Anda di halaman 1dari 14

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Emulsi merupakan sediaan yang mengandung dua fase yang tidak tercampur,
biasanya air dan minyak, dimana cairan yang satu terdispersi menjadi tetesan-tetesan
kecil(droplet) dalam cairan lainnya yang distabilkan dengan zat pengemulsi atau
surfaktan yang cocok (Anief, 2000). Sistem emulsi umumnya mudah rusak dengan
penambahan energy serta seiring berjalannya waktu. Masalah ini dapat diatasi dengan
memperkecil ukuran droplet serta penggunaan stabilizer. Memperkecil ukuran droplet
dapat dilakukan dengan pembuatan nanoemulsi .

1.2 Rumusan Masalah


1. Apakah pengertian Nanoelmusi?
2. Apakah Keuntungan dari nanoelmusi ?
3. Bagaimana metode pembuatan Nanoelmusi secara umum ?
4. Sebutkan komponen nanoelmusi secara umum dan evaluasi nanoelmusi ?
5. Sebutkan keuntungan dan kerugian nanoemulsi?
6. Minyak zaiutun dalam nano emulsi, alat dan bahan, serta pengujian?

1.3 Tujuan
1. Agar pembaca mengetahui definisi nanoelmusi dan keuntungannya.
2. Agar mengetahui metode pembuatan nanoelmusi secara umum dan komponen-
komponennya serta uji yang terdapat pada nanoemulsi.
3. Agar mengetahui pengujian minyak zaitu dalam nanoemulsi serta alat dan bahan, dan
cara pembuatannya.

1
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Definisi Nanoemulsi


Nanoemulsi adalah sistem emulsi yang transparent, tembus cahaya dan
merupakan dispersi minyak air yang distabilkan oleh lapisan film dari surfaktan atau
molekul surfaktan yang memiliki ukuran droplet 50-500nm. Karena ukuran droplet
yang kecil, nanoemulsi dapat dengan mudah berpenetrasi melewati lapisan kulit dan
dapat meningkatkan penetrasi bahan aktif. Nanoemulsi memiliki bentuk fisik yang
transparent atau translucent. Nanoemulsi merupakan salah satu bentuk sediaan yang
stabil, jernih, tidak merusak sel normal manusia dan hewan, memiliki ukuran globul
yang sangat kecil dan dapat meningkatkan bioavailabilitas nutraseutika. Nanoemulsi
telah diterapkan dalam berbagai industri farmasi, diantaranya untuk sistem penghantar
transdermal, bahan atau unsur yang potensial dalam beberapa produk perawatan
tubuh, dan pembawa yang baik pada obat sehingga dapat meningkatkan
bioavailabilitas obat dalam tubuh.

2.2 Keuntungan Nanoemulsi


- Memiliki luas permukaan yang lebih besar dan bebas energi, lebih stabil dan tidak
beracun
- Tidak mengiritasi pada sediaan topikal
- Membantu mensolubilisasikan zat aktif yang bersifat bidrofob
- Karena sifatnya yang transparan dan fluiditasnya(pada konsentrasi minyak yang
sesuai) dapat memberikan estetika yang menarik dan menyenangkan
- Karena ukurannya yang kecil, nanoemulsi dapat melewati permukaan kulit yang
kasar dan dapat meningkatkan penetrasi obat
- Meningkatkan efektivitas obat sehingga dosis total dapat dikurangi dan demikian
meminimalkan efek samping

2.3 Kerugian Nanoemulsi


- Penggunaan konsentrasi besar surfaktan kosurfaktan yang diperlukan untuk
menstabilkan nano droplet
- Kapasitas pelarut terbatas untuk melarutkan zat yang memiliki titik lebur tinggi
- Surfaktan yang digunakan tidak boleh beracun
2
- Stabilitas nanoemulsi dipengaruhi oleh parameter lingkungan, seperti suhu dan Ph,
parameter ini berubah setelah sampai pada pasien.

2.4 Metode Pembentukan Nanoemulsi


Pada beberapa kasus, pembuatan nanoemulsi membutuhkan teknik khusus.
Nanoemulsi dapat dibuat dengan teknik mekanika yang berbeda. Salah satu metode
pembuatan nanoemulsi adalah teknik enegi tinggi seperti ultrasonikasi, mikrofluidisasi
dan homogenizer bertekanan tinggi. Pembuatan nanoemulsi dengan energi tinggi
bergantung pada pembentukan ukuran globul yang kecil dengan adanya surfaktan atau
campuran surfaktan dengan masukan energi yang tinggi. Selama pembuatan, beberapa
parameter seperti tekanan homogenizer, jumlah siklus homogenizer, dan suhu
homogenizer dapat berubah yang nantinya dapat mempengaruhi ukuran globul
nanoemulsi dalam stabilitas fisik sisten tersebut.

