Anda di halaman 1dari 19

PENGARUH INFLASI DAN SUKU BUNGA BI RATE TERHADAP JUMLAH UANG

YANG BEREDAR

Oleh:
Tjokorda Istri Putri Prami Saraswati Pemayun
(01/2007531002)

Dosen Pengampu:
I Wayan Gde Wahyu Purna Anggara, S.E., M.Si.

PROGRAM STUDI SARJANA AKUNTANSI


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS UDAYANA
2021
TEORI
JUMLAH UANG YANG BEREDAR
Uang yang diciptakan dan diedarkan oleh Bank Indonesia terdiri dari uang kartal yang
dipegang masyarakat (diluar bank Umum dan BPR), uang giral, uang kuasi yang dimiliki oleh
sektor swasta domestik dan surat berharga selain saham yang diterbitkan oleh sistem moneter yang
dimiliki sektor swasta domestik dengan sisa jangka waktu sampai dengan satu tahun. Menurut
Rahardja dan Manurung (2004: 13), uang yang diedarkan dan berada di tangan masyarakat disebut
jumlah uang beredar dan dibedakan menjadi arti sempit atau narrow money (M1) yang terdiri dari
uang kartal dan uang giral serta jumlah uang beredar dalam arti luas atau broad money (M2) yang
terdiri dari M1 ditambah dengan uang kuasi (quasy money). Teori klasik (teori kuantitas uang)
menjelaskan terdapat hubungan antara uang dengan variabel- variabel perekonomian lainnya
seperti tingkat harga dan pendapatan yang memiliki persamaan sebagai berikut: (Mankiw, 2006:
82)
Uang x Perputaran = Harga x Transaksi
M x V =P x T
Pada sisi kiri menjelaskan persamaan kuantitas yang menyatakan uang yang digunakan
untuk transaksi. Dimana, M merupakan kuantitas uang dan V merupakan perputaran uang
transaksi (transaction velocity of money). Perputaran uang tersebut menghitung sirkulasi uang
pada perekonomian artinya berapa kali uang berpindah tangan dalam periode tertentu. Sedangkan
pada sisi kanan menjelaskan persamaan kuantitas yang menyatakan transaksi. Dimana, P
merupakan harga dari suatu transaksi tertentu dan T merupakan total jumlah transaksi dalam
periode tertentu artinya berapa kali jumah barang dan jasa ditukarkan dengan uang pada periode
tertentu. Adapun teori Keynes mengatakan bahwa uang masyarakat memiliki perilaku dalam
memegang uang yaitu bertujuan untuk transaksi, berjaga- jaga dan spekulasi.
INFLASI
Inflasi menjadi salahsatu faktor ekonomi makro yang dapat digunakan sebagai tolak ukur stabilitas
perekonomian. Inflasi secara sederhana diartikan sebagai naiknya barang atau jasa secara terus
menerus dalam periode tertentu. Dikatakan terjadi inflasi, jika naiknya harga terjadi pada beberapa
barang/ jasa yang secara meluas atau menyebabkan kenaikan harga pada barang/ jasa lainnya
(Bank Indonesia). Inflasi akan mengganggu taraf kemakmuran masyarakat dan menurunkan
prospek pembangunan ekonomi jangka panjang. Pada bidang moneter, inflasi yang tinggi dan
tidak terkendali akan mengganggu upaya perbankan dalam mengendalikan suku bunga riil yang
rendah. Sehingga masyarakat enggan untuk menabungkan uangnya dan pertumbuhan dana pada
perbankan yang bersumber dari masyarakatpun turun dan berdampak pula pada turunnya
kemampuan bank untuk memberikan kredit (Pohan, 2008: 52). Inflasi yang tinggi akan
menimbulkan dampak yang tidak baik yang berdampak pada banyak pihak dan inflasi yang terjadi
lebih dari 5,43% akan memberikan penyakit pada pertumbuhan ekonomi Negara (Vinayagathasan,
2013). Inflasi menurut sebab terbagi menjadi dua jenis yaitu Demand Pull Inflation dan Cost Push
