Anda di halaman 1dari 14

 

                      https://journal.unesa.ac.id/index.php/geter/index

ONLINE ISSN: 2655-2205

Vol. 3 No.1, 2020


Page 64-77
Published by Jurusan Sendratasik FBS Unesa Treny Hera

FUNGSI TARI TANGGAI DI PALEMBANG


Treny Hera
Program Studi Pendidikan Seni Pertunjukan FKIP
Universitas PGRI Palembang
trenyhera@univpgri-palembang.ac.id
 

ABSTRAK
Masyarakat di Palembang kental dengan kultur permisif artinya mudah bergaul dan mudah akrab
dengan tamu yang datang ke Palembang, bentuk khas kulturnya adalah tuan rumah ataupun
instansi yang memiliki acara kedatangan tamu dari dalam dan dari luar Palembang menyajikan tari
Tanggai pada awal acara sebagai tanda bahwa acara akan dimulai, diawali dengan proses
menyambut tamu melalui penyajian tari Tanggai yang ditarikan oleh penari remaja putri berparas
menarik menggunakan busana tari khas Palembang yaitu aesan Pak Sangko, aesan Gede dan aesan
Selendang Mantri. Fungsi tari sebagai produk seni bagi masyarakat di Palembang sebagai tontonan
dan hiburan disajikan dengan kadar estetisnya sebagai prioritas. Bentuk penyajian tari Tanggai
yang konvensional di Palembang merupakan produk dari masyarakat yang memiliki pola pikir
pembaharuan terhadap kesenian tradisional, namun hal ini tidak mempengaruhi fungsi tari Tanggai
bagi masyarakat Palembang.

Kata kunci: Tari tradisional, Fungsi, Tari Tanggai.

I. PENDAHULUAN awal acara. Pertunjukan tari Tanggai eksis di


Palembang karena keberadaan
Seni pertunjukan akan tetap bertahan masyarakatnya menjalin sistem kekerabatan
dan berkembang dalam kehidupan dengantamu yang datang dari dalam maupun
masyarakat pendukungnya, apabila masih dari luar Palembang melalui komunikasi seni
dibutuhkan dan memiliki fungsi sosial yang tari. Fungsi utama tari Tanggai di Palembang
penting dalam kehidupan masyarakat sebagai sarana hiburan pribadi dan tontonan.
(Wulandari, 2007: 148). Di Palembang Sedangkan fungsi sekunder tari Tanggai
masyarakatnya menggunakan tari Tanggai sebagai legitimasi pertanda acara dimulai
sebagai kebutuhan sosial dalam konteks dalam acara resmi maupun tidak resmi.
menyambut tamu dan memulai acara resmi
ditandai dengan penyajian tari Tanggai di
64 
 
                       https://journal.unesa.ac.id/index.php/geter/index

ONLINE ISSN: 2655-2205

Vol. 3 No.1, 2020


Page 64-77
Published by Jurusan Sendratasik FBS Unesa Treny Hera
Seringkali masyarakat Palembang untuk mendapatkan keselamatan atau
memberi pernyataan bahwa acara yang kebahagiaan. Fungsi tari sebagai sarana
dibuka dengan pertunjukan tari Tanggai upacara dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu
adalah acara yang meriah dan memberi untuk upacara keagamaan, upacara adat
hiburan bagi penonton yang datang atau berkaitan dengan peristiwa alamiah, dan
bertamu. Di Palembang sudah menjadi upacara adat berkaitan dengan peristiwa
legitimasi bagi masyrakat yang punya hajatan kehidupan manusia;
besar khusunya dalam acara Munggah pesta
pernikahan disajikan tari Tanggai di awal 2) Tari sebagai hiburan dimaksudkan untuk
acara setelah pengantin menuju mahligai memeriahkan atau merayakan suatu
kursi pelaminan, Fungsi tari Tanggai pada pertemuan. Tari yang disajikan
acara Munggah untuk merayakan pesta dititikberatkan bukan pada keindahan
pernikahan. Tidak meriah rasanya jika tidak geraknya, melainkan pada segi hiburan. Tari
disajikan tarian Tanggai di awal acara. Acara hiburan pada umumnya merupakan tarian
Munggah merupakan puncak rangkaian acara pergaulan atau social dance. Pada tari hiburan
dalam perkawinan adat Palembang dilakukan ini mempunyai maksud untuk memberikan
di rumah kediaman keluarga pengantin kesempatan bagi penonton yang mempunyai
wanita, dihadiri oleh pihak keluarga kedua kegemaran menari atau menyalurkan hobi
mempelai juga dihadiri oleh para tamu dan mengembangkan keterampilan atau
undangan untuk berpesta. Munggah memiliki tujuan-tujuan yang kurang menekankan nilai
makna bahwa prosesi Munggah seni (komersial);
dimaksudkan agar kedua pengantin 3) Tari sebagai pertunjukan, yaitu tari yang
menjalani hidup berumah tangga selalu bertujuan untuk memberi pengalaman estetis
seimbang atau timbang rasa, serasi, dan kepada penonton. Tari ini disajikan agar
damai. Fungsi tari menurut Jazuli (1994: 43) dapat memperoleh tanggapan apresiasi
adalah sebagai berikut: sebagai suatu hasil seni yang dapat memberi
1) Tari sebagai sarana upacara merupakan kepuasan pada mata dan hati penontonnya,
media persembahan atau pemujaan terhadap oleh karena itu, tari sebagai seni pertunjukan
kekuatan gaib yang banyak digunakan oleh memerlukan pengamatan yang lebih serius
masyarakat yang memiliki kepeercayaan dari pada sekedar untuk hiburan. Untuk itu
animisme (roh-roh gaib), dinamisme (benda- tari yang tergolong sebagai seni
benda yang mempunyai kekuatan), dan pertunjukan/tontonan adalah tergolong
totemisme (binatang-binatang yang dapat performance, karena pertunjukan tarinya
mempengaruhi kehidupan) yang disajikan lebih mengutamakan bobot nilai seni dari
dalam upacara sakral ini mempunyai maksud pada tujuan lainnya; 4) Tari sebagai Media

