Anda di halaman 1dari 17

REVIEW JURNAL

Diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Teknik Kesehatan Masyarakat

“KONSEP PERSONALISTIK DAN NATURALISTIK


DALAM ANTROPOLOGI KESEHATAN”

DOSEN PEMBIMBING :
Hj. WARNININGSIH, ST, M.Kes

Disusun oleh :
Nama : Nita Krisnawati
NIM : 21251549
Kelas : Alih Jalur

FAKULTAS TEKNIK LINGKUNGAN


INSTITUT TEKNOLOGI YOGYAKARTA
2022
REVIEW JURNAL I

Pengaruh Budaya, Persepsi, dan Kepercayaan Terhadap Keputusan Pembelian


Judul
Obat Herbal
Jurnal Pengabdian Kesehatan Masyarakat
Halaman Vol. 7, No.2, Hal. 168-179
Tahun 2018
Penulis 1. Marwati, 2. Amidi
Reviewer Nita Krisnawati
Tanggal 20 Oktober 2022

Abstrak Seiring dengan mahalnya biaya untuk mendapatkan obat-obatan medis, banyak
orang menemukan pilihan untuk menggunakan obat-obatan herbal (non medis).
Namun, penerimaan masyarakat terhadap kedua jenis pengobatan tampaknya
tidak sama. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh budaya,
persepsi, dan kepercayaan dalam keputusan pembelian obat herbal. Dalam
penelitian ini digunakan desain asosiatif dengan mengembangkan tiga variabel
yaitu variabel budaya, persepsi, dan kepercayaan yang berhubungan dengan
keputusan membeli obat herbal sebagai obat. Sampel ditentukan sebanyak 208
orang yang diambil secara cluster contoh. Data yang digunakan adalah data
primer dengan pengumpulan data dengan metode angket. Data tersebut
kemudian dianalisis dengan teknik regresi linier berganda.
Hasil penelitian membuktikan bahwa ada pengaruh yang signifikan antara
keduanya secara simultan dan parsial, budaya, persepsi, dan kepercayaan dalam
keputusan untuk membeli obat herbal.
Kata kunci: budaya, persepsi, kepercayaan, keputusan pembelian
Pendahuluan Didalam pendahuluan penulis menjelaskan tentang salah satu kajian
menarik dalam pemasaran adalah perilaku konsumen. Kajian perilaku
konsumen juga dapat digunakan untuk melihat perilaku masyarakat
terhadap penggunaan obat herbal. Di tengah kemajuan teknologi, terdapat
kecendrungan masyarakat untuk kembali pada alam (Back To Nature)
sebagai titik awal berembangnya obat herbal. Slogan back to nature
menunjukkan tuntutan minimnya efek negatif yang ditimbulkan. Obat
herbal diposisikan sebagai antioksidan (menangkal radikal bebas),
imunomodulator (meningkatkan sistem immun), dan degeneratif (mencegah
penyakit). Hal ini terjadi akibat perubahan lingkungan, pola hidup manusia,
dan perkembangan pola penyakit yang semakin meningkat. Mahalnya biaya
pengobatan yang tidak diimbangi dengan tingkat kemampuan ekonomi
masyarakat yang terbatas membuat obat herbal menjadi salah satu solusi
terbaik untuk menanggulangi permasalahan tersebut.
Landasan Teori 1. Berdasarkan Data Penelitian Sebelumnya penulis mengambil hasil
penelitian dari :
a. Gylan Wahyu Pratama, P. W. Agung Diponegoro (2017) melakukan
penelitian dengan judul Faktor-Faktor Yang Berpengaruh Terhadap
Keputusan Pembelian Produk Obat Herbal Di Istana Herbal
Surakarta. Hasil analisis diperoleh bahwa faktor personal, faktor
psikologis dan atribut produk berpengaruh signifikan terhadap
keputusan pembelian obat herbal produk di Istana Surakarta Herbal
baik secara parsial maupun simultan.
b. Niken Larasati (2016) melakukan penelitian ini dengan judul
Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruh Perilaku Konsumen
Dalam Keputusan Pembelian Produk Herbal Di PT Citra Nusa Insan
Cermelang Kediri. Hasil penelitian membuktikan bahwa, faktor
sosial (X1), faktor personal (X2), faktor psikologi (X3), dan faktor
kebudayaan (X4) berpengaruh positif dan signifikan terhadap
keputusan pembelian produk herbal. Variabel personal merupakan
variabel yang dominan mempengaruhi keputusan pembelian. Nilai
koefisien determinasi Adjust R-square = 0,808 menunjukkan
besarnya pengaruh faktor sosial, faktor personal, faktor psikologi,
dan faktor kebudayaan terhadap keputusan pembelian adalah sebesar
80,8%.
2. Hipotesis
Ada pengaruh budaya, persepsi dan kepercayaan terhadap keputusan
pembelian Obat Herbal di Kecamatan Seberang Ulu II Palembang.
3. Metode Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian Asosiatif (Sugiyono,
2009) karena bertujuan untuk mengetahui hubungan perilaku konsumen