Inflation (Yuliadi, 2008). Di Indonesia, inflasi dihitung dengan mneggunakan Indeks Harga
Konsumen (IHK) yang dihitung di 43 kota mencakup 249- 353 komoditas yang dihitung
berdasarkan pola konsumsi hasil Survey Biaya Hidup di beberapa kota. Kelompok yang menjadi
bagian dari Indeks Harga Konsumen (IHK) meliputi bahan makanan, makanan jadi, minuman,
rokok dan tembakau, perumahan, sandang, kesehatan, pendidikan, rekreasi dan olahraga,
transportasi dan komunikasi. Adapun rumus besarnya laju inflasi yang didapat dari nilai Indeks
Harga Konsumen (IHK) adalah sebagai berikut:
𝑰𝑯𝑲𝒕 ― 𝑰𝑯𝑲𝒕 ― 𝟏
𝐈𝐧𝐟𝐥𝐚𝐬𝐢 = X 100
𝑰𝑯𝑲𝒕 ― 𝟏
Keterangan:
𝑰𝑯𝑲𝒕 = Indeks Harga Konsumen Tahun dasar
𝑰𝑯𝑲𝒕 ― 𝟏 = Indeks Harga Konsumen Tahun sebelumnya
SUKU BUNGA BI RATE
Suku bunga bi rate Menurut kerangka kebijakan moneter melalui Inflation Targeting
Framework (ITF), suku bunga BI Rate merupakan suku bunga acuan Bank Indonesia yang menjadi
sinyal (stance) dari kebijakan moneter yang ditetapkan oleh Bank Indonesia. BI Rate merupakan
suku bunga instrumen sinyaling Bank Indonesia yang ditetapkan saat Rapat Dewan Gubernur
(RDG) setiap triwulan yang berlaku selama triwulan berjalan (satu triwulan), kecuali ditetapkan
berbeda oleh RDG bulanana dalam triwulan yang sama. Sinyal yang dimaksud tersebut adalah
respon kebijakan moneter yang dinyatakan dalam naik, turun atau tidak berubahnya tingkat suku
bunga BI Rate. Mengutip dari buku dari Dahlan Siamat (2005: 139) yang mengatakan bahwa “BI
Rate adalah suku bunga dengan tenor satu bulan yang diumumkan oleh Bank Indonesia secara
periodik untuk jangka waktu tertentu yang berfungsi sebagai sinyal (stance) kebijakan moneter.”
Beberapa hal yang menjadi pertimbangan dalam penetapan respon kebijakan BI Rate yaitu sebagai
berikut: (Inflation Targeting Framework) BI Rate merupakan respon Bank Sentral atau Bank
Indonesia terhadap tekanan inflasi ke depan agar sasaran yang telah ditetapkan dapat tercapai; BI
Rate ditetapkan oleh Dewan Gubernur secara diskresi dengan mempertimbangkan rekomendasi
BI Rate yang telah dihasilkan pada fungsi reaksi kebijakan dalam model ekonomi untuk
tercapainya sasaran inflasi. Terdapat dua teori yang menjelaskan mengenai suku bunga yaitu
pandangan monetaris dan pandangan Keynesian. Menurut teori Monetaris menjelaskan bahwa
tingkat suku bunga yang stabil atau seimbang (tidak terlalu naik dan tidak terlalu turun) jika
keinginan menabung masyarakat sama dengan keinginan pengusaha untuk berinvestasi.
Sedangkan menurut teori Keynesian menjelaskan bahwa semakin tinggi tingkat suku bunga maka
akan semakin besar biaya memegang uang kas sehingga keinginan memegang uang kas menjadi
turun dan sebaliknya. Pemerintah menggunakan suku bunga untuk mengontrol tingkat jumlah
uang beredar. Hal tersebut disebabkan karena suku bunga menjadi daya tarik masyarakat yang
melebihkan dananya untuk disimpan atau ditabung di bank. Suku bunga juga menjadi ukuran
sumberdaya yang dipergunakan oleh debitur yang dibayarkan kepada kreditur. Suku bunga
menjadi penentu masyarakat dalam menentukan pilihannya antara memegang uang atau
berpekulasi melalui obligasi (surat berharga) ((José Augusto & Artini, 2017 dan Maria dan Paidi,
2014). Hal tersebut juga didasarkan pada teori permintaan uang Keynes yang menyebutkan bahwa
motivasi masyarakat memegang uang adalah untuk transaksi, berjaga- jaga dan spekulasi.
MODEL

