Makalah Jembatan Beton Prategang PDF
Makalah Jembatan Beton Prategang PDF
Disusun oleh :
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2016
BAB I
PENDAHULUAN
Beton adalah material yang kuat dalam kondisi tekan, tetapi lemah dalam
kondisi tarik. Kuat tarik beton bervariasi mulai dari 9% – 15% dari kuat tekannya.
Akibat rendahnya kapasitas tarik tersebut, maka retakan lentur terjadi pada taraf
pembebanan yang masih rendah. Oleh karena itu dibutuhkan beton yang dapat
menahan gaya tarik yang lebih besar dan dari dimensi penampang lebih kecil sehingga
pembuatannya tidak membutuhkan material yang banyak. Salah satu beton yang
digunakan dalam pembuatan jembatan adalah beton prategang. Beton prategang
adalah beton bertulang yang diberikan gaya pada arah longitudinal elemen struktural.
Gaya prategang dapat mencegah berkembangnya retak dengan cara sangat mengurangi
tegangan tarik di bagian tumpuan dan daerah kritis pada kondisi beban kerja, sehingga
dapat meningkatkan kapasitas lentur, geser, dan torsional penampang tersebut.
1. Dapat memikul beban lentur yang lebih besar dari beton bertulang.
2. Dapat dipakai pada bentang yang lebih panjang dengan mengatur defleksi.
3. Ketahanan geser dan puntirnya bertambah dengan adanya penegangan.
4. Dapat dipakai pada rekayasa konstruksi tertentu, misalnya pada konstruksi
jembatan segmen.
5. Berbagai kelebihan lain pada penggunaan struktur khusus, seperti struktur pelat
dan cangkang, struktur tangki, struktur pracetak, dan lain-lain.
6. Pada penampang yang diberikan penegangan, tegangan tarik dapat di eliminasi
karena besarnya gaya tekan disesuaikan dengan beban yang akan diterima.
Maka dari itu pada makalah ini akan dibahas terkaitan jembatan yang berbahan
beton prategang.
Hal-hal yang akan dibahas ada makalah ini dirumuskan sebagai berikut:
1. Apa yang dimaksud “Jembatan Beton Prategang” dan bagaimana aplikasinya pada
kehidupan nyata?
2. Bagaimana analisis perhitungan perencanaan Jembatan Beton Prategang?
3. Bagaimana metode konstruksi dari Jembatan Beton Prategang?
1.3. Tujuan
1. Untuk mengetahui apa itu “Jembatan Beton Prategang” dan aplikasinya pada
kehidupan
2. Untuk mengetahui langkah analisis perencanaan Jembatan beton Prategang
3. Untuk mengetahui metode konstruksi dari Jembatan Beton Prategang
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Jembatan
Jembatan merupakan komponen infrastruktur yang sangat penting karena
berfungsi sebagai penghubung dua tempat yang terpisah akibat beberapa kondisi.
Komponen-komponen yang membentuk jembatan diantaranya adalah sebagai
berikut :
a. Sistem prategang yang bisa menjadikan beton sebagai bahan elastis yang bisa
menahan tegangan tarik akibat dari beban luar. Konsep ini diperkenalkan oleh
Eugene Freyssinet, dimana menurut teorinya beton yang telah diberikan
tegangan awal terlebih dahulu dapat bertransformasi menjadi bahan yang elastis.
Kondisi ini menunjukan bahwa tegangan tarik pada beton tidak ada. Pada
kondisi ini pun, beton akan mengalami dua (2) kondisi yaitu :
Serat Bawah
b. Sistem prategang yang merupakan kombinasi baja mutu tinggi dengan beton
mutu tinggi. Konsep ini merupakan kombinasi dua material yang
menggambarkan bahwa beton merupakan material yang menahan gaya tekan
dan baja merupakan material yang menahan gaya tarik. Kedua gaya tersebut
membentuk kopel gaya yang berfungsi untuk menahan gaya eksternal.