65 
 
                       https://journal.unesa.ac.id/index.php/geter/index

ONLINE ISSN: 2655-2205

Vol. 3 No.1, 2020


Page 64-77
Published by Jurusan Sendratasik FBS Unesa Treny Hera
Pendidikan, yaitu tari yang bersifat untuk suguhan sekapur sirih sebagai penghantar
mengembangkan kepekaan estetis melalui kata Selamat Datang Di Palembang. Tari
kegiatan berapresiasi dan pengalaman Tanggai yang hadir di Palembang merupakan
berkarya kreatif. tari penyambutan tamu. Tari tanggai
menggambarkan keramahan, dan rasa hormat
Konon katanya sebelum masa masyarakat Palembang atas kehadiran tamu
kerajaan sriwijaya tari Tanggai merupakan tersirat sebuah makna ucapan selamat datang
tari persembahan kepada dewa Siwa dengan dari orang yang mempunyai acara kepada
membawa sesajian yang berisikan buah dan tamu undangan. Masyarakat Palembang
beraneka ragam bunga. Tari Tanggai kental dengan kultur permisif artinya mudah
dahulunya difungsikan sebagai tari bergaul dan mudah akrab dengan tamu yang
persembahan kepada Dewa Siwa sebagai datang ke Palembang, bentuk khas kulturnya
pengantar sesajian yang dipersembahkan adalah tuan rumah ataupun instansi yang
untuk mengharapkan keselamatan, maka tari memiliki acara kedatangan tamu resmi
Tanggai dikategorikan ke dalam tari sakral. menyajikan tari Tanggai pada awal acara
Namun hal ini belum bisa dibuktikan secara sebagai tanda bahwa acara akan dimulai,
otentik sehingga kebenarannya belum bisa diawali dengan proses menyambut tamu
dijelaskan secara ilmiah. melalui penyajian tari Tanggai yang ditarikan
Tari Tanggai Palembang merupakan oleh penari remaja putri berparas menarik
sebuah bentuk tarian yang sudah lama ada. menggunakan busana tari khas Palembang
Tarian ini diwariskan secara turun temurun yaitu kain songket, dodot, pending, kalung,
oleh para maestro tari di Palembang yaitu Hj. sanggul malang, kembang urai atau rampai,
Ailuny Husni, Hj. Ana Kumari dan Elly tajuk cempako, kembang goyang dan tanggai
Anggraini Soewondo. Sistem pewarisan yang berbentuk kuku terbuat dari lempengan
oleh maestro tari di Palembang ke generasi tembaga.
muda, penata tari, melalui sanggar, melalui Tari Tanggai ditarikan oleh penari
pendidikan, dan pewarisan secara keluarga. perempuan berjumlah ganjil mulai dari
Sebuah tarian tradisional mengandung nilai 1,3,5,7. Boleh ditarikan secara tunggal,
filosofis, simbolis, dan religius. Semua berkelompok dan kolosal. Jumlah penari
aturan ragam gerak tari tradisional, pola ganjil menjadi kebakuan dalam kebutuhan
lantai, busana, dan riasnya memiliki ciri yang jumlah penari dikarenakan pencipta tari, yaitu
menggambarkan Palembang, tetapi tetap Elly Rudi mempedomani tradisi Rasan Tuo,
terlihat menarik dan memiliki makna.
dimana salah seorang penari menjadi
Tari Tanggai bermakna ucapan primadona. Rangsang tari merupakan suatu
selamat datang dari tuan rumah dengan hal yang datang dari lingkungan yang dapat
66 
 