INFLASI

JUMLAH
UANG
BEREDAR
SUKU BUNGA
BI RATE

HIPOTESIS
Menurut Sugiono (2014: 93), menyatakan bahwa hipotesis merupakan jawaban sementara
terhadap rumusan masalah peneilitian, oleh karena itu rumusan masalah peneilitian biasanya
disusun dalam bentuk kalimat pertanyaan. Adapun hipotesis dalam peneiitian ini adalah :
H0: Inflasi berpengaruh positif terhadap jumlah uang yang beredar (Meilinda Nur Rasyida
Fatmawati, Umrotul Khasanah, 2020)

H1: Suku bunga BI Rate berpengaruh positif terhadap jumlah uang yang beredar (Meilinda Nur
Rasyida Fatmawati, Umrotul Khasanah, 2020)

Berikut data yang akan diuji:

JUMLAH UANG
SUKU
INFLASI BEREDAR
BUNGA BI
NO PERIODE (%) (MILYARAN
RATE (%)
RUPIAH)
X1 X2 Y

1 OKTOBER 2021 1.66 3.75 2,071,417.83


SEPTEMBER
2 2021 1.6 3.5 1,968,434.37

3 AGUSTUS 2021 1.59 3.5 1,938,389.63

4 JULI 2021 1.52 3.5 1,933,291.47

5 JUNI 2021 1.33 3.5 1,915,429.33

6 MEI 2021 1.68 3.5 1,861,766.90

7 APRIL 2021 1.42 3.5 1,850,950.91

8 MARET 2021 1.37 3.5 1,827,391.16

9 FEBRUARI 2021 1.38 3.5 1,784,763.23

10 JANUARI 2021 1.55 3.5 1,762,295.71

11 DESEMBER 2020 1.89 3.89 1,813,321.54


NOVEMBER
12 2020 1.87 4.5 1,947,271.23

13 OKTOBER 2020 1.54 4.25 1,867,966.12


SEPTEMBER
14 2020 1.33 4.75 1,415,940.23

15 AGUSTUS 2020 1.29 5 1,902,403.00


16 JULI 2020 1.58 4.5 1,486,776.00

17 JUNI 2020 1.33 4.25 1,707,711.00

18 MEI 2020 1.76 5 1,754,005.03

19 APRIL 2020 1.32 4.25 1,805,007.01

20 MARET 2020 1.67 4.75 1,602,679.12

21 FEBRUARI 2020 1.55 4.25 1,562,753.54

22 JANUARI 2020 1.43 4.75 1,749,888.00

23 DESEMBER 2019 1.89 5 1,406,591.00


NOVEMBER
24 2019 1.67 4.5 1,853,230.00

25 OKTOBER 2019 1.89 4.25 1,620,854.00


SEPTEMBER
26 2019 1.76 5 1,386,926.00

27 AGUSTUS 2019 1.85 4.25 1,550,470.02

28 JULI 2019 1.67 4.25 1,710,060.25

29 JUNI 2019 1.88 4.75 1,446,290.00

30 MEI 2019 1.64 5 1,566,768.00

31 APRIL 2019 1.48 4.5 1,636,054.00

32 MARET 2019 1.54 4.25 1,687,476.05

33 FEBRUARI 2019 1.58 5 1,350,421.08

34 JANUARI 2019 1.68 4.25 1,754,218.00

35 DESEMBER 2018 1.54 4.25 1,435,172.00


NOVEMBER
36 2018 1.98 4.75 1,933,595.00

37 OKTOBER 2018 1.65 5 1,731,084.00


SEPTEMBER
38 2018 1.95 4.5 1,702,256.06
39 AGUSTUS 2018 1.85 4.25 1,871,370.09

40 JULI 2018 1.65 5 1,821,004.00

41 JUNI 2018 1.76 4.25 1,550,470.02

42 MEI 2018 1.43 4.75 1,710,060.25

43 APRIL 2018 1.47 5 1,446,290.00

44 MARET 2018 1.68 4.5 1,566,768.00

45 FEBRUARI 2018 1.89 4.25 1,636,054.00

46 JANUARI 2018 1.97 5 1,687,476.05

47 DESEMBER 2017 1.64 4.25 1,350,421.08


NOVEMBER
48 2017 1.48 3.54 1,754,218.00

49 OKTOBER 2017 1.68 3.55 1,435,172.00


SEPTEMBER
50 2017 1.97 3.87 1,933,595.00

51 AGUSTUS 2017 1.63 3.35 1,731,084.00

52 JULI 2017 1.86 3.4 1,702,256.06

53 JUNI 2017 1.89 3.25 1,871,370.09

54 MEI 2017 1.67 3.25 1,821,004.00

55 APRIL 2017 1.85 3.5 1,566,768.00

56 MARET 2017 1.64 3.25 1,636,054.00

57 FEBRUARI 2017 1.44 3.7 1,687,476.05

58 JANUARI 2017 1.37 3.75 1,350,421.08

59 DESEMBER 2016 1.84 4 1,754,218.00


NOVEMBER
60 2016 1.95 4 1,687,476.05
Sumber: Bank Indonesia & Badan Pusat Statistik (data diolah)
METODE PENGOLAHAN DAN ANALISIS DATA

