Abstrak— Anak-anak terutama usia balita memiliki perilaku dan dampak sosial seperti mengurangi kadar interaksi sosial.
kebiasaan beraktivitas yang sangat kompleks. Bermain adalah Padahal, pada anak usia dini interaksi sosial memanglah
salah satu media penyaluran kreativitas dan bakat anak yang
sangat dibutuhkan karena anak nantinya akan diajarkan
berpengaruh pada perkembangan motorik anak, kondisi
psikologi juga meningkatkan kadar interaksi sosial. Akan tetapi bagaimana hidup bermasyarakat, lalu anak juga akan diajarkan
seiring perkembangan teknologi, stereotipe bermain di kalangan berbagai peran yang nantinya akan menjadi identifikasi
anak-anak telah berubah. Dominasi penggunaan gadget di semua dirinya, selain itu pula saat melakukan interasi sosial anak
kalangan sudah menjamur kepada anak-anak. Ketika bermain akan memperoleh berbagai informasi yang ada disekitarnya
tidak lagi harus menggerakkan badan dan berinteraksi dengan (Novitasari, 2016). Selain itu penggunaan gadget juga
teman sebaya melainkan cukup berdiam diri dan asyik dengan mempengaruhi kesehatan anak. Frekuensi kegiatan ‘berdiam
dunia gadget. Hal ini tentu memprihatinkan mengingat anak
harusnya dapat melakukan pembelajaran tumbuh kembang diri’ dengan atribut bermain menggunakan gadget juga kurang
yang aktif seperti mengasah keterampilan motorik agar baik untuk pertumbuhan tulang anak. Berdasarkan fenomena
perkembangan fisik dan psikisnya optimal. Berdasarkan tersebut dibutuhkan sarana bermain yang mengandalkan
fenomena tersebut inovasi sarana bermain motorik perlu aktivitas fisik salah satunya melalui stimulus gerakan motorik
dilakukan. S alah satunya melalui sarana bermain ride on toys, yang merupakan kemampuan dasar anak dalam beraktivitas.
yakni mainan yang dapat diduduki dan dikendarai. S eperti
Berbagai permainan motorik baik halus dan kasar sudah
sepeda, adalah ride on toys yang familiar dengan anak yang juga
mampu meningkatkan kadar interaksi sosial. Keberagaman dan banyak ditawarkan. Salah satu pembelajaran yang dapat
kompleksitas gerak anak khususnya balita sebagai sasaran diberikan yakni melalui sarana bermain ride on toys, mainan
utama juga merupakan peluang inovasi desain ride on toys. yang dapat diduduki dan dikendarai. Mainan ini merupakan
Mengingat lifetime pada produk anak sangatlah pendek peluang karena berdasarkan fenomena serta observasi
mendasari penulis mendesain transformable ride on toys, yakni lapangan bahwa anak – anak tidak asing dan menggemari
dalam 1 unit ride on dapat diubah menjadi beberapa fungsi unit
beraktivitas dengan ride on toys contohnya sepeda.
seperti push walker, balance bike, scooter dan lain sebagainya
sesuai tahapan usia balita. S elain bertujuan menarik minat anak Akan tetapi saat ini masyarakat kalangan menengah atas
untuk beraktivitas fisik juga untuk menambah nilai jual lebih cenderung menjadi konsumen mainan pabrikan impor
produsen UKM lokal yang saat ini produksi mainan lebih plastik yang lebih modern dengan standarisasi kualitas yang
didominasi impor mainan plastik. Berdasarkan kondisi tersebut lebih terjamin. Hal tersebut menjadi wajar sebab mayoritas
memberdayakan UKM mainan kayu lokal juga perlu dilakukan ride on toys buatan Indonesia berupa tunggangan kuda
mengingat ride on toys lokal masih berupa tunggangan kuda berbahan kayu yang hampir sama desainnya setiap tahun
kayu yang memiliki nilai jual rendah. dengan nilai jual rendah (www.ylki.or.id, 10 Agustus 2017).
Inovasi desain perlu dilakukan agar mampu menghasilkan
produk mainan dalam negeri yang bersaing dengan produk
Kata Kunci—transformable, ride on toys, sepeda kayu anak.
impor. Kompleksnya gerak motorik anak dalam beraktivitas
(Santrock, 2007), menjadi landasan utama dalam melakukan
I. PENDAHULUAN pengembangan desain ride on toys yang dapat
mengakomodasi perkembangan gerak motorik anak secara
Keberagaman aktivitas anak – anak menjadi salah satu
komperhensif melalui 1 unit mainan yang dapat diubah
faktor penting dalam tumbuh kembang anak. Anak balita menjadi 3 fungsi.
memiliki beberapa tahapan tumbuh kembang dimana dua di
antaranya adalah fase yang penting yakni fase anak (umur 1 – II. METODE PENELITIAN
3tahun) dan fase bermain (umur 3 – 6 tahun) atau biasa
disebut play age (Ericson, 1994). Pada fase tersebut A. Tahap Pengumpulan Data
diperlukan pembelajaran berupa sarana bermain untuk 1. Deep Interview
menunjang kecerdasan anak. Akan tetapi tren penggunaan
Pada tahap ini dilakukan pengambilan data primer maupun
gadget terutama di kalangan anak usia dini menjadi hal yang
sekunder. Data primer diambil melalui deep interview dengan
patut diwaspadai tidak hanya dampak internal namun terdapat
orang tua anak balita untuk mengetahui pertimbangan dan
2
minat dalam memilih mainan anak. Hal ini bertujuan untuk bentuk. Selain itu juga bertujuan menemukan sambungan
mengetahui ragam mainan yang dimiliki, kebutuhan stimulus (joints) antar parts yang tepat menggunakan material kayu
tumbuh kembang motorik serta daya beli konsumen. Deep balsa dan tripleks.
interview dilakukan pada 3 orang tua yang memiiki anak balita
usia 2, 3 dan 4 tahun.
