Anda di halaman 1dari 5

ADAPTASI ARSITEKTUR NUSANTARA DALAM ERA

ARSITEKTUR KONTEMPORER

M. Zainus Solihin (5013211001), Novia Rahmadani (5013211009), Nadira Imani Putri


(5013211100), dan Jeanne Naila Anstyadi (5013211116)
Surel: nvrhmdn@gmail.com

Hasil Penelitian dan Pembahasan


Sebagai upaya untuk mempertahankan budaya atau identitas bangsa, kearifan lokal bangsa
Indonesia harus dijaga, dikembangkan, dan dilestarikan. Pelestarian budaya ini dalam lingkup
arsitektural dapat dilakukan dengan cara mengadaptasi dan menerapkan prinsip-prinsip arsitektur
nusantara pada arsitektur kontemporer yang akan dibahas dalam studi kasus di bawah ini.

1. Omah Kawung (2014), Imron Yusuf


Omah Kawung merupakan rumah hunian dengan konsep tropis dan dipadu dengan
nuansa Jawa. Rumah yang merupakan karya dari arsitek Imron Yusuf ini, berada di
Jakarta dan selesai dibangun pada tahun 2014. Karena rumah ini milik seorang yang
gemar mengoleksi batik maupun artwork bernuansa Jawa, interior dan eksterior Omah
Kawung dirancang agar memiliki nuansa Jawa pula. Mulai dari dinding, pintu, hingga
atapnya mendukung terbentuknya suasana kejawen dan tradisional.

Omah Kawung dengan site area seluas 1000m2 merupakan


rumah tropis, sehingga dalam proses perancangannya juga
banyak diimplementasikan prinsip-prinsip arsitektur tropis,
seperti bukaan, atap, maupun pemilihan material. Untuk
mendukung kenyamanan pengguna, rumah dengan konsep
tropis ini banyak memanfaatkan bukaan maupun penghalang
bukaan untuk memanfaatkan sinar matahari serta mereduksi
intensitas sinar matahari. Material yang digunakan dalam
bangunan seluas 650m2 ini adalah material yang bisa
mereduksi termal dari lingkungan sehingga ruangan indoor
maupun semi-indoornya menjadi lebih dingin. Omah Kawung ini juga menempatkan
‘transisi’ antara ruang outdoor dan indoor agar ruangan indoor tidak terganggu hujan
ketika intensitas hujan tinggi dan kemiringan hujan juga landai.

Saat melihat fasad dari Omah Kawung ini, nuansa kejawen dan tradisional langsung bisa
ditangkap oleh pengamatnya. Hal ini disebabkan oleh pemilihan material dan motif yang
mendominasi rumah ini. Pintu garasi terbuat dari solid wood yang dirancang membentuk
garis-garis vertikal dengan ornamen batik kawung di tengahnya. Pintu dengan garis-garis
vertikal ini merupakan pintu khas yang biasa digunakan pada rumah-rumah Jawa pada
zaman dahulu. Kemudian, beralih ke bagian carport-nya. Material kanopi yang
digunakan adalah solid wood dan kolom yang menyokong kanopinya terbuat dari bambu.
Di carport-nya ada pula lamp box berbentuk balok memanjang yang bermotif batik
kawung. Beralih lagi ke bagian teras. Lantai teras bermaterial solid wood sedangkan
lantai di eksteriornya bermaterial batu candi. Suasana kejawen dan tradisional didukung
juga dengan atap yang berbentuk limasan di beberapa bagian dan atap pelana di bagian
sisanya. Atap pelana dan limasan adalah atap yang sangat sering digunakan di arsitektur
tropis dan arsitektur yang ada di wilayah Jawa. Semua hal itulah yang mendukung kesan
kejawen dan tradisional dari Omah Kawung ini. Kemudian saat melihat ke lantai dua,
terlihat jendela jendela berbentuk persegi panjang yang beruas-ruas horizontal. Jendela
dengan motif seperti ini juga merupakan jendela yang biasa digunakan pada rumah
maupun bangunan pada zaman dahulu.

Kemudian di area ruang tamu, terdapat partisi kayu yang tentunya menggunakan material
kayu dengan ornamen kawung dan disusun secara berbeda dari ornamen kawung lainnya.
Ada pula lantai tegel Jogja yang menambah kesan tradisional dan kejawen. Tak jauh
berbeda dengan kondisi fasad dan ruang tamu, ruang-ruang selanjutnya juga didominasi
dengan material kayu dan batu alam, sedangkan lantai di rumah ini selalu menggunakan
lantai kayu, tegel, dan keramik yang mengindikasi warna batu alam. Kemudian,
mayoritas partisi dan pelapis dinding di rumah ini juga menggunakan kayu dengan motif
kawung, batu candi, maupun dinding biasa yang digantungi rak/artwork bermaterial
kayu.
Bagian yang paling menarik adalah bagian ceiling dan plafon. Memang selalu terbuat
dari kayu pula, namun dengan satu material bisa dimanifestasikan menggunakan beragam
ide. Seperti contohnya ceiling di dapur yang menggunakan material kayu dengan ukiran
membentuk matahari dengan pahatan khas seni Jawa. Kemudian ada pula ceiling di
bagian lorong yang menggunakan ceiling ber-ornamen kotak-kotak dan kupu-kupu.
Ornamen di ceiling ini akan membentuk bayangan di lantai pada jam-jam tertentu.
Kemudian ada pula plafon di area void dan kamar tidur yang menggunakan alang-alang
dari Bali.