Gambar 2.4 Kombinasi Baja Mutu Tinggi dan Beton Mutu Tinggi
Dimana:
Wb : beban merata akibat gaya prategang
Berdasarkan konsepnya, beton diberikan gaya prategang berbentuk tendon atau kabel
baja. Pemberian gaya prategang pada beton terdiri dari dua (2) cara, yaitu:
Prinsip kerja metode ini adalah beton dicetak terlebih dahulu, kemudian
setelah beton kering kabel ditarik. Awalnya beton dicetak mengelilingi
selongsong atau selubung tendon dimana kabel prategang berada didalam
selongsong selama pengecoran kemudian setalah beton mengeras diberi gaya
prategang dengan cara mengangkur kabel prategang ke abutment. Pada saat itu
gaya prategang ditransfer ke beton sehingga beton akan tertekan. Konsep ini
digambarkan sebagai berikut :
a. Pada kondisi transfer yaitu kondisi dimana belum terjadi kehilangan gaya prategang,
t
Pi
f=- A
c
1−
r
2(
e ct M D
S )
− t ≤ f ti
Pi
(
e cb M D
)
fb = - A 1+ r 2 + S b ≤ f ci
c
b. Pada kondisi beban layan yaitu kondisi dimana telah terjadi kehilangan gaya
pratekan,teganganyangdiijinkanadalahsebagaiberikut:
Aksi tetap pada jembatan dipengaruhi oleh berat sendiri elemen – elemen struktural
jembatan, beban mati tambahan berupa utilitas, dan pengaruh dari penyusutan dan
rangkak. Adapun faktor beban untuk berat sendiri adalah sebagai berikut :
Tabel 2.1 Faktor Beban untuk Berat Sendiri
Faktor Beban
Jangka KU;MS
Waktu KS;MS Bias
Terkurangi
a
1.
Baja,aluminium 1.1 0.9
0
1.
Beton Pracetak 1.2 0.85
0
Tetap
1.
Beton Cor tempat 1.3 0.75
0
1.
Kayu 1.4 0.7
0
tentang Istilah dan Definisi dan bagian 5 tentang Aksi dan Beban Tetap, maka tabel
Jangka waktu tetap adalah kondisi dimana beban bekerja sepanjang waktu dan
beban tersebut bersumber dari beban tetap yang berada di sekitar jembatan.
Faktor beban biasa adalah faktor beban yang digunakan apabila pengaruh dari
Faktor beban terkurangi adalah faktor beban yang digunakan apabila pengaruh
kerapatan masa struktur sangat besar. Secara batas kerapatan masa yang besar
akan sangat aman untuk struktur tetapi tidak untuk kondisi lainnya sehingga
Sebaliknya, apabila kerapatan masa kecil maka dapat digunakan faktor beban
biasa dimana keadaan ini merupakan keadaan paling kritis dari kondisi
struktur.
Nilai dari faktor beban diatas tidak bisa diubah.
Tabel 2.2 Berat Isi untuk Beban Mati
Beban lalu lintas pada sistim pembebanan jembatan terdiri atas beban lajur "D" dan
beban truk "T". Beban lajur bekerja pada seluruh lebar jembatan sedangkan beban truk
ditempatkan pada lajur lalu lintas rencana yang ada dilapangan.
Beban lajur merupakan gabungan dari beban merata dan beban garis yang
bekerja pada jembatan. Adapun gambaran beban yang bekerja seperti pada
gambar berikut.