                       https://journal.unesa.ac.id/index.php/geter/index

ONLINE ISSN: 2655-2205

Vol. 3 No.1, 2020


Page 64-77
Published by Jurusan Sendratasik FBS Unesa Treny Hera
menyebabkan dan berpengaruh terhadapat Metode penelitian menggunakan
bentuk gerak, gaya gerak, dan teknik gerak diskriptif Menurut Nyoman (2010: 337)
dalam tari (Hera, 2018: 60). Elly Rudi metode deskriptif lebih banyak berkaitan
mencipta gerak tari melalui rangsang tarinya dengan kata-kata, bukan angka-angka,
yang diperoleh dari lingkungan keluarga benda-benda budaya apa saja yang sudah
khususnya pengalaman berkesenian secara diterjemahkan ke dalam bentuk bahasa, baik
turun-temurun dari ibunya yang benama secara lisan maupun tulisan. Dengan
Msy. Nurul Aini. Rasan dalam bahasa mengkaji budaya meliputi kajian fungsi tari
Palembang yang berarti kehandak, dan kata Tanggai di Palembang maka metode
Tuo dimaksudkan adalah orang tua. Tradisi penelitian yang digunakan adalah metode
Rasan Tuo merupakan suatu kegiatan deskriptif dengan varian-variannya. Analisis
menyampaikan kehendak orang tua untuk sosiologi digunakan dalam memperoleh data
menentukan jodoh bagi anak laki-lakinya. dan menganalisis data penelitian yang valid.
Berdasarkan latar belakang cerita tentang Analisis sosiologi bersifat lebih umum sebab
konsep Rasan Tuo maka penari tari Tanggai segala sesuatunya berkaitan dengan
adalah perempuan tidak ditarikan oleh laki- masyarakat, segala sesuatu dihasilkan oleh
laki. Hasil daripada penciptaan yang masyarakat. Tentunya kajian sosiologi tepat
dilahirkan seseorang mampu mengapresiasi digunakan dalam penelitian ini karena
orang banyak, dalam hal ini adalah manusia hadirnya tari Tanggai yang difungsikan oleh
sebagai pemakai produk seni tersebut (Hera, masyarakat sebagai produk seni untuk
2018: 389). Bentuk tari Tanggai yang memenuhi kebutuhan masyarakat itu sendiri.
diciptakan dan dikembangkan oleh Elly Rudi
yang awal mulanya memperoleh pengalaman III. HASIL DAN PEMBAHASAN
berkesenian secara turun-temurun dari Fungsi tari sebagai sarana upacara
ibunya yang benama Msy. Nurul Aini, karya merupakan media persembahan atau
tari Tanggai yang dikembangkan oleh Elly pemujaan terhadap kekuatan gaib yang
Rudi merupakan bentuk tari yang banyak digunakan oleh masyarakat yang
konvensional di Palembang, dengan gaya dan memiliki kepeercayaan animisme (roh-roh
ciri khasnya terletak pada teknik menari gaib), dinamisme (benda-benda yang
dengan gestur dan lekuk tubuh yang indah mempunyai kekuatan), dan totemisme
mengiringi musik tari Tanggai sehingga versi (binatang-binatang yang dapat
Elly Rudi lebih banyak dipakai oleh mempengaruhi kehidupan) yang disajikan
masyarakat sebagai produk seni. dalam upacara sakral ini mempunyai maksud
II. METODE PENELITIAN untuk mendapatkan keselamatan atau
kebahagiaan. Fungsi tari sebagai sarana

67 
 
                       https://journal.unesa.ac.id/index.php/geter/index

ONLINE ISSN: 2655-2205

Vol. 3 No.1, 2020


Page 64-77
Published by Jurusan Sendratasik FBS Unesa Treny Hera
upacara dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu wawancara bersama Dr.Idris Sejarahwan di
untuk upacara keagamaan, upacara adat Palembang, 1 April 2020 di Universitas
berkaitan dengan peristiwa alamiah, dan PGRI Palembang).
upacara adat berkaitan dengan peristiwa
kehidupan manusia (Jazuli, 1994: 43). Nama tari memakai kata Tanggai
Berdasarkan pola garapannya tari Tanggai dikarenakan ciri khas pada penarinya
termasuk tari rakyat yang berasal dari menggunakan asessoris tari berupa kuku
Palembang dan berkembang di seluruh palsu terbuat dari perak ataupun kuningan
kabupaten dan kota di Provinsi Sumatera ukuran panjang kuku Tanggai ±6 cm
Selatan. Tari Tanggai pada zaman dahulu melengkung ke atas seperti perahu yang
merupakan tari persembahan terhadap dewa menyimbolkan perahu Bidar Palembang,
Siwa dengan membawa sesajian yang dipakai di delapan jari tangan penari kecuali
berisikan buah dan beraneka ragam bunga, ibu jari. Kekhasan dan keindahan yang
karena tari ini berfungsi sebagai tari dimiliki oleh tari Tanggai terletak pada
persembahan pengantar sesajian maka tari pemakaian kuku palsu yang panjang dipakai
Tanggai pada zaman dahulu dikategorikan ke di jari-jari tangan penari. Bentuk tari Tanggai
dalam tari sakral (Sartono 2007: 7). “Tari menunjukkan ciri khasnya melalui ragam
tanggai berfungsi sebagai tari sambut dalam busana penari yang digunakan dan
tradisi melayu pra islam, tari sambut pemakaian kuku tanggai palsu yang
ditampilkan atau dipertunjukkan pada menjadikan tanda pengenal bahwa itu adalah
upacara keagaman yang dipertunjukan tari Tanggainya Palembang. Tari Tanggai
sebagai penyambutan dewa dewa yang yang terdapat di Palembang banyak
datang di candi atau pura setelah upacara persamaannya dengan tari Tanggai yang
pemagilan selesai. Pada masa islam ketika terdapat di Negara Cina. Hal ini disebabkan
telah terjual transformasi kepercayaan dari di Sumatera Selatan pada zaman dahulu
para islam menjadi islam tari sambut terdapat sebuah kerajinan besar yang di
ditampilkan untuk menyambut kedatangan bangun oleh keturunan Raja Syailendra yang
raja pembesar, pejabat asing yang datang. beragama Budha. Pergunakan ini
Tari tanggai merupakan kreasi mengajarkan agama Budha dan secara tidak
pengembangan dari tari sambut yang telah Iangsung dengan sendirinya Tari Tanggai
ada di beberapa daerah. Ketika tari Gending diajarkan pula, karena Tari Tanggai
Sriwijaya mengalami pembatasan pemetasan berfungsi sebagai tari persembahan terhadap
sebagai akibat kebijakan politik maka untuk kepercayaan agama Budha (Sartono 2007: 7).
penampilan penyambutan tamu pada uoacara Namun hal ini belum bisa dibuktikan secara
upacara ditingkat kota dan provinsi otentik sehingga kebenarannya belum bisa
ditampilkan tari tanggai” (sumber dijelaskan secara ilmiah. “Perubahan politik
68 
 
