Anda di halaman 1dari 7

PERMAINAN JENGA (DIGITAL DAN ANALOG)

PADA ANAK USIA PRASEKOLAH

Lalitya Talitha Pinasthika1, Deddy Wahjudi, Ruly Darmawan


Magister Desain FSRD ITB
lalityatalitha@gmail.com

ABSTRAK

Penelitian ini menitikberatkan pada perkembangan permainan anak usia prasekolah dari dua media
permainan, yaitu digital dan analog dengan menggunakan metode eksperimen yang diujikan kepada tiga belas
responden dengan kisaran usia 3–5 tahun di Temasek International Montessori Preschool. Objek penelitian yang
digunakan adalah permainan jenga digital dengan media iPad dan jenga analog. Berlandaskan konsep utama
permainan oleh Oxland, penulis menganalisis pola bermain anak dan pola interaksi dengan kedua jenis media
tersebut. Sinkronisasi permainan dengan elemen pembanding yang disebutkan Oxland dibandingkan dengan
permainan jenga dari dua media. Penelitian ini menilai keterampilan bermain anak pada kedua jenis permainan
berdasarkan jumlah balok yang berhasil dipindahkan. Dalam penelitian ini ditemukan adanya kecenderungan anak
usia prasekolah lebih menikmati permainan analog karena kemampuan memanipulasi objek secara langsung.
Permainan digital dinilai dapat diperkenalkan pada anak usia di atas enam tahun karena sensitivitas sensor anak pada
usia ini lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok usia anak di bawahnya.

Kata kunci: jemga, anak prasekolah, permainan digital, permainan analog

ABSTRACT

This study emphasizes the development of pre-school children’s games in two different media: digital and
analog. This study used an experimental method tested on thirteen respondents ranging from the age of 3-5 years
who attended the Temasek International Montessori Pre-School. The object of the research is digital Jenga with the
iPad media and analog Jenga. Based on the main concept of the game by Oxland, the children's playing patterns in
both types of media to interact with the game were analyzed. The synchronizations of the game with the elements
mentioned by Oxland were compared with the use of the two media of Jenga game. This research evaluated the
children’s skill in playing both types of game according to the number of blocks successfully transferred. It was
found that the pre-school children tended to enjoy the analog game more than the digital due to their ability to
directly manipulate the objects. The digital game is considered more appropriate to be introduced to children over 6
years old due to their higher sensory capability than that of the younger groups.

Keywords: jenga, preschool children, digital games, analog games

PENDAHULUAN menempatkan, memegang, dan ingin menyu-


Perkembangan sensor pada anak usia sun benda dengan sempurna dan lengkap.
prasekolah terpusat pada perkembangan taktil Perkembangan teknologi digital mulai
dan motorik. Perkembangan taktil mencakup mentransformasi jenis aktivitas pada manusia.
pembentukan sensitivitas indera peraba pada Salah satu hal yang ditransformasi adalah pe-
anak, yang melingkupi perbedaan halus dan ngalaman taktil dan motorik halus. Pada
kasar permukaan benda, panas dan dingin, permainan analog umumnya seorang anak
tebal dan tipis, serta berbagai tekstur yang dirangsang untuk menggunakan seluruh bagian
ditemukan dalam dunia sehari-hari anak. indranya dalam mengeksplorasi permainan
Santrock (1995) menjelaskan perkembangan serta diri mereka sendiri. Permainan digital
anak usia prasekolah meliputi perkembangan yang berbasis gadget saat ini hanya mem-
motorik, yang terdiri atas motorik kasar dan butuhkan layar dan tangan untuk diaplikasikan
motorik halus. Perkembangan motorik kasar sehingga pengalaman motorik pun berubah
meliputi kemampuan mulai berjingkrak, me- menjadi motorik parsial. Hal ini, kemudian
lompat, berlari, memanjat, dan berlari kencang. menjadi masalah yang hendak diteliti.
Contoh motorik halus di antaranya mulai Seberapa pentingkah peran mainan digital serta

202
203 Jurnal Sosioteknologi Volume 13, Nomor 3, Desember 2014

analog dalam mengakomodasi kebutuhan anak-anak, bermain merupakan naluri alami.