2.5 Komponen Nanoemulsi


Umumnya sediaan nanoemulsi memiliki komponen yang digunakan seperti
minyak, surfaktan dan kosurfaktan. Pemilihan eksipien dalam nanoemulsi tidak boleh
mengiritasi dan sensitif terhadap kulit. Minyak merupakan komponen penting dalam
formulasi nanoemulsi karena dapat melarutkan bahan aktif lipofilik. Surfaktan non ionik
umumnya digunakan karena memiliki toksisitas yang rendah dibanding dengan surfaktan
ionik. Dalam kebanyakan kasus, penggunaan surfaktan saja tidak cukup untuk
mengurangi tegangan antar muka antara minyak air, sehingga di butuhkan kosurfaktan
untuk membantu menurunkan tegangan antar muka. Penambahan kosurfaktan selain
dapat menurunkan tegangan antar muka minyak air juga dapat meningkatkan fluiditas
pada antar muka sehingga dapat meningkatkan entropi sistem.

2.6 Evaluasi Nanoemulsi


A. Uji organoleptis
Pengujian yang didasarkan pada proses pengindraan. Evaluasi organoeptis
sediaan nanoemulsi dilakukan dengan mengamati warna, bau, kejernihan,
homogenitas dan pemisah fase. Nanoemulsi yang stabil ditandai dengan tidak
terjadinya pemisahan fase jernih, homogen dan tidak berbau tengik.

3
B. Uji Ph
Sediaan nanoelmusi yang ditunjukan untuk pemakaian secara topikal harus di
desain agar tidak menimbulkan iritasi dan sensitiv pada kulit. Oleh karna itu, ph
sediaan harus berada pada ph 4-6 yang merupakan ph kulit.
C. Uji Persen Transmitan
Dilakukan untuk mengukur kejerniaan nanoemulsi yang terbentuk.
Pengukuran persen transmitan merupakan faktor penting dalam melihat sifat fisik
nanoemulsi yang terbentuk. Pengukuran dilakukan dengan menggunakan
stektrofotometer UV-Vis pada panjang gelombang 650nm dan menggunakan aquadest
sebagai blangko. Jika hasil persen transmitan sampel mendekati persen transmitan
aquadest yakni 100%, maka sampel tersebut memiliki kejernihan atau transparasi
yang mirip dengan air.
D. Uji Viskositas
Menunjukan sifat dari cairan untuk mengalir. Mankin kental suatu cairan,
maka emakin besar kekuatan yang diperluhkan agar cairan dapat mengalir. Besar
nya viskositas dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti suhu, ukuran molekul,
konsetrasi larutan, serta gaya tarik menarik antar molekul.
E. Uji Ukuran Partikel
Dilakukan untuk mengetahui ukuran partikel yang terbentuk. Memenuhi
kriteria ukuran partikel nanoemulsi yaitu 50-500nm. Pengujian ukuran partikel
menggunakan PSA (Particle Size Analyzer) dengan tipe Dynamic Light Scattering.
Prinsip ini adalah sampel yang akan di tembak dengan sinar laser dan akan terjadi
penghamburan cahaya. Penghamburan cahaya di deteksi pada sudut tertentu secara
cepat. Hasil pengukuran droplet dinyatakan sebagai diameter yang terdapat pada
medium dispers.

4
BAB III
ISI

3.1 Minyak Zaitun


Minyak zaitun merupakan salah satu sumber antioksidan yang potensial untuk
dikembangkan menjadi sediaan farmasi dalam bentuk nanoemulsi. Tujuan penelitian ini
adalah untuk mengetahui pengaruh variasi konsentrasi Tween 80 dan sorbitol terhadap
aktivitas antioksidan nanoemulsi minyak zaitun.Radikal bebas yang berlebih dapat
memicu beberapa penyakit serta mempercepat proses penuaan.
Radikal bebas yang berlebih dapat memicu beberapa penyakit serta mempercepat
proses penuaan.Mengkonsumsi antioksidan membantu tubuh untuk menetralisir radikal
bebas berbahaya, karena antioksidan berperan dengan memberikan elektron sehingga
membuat radikal bebas stabil. Tubuh yang normal memiliki sistem pertahanan alami
untuk menetralisir radikal bebas agar tidak berkembang menjadi berbahaya. Namun
tubuh manusia tidak mempunyai cadangan antioksidan dalam jumlah banyak, sehingga
jika terjadi paparan radikal bebas berlebih maka tubuh membutuhkan antioksidan
eksogen. Salah satu sumber antioksidan alami adalah
tanaman zaitun (Olea europaea) yang diolah menjadi minyak zaitun (Oleum olivae).
Konsumsi minyak zaitun terbukti dapat memberikan perlindungan terhadap kanker usus
besar, kanker payudara, kanker kulit, penyakit jantung koroner, dan penuaan dengan
menghambat stres oksidatif. Hal ini disebabkan oleh minyak zaitun yang sangat kaya
akan antioksidan fenolik, yaitu hydroxytyrosol, tyrosol, oleuropein, lignan,serta squalene
dan asam oleat . Pengembangan minyak zaitun menjadi bentuk sediaan stabil seperti
nanoemulsi menjadi sangat potensial jika terkait dengan banyaknya khasiat yang
dimiliki. Oleh karena itu, pada penelitian ini minyak zaitun diformulasi sebagai
nanoemulsi.