Gambar 2.7 Beban Lajur "D"
lintas rencana. Di setiap satu lajur lalu lintas hanya bisa ditempatkan satu
buah truk.
susunan dan berat as dari truk yang digunakan untuk pembebanan jembatan
Pada kasus tertentu, seperti truk yang digunakan untuk pembebanan hanya
terdapat 2 as saja maka berat yang di distribusikan oleh truk disesuaikan dengan
berat aktual dari truk tersebut. Berdasarkan prinsipnya, distribusi beban truk ini
bertujuan untuk memperoleh momen dan geser pada gelagar jembatan. Faktor
Pada pembebanan truk momen lentur ijin rencana akibat beban truk dapat
digunakan untuk pelat yang membentangi gelagar atau balok dalam arah
melintang dengan panjang bentang antara 0.6 m dan 7.4 m. Benteng efektif yang
Pelat lantai yang bersatu dengan balok atau dinding tanpa dilakukan
Pelat lantai yang didukung pada gelagar dari bahan yang berbeda atau
c. Aksi Lingkungan
dari struktur jembatan, drainase atau aliran air, beban angin, beban gempa dan
tetapi untuk penelitian ini tidak memperhitungkan akibat beban dari lingkungan.
d. Aksi Lainnya
Beban – beban yang termasuk dalam aksi lainnya adalah akibat gesekan pada
tumpuan dan akibat getaran yang terjadi pada jembatan. Faktor – faktor ini juga
dijelaskan diatas, penelitian ini hanya mempertimbangkan beban akibat beban lalu
lintas secara spesifik yaitu beban truk "T". Ini dikarenakan pengujian pembebanan
Berdasarkan SNI 03 – 2874 – 2002 tegangan yang terjadi pada suatu konstruksi
jembatan perlu ditinjau dari 2 (dua) kondisi, yaitu :
penampang berbentuk :
Dimana :
b : lebar balok
h : tinggi balok
Dimana :
b : lebar balok
h : tinggi balok
Lingkaran = 1/64 Л D4
Dimana :
D : diameter lingkaran
e. Momen yang bekerja pada beton ditinjau dari masing – masing bagian
penampang.
f. Perhitungan tegangan harus memperhatikan tegangan ijin tekan dan tegangan ijin
tarik pada beton yang telah disyaratkan. Setelah itu, perhitungan tegangan
mengacu pada sistem prategang yang digunakan dan memperhitungkan
tegangan pada serata atas dan serata bawah seperti yang dijelaskan sebelumnya
pada bagian jembatan sistem prategang. Tegangan pada gelagar jembatan
dinyatakan dalam σ dengan satuan N/mm2 atau MPa. Adapun rumus dari
tegangan yang digunakan adalah sebagai berikut :
σ = M/w
Dimana :
M = Momen yang diakibatkan oleh beban (Nmm)
w = Tahanan momen (mm3)
beban – beban di atas jembatan. Pada kondisi ini beban tidak bergerak.
Beban yang digunakan adalah beban truk. Pengujian ini biasanya dilakukan
beban dalam hal ini kendaraan dari satu sisi ke sisi lain dari jembatan. Sama
halnya dengan uji statik, uji dinamik jembatan juga dibantu dengan alat uji
atau dengan kata lain pengujian ini bertujuan untuk mengkalibrasi model.
ini dibantu oleh program. Metode ini sendiri merupakan gabungan dari
pada program.
Beban yang digunakan adalah beban hidup yang berasal dari beban lalu
lintas yaitu beban truk dengan berat 27 ton. Pengujian dilakukan hanya
digunakan alat uji berupa sensor tegangan yang diletakan pada bagian
bawah dari gelagar jembatan. Alat yang digunakan sebagai sensor tegangan
adalah BDI Stra in Transducer seperti tampak pada gambar dibawah ini.
Gambar 2.14 BDI Stra in Transducers (Campbell Scientific Inc, 2008)
BAB III
PEMBAHASAN
Suatu jembatan beton komposit, balok induk (main beam) dan balok
melintang (diafragma) beton pratekan precast sedangkan plat lantai jembatan
tebal 25 cm dari beton bertulang dicor setempat. Sketsa potongan memanjang dan
melintang seperti pada gambar dibawah ini.