perkembangan motorik dan taktil anak usia Dari kegiatan bermain, anak-anak secara tidak
prasekolah? sadar telah melatih kepekaan insting mereka
Permainan secara garis besar ber- serta belajar untuk mengetahui kemampuan
kembang melalui dua media utama, digital dan dan batas-batas yang bisa dilakukan oleh tubuh
analog. Permainan digital terbagi ke dalam be- mereka. Crawford berpendapat bahwa motivasi
berapa klasifikasi, yaitu video game (per- belajar dalam suatu kegiatan bermain dapat
mainan yang menggunakan komputer sebagai timbul tanpa kehadiran pemainnya. Walaupun
media bermain utama), console game (per- terdapat banyak aspek motivasi utama untuk
mainan yang menggunakan pemutar kaset per- mencari kesenangan, secara garis besar, ber-
mainan yang dibantu berupa controller atau main juga bertujuan untuk memperoleh penge-
joystick yang dihubungkan pada televisi atau tahuan.
layar), dan tablet game (permainan yang Namun demikian, dengan semakin
menggunakan media tablet dalam pengo- populernya permainan tablet (baca: Apps),
perasiannya). Dalam penelitian ini, permainan secara perlahan permainan untuk anak-anak
digital akan difokuskan pada permainan yang pun telah bertransformasi pada media digital.
menggunakan media tablet dengan meng- Untuk mengukur pengaruh media elektronik
gunakan Apps (aplikasi permainan) yang ter- dan korelasinya dengan performa anak di
sedia. sekolah, sekelompok tim peneliti dari Iowa
Permasalahan di atas mendorong pe- State University mengamati satu aspek tentang
nelitian mengenai kefasihan anak usia pra- cara seorang anak belajar, kemampuan mereka
sekolah dalam mengoperasikan kedua jenis untuk tetap fokus memerhatikan dan menahan
permainan tersebut. Penelitian ini melibatkan dorongan impulsif untuk melakukan aktivitas
tiga belas anak usia prasekolah berusia 3–5 lain. Para peneliti ingin mengetahui apakah
tahun untuk ikut berpartisipasi dalam per- aktivitas bermain video game dan menonton
mainan jenga yang tersedia dalam kedua televisi dapat membahayakan kemampuan
media: digital dan analog. Hasil yang di- anak berkonsentrasi dalam belajar.
dapatkan kemudian dapat dijadikan acuan bagi Hasil penelitian yang didapatkan adalah
penyelenggara pendidikan dan orang tua untuk perhatian anak di kelas kontras dengan jumlah
lebih cermat dalam memilih fasilitas bermain total yang mereka habiskan di depan media
bagi anak usia prasekolah. elektronik. Ketika anak menghabiskan waktu
Beberapa penelitian mengungkapkan lebih banyak di depan televisi, kemampuan
peran permainan sebagai pendukung pem- untuk berkonsentrasi saat belajar pun me-
belajaran (Rieber, 1996; Gee, 2003: 59; Amory nurun. Studi yang dilakukan Iowa State
et. al, 2010: 810; dikutip dari Howe, 2012), University berspekulasi bahwa karena aksi
mengembangkan kognisi, mengembangkan yang terjadi pada layar digital bergerak dengan
aspek visualisasi, eksperimentasi, dan kreativi- sangat cepat, otak anak terbiasa dengan tempo
tas, mengembangkan minat, pemahaman, serta waktu tertentu untuk fokus. Akibatnya, ketika
aktivitas belajar secara reflektif (Steinkuhler, dihadapkan pada aktivitas lain yang memiliki
2005:8; Bets, 1995:204; Shaffer, 2005:19 tempo lebih lambat (seperti mengerjakan PR),
dikutip dari Howe, 2012). konsentrasi anak akan lebih mudah pecah
karena kedua aktivitas di atas tidak sinkron
Anak dan Bermain (Westman dan Costello, 2011 : 298).
Belajar umumnya diasosiasikan dengan 204
kegiatan kerja keras yang membutuhkan
banyak usaha dan konsentrasi. Sementara itu, Permainan
bermain diasosiasikan dengan kegiatan bebas Dalam sebuah penciptaan permainan,
dan bersenang-senang yang bersifat meng- terdapat tiga unsur paling utama yang harus
hibur. Pendapat berbeda dinyatakan Crawford tersedia agar tetap memotivasi pemain untuk
(2003) yang melihat bahwa sesungguhnya tetap melanjutkan permainan. Elemen tersebut
bermain adalah proses dasar belajar. Bagi adalah (Oxland, 2004):
Lalitya Talitha Pinasthika: Analisis Permainan Jenga (Digital dan Analog) … 204