terhadap keputusan pembelian pada Obat Herbal di Kecamatan Seberang
Ulu II Palembang.
HASIL PENELITIAN a. Uji Instrumen
Uji instrumen yang digunakan adalah uiji validitas dan uji
reliabilitas. Validitas merupakan derajat ketepatan antara data
yang sesungguhnya terjadi pada objek penelitin dengan data yang
dapat dilaporkan oleh peneliti (Sugiyono, 2016 : 267). Hasil
pengujian menunjukkan semua terbukti valid. Selanjutnya uji
reliabilitas dilakukan untuk mengetahui seberapa jauh hasil
pengukuran tetap konsisten apabila dilakukan pengukuran dua kali
atau lebih terhadap gejala yang sama dengan menggunakan alat
pengukur yang sama (Sugiyono, 2009 : 324). Hasil pengujian
menunjukkan semua variabel memiliki nilai cronbach alpha > 0,6
yang berarti semua variabel terbukti reliabel
b. Gambaran Jawaban Responden
Distribusi jawaban responden digunakan untuk menjelaskan lebih
lanjut perilaku konsumen terhadap keputusan pembelian Obat
Herbal. Berdasarkan data yang diperoleh, distribusi tersebut
adalah ;
1) Keputusan Pembelian (Y), secara umum responden pernah
menggunakan obat herbal, tetapi sebenarnya responden
mengaku tidak banyak mengenal merek dan tempat endapatkan
obat herbal.
2) Budaya (X1), hanya 43,18% yang biasa menggunakan obat
herbal, dan hanya 30,4% yang menganggap memperoleh
kesembuhan. Dengan demikian hanya 17,6% yang kemudian
bersedia menyarankan orang lain untuk menggunakan obat
herbal.
3) Persepsi (X2), dalam persepsi responden terbentuk makna
bahwa obat herbal itu terjamin (52,7%), cepat sembuhnya
(35,4%), berkhasiat (48,7%), dan terbukti menyembuhkan
(29,8%).
4) Kepercayaan (X3), responden percaya bahwa obat herbal
memang berkhasiat (59,5%), kandungannya bagus (44,6%),
dan kandungan obat herbal mampu menyembuhkan (43,2%).
PEMBAHASAN Berikut ini merupakan pembahasan dari penulis :
1. Pengaruh budaya, persepsi, dan kepercayaan terhadap
keputusan pembelian obat herbal. Hasil penelitian ini
mendukung penelitian yang pernah dilakukan oleh Gylan
Wahyu Pratama, P.W. Agung Diponegoro (2017) dan Niken
Larasati (2015) bahwa, budaya, dan kepercayaan berpengaruh
terhadap keputusan pembelian. Dan dalam penelitian ini obyek
yang diteliti sama yaitu obat herbal hanya saja subyek tempat
penelitiannya yang berbeda.
2. Pengaruh budaya terhadap keputusan pembelian obat herbal.
Berdasarkan hasil pengujian terdapat pengaruh signifikan
budaya terhadap keputusan pembelian. Hasil ini sesuai dengan
teori menurut Kotler & Keller (2009 : 178) yang menyatakan
bahwa terdapat dalam faktor-faktor yang mempengaruhi
keputusan pembelian, salah satunya adalah karakteristik
pembeli yang terdiri atas budaya, sosial, pribadi, dan
psikologis. Dengan demikian budaya termasuk salah satu faktor
yang mempengaruhi perilaku konsumen.
3. Pengaruh persepsi terhadap keputusan pembelian obat herbal.
Berdasarkan hasil pengujian terdapat pengaruh signifikan
persepsi terhadap keputusan pembelian. Hasil ini sesuai dengan
teori menurut Kotler & Keller (2009 : 178) yang menyatakan
bahwa terdapat dalam faktor-faktor yang mempengaruhi
keputusan pembelian yaitu psikologis (motivasi, persepsi,
proses belajar, kepercayaan). Tampak persepsi merupakan
salah satu faktor yang mempengaruhi keputusan konsumen.
KESIMPULAN DAN SARAN 1. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian dapat diambil kesimpulan
bahwa secara bersama-sama maupun parsial terdapat
pengaruh signifikan budaya, persepsi, dan kepercayaan
terhadap keputusan pembelian.
2. SARAN
Perusahaan farmasi harus lebih giat lagi dalam melakukan
inovasi produk terhadap penyembuhan dengan obat herbal.
Sosialisasi dan pembuktian yang baik akan membuat
persepsi yang positif dan menimbulkan kepercayaan
sehingga masyarakat kemudian biasa menggunakan obat
herbal. Bagi peneliti yang akan datang apabila ingin
meneliti tentang judul yang sama atau berkaitan dengan
obat herbal, disarankan untuk menggunakan variabel lain
agar lebih mampu menjelaskan faktor-faktor apa yang
berpengaruh terhadap keputusan konsumen dalam
menggunakan obat herbal. Hal ini didasarkan adanya
koefisien determinasi dalam penelitian yang baru mencapai
21,1% sehingga masih banyak variabel pengaruh (78,9%)
yang belum terungkap.
DAFTAR PUSTAKA