Deep interview kedua dilakukan pada IKM kayu lokal yakni
industri kayu Pasuruan untuk mengetahui kemampuan
produksi, sumber daya kayu, dan peralatan yang dimiliki.
2. Observasi Lapangan
Tahap pengambilan data berikutnya yakni melakukan
observasi lapangan pada anak usia 2, 3, dan 4 tahun untuk Gambar 1. Studi M odel
mengetahui rincian aktivitas anak selama bermain di rumah,
kebiasaan anak dan perlakuan anak terhadap mainan. Selain 2. Digital Modelling
itu juga untuk mengetahui jenis aktivitas fisik sederhana anak Alternatif desain terpilih selanjutnya disimulasikan
yang dilakukan setiap hari serta frekuensinya karena dengan digital modelling untuk menemukan alternatif per
keberagaman aktivtas anak. Selanjutnya hasil observasi part nya untuk menemukan desain akhir.
digunakan untuk mengetahui kebutuhan transformasi ride on F. Prototyping
toys yang sesuai dengan tingkatan usia balita. Observasi
Desain akhir yang telah sesuai diwujudkan dalam bentuk
dilakukan pada anak berbeda gender dan tahapan usia.
prototype berskala 1 : 1 menggunakan material sebenarnya
3. Affinity Diagram yakni kayu jati 90% dan 10% spare parts pendukung.
Metode berikutnya yaitu membuat affinity diagram G. Usability Testing
(Kawakita, Jiro (1960), penindakan lebih lanjut dari metode – Tahap terakhir melakukan pengujian prototype
metode sebelumnya. Affinity diagram bertujuan untuk menggunakan usability testing, yakni mencobakan kepada
mengelompokkan masalah dan fenomena yang ada didapat target user dalam hal ini anak – anak untuk mengetahui
dari hasil pengumpulan data sebelumnya. Selanjutnya dari kekuatan, ketahanan beban dan kenyamanan.
semua isu permasalahan yang didapatkan dikelompokkan
sesuai kata kunci yang sesuai sehingga membantu dalam
pembuatan konsep desain. III. KONSEP DAN ANALISIS
Tahap pengumpulan data pendukung lainnya adalah A. Konsep Desain
pengambilan data sekunder yakni literatur dari jurnal, majalah, Ide dan percobaan yang telah dilakukan selanjutnya diolah
artikel dari web resmi, dan tugas akhir sebelumnya yang untuk menemukan konsep desain melalui brainstorming
berkaitan guna menunjang vaiditas data primer yang dilakukan sebagai berikut :
sebelumnya.
B. Eksplorasi Ide
Brainstorming Sketsa- Hasil pengumpulan data sekunder dan
primer diolah dengan melakukan brainstroming sketsa untuk
mencari gambaran umum bentuk transformasi secara umum
sesuai konsep desain.
C. Pemilihan Alternatif Desain
Hasil eksplorasi ide selanjutnya dikerucutkan ke dalam
beberapa alternative desain Beberapa alternative desain
kemudian dilakukan pemilihan alternative desain berdasarkan
indikator yang sesuai dan mengacu pada hasil riset dan
perancangan.
Gambar 2. Brainstorming Konsep Desain
D. Studi dan Analisis Desain
Alternatif desain terpilih kemudian dikembangkan lebih Brainstorming tersebut menghasilkan 3 kata kunci dalam
detail dengan support studi dan analisis desain yang sesuai konsep desain, antara lain :
dengan konsep desain seperti aspek teknis, bentuk, dll. 1. Fun & Playful
Menciptakan pola permainan yang variatif sehingga
E. Pengembangan Desain anak tidak mudah bosan.
1. Studi Model 2. Cute Kiddy
Metode selanjutnya yakni melakukan studi mode 1:5 Mengadaptasi bentuk yang lucu untuk menarik minat
untuk mencari kesesuaian bentuk dan transformasi lebih anak seperti morfologi berbagai hewan sebagai
kongkret sehingga dapat menghasilkan batasan konfigurasi
3
B B
B. Studi Gerak Motorik Balita D D
Hasil dari observasi lapangan pada anak balita usia 2, 3 C C
dan 4 tahun menunjukkan bahwa terdapat kompleksitas gerak
motorik anak seiring dengan bertambahnya usia. A
Z A
B
X X X B D
D E
Y Y
C C
Kelas Kuat I Kelas Kuat II Kelas Kuat III Kelas Kuat IV Kelas Kuat V
(Jati) (Mahoni) (Keruing) (Meranti) (Sengon)
C. Pengembangan Desain
Gambar13. Eksplorasi Part Wheelholder
1. Eksplorasi Part Rangka
Terdapat beberapa eksplorasi part rangka berdasarkan D. Desain Akhir
jumlah titik lepas pasang yang mengacu pada kekuatan
struktur, ketahanan beban, kemampuan produksi, dan pola
potong bahan, antara lain sebagai berikut :
(a)
Gambar 10. Eksplorasi Part Rangka (b)