1. Aturan; Permainan dapat terjadi jika 1. Permainan Analog


aturan main ditetapkan. Dengan dibua- Permainan analog adalah permainan yang
tnya aturan, tercipta batasan yang mem- memiliki representasi fisik yang dapat di
buat permainan menjadi lebih terstruktur olah secara terus-menerus untuk meraih
sehingga pemain berada dalam batas sebuah tujuan permainan.
ruang dan gerak yang telah ditentukan. 2. Permainan Digital
2. Balikan; Permainan yang interaktif di- Oxland (2004) menyatakan game digital
butuhkan oleh pemain sebagai penanda merupakan hasil simulasi teknologi yang
baginya dalam menentukan langkah. dikonstruksi melalui sebuah permainan.
Dalam permainan analog, balikan dapat Oleh karena itu, digital game tidak dapat
muncul dari suara atau wujud yang dapat dioperasikan di luar konteks dan peran
dilihat dan disentuh langsung oleh teknologi.
pemain. Dalam permainan digital, balik-
an dapat diberikan melalui suara, pe- METODE
ningkatan kesulitan level, serta bonus
nilai yang muncul ketika pemain melaku- Penelitian dilakukan menggunakan
kan tugasnya. metode kualitatif melalui studi pustaka, survei
3. Tujuan; Tujuan permainan merupakan yang dilakukan di sekolah Temasek, dan eks-
hal pertama yang dicari pemain. Meski- perimen bermain dengan tiga belas anak usia
pun semua tujuan permainan untuk prasekolah yang berusia 3–5 tahun. Ekspe-
menang, definisi menang itu sendiri rimen menggunakan stimulus berupa per-
dalam setiap permainan berbeda. Oleh mainan balok jenga dalam media digital dan
karena itu, perlu ada batasan dari pe- analog.
rancang mainan untuk menentukan Jenga dimainkan dengan 54 blok kayu.
bagaimana seorang pemain bisa dinyata- Setiap balok memiliki perbandingan ukuran
kan menang atau selesai menuntaskan panjang, lebar, dan tebalnya sebesar 15:5:3
misinya. misalnya 7,5 x 2,5 x 1,5 cm (2,95 x 0.98 x 0,59
Mainan adalah penunjang utama dalam inch). Untuk mengatur permainan, sebuah
kegiatan bermain. Mainan hadir dalam berba- karton disertakan untuk dijadikan acuan ketika
gai jenis, konsep, dan rupa. Klasifikasi mainan menyusun menara di awal permainan. Blok
dan permainan secara garis besar dibagi ke kayu disusun tiga balok menyamping kemu-
dalam dua ranah utama, yaitu permainan dian terus disusun secara bersilangan dengan
analog dan permainan digital. balok di atasnya hingga mencapai 18 tingkat.

Gambar 1 Jenga analog dan jenga digital


(Sumber: Jenga.com : 2014)
205 Jurnal Sosioteknologi Volume 13, Nomor 3, Desember 2014 205

Tabel 1 Komponen Pembentuk Permainan

Holistic Pembagian aktivitas bermain


Game Instance Keseluruhan waktu hidup game, dari saat persiapan memulai hingga
mengakhiri kegiatan bermain.
Game Session Seluruh aktivitas pemain dalam memainkan satu game.
Play Session Pemain yang aktif bermain game.
Extragame Activities Aktivitas yang berkaitan dengan game.
Bounding Membatasi aktivitas pemain dengan hanya memperbolehkan pemain
melakukan serangkaian tindakan.
Rules Menentukan cara kerja suatu permainan, eksplisit dan implisit.
Modes of Play Fase game yang berbeda-beda.
Goals & Subgoals Motivasi untuk bermain game dengan cara tertentu.
Temporal Menggambarkan jalannya permainan dan menentukan perubahan keadaan
permainan.
Action Apa yang dapat dilakukan pemain.
Events Apa yang menentukan perubahan keadaan permainan.
Closures Perubahan keadaan permainan yang memberikan makna bagi pemain.
End Conditions Menentukan perubahan jenis permainan dan hasil akhir.
Evaluation unctions Menentukan hasil kondisi permainan.
Structural Menggambarkan bagian permainan yang dapat dimanipulasi oleh pemain
dan sistem permainan.
Players Komponen yang memiliki dan berusaha mencapai tujuan mereka dalam
sebuah game.
Interface Menyediakan informasi kepada pemain mengenai keadaan permainan dan
tindakan yang dapat dilakukan.
Game Elements Komponen yang membuat terjadinya suatu keadaan dalam permainan.
Game Facilitator Menyeimbangkan suatu keadaan permainan.
(Sumber: Oxland (2004)