Etta, Mamang, Sangaji dan Sopiah. 2013. Perilaku Konsumen. Penerbit Andi. Yogyakarta.

Fakhrudin, Imam. 2015. Kekurangan dan kelebihan obat herbal.

http://www.manfaatcaramengatasi.com/2015/10/kekurangan-dankelebihan-obat-herbal.html

Gylan Wahyu Pratama, P. W. Agung Diponegoro. 2017. melakukan penelitian dengan judul “Faktor-
Faktor Yang Berpengaruh Terhadap Keputusan Pembelian Produk Obat Herbal Di Istana Herbal
Surakarta.

Jurnal Penelitian Dan Kajian Ilmiah Fakultas Ekonomi Universitas Surakarta”. Iqbal Hasan. 2010.

Analisis Data Penelitian Dengan Statistik. Jakarta : Bumi Aksara. Iqbal Hasan. 2012. Pokok-Pokok
Materi Statistik 2. Edisi Kedua. Jakarta. Penerbit PT. Bumi Aksara.

Kotler dan Keller. 2009. Manajemen Pemasaran. Jilid I.Edisi ke 13. Jakarta: Erlangga.
REVIEW JURNAL II

Sistem Pengetahuan Kebudayaan Masyarakat Dieng Dalam Memaknai Sakit Pada


Judul Bocah gembel ( Studi Kasus Di Dusun Sigedang, Desa Sigedang, Kecamatan
Kejajar, Kabupaten Wonosobo)
Jurnal Forum Ilmu Sosial
Halaman Vol. 42, No. 2, Hal : 235-244
Tahun 2015
Penulis 1. Unik Dian, 2. Cahyawati
Reviewer Nita Krisnawati
Tanggal 20 Oktober 2022

ABSTRAK Penelitian ini bertujuan menggambarkan sistem pengetahuan pada masyarakat