Rencanakan dimensi balok induk tengah (h, a, b, t, ha, hb, dan seterusnya).
Luas baja prategang (AP) dan posisinya untuk ditengah-tengah bentangan
jembatan dengan persyaratan tidak diperbolehkan terjadi tegangan tarik
pada penampang baik pada saat stressing maupun pada saat layan
(jembatan sudah berfungsi).
Untuk perencanaan ini kehilangan gaya prategang total diperkirakan 20%.
Penyelesaian :
Dicoba balok dengan spesifikasi berikut :
Sehingga,
yb = 302291,67 / 4850
= 62,33 cm
yt = 120 – 62,33
= 57,67 cm
Momen Inersia balok terhadap c.g.c :
Persyaratan tidak diijinkan adanya tegangan tarik disisi bawah balok, jadi :
PE = 250729,333 kg
Jadi tegangan tekan disisi atas balok : fbalok = 91,418 kg/cm2 ≤ Fc = 249
kg/cm2 OK
Tegangan tekan yang diijinkan pada pelat : Fcpelat = 0,6 x 207,5 = 124,5 kg/cm2
Tegangan tekan pada pelat : fpelat =
Jadi tegangan tekan pada pelat : fpelat = 8,518 kg/cm2 ≤ Fcplat = 124,5 kg/cm2 OK
Jadi tegangan tekan disisi bawah balok : fcb = 28,708 kg/cm2 ≤ Fc = 249
kg/cm2 OK
3.2.1 Umum
a) Tempat Pencetakan
b) Acuan
Pipa acuan untuk membentuk lubang melintang dalam pekerjaan akhir atau
perkakas cetak lainnya yang akan membatasi regangan memanjang dalam elemen
acuan harus dilepas sesegera mungkin setelah pengecoran beton sede-mikian rupa
sehingga pergerakan akibat penyusutan atau perubahan temperatur beton dapat
dikendalikan.
Bilamana diperlukan rongga dalam beton, maka pembentuk rongga beton harus
terpasang kaku dengan cara yang sedemikian hingga tidak terjadi pergeseran yang
cukup besar dalam segala arah selama pelaksanaan pengecoran.
Bilamana pembentuk rongga beton diikat pada kabel prategang, maka pencegahan
harus dilakukan untuk menjamin bahwa pola untaian tidak mengalami distorsi
akibat gaya apung dari rongga tersebut.
c) Perlengkapan Pra-tegang
Kabel pra-tegang harus dirakit sesuai dengan petunjuk yang diikutsertakan dalam
sertifikat persetujuan pabrik.
Baja yang sangat berkarat atau baja yang keropos harus ditolak dan dikeluarkan
dari tempat kerja. Benda asing yang melekat pada baja harus dihilangkan sete-lah
pra-tegang atau sebelum penempatan dalam selongsong. Bilamana baja pra-tegang
untuk pekerjaan penegangan sebelum pengecoran (pre-tension) dipasang sebelum
pengecoran pada unit tersebut, atau bilamana tidak disuntik dalam waktu 10 hari
sejak pemasangan, maka baja tersebut harus mengikuti ketentuan di atas untuk
perlindungan terhadap korosi dan ditolak jika berkarat. Dalam hal ini, bahan
penghambat korosi harus digunakan dalam selongsong setelah pemasangan kabel.
Jangkar harus dirakit dengan kabel dengan cara sedemikian sehingga dapat
mencegah setiap pergeseran posisi, baik selama pemasangan maupun penge-
coran.
e) Selimut Beton
Jika tidak ditentukan lain, maka selimut beton tidak boleh kurang dari 2 kali
diameter kabel atau 3 cm, diambil yang lebih besar. Selimut beton tersebut harus
ditambah 1,5 cm untuk beton yang kontak langsung dengan permukaan tanah atau
3,0 cm untuk elemen beton yang dipasang dalam air asin.
f) Pengecoran Beton
Beton tidak boleh dicor sampai Direksi Pekerjaan telah memeriksa dan me-
nyetujui pemasangan baja tulangan, selongsong, jangkar, dan baja pra-tegang.