Tahapan Penelitian anak diberikan tiga kali kesempatan untuk


(1) Fase 1: Survei, bertujuan untuk melihat bermain jenga. Kesempatan pertama berfungsi
keseharian aktivitas anak usia prasekolah sebagai sarana belajar, kesempatan kedua
dalam lingkungan belajar Montessori yang sebagai celah bagi anak untuk berbuat ke-
menekankan pengembangan karakter mela- salahan, dan kesempatan terakhir berfungsi se-
lui kemandirian. bagai penebusan atau motivasi bagi anak untuk
(2) Fase 2: Analisis, tiap anak didata ber- bermain sebaik-baiknya. Kinerja dan ke-
dasarkan usia, latar belakang keluarga, terampilan anak dinilai berdasarkan jumlah
kompetensi yang berkembang selama men- balok yang mampu dipindahkan pada setiap
jalani pendidikan di sekolah, dan hasil percobaan di tiap media.
evaluasi guru yang terlibat.
(3) Fase 3: Pengambilan simpulan studi awal Variabel Penilaian
mengenai faktor pendorong yang mendu- Untuk menganalisis permainan jenga,
kung anak untuk terus mengembangkan unsur pembentuk permainan dijabarkan ke
diri. dalam komponen pembentuk game pada Tabel
1.
Prosedur Penilaian Kedua jenis permainan jenga, digital
Sebelum memulai eksperimen, anak usia dan analog memiliki komponen yang sama
prasekolah diperkenalkan dengan permainan dalam konteks komponen pembentuk game.
jenga. Peneliti mencontohkan cara bemain. Karena kesamaan dalam tiga komponen utama
Setelah anak paham, eksperimen pun dimulai. pembentuk game yang dijabarkan oleh Oxland
Dalam setiap media (digital dan analog), setiap (2004), yaitu rules, modes of play, dan goals,
Lalitya Talitha Pinasthika: Analisis Permainan Jenga (Digital dan Analog) … 206

permainan jenga dijadikan acuan untuk meng- untuk berhati-hati ketika memindahkan balok
ukur keterampilan anak usia prasekolah dalam agar tidak runtuh. Hal ini kemudian membuat
bermain baik dengan cara analog maupun mereka lebih berhati-hati terhadap balok yang
digital. akan mereka pindahkan. Pada permainan jenga
digital, kehati-hatian juga muncul sehingga
HASIL DAN PEMBAHASAN pada kurva tampak bahwa dua dari tiga anak
berhasil memindahkan balok satu baris lebih
Dari percobaan pertama, dapat disim- banyak dibandingkan dengan percobaan se-
pulkan bahwa terdapat celah yang signifikan belumnya. Celah perbandingan tampak lebih
antarkedua media. Dalam tes pertama, anak besar pada anak usia 4 tahun. Setelah mencoba
usia tiga tahun terlihat lebih piawai ketika bermain untuk kedua kalinya, anak-anak
memodifikasi balok pada jenga analog di menjadi lebih sensitif terhadap kekuatan me-
bandingkan dengan jenga digital. Terjadi nara jenga hingga mereka sudah mulai mampu
kesenjangan yang lebih tinggi pada kelompok membedakan balok mana yang membuat rapuh
usia empat tahun. Ketika bermain dengan dan balok mana yang bisa dipindahkan. Hal
media analog pada percobaan pertama, tiga serupa terjadi pada permainan digital. Anak
dari lima anak menunjukkan nilai yang lebih menyimpulkan dengan sendirinya bahwa jika
tinggi dibandingkan dengan permainan dalam balok yang dipilih berubah warna, hal itu
versi digital. Dua anak lain yang berusia empat berarti balok tersebut rapuh untuk dipindahkan.
tahun memiliki performa yang sama antara ke- Dari penarikan simpulan anak dalam bermain,
dua jenis media. Perbedaan kefasihan bermain performa permainan pun meningkat.
juga tampak pada kelompok usia 5 tahun. Kelompok usia 5 tahun secara kon-
Empat dari lima anak berhasil membangun sisten melakukan peningkatan performa dalam
satu tingkat lebih tinggi dibandingkan ketika bermain. Empat dari lima anak menghasilkan
mereka bermain dengan jenga digital tingkatan balok lebih banyak dalam media tiga
Percobaan kedua dilakukan untuk tahun, celah antara jenga digital dan analog,
memberikan kesempatan kepada anak untuk sedangkan satu anak lebih lihai ketika
mengasah kelihaiannya dalam bermain. Hal ini memainkan jenga yang berada dalam versi
terbukti efektif karena kurva permainan me- digital
ningkat pada semua anak. Pada kelompok usia
analog semakin besar. Kelompok usia ini
sudah belajar dari pengalaman pertama mereka