                       https://journal.unesa.ac.id/index.php/geter/index

ONLINE ISSN: 2655-2205

Vol. 3 No.1, 2020


Page 64-77
Published by Jurusan Sendratasik FBS Unesa Treny Hera
di Sumatera Selatan pada era orde baru, pernikah, sedekah dusun, pada acara grand
menyebabkan hal-hal yang berbau orde lama opening, acara-acara resmi pemerintah
dan Lembaga kebudayaan rakyat. Sebagai setempat, acara sekolah tingkat TK, SD,
under bow PKI tabu ditampilkan pada SMP, SMA, acara resmi di Universitas-
upacara upacara resmi pemerintahan di Universitas di Palembang, HUT Kota dan
Sumatera Selatan. Kondisi ini menuntut para HUT RI bertujuan untuk memeriahkan dan
seniman tari di Sumatera Selatan untuk berpesta. Berbeda dengan tarian lainnya yang
menciptakan tari kreasi yang dapat berfungsi sebagai hiburan dimana ada
mengantikan peran dan fungsi tari Geding kesempatan bagi penonton untuk menari
Sriwijaya dengan standar seni dan estetika bersama-sama, berbeda halnya dengan tari
tari di Sumatera Selatan. Bentuk jawaban dari Tanggai yang memang tidak ada keterlibatan
tuntutan tersebut yang diciptakan oleh penonton untuk menari bersama, tetapi
seniman sumatera selatan adalah tari sambut bentuk khasnya adalah pada keterlibatan
Tanggai, yang syarat dengan nilai filosofi penonton sebagai penerima suguhan sekapur
melayu Sumatera Selatan pada umumnya sirih sebagai simbol saling menghormati
Palembang kususnya. (sumber wawancara kebudayaan Palembang, bentuk
bersama Dr.Idris Sejarahwan di Palembang, menghiburnya saat panari primadona maju ke
1 April 2020 di Universitas PGRI depan menemui tamu kehormatan untuk
Palembang). melakukan proses menyirih sebagai bentuk
saling menghormati sambutan masyarakat
Fungsi tari sebagai hiburan dimaksudkan Palembang yang sudah menjadi tradisi
untuk memeriahkan atau merayakan suatu setempat. Penari primadona adalah penari
pertemuan. Tari yang disajikan yang berada pada barisan paling depan, yang
dititikberatkan bukan pada keindahan membawa Tepak sirih hanya satu orang
geraknya, melainkan pada segi hiburan. Tari penari saja, yaitu penari primadona. Pada
hiburan pada umumnya merupakan tarian prosesi suguhan Tepak sirih ini terjadi
pergaulan atau social dance. Pada tari hiburan interaksi sosial antara tamu dan penari.
ini mempunyai maksud untuk memberikan Bisanya tamu yang sudah kerapkali terbiasa
kesempatan bagi penonton yang mempunyai disambut dengan tari Tanggai akan langsung
kegemaran menari atau menyalurkan hobi merespon Tepak yang dibawa oleh penari,
dan mengembangkan keterampilan atau tamu akan memotong daun sirihnya saja lalu
tujuan-tujuan yang kurang menekankan nilai memakannya sebagai tanda saling
seni komersial (Jazuli, 1994: 43). Di menghormati. Sudah jarang tamu mau
Palembang tari Tanggai berfungsi sebagai memakan suguhan sirih yang sudah diracik
hiburan bagi tamu yang datang dalam suatu dengan getah gambir, kapur, tembakau dan
acara perayaan hari-hari besar, pesta minyak bibir. Hal ini dikarenakan kebiasan
69 
 
                       https://journal.unesa.ac.id/index.php/geter/index

ONLINE ISSN: 2655-2205

Vol. 3 No.1, 2020


Page 64-77
Published by Jurusan Sendratasik FBS Unesa Treny Hera
makan sirih di Indonesia sudah mulai masyarakat. Fungsi tari sebagai tontonan
berkurang. “Fungsi sosial kesenian dalam dapat diamati pada pertunjukan tari untuk
masyarakat yang cukup kompleks dapat kemasan pariwisata, untuk penyambutan
menunjukkan suatu jenis kesenian tertentu tamu-tamu penting atau tamu pejabat, untuk
menjadi “milik” atau “tanda pengenal” bagi festival pertunjukan tari yang digunakan
suatu masyarakat tertentu pula dikarenakan pada acara- acara tersebut biasanya sudah
mempunyai fungsi sosial” (Sedyawati, 2007: dikemas dan dipersiapkan menjadi sebuah
131-132). Hubungan fungsi sosial dengan tari dengan bentuk yang telah melewati suatu
tari Tanggai dapat menunjukkan adanya proses penataan, baik gerak tarinya maupun
keterkaitan fungsi sosial dalam sebuah musik iringannya sesuai dengan kaidah-
pertunjukan. Teori Sedyawati relevan dengan kaidah artistik.” Ketika tari Tanggai
dengan bentuk penyajian tari Tanggai yang dipertunjukkan untuk ditonton oleh
mempunyai fungsi sosial, yaitu kehadiran tari masyarakat, biasanya penata tari dan juga
Tanggai digunakan oleh masyarakat untuk penata busana di Palembang
merayakan suatu acara dalam konteks mempersiapakan kemasan bentuk tarinya
menyambut tamu juga membuka acara yang lebih menarik dan terkesan mewah
dengan pertanda acara dimulai setelah dalam tampilan rias dan busana tanpa
penyajian tari Tanggai berakhir. meninggalkan kaidah artistik tari Tanggai
yang telah menjadi kesepakatan bersama.
Fungsi tari sebagai pertunjukan, yaitu
tari yang bertujuan untuk memberi Bentuk kepedulian masyarakat
pengalaman estetis kepada penonton. Tari ini terhadap keberadaan seni mengiringi peranan
disajikan agar dapat memperoleh tanggapan tari sebagai produk seni dalam masyarakat
apresiasi sebagai suatu hasil seni yang dapat berkaitan dengan masyarakat Palembang
memberi kepuasan pada mata dan hati sangat menghargai tamu sehingga disajikan
penontonnya, oleh karena itu, tari sebagai tari Tanggai sebagai simbol penghormatan.
seni pertunjukan memerlukan pengamatan Simbol penghormatan terletak pada bentuk
yang lebih serius dari pada sekedar untuk koreo tari ketika penari melakukan gerakan
hiburan. Untuk itu tari yang tergolong Sembah yaitu kedua tangan telapak tangan
sebagai seni pertunjukan/tontonan adalah dipertemukan di depan dada. Sembah di
tergolong performance, karena pertunjukan dalam gerak tari Tanggai merupakan wujud
tarinya lebih mengutamakan bobot nilai seni dari kata persembahan, karena tari ini bersifat
dari pada tujuan lainnya (Jazuli, 1994: 43). tari persembahan kepada tamu, maka nama
Pendapat Jazuli senada dengan apa yang gerakannya adalah Sembah, yang berarti
dikemukakan oleh Hera (2018: 63) bahwa persembahan atau penghormatan.
“Seni dipertunjukkan untuk ditonton oleh
70 
 