Dieng dalam memaknai penyakit pada bocah gembel di Desa Sigedang,
Kecamatan Kejajar Kabupaten Wonosobo. Kedua untuk mengetahui bagaimana
orang tua bocah gembel memperlakukan bocah gembel ketika mengalami
sakit. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kualitatif wawancara dan
dokumentasi untuk mengumpulkan data. Hasil penelitian menunjukan jika
masyarakat Desa Sigedang memiliki sistem pengetahuan sendiri dalam
memaknai sakit yang dialami oleh bocah gembel . Hasil kedua adalah orang tua
bocah gembel memperlakukan sikap yang berbeda ketika bocah gembel sakit
yang berkaitan dengan kepercayaan rambut gembel dengan sakit yang tidak
masuk dalam dunia kesehatan.
PENDAHULUAN Didalam pendahuluan penulis menjelaskan tentang Masyarakat Jawa
yang kaya akan tradisi dan mempunyai aturan-aturan untuk menghadapi
anak-anak yang sakit. Aturan ini bisa berbeda dari satu daerah dengan
daerah lainnya meskipun masih sama-sama di Jawa. Aturan tersebut
cenderung dekat dengan mitos atau kepercayaan yang diyakini oleh
masyarakat setempat. Anak yang sakit kadang dianggap sakit karena
terkena gangguan roh jahat. Proses penyembuhannnya pun menggunakan
tradisi setempat yang kadang tidak ada dalam aturan medis kedokteran
seperti disiram dengan air kembang tujuh rupa, sesajen, ruwatan, dan lain
sebagainya. Masyarakat Dieng seperti masyarakat Jawa kebanyakan juga
memiliki fenomena sakit yang tidak ditemukan di tempat lain dan
memiliki persepsi sendiri dalam menyikapi penyakit tersebut. Sakit yang
dimaksud tersebut adalah sakit pada bocah gembel . Adanya fenomena
bocah gembel yang ada pada masyarakat Dieng, fenomena tersebut yaitu
banyaknya anak-anak di daerah Dieng yang memiliki rambut gembel dan
fenomena tersebut tidak ada pada masyarakat di daerah lain. Bocah
gembel merupakan anak-anak yang memiliki rambut gembel yang
menempel pada rambut normal anak-anak. Anak yang terkena rambut
gembel biasanya adalah anak yang berusia di bawah sepuluh tahun.
METODE PENELITIAN Penelitian dilakukan dari bulan Maret sampai April tahun 2015 di
Dusun Sigedang, Desa Sigedang, Kecamatan Kejajar, Kabupaten
Wonosobo. Penelitian ini dilakukan di dusun tersebut dengan
pertimbangan banyak ditemuinya bocah gembel di wilayah ini.
Metode yang digunakan adalah metode penelitian kualitatif. Metode
penelitian kualitatif dianggap sesuai dengan penelitian yang penulis
lakukan, karena analisis data yang dilakukan adalah dengan
mengumpukan data yang diperoleh melalui kegiatan observasi,
wawancara, dan mencari beberapa data pendukung lainnya di kantor
Kelurahan dan Puskesmas Desa Sigedang.
HASIL DAN PEMBAHASAN Bocah gembel yaitu anak yang memiliki rambut
menggumpal, tidak bisa disisir, dan tidak bisa terurai.Bocah
gembel biasanya berusia antara dua tahun hingga sepuluh
tahun. Rambut gembel tersebut muncul disertai dengan
demam tinggi dan akan terus bertambah selama bocah
gembel tersebut belum minta untuk dipotong rambut
gembelnya. Proses pemotongan rambut tersebut disertai
dengan ruwatan dan di dalamnya terdapat syarat yang
diajukan sendiri oleh bocah gembel . Permintaan tersebut
seperti meminta seratus potong daging kambing, meminta
tahu yang berjumlah dua ratus atau permintaan lain yang
tidak biasa diminta oleh anak seusianya. Rambut gembel
memiliki beberapa tipe yang berbeda pada setiap bocah
gembel . Ada tiga tipe rambut gembel yaitu :
1. Gembel Pari yaitu model gembel yang tumbuh
memanjang membentuk ikatan rambut kecil-kecil yang
menyerupai bentuk padi.
2. Gembel Jatha yaitu corak gembel yang merupakan
kumpulan rambut gembal yang besar-besar tetapi tidak
lekat menjadi satu.
3. Gembal Wedhus yaitu model gembel yang merupakan
kumpulan rambut besar-besar menjadi satu menyerupai
bulu domba.
Anak yang rambutnya akan menjadi gembel biasanya
mengalami sumeng atau demam yang tinggi dan hal ini
berulang terus hingga rambut gembel tersebut diruwat,
masyarakat Desa Sigedang paham mengenai demam sebagai
tanda akan munculnya rambut gembel dan demam biasa yang
bukan merupakan tanda munculnya rambut gembel.
Keterangan yang dikatakan oleh orang tua dari para bocah
gembel tersebut menyatakan bahwa bocah gembel yang
akan tumbuh rambut gembelnya untuk pertama kali maupun
akan bertambah rambut gembelnya memiliki ciri-ciri yaitu :
1. Sumeng atau demam yang bermula pada malam jumat
kliwon atau malam selasa kliwon.
2. Sebelum sumeng, pada siang hari biasanya bocah gembel
berperilaku agresif dan lebih aktif seperti mengamuk atau
menangis sambil berguling-guling.
Pernyataan Bidan Desa Sigedang dalam wawancara juga
menyebutkan bahwa bidan sebagai tenaga medis yang ada di
Desa Sigedang tidak tahu mengenai sumeng atau demam
yang dialami bocah gembel dan menyerahkan penanganan
sumeng yang sedang dialami oleh bocah gembel pada dukun
Desa Sigedang.
KESIMPULAN DAN 1. KESIMPULAN
SARAN a. Orang tua bocah gembel hanya akan mendiamkan saja
anaknya, tidak memperbolehkan anaknya mandi, dan tidak
membawa anaknya pada bidan di Puskesmas yang ada di
Desa Sigedang saat anaknya sedang sumeng atau demam
karena orang tua bocah gembel mempercayai bahwa
sumeng adalah tanda bertambahnya rambut gembel
sehingga sumeng yang dialami bocah gembel bukan suatu
hal untuk dikhawatirkan.
b. Bidan Desa Sigedang dalam wawancara juga menyebutkan
bahwa bidan sebagai tenaga medis yang ada di Desa Sigedang
tidak mengetahui mengenai sumeng yang dialami bocah gembel
dan menyerahkan penanganan sumeng yang sedang dialami oleh
bocah gembel pada dukun Desa Sigedang.