Penelitian ini termasuk penelitian kuantitatif. Penelitian ini menggunakan data sekunder yang
didapatkan dari website resmi Bank Indonesia dan Badan Pusat Statistik (BPS). Analisis data yang
digunakan dalam penelitian berupa uji regresi berganda menggunakan aplikasi SPPS. Dimana Y
jumlah uang beredar diambil dari jumlah uang beredar dalam arti sempit atau narrow money (M1).
M1 terdiri dari jumlah uang kertas, uang logam dan uang giral (giro berdominasi Rupiah) serta
satuan jumlah uang beredar dinyatakan dalam miliyaran rupiah. Variabel X1 terdiri dari inflasi
yang berdasarkan Indeks Harga Konsumen secara bulanan dan satuannya dinyatakan dalam persen
(%). Variebl X2 berupa suku bunga BI Rate yang dinyatakan dalam persen (%). Sebelum
melakukan uji regresi berganda, akan dilakukan serangkaian uji asumsi klasik yang terdiri dari uji
normalitas, uji linearitas, uji multikolinearitas, uji heteroskedastisitas, uji autokorelasi. Jika seluruh
uji asumsi klasik terpenuhi maka uji regresi berganda dapat dilakukan.
1. Uji Asumsi Klasik
➢ Uji Normalitas
Uji normalitas merupakan salah satu bagian dari uji persyaratan analisis data atau
uji asumsi klasik, artinya sebelum melakukan analisis statistik untuk uji hipotesis
dalam hal ini adalah analisis regresi, maka data penelitian tersebut harus di uji
kenormalan distribusinya.
− Dasar pengambilan keputusan dalam uji normalitas Kolmogrov-Smirnov
a. Jika nilai signifikansi (Sig.) lebih besar dari 0,05 maka data penelitian
berdistribusi normal
b. Jika nilai signifikansi (Sig.) lebih kecil dari 0,05 maka data penelitian
tidak berdistribusi normal
− Hasil SPSS
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
Unstandardized
Residual
N 60
Normal Parametersa,b Mean .0000000
Std. Deviation 168462.5709621
4
Most Extreme Differences Absolute .056
Positive .052
Negative -.056
Test Statistic .056
Asymp. Sig. (2-tailed) .200c,d
a. Test distribution is Normal.
b. Calculated from data.
c. Lilliefors Significance Correction.
d. This is a lower bound of the true significance.

− Interpretasi Uji Normalitas Kolmogrov-Smirnov


Berdasarkan tabel output SPSS tersebut, diketahui bahwa nilai signifikansi
Asymp. Sig (2-tailed) sebesar 0,200 lebih besar dari 0,05. Maka sesuai
dengan dasar pengambilan keputusan dalam uji normalitas kolmogrov-
smirnov diatas, dapat disimpulkan bahwa data berdistribusi normal. Dengan
demikian, asumsi atau persyaratan normalitas sudah terpenuhi.
➢ Uji Linearitas
Secara umum uji linearitas bertujuan untuk mengetahui apakah dua variabel
mempunyai hubungan yang linear secara signifikan atau tidak. Korelasi yang baik
seharusnya terdapat hubungan yang linear antara variabel predictor atau
independent (X) dengan variabel kriterium atau dependent (Y). Dalam beberapa
referensi dinyatakan bahwa uji linearitas merupakan syarat atau asumsi sebelum
dilakukannya analisis regresi linear.
− Dasar pengambilan keputusan dalam uji linearitas
a. Jika nilai Deviation from Linearity Sig. > 0,05, maka ada hubungan
yang linear secara signifikan antara variabel independent dengan
variabel dependent.
b. Jika nilai Deviation from Linearity Sig. < 0,05, maka tidak ada
hubungan yang linear secara signifikan antara variabel independent
dengan variabel dependent.
− Hasil SPSS
ANOVA Table
Sum of Mean
Squares df Square F Sig.
UANG BEREDAR * Between (Combined) 106153219 31 342429741 1.109 .393
INFLASI Groups 7446.703 11.184
Linearity 34034234.0 1 34034234.0 .001 .974
69 69
Deviation from 106149816 30 353832721 1.146 .360
Linearity 3212.634 07.088
Within Groups 864686619 28 308816649
197.433 71.337
Total 192621881 59
6644.136

− Interpretasi uji linearitas jumlah uang beredar (Y) dengan inflasi (X1)
Berdasarkan nilai signifikansi (Sig) dari output di atas, diperoleh nilai
Deviation from Linearity Sig. adalah 0,360 lebih besar dari 0,05. Maka
dapat disimpulkan bahwa ada hubungan linear secara signifikan antara
variabel inflasi (X1) dengan variabel jumlah uang beredar (Y).

