Pada zaman dahulu, hidup sepasang suami istri. Mereka sangat menginginkan
kehadiran seorang anak. Sang istri gemar duduk di dekat jendela sambil melihat ke
taman. Dia senang melihat bunga lampion yang sangat indah di taman itu.
Tiba-tiba, sang istri jatuh sakit. Makin hari, wajahnya makin memucat. Sang suami
menjadi kebingungan, apa yang sebenarnya terjadi dengan istrinya itu.
Sang suami bertanya, “Wahai istriku, sekiranya apa yang bisa membuatmu
sembuh?”
“Andai aku bisa mendapatkan bunga lampion yang terdapat di hamparan kebun itu,”
jawab sang istri dengan sedih.
Karena kecintaannya terhadap sang istri, sang suami menuruti kemauan istrinya.
Setiap malam, dia memanjat ke dinding taman untuk memetik bunga lampion itu.
Setelah mendapatkannya, ia memberikan bunga itu kepada istrinya.
Suatu malam, saat sang suami hendak mengambil bunga lampion seperti biasanya,
tiba-tiba muncul seorang penyihir.
“Maafkan aku, aku mengambil bunga lampion ini untuk istriku,” ucap sang suami
dengan gugup.
Penyihir terdiam sejenak, kemudian berkata, “Kau boleh mengambil bunga lampion
ini tiga kali lipat dari yang kau bawa malam ini. Tapi, dengan syarat, anak yang
dilahirkan istrimu harus diberikan kepadaku.” Dengan ketakutan, sang suami
terpaksa menyetujui persyaratan si penyihir.
Tak lama kemudian, sang istri hamil. Setelah beberapa bulan mengandung, lahirlah
bayinya. Bayi cantik tersebut diberi nama Rapunzel.
Namun, kebahagiaan sang suami dan sang istri seketika lenyap ketika datang si
penyihir pemilik bunga lampion. Tanpa menunggu waktu lama, si penyihir segera
membawa Rapunzel. Sang suami dan sang istri terpaksa melepas kepergian
Rapunzel dengan sedih.
Rapunzel tumbuh menjadi gadis yang amat cantik. Sayangnya, dia dikurung oleh si
penyihir di menara yang amat tinggi yang terletak di hutan. Menara itu tidak memiliki
tangga ataupun pintu, hanya ada jendela yang sangat kecil di sana.
Ketika si penyihir hendak naik ke menara, dia akan berdiri di bawah menara dan
berseru, “Rapunzel! Rapunzel! Cepat ulurkan rambutmu ke bawah untukku!”
Panggilan itu sudah tidak asing lagi bagi Rapunzel. Dia hafal apa yang harus
ditakukannya. Dengan segera, Rapunzel membiarkan rambutnya terurai hingga ke
bawah. Ya, rambutnya sangat panjang dan digunakan si penyihir untuk naik ke atas.
Suatu ketika, ada seorang pangeran yang menyusuri hutan dengan menunggangi
kuda. Saat itu, Rapunzel sedang bernyanyi dari menaranya. Suara Rapunzel yang
merdu membuat Pangeran menjadi penasaran.
Setiap malam, Pangeran menemui Rapunzel, karena si penyihir datang di siang hari.
Suatu ketika, Pangeran mengutarakan niatnya kepada Rapunzel. Olala, ia ingin
Rapunzel menjadi istrinya.
Rapunzel lalu bergumam, “Pangeran tampan ini akan menyayangiku melebihi ibu
angkatku.”
Rapunzel pun menyetujui keinginan Pangeran. Dia berkata, “Aku akan pergi
bersamamu, Pangeran. Tapi, aku tak tahu cara turun dari menara ini.”
Rapunzel dan Pangeran berpikir cukup lama. Tiba-tiba, Rapunzel mempunyai ide. Ia
meminta Pangeran membawa gulungan sutra untuk ditenunnya. Hasil tenunan
tersebut dapat dijadikan tali untuk Rapunzel turun.
Suatu hari, tak sengaja Rapunzel berkata kepada si penyihir, “Bunda, mengapa
engkau Iebih berat daripada Pangeran?”
Dengan hati yang amat sedih, Pangeran pergi meninggalkan menara. Sayangnya,
saat Pangeran turun, tak sengaja matanya tertusuk oleh duri. Benarlah kutukan si
penyihir, Pangeran tidak bisa melihat lagi.
Rapunzel yang melihat sosok pangeran yang dicintainya, segera beranjak menemui
Pangeran. Dia memeluk Pangeran dengan penuh kasih sayang. Tak terasa, air mata
Rapunzel menetes menyentuh Pangeran.
Olala, dengan air mata Rapunzel, Pangeran dapat melihat kembali. Mata Pangeran
pulih seperti sedia kala. Pangeran pun segera membawa Rapunzel ke kerajaannya.
Mereka lalu menikah dan akhirnya hidup bahagia.
Pesan moral dari Cerita Dongeng Rapunzel Gadis Berambut Panjang ini adalah
jadilah anak yang baik, dan berbaktilah kepada orangtua agar tak mendapat petaka.