Abstrak
Kata kunci: Al-Qur’an, Strategi Pembelajaran Tahfidz, Anak Usia Dini, Tunarungu
Abstract
Pendahuluan
Manusia tumbuh dan berkembang sesuai dengan apa yang dibentuk sejak usia
dini. Anak usia dini merupakan fase awal dalam pertumbuhan dan perkembangan yang
dialami setiap manusia yang dikenal dengan istilah golden age. Golden age atau yang
biasa disebut sebagai periode keemasan dimana pada usia ini, anak memiliki
kemampuan menerima rangsangan dari luar lebih cepat, sehingga perlu diarahkan
kepada hal-hal yang bersifat positif (Muhadi, 2016). Hal-hal baik dan positif yang perlu
ditanamkan sejak usia dini dalam lingkup keislaman yang paling mendasar diantaranya
adalah belajar membaca dan mempelajari Al-Qur’an.
Al-Qur’an merupakan suatu dasar pedoman hidup bagi umat Muslim. Al-Qur’an
mengatur seluruh tatanan hidup, baik tentang hukum, hubungan manusia dengan Allah
(Hablumminallah) maupun hubungan antar sesama manusia (Hablumminannaas) dan
manusia dengan mahluk ciptaan Allah SWT lainnya (Hablumminal ‘aalam) (Widodo et
al., 2017). Belajar membaca Al-Qur’an merupakan satu kewajiban agama karena setiap
muslim harus melakukan shalat. Dalam shalat seorang harus membaca surah Al-Fatihah
dan juga bacaan tasyahhud. Keduanya menjadi rukun dalam shalat. Dengan demikian
maka mempelajari Al-Qur’an mutlak menjadi kewajiban umat Islam. Oleh karena itu
pembelajaran Al-Qur’an baik itu baca maupun tulis yang dilakukan sejak dini, sangatlah
penting guna meningkatkan kemampuan membaca dan menulis Al-Qur’an.
Tujuan dalam penulisan artikel ini adalah untuk mengetahui strategi pengajaran
membaca huruf-huruf hijaiyah pada anak usia dini penderita tunarungu dan strategi
menyusun susunan huruf hijaiyah menjadi sebuah kalimat serta strategi dalam
penerapan hafalan Al-Qur’an. Manfaat dari penulisan artikel ini diantaranya adalah
sebagai tambahan wawasan dalam melatih kemampuan membaca dan menghafal Al-
Qur’an bagi anak penderita tunarungu.
memiliki hambatan dalam mendengar dan juga berbicara, maka mereka memerlukan
alat bantu khusus. Berikut ini adalah beberapa alat bantu khusus bagi anak tunarungu:
1. Audiometer
Audiometer merupakan alat elektronik untuk mengukur taraf kehilangan
pendengaran seseorang. Dengan audiometer ini dapat diketahui sejauh mana sisa
pendengaran anak yang masih bisa difungsikan.
2. Hearing Aids (Alat bantu dengar)
Cara bekerja alat ini yakni: suara (energi akustik) diterima michrophone, kemudian
diubah menjadi energi listrik dan dikeraskan melalui amplifer, kemudian diteruskan
ke receiver (telephone) yang mengubah kembali energi listrik menjadi suara seperti
alat pendengaran pada telepon dan diarahkan kegendang telinga. Adanya alat bantu
dnegar ini anak tuna rungu bisa berlatih mendnegar baik secra individual maupun
kelompok.
3. Komputer
Komputer dapat memberikan informasi secara visual. Hal ini sangat beguna bagi
anak tunarungu yang mengalami kelainan berta. Disamping itu, anak tunarungu
terlebih dahulu harus bisa membaca atau paling tidak bisa menginterpretasikan
simbol-simbol yang dipakai.
4. Audiovisual
Audiovisual sangat berguna bagi anak tunarungu, karena dengan itu anak tunarungu
bisa memperhatikan sesuatu yang ditampilkan walaupun dalam kemampuan
mendengar yang terbatas. Hal ini bisa berupa film, video-tapes, TV.
5. Tape Recorder
Alat ini berguna untuk mengontrol ucapan yang sudah direkam, sehingga dapat
mengetahui perkembangan bahasa anak tunarungu dari hari kehari.
6. Spatel
Spatel adalah alat bantu untuk membetulkan posisi organ bicara. Dengan
menggunakan spatel, kita dapat membetulkan posisi lidah anak tunarungu, sehingga
mereka dapat berbicara dengan benar.
7. Cermin
Cermin bermanfaat bagi anak tunarungu untuk belajar mengucapkan sesuatu
dengan artikulasi yang baik. Selain itu, anak bisa menyamakan ucapan melalui
cermin dengan apa yang diucapkan oleh guru artikulator. Dengan cermin,
artikulator bisa mengontrol Gerakan-gerakan yang tidak tepat dari anak, sehingga
mereka sadar dalam mengucapkan konsonan, vocal, kata-kata, atau kalimat secara
benar.
Pada proses pendidikan, metode pembelajaran sangat penting bagi peserta didik.