Selongsong yang retak atau robek harus diganti.
Pengecoran harus sesuai dengan ketentuan, beton harus digetar dengan hati-hati
untuk menghindari pergeseran kabel, kawat, selongsong, atau baja tulangan.
Untuk bagian yang lebih dalam dan tipis, penggetar luar yang ditempelkan pada
acuan dapat dilaksanakan untuk menam-bah getaran di bagian dalam. Baik
sebelum pengecoran maupun segera sesudah pengecoran beton, maka Kontraktor
harus dapat menunjukkan bahwa semua selongsong tidak rusak hingga dapat
diterima oleh Direksi Pekerjaan.
g) Perawatan
Perawatan dengan uap air dapat digunakan sesuai dengan yang disyaratkan.
Keselamatan Kerja
Peralatan
Untuk maksud pencatatan, jika dipandang perlu, dapat dipasang lebih dari
satu alat pengukur tekanan.
Cara penarikan kabel harus dapat menjamin bahwa gaya yang diperlukan
dihasilkan dari semua kabel di tengah-tengah bentang setiap unit, terutama
bilamana lebih dari satu kabel atau satu unit ditarik dalam suatu operasi
penarikan.
Beton tidak boleh dicor lebih dari 12 jam setelah peraikan kabel. Bilamana
waktu ini dilampaui, maka Kontraktor harus memeriksa apakah kebutuhan
gaya tarik kabel masih dipertahankan. Bilamana penegangan ulang
diperlukan, maka perpanjangan kabel yang terjadi harus ditahan dengan
menggunakan pelat pengunci (shims) tanpa mengganggu baji yang telah
tertanam.
Gaya pra-tegang harus diberikan dan dilepas secara bertahap dan merata.
Bilamana terjadi slip pada salah satu kelompok kabel yang ditarik secara
bersama-sama, maka tegangan pada seluruh kabel harus dikendorkan, kabel-
kabel diatur lagi dan kelompok kabel tersebut ditarik kembali. Sebagai
alternatif, jika kabel yang slip tidak lebih dari dua, penarikan kelompok
kabel dapat diteruskan sampai selesai dan kabel yang kendor ditarik
kemudian.
Tidak ada kabel yang dilepas sebelum beton mencapai kuat tekan yang lebih
besar dari 85 % kuat tekan beton berumur 28 hari yang disyaratkan dalam
Gambar dan didukung dengan pengujian benda uji standar yang dibuat dan
dirawat sesuai dengan unit-unit yang dicor. Bilamana, setelah 28 hari, kuat
tekan beton gagal mencapai kekuatan minimum yang disyaratkan, maka
kabel segera dilepaskan dan unit beton tersebut harus ditolak.
Prosedur
Semua kabel harus diberi tanda pada kedua ujung balok pratekan, agar dapat
dilakukan pencatatan bilamana terjadi slip atau masuknya kabel (draw-in).
Pelepasan kabel harus secara berangsur-angsur dan tidak boleh terhenti pada
waktu pelepasannya.
Masuknya kabel pada setiap kabel tidak boleh melampaui 3 mm pada setiap
ujung, kecuali disebutkan lain dalam Gambar.
Setiap jangkar harus ditempatkan tegak lurus terhadap garis kerja gaya pra-
tegang, dan dipasang sedemikian hingga tidak akan bergeser selama
pengecoran beton.
Lubang jangkar harus ditutup untuk menjamin bahwa tidak terdapat adukan
semen atau bahan lainnya masuk ke dalam lubang selama pengecoran.
Penegangan harus dari salah satu ujung, kecuali disebutkan lain dalam
Gambar atau disetujui oleh Direksi Pekerjaan.
