PENDAHULUAN
Tubuh manusia terdiri dari dua bagian utama yaitu bagian padat dan cair. Bagian
padat terdiri dari tulang, kuku, rambut, otot dan jaringan yang lain. Sedangkan bagian yang
cair merupakan bagian terbesar di dalam tubuh yang berada di intraseluler, ekstraseluler dan
bahkkan di dalam bagian yang padatpun berisi cairan.
Cairan dan elektrolit di dalam tubuh merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan.
Komposisi cairan dan elektrolit di dalam tubuh diatur sedemikian rupa agar keseimbangan
fungsi organ vital dapat dipertahankan.
Agar keseimbangan cairan dan elektrolit dapat dipertahankan secara optimal terus
menerus, diperlukan sistem “irigasi” yang memadai, maksudnya ada masukan,
pendistribusian, pengolahan dan keluaran, yang masing-masing diatur melalui mekanisme
tersendiri yang satu sama lain saling berkaitan.
Dalam keadaan normal, air dan elektrolit masuk melalui saluran cerna. Melalui proses
penyerapan air dan elektrolit tersebut, masuk ke dalam sistem sirkulasi, selanjutnya
didistribusikan ke seluruh jaringan tubuh sebagai media transportasi substansi yang terlarut.
Kemudian, setelah ikut serta mengalami proses pengolahan, air dan elemen yang terlarut
sebagai hasil olahan, kembali masuk ke dalam sirkulasi untuk digunakan atau dibuang
melalui organ-organ yang terkait.
Ginjal, yang merupakan salah satu organ penting dalam sistem “irigasi” di dalam
tubuh, diandaikan sebagai sebuah “pintu air” yang berfungsi menahan apabila cadangan air
dalam tubuh berkurang, sebaliknya akan mengeluarkannya dalam jumlah yang banyak
apabila terdapat kelebihan air di dalam tubuh. Gangguan sistem irigasi bisa terjadi dalam
bentuk gangguan masukan, distribusi, pengolahan dan keluaran, yang masing-masing bisa
menimbulkan keadaan patologis yang mengancam.
Bayi mempunyai cairan ekstrasel lebih besar dari intrasel. Perbandingan ini akan
berubah sesuai perkembangan tubuh, sehingga pada dewasa cairan intrasel 2 kali cairan
ekstrasel.
Cairan intravaskuler (5% BB) bila ditambah erythrosyt (3% BB) menjadi darah. Jadi volume
darah sekitar 8% dari BB.
Jumlah darah bila dihitung berdasarkan Estimated Blood Volume (EBV) adalah:
Neonatus : 90 ml/kg BB
Bayi : 80 ml/kg BB
Anak & dewasa : 70 ml/kg BB
1) Dewasa:
Air : 30-35 ml/kg, kenaikan 1 derajat celcius ditambah 10-15%.
Na+ : 1,5 mEq/kg (100 mEq/hari atau 5,9 g)
K+ : 1 mEq/kg (60 mEq/hari atau 4,5 g)
2) Bayi dan anak:
Air : BB 0-10 kg = 4 ml/kg/jam (100 ml/kg)
Na+ : 2 mEq/kg
K+ : 2 mEq/kg
Dalam keadaan normal masukan cairan dipenuhi melalui minum atau makanan yang
masuk ke dalam tubuh secara per oral. Selanjutnya proses metabolisme di dalam tubuh juga
akan memberikan kontribusi terhadap air tubuh total.
Keluaran cairan tubuh dalam keadaan normal dapat terjadi melalui urin, insensibel
dan melalui saluran cerna. Pada keadaan patologis, kehilangan cairan bisa melalui
gastroentestinal (muntah dan mencret), insensibel yang berlebihan, poliuri, trauma dllnya.
Gambaran keseimbangan masukan dan keluaran air dapat dilihat pada tabel 1.
Kebutuhan air setiap hari dapat ditentukan dengan berbagai cara, antara lain:
a. Berdasarkan umur
0 – 1 thn memerlukan air sekitar 120 ml/kg BB
1 – 3 thn memerlukan air sekitar 100 ml/kg BB
3 – 6 thn memerlukan air sekitar 90 ml/kg BB
7 thn memerlukan air sekitar 70 ml/kg BB
Untuk mengetahui imbang masukan dan keluaran cairan tubuh, dilakukan penilaian
klinis non invasiv, bahkan kalau diperlukan dilakukan penilaian invasif dengan memasang
kanul vena sentral.
Dilakuakan pencatatan perubahan tanda dan gejala klinis sebelum dilakukan terapi
cairan, selama terapi dan sampai terapi dinyatakan berhasil.
1. Perubahan tingkat kesadaran, dilakukan penilaian Glasgow Coma Scale (GCS) secara
berkala.
2. Perubahan perangai hemodinamik, tekanan darah dan denyut nadi normal atau ada
perbaikan.
3. Perubahan kimia darah dari pemeriksaan laboratorium; misalnya asam basa dan
elektrolit.