Mayoritas material yang digunakan merupakan material lokal dan mayoritas ornamen
yang digunakan adalah ornamen tradisional, seperti batik kawung dan batik mega
mendung yang ada di lamp box dapur dan hiasan dinding salah satu ruangan. Artwork
yang terpajang di seluruh penjuru rumah juga merupakan hasil kerajinan tradisional
daerah Jawa-Bali, seperti ukiran di ceiling dan ukiran yang menjadi hiasan dinding.

2. Omah Djawa (2021), Budi Pradono

Omah Djawa merupakan salah satu hasil karya Budi Pradono yang diselesaikan pada
tahun 2021 di Wonosegoro, Boyolali, Indonesia. Konsep arsitektural yang diterapkan
pada desain bangunan ini merupakan sebuah reinterpretasi dari rumah tradisional
masyarakat Jawa dimana setiap ruang disusun dan ditata sedemikian rupa sehingga saling
terkait namun tetap memiliki kesan privat.

Strategi utama dalam dibangunnya karya arsitektur ini adalah untuk menciptakan sebuah
sistem dalam pengaturan lanskap dengan membuat berbagai kualitas ruang. Dimana pada
ruang tersebut terdapat perbedaan level ketinggian lantai sehingga memberikan
pemandangan yang kian meluas dan sempurna jika manusia sebagai subjek arsitektur
melangkah dari level terendah menuju yang tertinggi.

Kualitas ruang pada bangunan ini merupakan sebuah percobaan untuk menciptakan ruang
yang tenang dan memiliki karakter pada tiap-tiap ruang. Sebagai salah satu bentuk
adaptasi arsitektur nusantara dalam kehidupan sekarang dengan dominasi arsitektur
kontemporer, Omah Djawa masih
mengaplikasikan prinsip dan sistem
penataan asli rumah tradisional Jawa
yakni Rumah Adat Joglo dalam hirarki
pembagian dan posisi ruangnya.
Dibuktikan dengan adanya pendapa,
pringgitan, omah dalem, senthong, serta
ruang tambahan lain seperti kamar
mandi, ruang makan, teras, dan lain-lain.

Rumah yang merupakan hasil revisit dan renovasi Joglo tua ini masih mempertahankan
konstruksi asalnya. Meskipun konstruksi kayu pada pendapa telah berumur lebih dari 60
tahun, sambungan tiap-tiap glodogan kayu atau yang disebut soko guru, sunduk, dan
gonjo masih saling terkait satu sama lain dengan kuat.

Inklusi unsur arsitektur modern pada bangunan ini berupa dengan tunjangan struktur dan
material serta teknik konstruksi yang digunakan. Misalnya pada tiang-tiang penyangga
pendapa atau yang disebut sebagai soko guru ini ditahan oleh alas lantai dengan
konstruksi batu dengan teknik pemasangan modern. Di antara kayu dan cor diberikan
jarak beberapa sentimeter yang memberikan kedua konstruksi ruang kosong yang
kemudian diinterpretasikan sebagai sebuah interaksi. Interaksi ini yang kemudian disebut
sang arsitek sebagai salah satu bentuk interaksi antara tradisional nusantara dan modern.

Di balik pavilion tersebut terdapat bagian inti dari Rumah


Joglo, yaitu Omah Dalem. Sistem penataan ruang pada
Omah Dalem masih mempertahankan kondisi aslinya
dengan merubah material konstruksinya dengan susunan
batu bata yang kemudian diplester dan dihaluskan. Ruang
ini kemudian dibagi menjadi kamar tidur. Di bagian
belakang Omah Dalem terdapat halaman yang ditanami
pohon sawo khas Jawa. Di tepian halaman merupakan
teras dan beberapa kamar tidur serta ruang makan. Dan masih mempertahankan hirarki
penataan ruang asli Rumah Joglo, ruang-ruang servis seperti kamar mandi, dapur, dan
sebagainya diletakkan di luar kompleks Omah Djawa sebagai sistem pendukung dari
desain keseluruhan rumah itu sendiri.

Kesimpulan
Artikel ini bertujuan untuk mengkaji kesinambungan antara arsitektur nusantara dan arsitektur
kontemporer dan bagaimana mengadaptasi arsitektur nusantara pada arsitektur masa kini.
Berdasarkan pembahasan yang telah diuraikan dalam bab sebelumnya, dapat ditarik beberapa
kesimpulan sebagai berikut :

1. Tidak ada prinsip yang mengikat dalam arsitektur nusantara, Tetapi terdapat nilai-nilai
utama dari arsitektur nusantara yaitu, orisinalitasnya yang mencakup asal daerah,
pemanfaatan material lokal, hingga inklusi nilai-nilai budaya yang berkembang di
wilayah sekitar.
2. Terdapat perbedaan spesifik dalam pengertian adaptasi dalam dua studi kasus diatas
yaitu, Omah Kawung merupakan rumah hunian masa kini dengan konsep tropis yang
dipadu dengan nuansa Jawa sedangkan Omah Djawa merupakan rumah hunian dengan
konsep jawa yang didominasi arsitektur kontemporer.
3. Pengadaptasian arsitektur nusantara ke dalam arsitektur kontemporer dalam dua studi
kasus di atas dapat dilakukan dengan, penggunaan material mayoritas menggunakan
material lokal, Pintu dengan garis-garis vertikal, atap yang berbentuk limasan di beberapa
bagian dan atap pelana di bagian sisanya, jendela berbentuk persegi panjang yang
beruas-ruas horizontal, mayoritas ornamen yang digunakan adalah ornamen tradisional,
ruang disusun dan ditata sedemikian rupa sehingga saling terkait namun tetap memiliki
kesan privat, penataan asli hirarki pembagian dan posisi ruangnya dengan rumah
tradisional Jawa.

Anda mungkin juga menyukai