                       https://journal.unesa.ac.id/index.php/geter/index

ONLINE ISSN: 2655-2205

Vol. 3 No.1, 2020


Page 64-77
Published by Jurusan Sendratasik FBS Unesa Treny Hera
Ditinjau dari struktur sosial menarikan gerak tari yang gemulai dan halus
masyarakat Palembang ikut mempengaruhi bak air sungai Musi yang mengalir dari
sistem simbol yang dihasilkan berupa bentuk seberang ulu ke seberang ilir. Namun
tari Tanggai. Bentuk penyajian tari Tanggai ketentuan tersebut tidak berlaku bagi
yang konvensional di Palembang merupakan masyarakat yang membutuhkan tari Tanggai
produk dari masyarakat yang memiliki pola dalam suatu acara pesta pernikahan. Siapun
pikir pembaharuan terhadap kesenian boleh menari asalkan remaja putri yang
tradisional. Norma budaya yang diharapkan memiliki kemampuan menari.
dari keberadaan tari Tanggai adalah
kepatuhan dan norma modifikasi perilaku. Bentuk penyambutan tamu melalui
Tari Tanggai sebagai tontonan dapat penyajian tari Tanggai dimaksudkan juga
memberi pengertian menghibur tamu sebagai untuk menjaga keberadaan tari tradisi yang
media ungkap ucapan selamat datang ada di Palembang agar tetap lestari seiring
menjadi sajian yang dinikmati kadar dengan perkembangan tari modern yang
estetisnya, meliputi penampilan fisik penari semakin bervariasi bentuknya. Pelestarian
juga penampilan rias dan busana. Sajian tari sebagai kegiatan atau yang dilakukan secara
Tanggai menghadirkan penari remaja putri terus menerus, terarah dan terpadu guna
yang berparas menarik, para pelaku tari mewujudkan tujuan tertentu yang
menyebutnya penari sambut adalah penari mencerminkan adanya sesuatu yang tetap dan
yang memiliki tubuh yang proposional, abadi, bersifat dinamis, luwes, dan selektif
berwajah menarik, berpenampilan menarik, (Jacobus, 2006:115). Bentuk kepedulian
tinggi badan di atas 160 cm dan berat badan masyarakat terhadap keberadaan seni
tidak di atas 55 kg, artinya memiliki tubuh mengiringi peranan tari sebagai produk seni
yang tinggi dan langsing. Hal ini menjadi dalam masyarakat berkaitan dengan
ketentuan khusus bagi penari Tanggai dalam masyarakat Palembang sangat menghargai
acara resmi menyambut tamu agung atau tamu sehingga disajikan tari Tanggai sebagai
tamu kehormatan dalam tatanan simbol penghormatan merupakan salah satu
pemerintahan. Mengahdirkan penari dengan melestarikan kesenian setempat.
penampilan yang menarik dimaksudkan Tari Tanggai dikatakan tari
untuk mewakili peran penari sebagai putri tradisional karena memiliki perjalanan
raja pada mula sejarah Palembang dalam sejarah yang cukup lama. Tari tradisional
bentuk kerajaan Sriwijaya dan keturunan raja adalah semua tari yang telah mengalami
pada masanya. Kemudian penonton dihibur perjalanan sejarah yang cukup lama dan
oleh penari yang memilik daya tarik yang selalu bertumpu pada pola tradisi yang telah
cantik lengkap dengan busana adat ada (Soedarsono 1978: 13). Tari tradisional
palembang didukung oleh rias yang cantik
71 
 