ANOVA Table
Sum of Mean
Squares df Square F Sig.
UANG BEREDAR * BI Between (Combined) 5016487301 14 3583205215 1.132 .358
RATE Groups 65.138 4.653
Linearity 2490379412 1 2490379412 7.867 .007
58.604 58.604
Deviation from 2526107889 13 1943159914 .614 .830
Linearity 06.534 6.656
Within Groups 1424570086 45 3165711303
479.000 2.867
Total 1926218816 59
644.138

− Interpretasi uji linearitas jumlah uang beredar (Y) dengan BI Rate (X2)
Berdasarkan nilai signifikansi (Sig) dari output di atas, diperoleh nilai
Deviation from Linearity Sig. adalah 0,830 lebih besar dari 0,05. Maka
dapat disimpulkan bahwa ada hubungan linear secara signifikan antara
variabel BI Rate (X2) dengan variabel jumlah uang beredar (Y).
➢ Uji Multikolinearitas
Tujuan digunakannya uji multikolinearitas dalam penelitian adalah untuk menguji
apakah model regresi ditemukan adanya korelas (hubungan kuat) antar variabel
bebas atau variabel independent. Model regresi yang baik seharusnya tidak terjadi
korelasi diantara variabel bebas atau tidak terjadi gejala multikolinearitas.
− Dasar pengambilan keputusan dalam uji multikolinearitas (Tolerance dan
VIF)
• Pedoman keputusan berdasarkan nilai tolerance
a. Jika nilai tolerance lebih besar dari 0,10 maka artinya tidak
terjadi multikolinearitas dalam model regresi
b. Jika nilai tolerance lebih kecil dari 0,10 maka artinya terjadi
multikolinearitas dalam model regresi
• Pedoman keputusan berdasarkan nilai VIF (Variance Inflation
Factor)
a. Jika nilai VIF < 10,00 maka artinya tidak terjadi
multikolinearitas dalam model regresi
b. Jika nilai VIF > 10,00 maka artinya terjadi multikolinearitas
dalam model regresi
− Hasil SPSS
Coefficientsa
Unstandardized Standardized
Coefficients Coefficients Collinearity Statistics
Model B Std. Error Beta t Sig. Tolerance VIF
1 (Constant) 2116263.33 238020.665 8.891 .000
7
INFLASI 35133.473 114160.393 .038 .308 .759 .991 1.009
BI RATE -114064.497 38960.684 -.363 -2.928 .005 .991 1.009
a. Dependent Variable: UANG BEREDAR

− Interpretasi uji multikolinearitas Tolerance dan VIF


Berdasarkan tabel output "Coefficients" pada bagian "Collinearity
Statistics" diketahui nilai tolerance untuk variabel Inflasi (X1) dan BI Rate
(X2) adalah 0,991 lebih besar dari 0,10. Sementara nilai VIF untuk variabel
Inflasi (X1) dan BI Rate (X2) adalah 1,009 < 10,00. Maka mengacu pada
dasar pengambilan keputusan dalam uji multikolinearitas dapat
disimpulakn bahwa tidak terjadi gejala multikolinearitas dalam model
regresi.
➢ Uji Heteroskedastisitas
Uji heteroskedastisitas merupakan bagian dari uji asumsi klasik dalam analisis
regresi yang bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi terjadi
ketidaksamaan variance (variasi) dari nilai residual satu pengamatan ke
pengamatan yang lain. Jika variance dari nilai residual satu pengamatan lain
bersifat tetap, maka disebut homokedastisitas, namun jika variance dari nilai
residual satu pengamatan ke pengamatan lain berbeda maka disebut
heteroskedastisitas. Model regresi yang baik seharusnya tidak terjadi gejala
heteroskedastisitas. Salah satu cara mendeteksi ada tidaknya gejala
heteroskedastisitas dalam model regresi adalah dengan melakukan uji glejser
− Dasar pengambilan keputusan uji heteroskedastisitas (glejser)
a. Jika nilai signifikansi (Sig.) lebih besar dari 0,05, maka
kesimpulannya adalah tidak terjadi gejala heteroskedastisitas dalam
model regresi
b. Jika nilai signifikansi (Sig.) lebih kecil dari 0,05, maka
kesimpulannya adalah terjadi gejala heteroskedastisitas dalam
model regresi
− Hasil SPSS