Bilamana slip terjadi pada satu kabel atau lebih dari sekelompok kabel,
Direksi Pekerjaan dapat mengijinkan untuk menaikkan pemuluran kabel
yang belum ditegangkan asalkan gaya yang diberikan tidak akan melebihi
85 % kekuatan maksimumnya.
Bilamana kabel slip atau putus, yang mengakibatkan batas toleransi yang
diijinkan dilampaui, kabel tersebut harus dilepas, atau diganti jika perlu,
sebelum ditarik ulang.
Dongkrak yang tidak diberi gaya (disebut trailing jack) harus dipasang
sedemikian hingga gaya yang dipindahkan pada ujung ini dapat
dicatat. Penegangan ujung ini harus dilanjutkan sampai pemuluran
mendekati 75 % dari total pemuluran yang diperkirakan pada ujung
trailing jack. Penegangan kemudian dilanjutkan dengan memberi gaya
hanya pada trailing jack, sampai pada kedua dongkrak tersebut tercatat
gaya yang sama. Kedua dongkrak selanjutnya dikerjakan dengan
mempertahankan gaya yang sama pada kedua dongkrak, sampai
mencapai besar gaya yang dikehendaki.
Lubang penyuntikan harus disediakan pada jangkar, pada titik atas dan
bawah profil kabel dan pada titk-titik lainnya yang cocok. Jumlah dan lokasi
titik-titik ini harus disetujui oleh Direksi Pekerjaan tetapi tidak boleh lebih
dari 30 meter pada bagian dari panjang selongsong. Lubang penyuntikan
dan lubang pembuangan udara paling tidak harus berdiameter 10 mm dan
setiap lubang harus ditutup dengan katup atau perleng-kapan sejenis yang
mampu menahan tekanan 10 kg/cm2 tanpa kehilangan air, suntikan atau
udara.
Semua baja pra-tegang harus dilindungi dari kerusakan fisik dan karat atau
akibat lain dari korosi setiap saat dari pembuatan sampai penyuntikan. Baja
pra-tegang yang telah mengalami kerusakan fisik pada setiap saat harus
ditolak. Baja pra-tegang harus dibung-kus dalam peti kemas atau bentuk
pengiriman lainnya untuk melindungi baja tersebut dari kerusakan fisik.
Bahan pencegah korosi harus dimasukkan ke dalam kemasan atau bentuk
lainnya, atau bila diijinkan oleh Direksi Pekerjaan, dapat digunakan
langsung pada baja pra-tegang. Bahan pencegah korosi tidak boleh
mempunyai pengaruh yang merusak pada baja pra-tegang atau beton atau
kekuatan ikat (bond strength) baja pada beton. Kemasan atau bentuk lainnya
yang rusak oleh berbagai sebab harus segera diganti atau diperbaiki hingga
mencapai kondisi semula. Kemasan atau bentuk lainnya harus ditandai
dengan jelas dengan suatu keterangan bahwa kemasan berisi baja pra-tegang
berkekuatan tinggi, dan perhatian khusus harus diberikan dalam
penanganan, jenis macam dan jumlah bahan pencegah korosi yang
digunakan (termasuk tanggal sewaktu dimasukkan), petunjuk pengamanan
dan petunjuk penggunaan.
Segmen-segmen harus dirakit pada acuan atau pada penyangga di atas tanah
lapang. Kontraktor harus merancang sistem penyangga untuk menyalurkan
semua beban yang mungkin terjadi, dan harus menyertakan perlengkapan
untuk menyesuaikan posisi setiap segmen selama perakitan.
Beton yang digunakan untuk sambungan dan diafragma yang terkait atau
beton yang dimasukkan lainnya untuk pelaksanaan penegangan setelah
pengecoran (post-tension) harus sesuai dengan ketentuan, kecuali bilamana
dimodifikasi dengan ketentuan lain seperti di bawah ini :
Kadar semen tidak kurang dari 450 kg atau tidak lebih dari 500 kg
per meter kubik beton.