                       https://journal.unesa.ac.id/index.php/geter/index

ONLINE ISSN: 2655-2205

Vol. 3 No.1, 2020


Page 64-77
Published by Jurusan Sendratasik FBS Unesa Treny Hera
adalah tari yang tercipta dalam masyarakat Tepak terbuat dari kayu yang diberi
diwariskan secara turun temurun dari ragam hias ukiran Palembang. Bentuk Tepak
generasi ke generasi cirinya adalah gerak adalah persegi empat, semacam kotak atau
yang sederhana dilakukan berulang-ulang peti dengan atasnya lebih kecil dan memakai
dalam artian tidak banyak variasi geraknya tutup. Perlengkapan sirih terbuat dari bahan
dan mudah ditirukan. Tari tanggai diciptakan kuningan, yaitu tempat sepah atau tempat
oleh Elly Rudi pada tahun 1965 dengan gaya berludah. Tepak itu berisi sirih, gambir,
kepenarian yang dimiliki oleh elly Rudi, pinang, kapur dan minyak bibir yang
sehingga terbentuklah tari Tanggai versi Elly diperlukan untuk bersirih atau menginang.
Rudi di Palembang. Elly Rudi adalah salah Ada dua macam cara pembawa Tepak,
satu Maestro Tari di Palembang dengan nama pertama Tepak dibawa oleh penari khusus
lengkap Elly Anggraini Soewondo. Bentuk pembawa Tepak, kedua Tepak diletakkan di
gerak tari Tanggai versi Elly Rudi ada atas meja, tidak membutuhkan satu penari
kesamaannya dengan bentuk gerak tari khusus pembawa Tepak. Penggunaan meja
Gending Sriwijaya, karena dalam penataan Tepak dipakai ketika penyambutan dilakukan
gerak Elly Rudi mengacu gerakan tari di dalam gedung akan mengganggu jalannya
Gending Sriwijaya sebagai filososfi tamu. Penggunaan meja juga dilakukan pada
mengenang kerajaan Sriwijaya di penyambutan di luar gedung tetapi
Palembang. kelemahannya adalah posisi meja Tepak yang
berada di depan penari dan tamu akan
Awal mula terciptanya tari Tanggai mengganggu jalan ketika tamu undangan
sebagai tari penyambutan tamu pada acara masuk. Bentuk penyajian Tanggai dengan
resmi di Palembang tidak menggunakan kemasan yang lebih menarik menjadi
Tepak, melalui perkembangannya tari perhatian khususnya bagi seniman tari,
Tanggai ditarikan dilengkapi dengan properti karena ada beberapa elemen tari yang
tari berupa Tepak. Pendapat lain mengalami perkembangan ke arah kreasi dan
menyebutkan bahwa pada tahun 1978 ibu meninggalkan bentuk-bentuk tradisinya,
Lukita Ningsih Irsan Rajiman selaku ketua namun hal ini belum bisa dihindari oleh para
Badan Koordinasi Kesenian Nasional pelaku seni karena memang hal demikian
Indonesia Sumatera Selatan menyarankan adalah produk seni yang lebih dibutuhkan
tari Tanggai diberi Tepak sebagai tari oleh masyarakat Palembang. Juniussava, dkk
sambut. Hal ini disepakati oleh seniman tari (2016: 94-98) dalam penelitiannya tentang
Palembang untuk menghadirkan Tepak Sirih Tari Tanggai dan Habitus masyarakat
dalam sajian tari ketika menyambut tamu Palembang, ditemukan tari Tanggai sebagai
resmi atau tamu kehormatan. cerminan orientasi hidup dan nilai
masyarakat Palembang, kedua, tari Tanggai
72 
 
                       https://journal.unesa.ac.id/index.php/geter/index

ONLINE ISSN: 2655-2205

Vol. 3 No.1, 2020


Page 64-77
Published by Jurusan Sendratasik FBS Unesa Treny Hera
sebagai cerminan sistem kekerabatan mesti dihadapi ketika berada di luar rumah
masyarakat Palembang. Adapun hasil memiliki resiko cukup besar mengharuskan
penelitiannya sebagai berikut: jenis-jenis pekerjaan yang dikategorikan di
luar rumah lebih banyak dilakukan oleh
Cerminan sistem kekerabatan kaum laki-laki karna secara fisik mereka kuat
masyarakat Palembang sebagai berikut: 1. ketimbang wanita. Sedangkan untuk wanita
Tari Sebagai Orientasi Hidup dan Nilai mereka lebih ditekankan untuk bekerja di
Masyarakat Palembang Dari hubungan yang dalam rumah seperti menenun dan lain
saling beroposisi biner antara gerak-gerak sebagainya. Keempat, masyarakat
Tari Tanggai maka terlihat suatu bentuk Palembang dituntut untuk selalu bertutur kata
orientasi hidup dan nilai masyarakat sopan dan selalu mendengarkan nasihat
Palembang. Pertama, masyarakat Palembang orang yang dituakan. Selain itu berisi
adalah manusia yang berketuhanan dan tuntutan untuk selalu mendengarkan nasehat
bersifat sosial bukan manusia yang atheis dan orang tua dan untuk selalu berkata sopan
bersifat asosial. Hal ini terlihat dari uraian terhadap orang yang dituakan. Di dalam
antara hubungan gerak sembah dan gerak masyarakat Palembang sendiri berkembang
barobudur, di mana manusia bukan hanya pengetahuan bahwa “ anak itu harus nurut
dituntut untuk hanya beribadah kepada apo kato wong tuo”, sehingga hal ini
Tuhan yang maha Esa, namun juga mesti memiliki dampak yang sangat besar dalam
mengajak manusia kepada kebaikkan. penentuan jodoh bagi si anak, setuju atau
Kedua, manusia dituntut untuk selalu tidak si anak harus bersedia dengan jodohan
menciptakan perdamaian, ketenangan dan orang tua. Selain itu jika gerak ini
menjaga keselarasan dengan alam. Selain itu dianalogikan dengan perilaku di dalam
adanya tuntutan kepada manusia untuk selalu berkeluarga maka akan berisi tuntutan
menjaga dan melestarikan alam, sehingga terhadap seorang istri untuk selalu
manusia harus mengembalikan atau mendengarkan semua perintah suami, dalam
memperbaharui terhadap apa yang sudah konteks kebaikan, serta ketika berbicara
mereka ambil di alam, serta manusia dituntut kepada suami dianjurkan untuk berbicara
untuk tidak melakukan kerusakan di muka dengan nada yang sopan. Kelima, adanya
bumi. Ketiga, adanya garis demarkasi yang tuntutan kepada seorang wanita untuk
tegas antara laki-laki dan perempuan. menjaga kehormatan diri, sehingga sudah
Pembagian ini terlihat di dalam perlakuan sepantasnya mendapat perlindungan lebih, di
wanita terhadap laki-laki maupun sebalikny, mana di dalam masyarakat Palembang wanita
sehingga membuat adanya pembagian kerja lebih banyak dipingit di dalam rumah
antara laki-laki dan perempuan. Dapat ketimbang beraktualisasi di luar rumah.
dikatakan bahwa dikarnakan medan yang Pingitan ini bukan berarti wanita tidak mesti
73 
 