Coefficientsa
Standardized
Unstandardized Coefficients Coefficients Collinearity Statistics
Model B Std. Error Beta t Sig. Tolerance VIF
1 (Constant) 29554.255 134950.460 .219 .827
INFLASI -12711.365 64725.462 -.026 -.196 .845 .991 1.009
BI RATE 30629.560 22089.520 .181 1.387 .171 .991 1.009
a. Dependent Variable: Abs_RES

− Interpretasi uji heteroskedastisitas (glejser)


Berdasarkan output diatas diketaui nilai signifikansi (Sig.) untuk variabel
Inflasi (X1) adalah 0,845. Sementara, nilai signifikansi (Sig.) untuk variabel
BI Rate (X2) adalah 0,171. Karena nilai signifikansi kedua variabel diatas
lebih besar dari 0,05 maka sesuai dengan dasar pengambilan keputusan
dalam uji glejser, dapat disimpulkan bahwa tidak terjadi gejala
heteroskedastisitas dalam model regresi.
➢ Uji Autokorelasi
Uji autokorelasi bertujuan menguji apakah dalam model regreso linear terdapat
korelasi antara kesalahan penganggu pada periode t dengan kesalahan penganggu
pada periode t-1 (sebelumnya). Jika terjadi korelasi, maka dinamakan ada problem
autokorelasi. Model regresi yang baik adalah regresi yang bebas dari gejala
autokorelasi.
− Dasar pengambilan keputusan dalam uji autokorelasi Durbin Watson
a. Jika Durbin Watson (d) lebih kecil dari dL atau lebih besar dari (4-
dL) maka hipotesis nol ditolak, yang berarti terdapat autokorelasi.
b. Jika Durbit Watson (d) terletak antara dU dan (4-dU), maka hipotesis
nol diterima, yang berarti tidak ada autokorelasi.
c. Jika Durbin Watson (d) terletak antara dL dan dU atau diantara (4-
dU) dan (4-dL), maka tidak menghasilkan kesimpulan yang pasti.
− Hasil SPSS
Model Summaryb
Adjusted R Std. Error of the
Model R R Square Square Estimate Durbin-Watson
1 .362a .131 .100 171392.57446 1.982
a. Predictors: (Constant), BI RATE, INFLASI
b. Dependent Variable: UANG BEREDAR

− Interpretasi uji autokorelasi dengan Durbin Watson


Berdasarkan tabel output "Model Summary" di atas, diketahui nilai Durbin-
Watson (d) adalah sebesar 1,982. Selanjutnya nilai ini akan dibandingkan
dengan nilai tabel durbim watson pada signifikansi 5% dengan rumus (k;N).
Adapun jumlah variabel independen adalah 2 atau "k" = 2, sementara
jumlah sampel atau "N" = 60, maka (k;N) = (2;60). Angka ini kemudian
dilihat pada distribusi nilai tabel durbin watson. Maka ditemukan nilai dL
sebesar 1,35 dan dU sebesar 1,48. Nilai durbin watson (d) sebesar 1,982
lebih besar dari batas atas (dU) yakni 1,48 dan kurang dari (4-dU) 4-1,48 =
2,52. Maka sebagaimana dasar pengambilan keputusan dalam uji durbin
watson di atas, dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat masalah atau gejala
autokorelasi.
2. Uji Hipotesis

Variables Entered/Removeda
Variables Variables
Model Entered Removed Method
1 BI RATE, . Enter
INFLASIb
a. Dependent Variable: UANG BEREDAR
b. All requested variables entered.

Tabel output “Variables Entered/Removed” diatas memberikan informasi tentang variabel


penelitian serta metode yang digunakan dalam analisis regresi. Adapun variabel independent
yang dipakai dalam analisis ini yaitu BI Rate dan Inflasi Sementara variabel dependent adalah
Uang Beredar. Analisis regresi ini menggunakan metode Enter. Tidak ada variabel yang
dibuang sehingga pada kolom Variables Removed tidak ada angka atau kosong.