10

1
0 2
3
1

Gambar 2 Jumlah balok yang berhasil dipindahkan pada jenga analog


207 Jurnal Sosioteknologi Volume 13, Nomor 3, Desember 2014

Pada eksperimen ketiga, ditemukan be- pintar, anak yang lambat dalam memproses
berapa anak yang secara konstan berada di suatu informasi, dan anak yang kemampuan
bawah rata-rata pencapaian kawan sebayanya. motorik halus dan taktilnya belum berkembang
Hal ini memicu kecurigaan adanya anak terhadap cara anak bermain dan berkreasi.
berkebutuhan khusus pada subjek penelitian. Oleh sebab itu, anak-anak yang berada di
Dalam penelitian yang menitikberatkan ke- bawah grafik rata-rata tidak memengaruhi hasil
mampuan anak untuk mengadaptasi satu jenis analisis akhir. Hal ini dapat dilihat pada
permainan ke permainan lain, hal tersebut Gambar 3. Setelah dibandingkan dalam per-
tidak berpengaruh terhadap skor akhir pe- mainan analog dan digital, hubungan antara
nilaian. Seorang psikolog anak, Dra. Rini anak usia prasekolah dengan permainan ter-
Aswies, M.Si., dalam wawancara yang di- sebut dapat digambarkan pada bagan Gambar
lakukan penulis mengatakan bahwa tidak ada 4.
keterkaitan antara anak pintar dan kurang

5
4
3
2
1
0 1
2

1 3

Gambar 3 Jumlah balok yang berhasil dipindahkan pada jenga digital

8
7
6
5
4
3 ANALOG
2 DIGITAL
1
0

Gambar 4 Perbandingan rata-rata jumlah balok yang dipindahkan


Lalitya Talitha Pinasthika: Analisis
Yudi Latif: Permainan
Sosiokultur JengaBasis
sebagai (Digital dan Analog) …167
Pengembangan... 208

SIMPULAN ke arah kanan atas dalam permainan digital,


yang artinya kelompok usia 5 tahun sudah bisa
Pada percobaan bermain jenga pertama memanipulasi media digital dengan baik.
sebagian besar anak masih belajar untuk
mengenal permainan. Pada percobaan selanjut- DAFTAR PUSTAKA
nya anak sudah paham permainan yang se-
harusnya dilakukan. Pada percobaan terakhir Crawford, C. (2003). Game design. USA: New
terjadi motivasi redemption (penebusan) untuk Riders Publishing.
membangun menara lebih tinggi daripada yang Howe, B. (2012) Analog means, digital means,
sebelumnya dan tempo bermain pun melambat or both and the drive: which method
karena anak semakin berhati-hati agar tidak is amore important platform to use
menjatuhkan menara. toward learning?. Graduate Paper.
Permainan jenga sepenuhnya bergan- Harvard Graduate School of
tung pada kepekaan indera, baik visual untuk Education.
melihat miringnya menara serta taktil untuk Oxland, K. (2004). Gameplay and design. UK:
memindahkan balok-balok jenga. Dari ekspe- Pearsoned.
rimen yang dilakukan, ditemukan bahwa per- Santrock, John W. (1995). Life-span
kembangan sensori anak usia 5 tahun telah siap development: perkembangan masa
menerima interaksi dengan tablet digital di hidup. Edisi Kelima Jilid 1. Jakarta:
bandingkan dengan anak usia 3 dan 4 tahun Erlangga.
yang masih bergerak menggunakan motorik Westman, J & Costello, M. (2011). Child and
kasar dalam berinteraksi dengan kedua per- adolescent psychology. Alpha: New
mainan. Pengaruhnya terlihat dalam bagan York.
perbandingan. Ternyata kurva terus menanjak

Anda mungkin juga menyukai