                       https://journal.unesa.ac.id/index.php/geter/index

ONLINE ISSN: 2655-2205

Vol. 3 No.1, 2020


Page 64-77
Published by Jurusan Sendratasik FBS Unesa Treny Hera
untuk mempercantik diri, namun bagi diri sendiri maupun bagi orang lain,
mempercantik diri juga keharusan yang sehingga tidak menghalalkan segala cara
merupakan tuntutan dan kewajiban untuk demi tercapainya tujuan pribadi dengan
dilakukan oleh wanita sebagai bentuk mengambil dan merugikan orang lain sebagai
perwujudan wanita Palembang yang cantik konsekuensinya.
lahir dan batin, di mana jika hal ini tidak
dilakukan dianggap kurang sopan. Keenam, Tari Tanggai dan Sistem Kekerabatan
adanya tuntutan bagi manusia untuk selalu Masyarakat Palembang Dalam menjelaskan
berusaha meningkatkan kualitas hidupnya, keterkaitan antara makna dalam dari Tari
terutama dalam rangka untuk mencapai Tanggai terhadap sistem kekerabatan
kesuksesan dalam menjalani kehidupan di masyarakat Palembang, Peneliti mengunakan
dunia ini, namun bukan hanya usaha yang prinsip kerja Larangan Insest atau Tabu
menjadi perhatian utama melainkan usaha insest yang digunakan Levi Strauss dalam
yang ada harus diiringi dengan doa, sehingga menjelaskan sistem kekerabatan yang
usaha-usaha yang ada tetap dalam koridor tersebar di setiap suku bangsa yang ada di
norma-norma agama dan norma yang berlaku seluruh dunia. Levi Strauss beranggapan
di dalam masyarakat. di dalam nilai ini bahwa metode linguistik struktural terhadap
manusia dituntut untuk menyeimbangkan fonem juga dapat diterapkan pada fenomena
antara ibadah dan usaha. Ketujuh, manusia larangan insest. Sehingga larangan insest
dituntut untuk setiap aktivitas yang dilakukan dikatakan sebagai larangan untuk menikah
tidak meninggalkan tujuan akhir dari dengan individu-individu dari kategori
kehidupan yaitu kematian, sehingga manusia tertentu, yang kemudian menghasilkan
diharuskan mempersiapkan bekal sebanyak- semacam ‘lingkaran’ sosial yang individu-
banyaknya untuk di akhirat kelak. Sehingga individu di dalamnya tidak boleh saling
dapat dikatakan manusia dituntut untuk mengawini. Dalam Tari Tanggai, larangan
selalu melaksanakan kewajiban-kewajiban insest dimunculkan dalam hubungan yang
sebagai makhluk tuhan dalam arti saling beroposisi biner antara gerak jalan
melaksanakan seluruh perintahnya dan keset dengan gerak elang terbang, di mana
menjauhi semua larangannya. Kedelapan, struktur yang terbentuk yaitu Gerak jalan
tuntutan terhadap setiap manusia untuk selalu keset : gerak elang terbang :: wanita : laki-
berfikir terlebih dahulu sebelum bertindak, laki. Secara makna hubungan ini
apakah tindakan yang dilakukan sudah sesuai melambangkan penolakan terhadap
atau tidak dengan nilai dan norma yang perkawinan sedarah, sehingga dapat
berlaku di masyarakat. Tuntutan ini lebih dikatakan bahwa di dalam masyarakat
ditujukan agar setiap usaha yang dilakukan Palembang larangan insest diberlakukan, di
individu dapat mendatangkan manfaat baik mana hubungan perkawinan hanya
74 
 
                       https://journal.unesa.ac.id/index.php/geter/index

ONLINE ISSN: 2655-2205

Vol. 3 No.1, 2020


Page 64-77
Published by Jurusan Sendratasik FBS Unesa Treny Hera
diperbolehkan antara laki-laki dengan kematian sesuai dengan norma-norma.
perempuan yang bukan berasal dari saudara Kemudian fungsi tari Tanggai terhadap
sedarah sedangkan jika terjadi perkawinan sistem kekerabatan masyarakat Palembang
sedarah maka dianggap tabu oleh masyarakat dalam hal adat perkawinan masyarakat
yang berujung pada pemberian sanksi sosial Palembang menganut sistem perkawinan
berupa pengucilan. Sehingga dapat dikatakan eksogami, melihat sudut adat perkawinan
bahwa sistem perkawinan di dalam Palembang maka eksistensi tari Tanggai
masyarakat Palembang menganut sistem disajikan pada acara Munggah yang
perkawinan eksogami, di mana laki-laki atau dilakukan di rumah pengantin perempuan
perempuan akan mengambil perempuan atau berfungsi sebagai tontonan dan hiburan bagi
laki-laki yang berasal dari luar kelompok tamu yang hadir dalam suasana meriah
mereka. Sehingga sifat perkawinan eksogami dengan sistem kekerabatan antara mempelai
ini akan menciptakan sistem kekerabatan wanita dan pihak besan laki-laki beserta tamu
yang luas atau menciptakan keluarga luas undangan yang bertujuan untuk merayakan
(extendeed family). pesta pernikahan. Dengan demikian
kesadaran nilai aset itu juga dapat bermakna
Dari data di atas menunjukkan bahwa pelestarian menurut pandangan pemiliknya
fungsi tari tanggai sebagai alat komunikasi (Pramutomo, 2014: 77). Tari Tanggai sebagai
bagi masyarakat Palembang yang diwakili aktivitas seni untuk masyarakat Palembang
oleh penari sebagai media ungkap gerak sebagai bentuk kesenangan atau hiburan
berisi makna khusus kepada penonton bahwa bersama-sama. Masyarakat Palembang
tari tanggai memiliki nilai sosiologi bagi memiliki perhatian yang cukup besar
cerminan orientasi hidup dan nilai terhadap pelestarian seni tari, karena
masyarakat Palembang dan cerminan sistem kecintaan masyarakat bangga terhadap aset
kekerabatan masyarakat Palembang. budaya yang perlu dijaga nilai dan
Cerminan hidup masyarakat Palembang keberadaannya. Menjaga seni tari sebagai
dimaksudkan masyarakat Palembang hidup salah satu perwujudan budaya melalui
bersosial dengan sesama masyarakat dan menyajikan tari Tanggai secara terus-
menjaga keselarasan dengan alam. menerus dalam acara-acara resmi maupun
Masyarakat Palembang dituntut untuk selalu tidak resmi khususnya di Palembang.
bertutur kata sopan dan selalu mendengarkan
nasihat orang yang dituakan. Pernyataan ini IV. SIMPULAN
diwakili oleh lirik lagu tari Tanggai yaitu
“adat beradat leluhur kita Sriwijaya”. Nilai Masyarakat Palembang
yang dijunjung untuk menjaga kehormatan menggunakan tari Tanggai sebagai
dan memiliki falsafah dalam hidup hingga kebutuhan sosial dalam konteks menyambut