Model Summary
Adjusted R Std. Error of the
Model R R Square Square Estimate
1 .362a .131 .100 171392.57446
a. Predictors: (Constant), BI RATE, INFLASI

Tabel “Model Summary” memberikan informasi tentang nilai koefisein determinasi, yakni
kontribusi atau sumbangan pengaruh BI Rate dan Inflasi secara simultan (bersama-sama)
terhadap Uang Beredar. Besarnya angka koefisien determinasi (R Square) adalah 0,131 atau
sama dengan 13,1%. Angka tersebut mengandung arti bahwa BI Rate dan Inflasi secara
simultan (bersama-sama) berpengaruh terhadap Uang Beredar sebesar 13,1%. Sedangkan
sisanya 86,9% dipengaruhi oleh variabel lain.
➢ Uji F Simultan
− Dasar Pengambilan Keputusan
• Berdasarkan Nilai Signifikansi (Sig.) dari Output Anova
a. Jika nilai Sig. < 0,05 maka hipotesis diterima. Artinya Kepadatan
Penduduk (X1) dan Pendapatan Asli Daerah (X2) secara simultan
berpengaruh terhadap Realisasi Anggaran (Y)
b. Jika nilai Sig. > 0,05 maka hipotesis ditolak. Artinya Kepadatan
Penduduk (X1) dan Pendapatan Asli Daerah (X2) secara simultan
tidak berpengaruh terhadap Realisasi Anggaran (Y)
• Berdasarkan Perbandingan Nilai F Hitung dengan F Tabel
a. Jika nilai F hitung > F tabel maka hipotesis diterima. Artinya
Kepadatan Penduduk (X1) dan Pendapatan Asli Daerah (X2) secara
simultan berpengaruh terhadap Realisasi Anggaran (Y)
b. Jika nilai F hitung < F tabel maka hipotesis ditolak. Artinya
Kepadatan Penduduk (X1) dan Pendapatan Asli Daerah (X2) secara
simultan tidak berpengaruh terhadap Realisasi Anggaran (Y)
− Hasil SPSS
ANOVAa
Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.
1 Regression 251820185548. 2 125910092774. 4.286 .018b
784 392
Residual 1674398631095 57 29375414580.6
.352 20
Total 1926218816644 59
.136
a. Dependent Variable: UANG BEREDAR
b. Predictors: (Constant), BI RATE, INFLASI

− Pengambilan keputusan uji F Simultan


• Berdasarkan nilai signifikansi (Sig.) dari output anova
Berdasarkan tabel output SPSS diatas, diketahui nilai Sig. sebesar
0,005. Karena nilai Sig. 0,018 < 0,05 maka sesuai dasar pengambilan
keputusan uji F dapat disimpulkan bahwa hipotesis diterima atau
dengan kata lain Inflasi (X1) dan BI Rate (X2) secara simultan
berpengaruh terhadap Uang Beredar (Y).
• Berdasarkan perbandingan nilai F hitung dengan F tabel
Berdasarkan tabel Output SPSS diatas, diketahui nilai F hitung adalah
sebesar 4,286. F Tabel dicari pada distribusi r tabel statistik pada
signifikansi 5% atau 0,05 dengan menggunakan rumus F Tabel = (k ; n-
k). Maka (2 ; 60), angka ini kemudian dijadikan acuan untuk mencari
nilai F tabel pada distribusi F tabel statistik.

Karena nilai F Hitung 4,286 > F Tabel 3,15 maka sebagaimana dasar
pengambilan keputusan dalam uji F dapar disimpulkan bahwa
hipotesis diterima atau dengan kata lain Inflasi (X1) dan BI Rate (X2)
berpengaruh terhadap Uang Beredar (Y).

Coefficientsa
Standardized
Unstandardized Coefficients Coefficients
Model B Std. Error Beta t Sig.
1 (Constant) 2116263.337 238020.665 8.891 .000
INFLASI 35133.473 114160.393 .038 .308 .759
BI RATE -114064.497 38960.684 -.363 -2.928 .005
a. Dependent Variable: UANG BEREDAR

Tabel “Coefficients” memberikan informasi tentang persamaan regresi dan ada tidaknya
pengaruh variabel Inflasi dan BI Rate secara parsial terhadap Uang Beredar. Adapun
Persamaan Regresi dalam analisis atau penelitian ini:
Y = a + bX1 + bX2 + bX3
a. a = angka konstan dari undstandardized coefficients. Dalam kasus ini nilainya sebesar
2116263.337. Angka ini merupakan angka konstan yang mempunyai arti bahwa jika
tidak ada Inflasi dan BI Rate maka nilai konsisten Uang Beredar adalah sebesar
2116263.337.
b. b = angka koefisien regresi. Angka koefisien regresi Inflasi sebesar 35133.473 dan BI
Rate sebesar -114064.497 bermakna setiap penambahan 1% tingkat Inflasi dan BI Rate
akan berpengaruh terhadap Uang Beredar sebesar 2116263.337, 35133.473, dan -
114064.497. Dari informasi diatas, diperoleh juga persamaan regresi sebagai berikut:

