buffer formalin 10% yang sudah siap digunakan dengan berbagai merk sehingga tidak perlu
proses pengenceran dahulu. Contoh yang digunakan di RSHS adalah Surgipath 10% NBF
atau Epredia 10% NBF.
Agar jaringan tidak mengalami kerusakan, rentang waktu fikasi yang ideal adalah < 30 menit
dan tidak terlalu lama (>24-48 jam). Volume fiksatif harus 10 kali jaringan dan harap
dipastikan seluruh elemen jaringan terendam semua. Wadah jaringan harus dengan bukaan
lebar agar jaringan dapat mudah dikeluarkan dan bertutup agar formalin tidak menguap.
Fiksasi harus pada temperatur ruangan atau pada kasus spesimen besar pada suhu 4 oC.
Jaringan yang sudah difiksasi tidak boleh dibekukan karena jika demikian dapat terbentuk
distorsi kristal es. Titik beku formalin 10% adalah -3oC.
Proses identifikasi jaringan juga perlu dijelaskan pada form permintaan pemeriksaan dan
wadah jaringan yang telah difiksasi, identitas pasien berupa barcode yang berisi nama,
5
tanggal lahir dan jenis kelamin, proses pengambilan jaringan, nama dokter pengirim dan asal
bagian pemeriksa, keterangan klinis. Kelengkapan form dan identifikasi jaringan yang jelas
akan membuat proses sampling jaringan lebih efektif dan efisien, serta meminimalisasi
tertukar identitas jaringan yang dapat berakibat fatal untuk proses diagnosis dan pemilihan
terapi yang tepat untuk pasien.
2. Pemotongan
Sebelum dipotong, perlu identifikasi ulang kesesuaian data identitas di form, di wadah
sediaan, dan nomor label yang akan dimasukkan ke dalam kaset dengan cara double
checking, sehingga dalam proses ini sebaiknya dilakukan oleh minimal 2 orang yang
bekerja sama, satu orang memotong, satu orang menulis dan mendokumentasikan
bentuk organ apabila diperlukan.
Teknik pemotongan tiap organ harus mengikuti standar buku pedoman Rosai J. Rosai
and Ackerman's Surgical Pathology dipandu dengan pengalaman dokter yang sudah lebih
berpengalaman dalam memotong jaringan. Proses pemotongan dimulai dengan
memperhatikan dan mendeskripsikan bentuk makroskopis jaringan, mulai dari
memperhatikan jenis organ dan metode pengambilan organ serta keterangan klinis, kemudian
mendeskripsikan bentuk, ukuran, warna, konsisten permukaan luar, lamelasi bagian dalam
jaringan, dan abnormalitas pada jaringan tersebut. Jaringan dipotong sesuai dengan ukuran
kaset dengan ketebalan tidak lebih dari 3 mm. Setelah dipotong, jaringan dimasukkan ke
dalam kaset, dengan arah jaringan yang ingin diperiksa menghadap bawah kaset, dituliskan
6
nomor dengan pensil pada bagian luar kaset, dan dimasukkan kertas bernomor sediaan pada
kaset diatas jaringan menghadap ke atas, kemudian dimasukkan ke dalam kotak berisi
formalin 10%.
Pada beberapa kasus, dapat ditemukan jaringan yang masih mentah terutama pada jaringan
yang berukuran besar, sehingga perlu dilamelasi dan difiksasi kembali ke dalam formalin 10%
sesuai ketentuan. Dapat juga ditemukan jaringan tulang yang tidak bisa dipotong, jika
demikian perlu diproses lebih lama dengan direndam dahulu dalam HCl dan dipotong
menggunakan gergaji. Pada sampel sumsum tulang perlu dimasukkan ke dalam EDTA.
Apabila ada jaringan lemak yang perlu diperiksa perlu direndam dulu ke dalam xylol sebelum
diproses ke dalam tissue processor.
3. Pembersihan
Setelah selesai memotong jaringan, peralatan yang digunakan harus dibersikan agar
siap digunakan kembali untuk memotong jaringan berikutnya. Membuang sampah
dan meletakkan APD yang telah digunakan sesuai tempatnya. Sisa jaringan
dikembalikan ke wadah jaringan semula dan disimpan di area tengah gross station, nanti akan
dipindahkan ke ruang penyimpanan gross oleh teknisi sesuai tanggal dan petugas yang
bertigas hari tersebut sehingga jika dibutuhkan potong susul masih dapat dipotong ulang.
Jaringan akan disimpan selama 1 bulan sebelum nanti akhirnya dibuang.
D. Tissue Processing
Tissue processing di ruang gross menggunakan mesin automatic tissue processor atau
histokinet dengan tujuan dan urutan sebagai berikut.
Proses Cairan Durasi
Fiksasi. Neutral buffer formalin 10% 1 jam
Tujuan memastikan semua jaringan di
kaset dilakukan proses fiksasi.
Dehidrasi. Alkohol 50% 1 jam
Tujuan untuk mengeluar-kan seluruh Alkohol 70% 1 jam
cairan yang terdapat dalam jaringan. Alkohol 95% 1 jam
Alkohol 95% 1 jam
Ethanol I 1 jam
Ethanol II 1 jam
Peralihan Ethanol + Xylol 1 jam
7
Gross station
8
Proses identifikasi jaringan dengan double check kesesuaian form dengan jaringan.
Wadah jaringan sudah dilengkapi dengan kaset dan label sesuai nomor sediaan dan
diletakkan berdekatan dengan form permintaan pemeriksaan patologi anatomi.
9
Teknisi memotong jaringan tulang yang sudah direndam dengan HCl selama
rentang waktu 2-4 minggu.
\
Teknisi memasukkan kaset berisi sampel jaringan ke automatic tissue processor.
10
Hands on mencoba memotong jaringan tumor mammae yang sudah akan dibuang,
untuk kemudian diproses di histokinet dan bisa digunakan untuk kegiatan di lab
histologi minggu berikutnya.
11
Referensi
1. Permenkes Nomor 411 Tahun 2010 tentang Laboratorium Klinik
2. Joint Commision Internasional Accreditation Standards for Laboratories 4th Edition.
Effective 1 January 2022.
3. Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI No. 13 tentang Nilai Ambang
Batas Faktor Fisik dan Kimia di Tempat Kerja.
4. Aulia, Ahmad. 2009. Histoteknik Dasar Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
5. SOP Laboratorium Klinik Patologi Anatomi RSUP Dr. Hasan Sadikin.
6. Rosai J. Rosai and Ackerman's Surgical Pathology E-Book: Elsevier Health Sciences Tenth
Edition; 2011.