3.2 Metodologi
1. Alat
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah spektrofotometer UV-Vis
(Shimadzu UV-1800), timbangan analitik (OHAUS), magnetic stirrer
(Cimarec),ultrasonic (Elmasonic), vortex (Labinco L46), rotary vacum evaporator,
dan alat-alat gelas (glassware) (Pyrex) untuk analisis.

5
2. Bahan
Bahan-bahan yang digunakan adalah minyak zaitun (Brataco, Indonesia),
vitamin C, Tween 80 (Brataco, Indonesia), sorbitol 70% (Brataco, Indonesia) semua
berkualitas farmasetika dan aquademineralisata (Brataco, Indonesia). Pereaksi kima
yang digunakan adalah etanol, toluen, n-heksan, dan DPPH (2,2-difenil-1-
pikrilhidrazil) semua berkualitas p.a.

3.3 Prosedur Penelitian


1. Pembuatan nanoemulsi minyak zaitun
Nanoemulsi minyak zaitun dibuat dengan metode emulsifikasi spontan.
Nanoemulsi minyak zaitundiformulasi menjadi 3 formula seperti pada Tabel I. Tween
80 dicampurkan dengan sorbitol lalu dilarutkan dalam aquademineralisata dan diaduk
dengan menggunakan magnetic stirrer pada kecepatan 12000 rpm selama 1 menit.
Setelah itu, minyak zaitun didispersikan sedikit demi sedikit hingga 10 menit dengan
magnetic stirrer dan selanjutnya dicampur menggunakan ultrasonic selama 30 menit.

2. Uji pendahuluan dengan larutan DPPH 40 ppm (Uji Kualitatif)


Larutan sampel vitamin C dan minyak zaitun ditotolkan pada kertas whatmann
kemudian disemprot larutan DPPH 40 ppm, maka akan memberikan warna kuning
yang intensif.

3. Ekstraksi minyak zaitun dari formulasi nanoemulsi minyak zaitun


Sampel nanoemulsi sebanyak 10,0 g dimasukkan ke dalam corong pisah lalu
ditambahkan etanol dan n-heksan masing-masing 10 mL dan dikocok selama 15 menit.
Lapisan atas dipisahkan, ditambah kembali n-heksan 10 mL. Pengocokan kembali
dilakukan selama 3 kali dengan tiap pengocokan masing-masing 15 menit dan
pemisahan lapisan bagian atas setelah masing-masing pengocokan. Semua lapisan
bagian atas yang telah dipisahkan lalu dievaporasi dengan rotary vacum evaporator (40
rpm, suhu 30oC) hingga tersisa lapisan minyak berwarna kekuningan pada dasar labu
evaporator. Lapisan minyak tersebut dilarutkan dalam labu ukur dengan toluen hingga
volume total 25,0 mL sehingga diperoleh konsentrasi larutan sampel nanoemulsi
sebesar 20.000 ppm. Dari larutan tersebut dilakukan pengenceran sebanyak 6
konsentrasi berbeda.

6
4. Uji peredaman radikal bebas DPPH (Uji kuantitatif)
Larutan sampel sebanyak 1 mL ditambah 4 mL DPPH 40 ppm kemudian
diinkubasi dalam tabung tertutup rapat agar terlindung dari cahaya pada suhu ruang
selama operating time. Campuran sampel DPPH dihomogenkan dengan vortex selama
1 menit agar reaksi berjalan sempurna. Hasil inkubasi diukur serapannya dengan
spektrofotometer UV-Vis pada panjang gelombang optimumnya dibandingkan dengan
minyak zaitun dan vitamin C yang diperlakukan sama dengan sampel.