Bahasa memegang peran baik bagi bentuk lisan, tulisan maupun isyarat. Berikut adalah
metode yang digunakan bagi anak berkebutuhan khusus tunarungu:
1. Metode Oral
Metode oral adalah salah satu bentuk untuk melatih anak tunarungu agar bisa
berkomunikasi secara lisan (verbal) dengan lingkungan orang mendengar.
Pentingnya dukungan dari lingkungan anak yakni dengan cara melibatkan anak
tunarungu berbicara secara verbal dalam setiap kesempatan. Dengan diberikannya
kesempatan, secara tidak langsung anak termotivasi untuk membiasakan berbicara
secara lisan.
2. Metode Membaca
Ujaran Membaca ujaran atau membaca gerak bibir (lips reading) yakni suatu
kegiatan yang meliputi pengamatan visual dari bentuk dan Gerakan bibir lawan
bicara sewaktu proses bicara. Dengan membaca gerak bibir dapat memberikan
makna pada apa yang diucapkan lawan bicara, dimana ekspresi muka dan
pengetahuan bahasa ikut berpean.
3. Metode Manual
Metode manual adalah suatu cara mengajar atau melatih berkomunikasi anak
tunarungu dengan isyarat atau ejaan jari. Bahasa manual atau bahasa isyarat
mempunyai unsur gesti atau bahasa tangan yang ditangkap melalui penglihatan atau
suatu bahasa yang menggunakan modalitas gesti-visual.
4. Metode Ejaan Jari
Salah satu komponen atau unsur yang menunjang terhadap bahasa isyarat adalah
ejaan jari atau disebut juga abjad jari. Penerapan sistem ejaan jari antara lambing
manual dengan lambing tulisannya terdapat suatu hubungan sehingga terjadi pula
hubungan kata demi kata dengan kegiatan membaca dan menulis.
5. Metode Komunikasi Total
Komunikasi total adalah kesleuruhan spektrum cara bahasa yang lengkap, gesti
anak, bahasa isyarat, membaca ujaran, ejaan jari, membaca dan menulis,
pengembangan sisa pendengaran guna memajukan keterampilan berbicara dan
membaca ujaran.
Metodologi
Jenis penelitian yang digunakan adalah studi literatur. Metode studi literatur
adalah serangkaian kegiatan yang berkenaan dengan metode pengumpulan data pustaka,
membaca dan mencatat, serta mengelolah bahan penelitian (Zed, 2008:3). Studi
kepustakaan merupakan kegiatan yang diwajibkan dalam penelitian, khususnya
penelitian akademik yang tujuan utamanya adalah mengembangkan aspek teoritis
maupun aspek manfaat praktis. Studi kepustakaan dilakukan oleh setiap peneliti dengan
tujuan utama yaitu mencari dasar pijakan/fondasi utnuk memperoleh dan membangun
landasan teori, kerangka berpikir, dan menentukandugaan sementara atau disebut juga
dengan hipotesis penelitian. Sehingga para penelitidapat menggelompokkan,
mengalokasikan mengorganisasikan, dan menggunakan variasi pustaka dalam
bidangnya. Dengan melakukan studi kepustakaan, para peneliti mempunyai pendalaman
yang lebih luas dan mendalam terhadap masalah yang hendak diteliti. Melakukan studi
literatur ini dilakukan oleh peneliti antara setelah mereka menentukan topik penelitian
dan ditetapkannya rumusan permasalahan, sebelum mereka terjun ke lapangan untuk
mengumpulkan data yang diperlukan (Darmadi, 2011).
Data yang digunakan berasal dari textbook, jurnal, artikel ilmiah, skripsi,
literature review yang berisikan tentang konsep yang diteliti. Analisis data dimulai
dengan materi hasil penelitian yang secara sekuensi diperhatikan dari yang paling
relevan, relevan, dan cukup relevan. Cara lain dapat juga, misalnya dengan melihat
tahun penelitian diawali dari yang paling mutakhir, dan berangsung-angsur mundur ke
tahun yang lebih lama. Membaca abstrak dari setiap penelitian lebih dahulu untuk
memberikan penilaian apakah permasalahan yang dibahas sesuai dengan yang hendak
dipecahkan dalam penelitian. Mencatat bagian-bagian penting dan relevan dengan
permasalahan penelitian, Untuk menjaga tidak terjebak dalam unsur plagiat, para
peneliti hendaknya juga mencatat sumber-sumber informasi dan mencantumkan daftar
pustaka. Jika memang informasi berasal dari ide atau hasil penelitian orang lain.
Membuat catatan, kutipan, atau informasi yang disusun secara sistematis sehingga
penelitian dengan mudah dapat mencari kembali jika sewaktu - waktu diperlukan.
(Darmadi, 2011).
Penutup
Daftar Pustaka
Tulis daftar pustaka yang menjadi sumber rujukan, jangan memasukkan sumber yang
tidak dikutip dalam daftar pustaka. Secara umum, penulisan daftar pustakan mengacu
kepada sistem APA Style dengan modifikasi di bagian tertentu demi kepraktisan,
contoh:
Biodata Penulis
Tuliskan nama penulis dan biografi singkat mengenai penulis (cukup 1 paragraf).