2. SARAN
a. Puskesmas Desa Sigedang dapat bekerja sama dengan
Dinas Kesehatan Wonosobo untuk membuat data siapa
saja bocah gembel yang ada di Desa Sigedang.
b. Perlunya pendekatan oleh tenaga kesehatan seperti Bidan
kepada masyarakat karena Bidan tidak mengetahui ketika
ada bocah gembel yang sedang mengalami sakit sumeng
sehingga Bidan tersebut tidak mengetahui bagaimana
riwayat sumeng pada bocah gembel .
c. Perlunya dilakukan sosialisasi dan edukasi pentingnya
pemeriksaan kesehatan antara Dinas Kesehatan dan
Puskesmas dengan orangtua bocah gembel .
d. Penelitian selanjutnya mengenai bocah gembel yang
berkaitan dengan antropologi kesehatan dapat menggali
lebih dalam terkait dengan kebudayaan, kepercayaan
masyarakat di Desa Sigedang sehingga dapat ditentukan
langkah-langkah yang tepat agar masyarakat dapat
menerima pengobatan secara medis pada bocah gembel .
DAFTAR PUSTAKA

Damayanti, Ayu. 2011. Dinamika Perilaku Nakal Anak Berambut Gimbal di Dataran Tinggi
Dieng. Jurnal. Yogyakarta. Universitas Gadjah Mada. Fida dan Maya. 2012.

Fida dan Maya. 2012. Ilmu Kesehatan Anak. Yogyakarta : Divapress.

Foster, George., dan Barbara Anderson . 2013.Antropologi Kesehatan. Jakarta : UI Press.

Hidajat, Lidia Laksana. 2005. Pemaknaan Sehat Sakit Pada Masyarakat Jawa. Jurnal.
Yogyakarta Universitas Gadjah Mada.

Anda mungkin juga menyukai