7
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Evaluasi Kejernihan Nanoemulsi Minyak Zaitun


Pada penelitian ini dibuat formulasi nanoemulsi minyak zaitun dengan variasi
konsentrasi surfaktan dan kosurfaktan. Dari berbagai percobaan pendahuluan, diperoleh
kondisi optimum untuk membuat nanoemulsi yaitu pada kecepatan pengadukan 12000
rpm dengan magnetic stirrer selama 10 menit dan dengan ultrasonic selama 30 menit.
Tampilan kejernihan nanoemulsi formula I, formula II, dan formula III dapat dilihat pada
Gambar 1. Pada penelitian ini ukuran droplet tidak ditentukan, namun ditunjukkan
dengan tingkat kejernihan dari nanoemulsi. Ukuran fase terdispersi sangat
mempengaruhi penampakan emulsi. Bila sistem emulsi memiliki ukuran globul sangat
kecil dilewati cahaya, maka berkas cahaya akan diteruskan sehingga warna larutan
terlihat transparan. Dari gambar 1 semua formula menghasilkan emulsi yang
jernih/transparan sehingga dapat dianggap ukuran dropletnya sudah masuk dalam ukuran
nanoemulsi.

4.2 Uji Aktivitas Antioksidan dengan Metode DPPH Uji kualitatif


Uji kualitatif dilakukan untuk mengetahui apakah sampel minyak zaitun yang
akan dibuat nanoemulsi dan kontrol positif vitamin C memiliki aktivitas sebagai
antioksidan. Hasil pada kertas whattmann (Gambar 2) menunjukkan adanya warna
kuning setelah totolan sampel disemprot dengan larutan DPPH 40 ppm. Dari uji
kualitatif dapat disimpulkan bahwa minyak zaitun dan vitamin C memiliki aktivitas
sebagai antioksidan.

8
4.3 Hasil Pengukuran Aktivitas Antioksidan dengan Metode DPPH
Aktivitas antioksidan dengan menggunakan metode DPPH dinyatakan dalam
IC50 atau konsentrasi yang mampu menginhibisi DPPH sebesar 50%. Semakin kecil
IC50 suatu sampel, maka semakin kuat aktivitas antioksidan sampel tersebut (Molyneux,
2004). Gambar 3 menunjukkan hasil campuran DPPHsampel sebelum dan sesudah
inkubasi.

Dari gambar 3 terlihat bahwa semakin tinggi konsentrasi sampel, maka warna
larutan akan semakin kuning pucat. Pemudaran warna akan mengakibatkan penurunan
nilai absorbansi sinar tampak dari spektrofotometer UV-Vis (Novandinar, 2010).
Semakin pudarnya warna DPPH setelah direaksikan dengan antioksidan menunjukkan
kapasitas antioksidan yang semakin besar pula. Hal tersebut terjadi karena semuaradikal
bebas DPPH menjadi berpasangan ketikaterjadinya reaksi antara larutan DPPH dengan
zat antioksidan dalam sampel yang dapat mendonorkan atom hidrogen. Reaksi radikal
DPPH dengan senyawa antioksidan dapat dilihat pada Gambar 4.

9
Penggunaan vitamin C sebagai kontrol positif pada pengujian aktivitas
antioksidan ini adalah untuk mengetahui seberapa kuat potensi antioksidan yang ada
pada minyak zaitun maupun nanoemulsi minyak zaitun jika dibandingkan dengan
vitamin C. Nilai IC50diperoleh dengan menggunakan persamaan regresilinear hubungan
antara konsentrasi sampel (x) dengan persentase inhibisi (y). Nilai IC50 minyak zaitun
yang diperoleh yaitu sebesar 55,79±3,64 ppm sedangkan nilai IC50 vitamin C yang
diperoleh sebesar 4,52±0,33 ppm seperti tersaji pada Tabel II.

Kurva hubungan antara persentase inhibisi dengan konsentrasi nanoemulsi tersaji pada
Gambar 5.

Nilai IC50 sampel nanoemulsi pada formula I, II, dan III dapat dilihat pada
Tabel II. Dari tabel tersebut terlihat bahwa formula III mempunyai aktivitas antioksidan