Y = 2116263.337 + 35133.473X1 - 114064.497X2


➢ Uji T Parsial
− Dasar Pengambilan Keputusan
• Berdasarkan Nilai Signifikansi (Sig.)
a. Jika nilai signifikansi (Sig.) < probabilitas 0,05 maka ada pengaruh
variabel bebas (X) terhadap variabel terikat (Y) atau hipotesis
diterima
b. Jika nilai signifikansi (Sig.) < probabilitas 0,05 maka ada pengaruh
variabel bebas (X) terhadap variabel terikat (Y) atau hipotesis
diterima
c. Jika nilai signifikansi (Sig.) > probabilitas 0,05 maka tidak ada
pengaruh variabel bebas (X) terhadap variabel terikat (Y) atau
hipotesis ditolak
• Berdasarkan Perbandingan Nilai t hitung dengan t tabel
a. Jika nilai t hitung > t tabel maka ada pengaruh variabel (X) terhadap
variabel terikat (Y) atau hipotesis diterima
b. Jika nilai t hitung < t tabel maka tidak ada pengaruh variabel (X)
terhadap variabel terikat (Y) atau hipotesis ditolak
− Hasil SPSS
Coefficientsa
Standardized
Unstandardized Coefficients Coefficients
Model B Std. Error Beta t Sig.
1 (Constant) 2116263.337 238020.665 8.891 .000
INFLASI 35133.473 114160.393 .038 .308 .759
BI RATE -114064.497 38960.684 -.363 -2.928 .005
a. Dependent Variable: UANG BEREDAR
− Interpretasi uji t parsial berdasarkan nilai signifikansi (Sig.)
a. Berdasarkan tabel output SPSS “Coefficients” diatas, diketahui nilai
Signifikansi (Sig.) variabel Inflasi (X1) adalah sebesar 0,759 Karena
nilai Sig. 0,759 > probabilitas 0,05 maka dapat disimpulkan bahwa
H1 ditolak. Artinya tidak ada pengaruh Inflasi (X1) terhadap Uang
Beredar (Y)
b. Berdasarkan tabel output SPSS “Coefficients” diatas, diketahui nilai
Signifikansi (Sig.) variabel BI Rate (X2) adalah sebesar 0,005.
Karena nilai Sig. 0,005 < probabilitas 0,05 maka dapat disimpulkan
bahwa H1 diterima. Artinya ada pengaruh BI Rate (X2) terhadap
Uang Beredar (Y)
− Interpretasi Berdasarkan Nilai t hitung dengan t tabel
a. Berdasarkan output SPSS diatas, diketahui nilai t hitung variabel
Inflasi (X1) adalah sebesar 0,308. Nilai t tabel (0,025 ; 57)

Karena nilai t hitung 0,308 < t tabel 0,67883 maka dapat


disimpulkan bahwa H0 ditolak artinya tidak ada pengaruh Inflasi
(X1) terhadap Uang Beredar (Y)
b. Berdasarkan output SPSS diatas, diketahui nilai t hitung variabel BI
Rate (X2) adalah sebesar -2,928. Karena nilai t hitung -2,928 < t
tabel 0,67882 maka H1 ditolak artinya tidak ada pengaruh BI Rate
(X2) terhadap Uang Beredar (Y).
SIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa inflasi memiliki pengaruh positif dan tidak
signifikan terhadap jumlah uang beredar. Artinya, ketika inflasi meningkat maka jumlah uang
beredar akan naik namun pengaruh antara keduanya tidak dapat secara langsung atau terlihat nyata.
Suku bunga BI Rate memiliki pengaruh negatif dan signifikan terhadap jumlah uang beredar.
Ketika suku bunga BI rate dinaikkan, maka akan mendorong masyarakat untuk menggunakan dana
yang dimilikiya untuk ditabungan pada bank sehingga dapat membantu mengurangi jumlah uang
beredar pada masyarakat. Dan sebaliknya, jika suku bunga BI rate menurun maka akan mendorong
masyarakat untuk menggunakan uangnya untuk kegiatan konsumsi dan investasi.

Anda mungkin juga menyukai