75 
 
                       https://journal.unesa.ac.id/index.php/geter/index

ONLINE ISSN: 2655-2205

Vol. 3 No.1, 2020


Page 64-77
Published by Jurusan Sendratasik FBS Unesa Treny Hera
tamu dan memulai acara resmi ditandai Hera, T. 2018. Rangsang Audio Sebagai
dengan penyajian tari Tanggai di awal acara. Motivasi Pada Penciptaan
Pertunjukan tari Tanggai eksis di Palembang Karya Tari Tunggu Tubang Dalam
karena keberadaannya menjalin sistem Pembelajaran
kekerabatan masyarakat Palembang dengan Koreografi Di Universitas PGRI Pale
tamu yang datang dari dalam maupun dari mbang Jurnal Sitakara, 3(1).
luar Palembang. Fungsi utama tari Tanggai
Palembang sebagai sarana hiburan pribadi Hera, T. 2018. Aspek-Aspek Penciptaan
dan tontonan. Sedangkan fungsi sekunder tari Tari Dalam Pendidikan.Prosiding Se
Tanggai sebagai legitimasi pertanda acara minar Nasional Program Pascasarjana
dimulai dalam acara resmi maupun tidak Universitas PGRI
resmi. Palembang (Vol.5, No. 05).

Bentuk penyambutan tamu melalui Hera, T. 2019. Fungsi Tari Persembahan


penyajian tari Tanggai dimaksudkan juga Tepak Sirih Dalam Memeriahkan
untuk menjaga keberadaan tari tradisi yang Acara Hbd Indonesia Di Bkb
ada di Palembang agar tetap lestari seiring Palembang. Jurnal Sitakara, 3(2).
dengan perkembangan tari modern yang Jazuli M. 1994. Telaah Teoritis Seni Tari.
semakin bervariasi bentuknya. Semarang: IKIP Semarang Press.
Bentuk kepedulian masyarakat Pramutomo, R. M. 2014. Seni Pertunjukan
terhadap keberadaan seni mengiringi peranan
tari sebagai produk seni dalam masyarakat Topeng Tradisional di Surakarta
berkaitan dengan masyarakat Palembang dan Yogyakarta. Jurnal Kajian
sangat menghargai tamu sehingga disajikan Seni, 1(1).
tari Tanggai sebagai simbol penghormatan
merupakan salah satu melestarikan kesenian
setempat. Simbol penghormatan terletak Ranjabar, Jacobus. 2006. Sistem Sosial
pada bentuk koreo tari ketika penari Budaya Indonesia. Bogor: Ghalia
melakukan gerak Sembah yaitu kedua tangan Indonesia.
telapak tangan dipertemukan di depan dada.
Sembah di dalam tari Tanggai yang berarti Saputra, Muhammad Juniussava dkk. 2016.
persembahan mengandung makna saling Tari Tanggai Dan Habitus Masyarakat
menghormati sesama manusia.
Palembang.Jurnal Emnperika Vol.1
DAFTAR PUSTAKA No 1.

76 
 
                       https://journal.unesa.ac.id/index.php/geter/index

ONLINE ISSN: 2655-2205

Vol. 3 No.1, 2020


Page 64-77
Published by Jurusan Sendratasik FBS Unesa Treny Hera
Sartono dkk, 2007. Direktori Kesenian
Sumatera Selatan. Palembang: Dinas
Pariwisata dan Kebudayaan Sumatera
Selatan.

Sedyawati, Edi. 2007. Budaya Indonesia:


Kajian Arkeologi, Seni, dan Sejarah.
Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

Soedarsono. 1978. Diktat Pengantar dan


Pengetahuan Komposisi Tari. Yogyakarta:
Akademi Seni Tari Indonesia

Wulandari, L.& Widyastutieningrum, S. R.


2018. Bentuk Dan Fungsi Tari Gatholoco
Kelompok Seni Cipto Budoyo
Kabupaten Temanggung. Greget Jurnal
Pengetahuan

dan Penciptaan Tari, 17(2).

Nara Sumber:

Dr.M.Idris, M.Pd (56 Tahun) Ahli Sejarah

Sumatera Selatan.

77 
 

Anda mungkin juga menyukai