Kecuali ditentukan lain oleh Direksi Pekerjaan, maka ukuran efektif
maksimum harus 10 mm.
Sambungan beton harus mempunyai kekuatan yang sama dengan
beton tersebut sebelum diberi gaya pra-tegang .
Bahan untuk beton harus dipilih dengan teliti dan sesuai dengan
proporsi rancangan campuran untuk memperoleh beton sambungan
dengan kekuatan yang disyaratkan dan warna yang serupa dengan
segmen-segmen tersebut. Bilamana diminta oleh Direksi Pekerjaan
maka Kontraktor harus menyerahkan contoh usulan sambungan
beton yang telah dirawat untuk membandingkan warna beton
sambungan dan beton semula.
Sambungan beton antara segmen-segmen harus ditempatkan dalam
cetakan yang me-menuhi bentuk, garis dan dimensi yang diperlukan
dalam penyelesaian pekerjaan ini. Cetakan harus kaku, kedap air,
diperkaku dan diikat bersama agar posisi dan bentuknya selama
pengecoran beton tidak berubah. Ketepatan cetakan terhadap
segmen-segmen harus sedemikian hingga diperoleh sambungan yang
kedap air, tepat (pas) dengan permukaan yang bersebelahan. Cetakan
harus sedemikian hingga permukaan yang halus dan rata dapat
diperoleh.
Bilamana diperlukan, pembukaan sementara pada acuan harus
dilakukan untuk memu-dahkan pengecoran dan pemadatan beton
yang memadai, terutama di sekeliling dan di bawah selongsong dan
jangkar.
Sambungan antara segmen-segmen harus diisi penuh dengan beton
yang dipadatkan dengan kuat tekan sebagaimana yang ditunjukkan
dalam Gambar. Permukaan yang akan diisi beton harus dikasarkan
sampai mencapai permukaan yang padat dan keras. Sebe-lum
pengecoran, permukaan tersebut harus dibersihkan dari semua
kotoran dan benda-benda asing lainnya.
Beton sambungan harus dilaksanakan dengan pengawasan Direksi
Pekerjaan dan setiap beton sambungan yang dilaksanakan tanpa
pengawasan Direksi Pekerjaan atau dilak-sanakan tidak memenuhi
ketentuan harus dibongkar oleh Kontraktor dan harus dibuat lagi
tanpa tambahan biaya.
Perhatian khusus harus diberikan selama pengecoran dan pemadatan
beton agar setiap kerusakan pada selongsong dapat dihindarkan. Alat
penggetar tidak boleh bersentuhan langsung dengan selongsosng.
Bilamana selongsong rusak selama pengecoran, seluruh atau
sebagian pengecoran beton ini dapat ditolak oleh Direksi Pekerjaan.
Setelah pengecoran beton, permukaan atas dari sambungan harus
diratakan sampai sama dengan permukaan atas segmen-segmen yang
bersebelahan dan harus ditutup agar ter-hindar dari pengeringan dini.
Beton sambungan harus dirawat dengan satu cara atau lebih sesuai
ketentuan dan selama minimum 7 hari.
Semua baut yang tertanam dan lubang untuk tulangan melintang, dan
sebagainya harus diluruskan dengan hati-hati selama pemasangan unit-unit
tersebut. Batang baja harus dipasang pada lubang untuk tulangan melintang
sewaktu perakitan berlangsung, agar dapat menjamin penempatan lubang
dengan tepat.
BAB IV
PENUTUP
Jembatan beton prategang sering juga disebut beton pratekan dimana material
konstruksinya merupakan beton yang berisi kabel baja yang bertujuan untuk
memberikan tegangan awal berupa tegangan tarik terhadap beton akibat sifat
beton yang tidak mampu menahan gaya tarik dan pengaplikasian jenis
jembatan ini pada rekayasa konstruksi tertentu, misalnya pada konstruksi
jembatan segmen.