10
paling tinggi. Bila hasil tersebut digolongkan aktivitas antioksidannya berdasar nilai
IC50 (Miryanti et al, 2011) maka formula III mempunyai aktivitas antioksidan yang kuat
sama dengan minyak zaitun, sedangkan aktivitas antioksidan formula II dikategorikan
sedang dan aktivitas antioksidan formula I termasuk lemah. Aktivitas antioksidan pada
tiap formula nanoemulsi seharusnya tidak berbeda karena tidak ada variasi konsentrasi
minyak zaitun yang berkontribusi memberikan aktivitas antioksidan. Jumlah minyak
zaitun yang ditambahkan pada tiap formula adalah sebanyak 5 g. Dalam formula yang
divariasikan adalah konsentrasi Tween 80 dan sorbitol sebagai surfaktan dan
kosurfaktan. Dari hasil IC50 tersebut terlihat bahwa perbedaan konsentrasi Tween 80 dan
sorbitol berpengaruh terhadap aktivitas antioksidan. Uji Tukey menunjukkan bahwa
aktivitas antioksidan formula I berbeda bermakna dengan formula II, III dan minyak
zaitun, formula II berbeda bermakna dengan formula I, III dan minyak zaitun, formula III
berbeda bermakna dengan formula I, II namun berbeda tidak bermakna dengan minyak
zaitun. Dari hasil penelitian terlihat bahwa semakin besar konsentrasi Tween 80 maka
aktivitas antioksidan akan semakin kecil. Menurut Donnelly et al. (1998), emulsi yang
distabilkan dengan surfaktan non ionik memiliki kecepatan oksidasi lebih cepat pada
kondisi asam karena ion logam besi (prooksidan) lebih larut. Oksidasilipid akan
terhambat saat ion besi ditolak oleh droplet yang bermuatan positif (McClements and
Decker, 2000). Saat surfaktan non ionik menyelimuti droplet, droplet menjadi tidak
bermuatan sehingga ion logam besi yang bermuatan positif akan berada di dekat droplet.
Semakin banyak surfaktan non ionik yang ditambahkan, maka droplet akan semakin
tidak bermuatan sehingga ion logam besi (prooksidan) akan semakin banyak yang
mendekati droplet. Hasil ini sesuai dengan penelitian Arifianti (2012) tentang aktivitas
antioksidan nanoemulsi minyak jinten hitam yang semakin lemah pada peningkatan
konsentrasi Tween 80. Hal ini terbukti dari hasil penelitian bahwa semakin tinggi
konsentrasi Tween 80 yang ditambahkan, maka aktivitas antioksidan akan semakin
rendah.
Dari hasil penelitian juga terlihat bahwa semakin besar konsentrasi sorbitol yang
ditambahkan maka semakin besar pula aktivitas antioksidannya. Dalam penambahan
gula non pereduksi dan berbagai gula alkohol ke fase air dalam emulsi M/A yang
distabilkan oleh surfaktan anionik telah terbukti mengurangi tingkat oksidasi lipid.
Penggunaan sorbitol sebagai kosurfaktan juga berpengaruh terhadap ukuran droplet.
Semakin tinggi konsentrasi sorbitol dalam nanoemulsi maka diameter droplet akan
meningkat. Ukuran droplet dapat mempengaruhi kecepatan oksidasi lipid. Semakin kecil
11
ukuran droplet, luas permukaan menjadi lebih besar, sehingga akan semakin banyak
minyak yang kontak dengan fase air, akibatnya laju oksidasi lipid akan semakin cepat.
Sebuah penelitian tentang oksidasi emulsi asam dokosaheksaenoat menunjukkan bahwa
semakin kecil ukuran droplet maka laju oksidasi lipid akan meningkat (Gohtani et al.,
1999). Penambahan sorbitol yang semakin banyak dalam formula nanoemulsi
mempunyai kelemahan tersendiri. Meskipun dengan penambahan sorbitol yang semakin
banyak dapat meningkatkan aktivitasantioksidan, namun hal tersebut justru akan
meningkatkan diameter droplet nanoemulsi. Oleh karena itu, perlu dilakukan optimasi
lebih lanjut untuk mendapatkan formula nanoemulsi minyak zaitun yang memiliki
aktivitas antioksidan yang sama dengan minyak zaitun sebelum diformulasi.

12
BAB V
PENUTUP

5.1 Kesimpulan
1. Aktivitas antioksidan minyak zaitun dalam formulasi nanoemulsi lebih rendah
daripada aktivitas antioksidan minyak zaitun
2. Terdapat pengaruh variasi konsentrasi tween 80 dan sorbitol terhadapa aktivitas
antioksidan minyak zaitun dalam nanoemulsi

5.2 Kritik dan Saran


Semoga makalah ini bermanfaat dan menambah wawasan bagi pembaca

13
DAFTAR PUSTAKA

1. 1.http://repository.ump.ac.id/430/3/BAB%20II_DINDA%20SABILA%20ROSADA_FARMASI
%2716.pdf
2. http://farmasains.uhamka.ac.id/wp-content/uploads/2015/12/naskah-vol-2-no-5-223-
228.pdf

14

Anda mungkin juga menyukai