4. Perubahan perfusi perifer atau turgor kulit.
5. Produksi urin, diusahakan produksi urin paling sedikit 0,5 ml/kg BB/jam.
Penilaian invasif
Dilakukan pemasangan kateter vena sentral melalui vena di lengan atas, vena
subklavia, atau vena jugularis. Kanulasi ini disamping untuk mengukur tekanan vena
sentral juga digunakan untuk jalur infus jangka panjang dan nutrisi parenteral.
PENDAHULUAN
Terapi cairan dan elektrolit adalah salah satu terapi yang sangat menentukan
keberhasilan penanganan pasien kritis. Dalam langkah-langkah resusitasi, langkah D (“drug
and fluid treadment”) dalam bantuan hidup lanjut, merupakan langkah penting yang
dilakukan secara simultan dengan langkah-langkah yang lainnya.
Tindakan ini seringkali merupakan langkah “life saving” pada pasien yang menderita
kehilangan cairan yang banyak seperti dehidrasi karena muntah mencret dan syok.
1. Cairan pemeliharaan:
Tujuannya adalah untuk mengganti kehilangan air tubuh lewat urin, feses, paru dan
keringat. Jumlah kehilangan air tubuh ini berbeda sesuai dengan umur, yaitu:
Dewasa : 1,5 – 2 ml/kg/jam
Anak – anak : 2 – 4 ml/kg/jam
Bayi : 4 – 6 ml/kg/jam
Neonatus : 3 ml/kg/jam
Mengingat cairan yang hilang dengan cara ini sedikit sekali mengandung elektrolit,
maka sebagi cairan pengganti adalah yang hipotonis-isotonis, dengan perhatian
khusus untuk natrium, yaitu:
SIRS adalah suatu bentuk respons inflamasi terhadap infeksi atau non infeksi yang ditandai
oleh gejala:
Diagnosa: bila terdapat 2 atau lebih dari gejala di atas (HR dan RR)
Faktor predisposisi:
Infeksi: saluran nafas, urogenital, kulit dan jaringan lunak (soft tissue)
Invasive prosedur: pembedahan, i.v. line, urine catheter
Immunocompromized: keganasan, terapi radiasi, terapi hormonal.
IV. SEPSIS
Tachycardia
Tachypnea
Penurunan kesadaran
Perubahan suhu tubuh
Penurunan out put urine
Penurunan platelets
Petechiae / purpura
Pada kulit: terjadi penurunan perfusi kulit, kapilary refill lemah
TUJUAN OBJEKTIF:
Memahami peran jantung, status volume intravaskular dan tahanan pembuluh darah
sistemik dalam mempertahankan tekanan darah
DEFINISI
Gangguan dari perfusi jaringan yang terjadi akibat adanya ketidakseimbangan antara
suplai oksigen ke sel dengan kebutuhan oksigen dari sel tersebut. Semua jenis shock
mengakibatkan gangguan pada perfusi jaringan yang selanjutnya berkembang menjadi
gagal sirkulasi akut atau disebut juga sindrom shock.
Jadi diagnosis syok saat ini bukan lagi berdasarkan TD semata, melainkan syok adalah
hipotensi disertai tanda/gejala hipoperfusi. “Hipoperfusi dapat terjadi pada keadaan
TIDAK hipotensi”. Hipotensi : Nilai TD sistolik < 90 mmHg, atau penurunan TD
ETIOLOGI SHOCK
1) KARDIOGENIK
Sebab:
a. Disritmia ; ( takiaritmi, bradiaritmi)
b. “Pump failure” akut MCI, kardiomiopati
c. Disfungsi katup akut ; terutama lesi regurgitasi
d. Ruptur dinding ventrikel
e. Karakteristik hemodinamik
f. curah jantung
g. tek pengisian vent kiri
h. tahanan pemb darah sistemik
– Antiaritmi
2) HIPOVOLEMIK
Pe volume intravaskular :
Sebab :
– Kehilangan darah: Ekst (trauma, GI trak) dan Int (hematom, hemotorak,
hemoperitonium)
– Kehilangan plasma: Luka bakar, dermatitis eksofoliatif.
– Kehilangan cairan dan elektrolit: Eks (muntah, diare, overhidrasi, DM
ketoasidosis, HONK) dan Int (“third spacing” = Pancreatitis, ascites dan obst
usus)
Gamb hemodinamik :
4) OBSTRUKTIV
Pulsus paradoksus :
a. TD sistolik > 10 mmHg saat inspirasi
d. Tension pneumotoraks dengan jarum 18-16 G pada sela iga 2-3 (mini
WSD)
Fundamental Critical Care Support. Third Edition. Society of Critical Care Medicine,
March 2002.
Leksana Ery. SIRS, SEPSIS, Keseimbangan Asam-Basa, Shock dan Terapi Cairan. FK
Undip. Semarang 2006.
Mangku Gde. Tjokorda. Buku Ajar Ilmu Anestesia dan Reanimasi. Jakarta. Indeks. 2010.
Sunatrio. Terapi Cairan Kristaloid dan Koloid untuk Resusitasi Pasien Kritis. Second
Fundamental Course on Fluid Therapy. PT. Widatra Bhakti: Jakarta. 2003.