Anda di halaman 1dari 12

ANSAMBEL MUSIK SEKOLAH SEBAGAI MODEL PEMBELAJARAN

DALAM PENGEMBANGAN MUSIK MELAYU DI SMP

Oleh : Sujoko

ABSTRAK
Batasan ansambel musik sekolah sebagai model pembelajaran yang dimaksud adalah bermain musik yang
dilakukan secara bersama-sama atau berkelompok, yang dilaksanakan di sekolah, dengan menggunakan
vokal dan alat-alat musik yang terdiri dari seperangkat band, sejumlah pianika dan rekorder, serta alat-alat
perkusi lainnya. Pembelajaran musik Melayu di SMP tidak selamanya harus menggunakan sarana alat-
alat musik Melayu yang sesungguhnya, tetapi disesuaikan dengan kondisi alat musik yang tersedia di
sekolah (kontekstual). Analogi antara orkes Melayu dengan ansambel musik sekolah dipakai untuk
menentukan alat musik yang mempunyai kesamaan ciri, fungsi dan peranan di antara keduanya. Materi
lagu yang dikembangkan adalah: Lenggang, Mak Inang, Joget, dan Zapin. Proses belajar mengajar
ansambel musik sekolah meliputi: audiation, music aptitude, dan methodology. Audiation membangun
kemampuan dan pemahaman serta sensitivitas siswa terhadap melodi, interval, ritme dan birama,
tonalitas, dan ‘rasa’ harmoni dari lagu-lagu Melayu yang didengarkan. Music aptitude untuk menentukan
siswa dan alat musik yang sesuai berdasarkan tingkat penguasaan kemampuan yang berbeda-beda dalam
memainkan alat musik. Methodology untuk menentukan tahapan-tahapan dalam proses pembelajaran
ansambel musik yaitu: memotivasi siswa, teknik memainkan alat musik, bermain bersama teman (tutor
sebaya), dan memainkan karya.

Kata Kunci: ansambel musik sekolah, model pembelajaran, musik Melayu, kontekstual, analogi,
audiation, music aptitude, methodology, tutor sebaya.
A. PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Dalam menghadapi era globalisasi industri dan perdagangan bebas yang akan datang, berbagai
negara di dunia termasuk Indonesia berbenah diri mempersiapkan sumber daya manusianya. Ilmu
pengetahuan, teknologi dan seni menjadi perhatian utama dalam upaya pengembangan dan penguasaan
sumber daya manusia di masa datang. Upaya yang dilakukan adalah dengan melakukan perubahan
terhadap kurikulum pendidikan dasar dan menengah secara Nasional, serta memberikan keleluasaan
kepada daerah-daerah untuk menerapkannya sesuai dengan kondisi daerah setempat, yaitu dengan
memanfaatkan kurikulum muatan lokal, guru dan proses belajar mengajar. Keberhasilan sebuah proses
pendidikan sangat dipengaruhi oleh faktor kurikulum, guru, dan pengajaran atau proses belajar mengajar.
Ketiga faktor tersebut saling berkaitan dan tidak dapat dipisahkan satu sama lainnya.

Sejak tahun 2006 sampai saat ini pembelajaran musik di SMP berpedoman kepada Kurikulum
Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Materi kurikulum yang harus disampaikan kepada seluruh siswa
menitikberatkan kepada pemberian wawasan, pengetahuan, dan keterampilan dalam bidang musik
lokal terutama musik Indonesia. Hal itu dapat dilihat dari substansi kurikulum yang menjelaskan bahwa
pada kelas VII harus disampaikan tentang musik daerah setempat, pada kelas VIII harus
disampaikan tentang musik nusantara Indonesia, dan pada kelas IX, materi yang harus
disampaikan adalah tentang musik nusantara dan mancanegara. Dari uraian itu dapat
disimpulkan bahwa perbandingan materi bahan ajar yang harus disampaikan kepada siswa antara
musik Indonesia (musik daerah setempat dan nusantara) dengan musik mancanegara adalah 3 : 1,
atau dengan kata lain dapat dikatakan bahwa materi bahan ajar yang harus disampaikan guru musik di
SMP sekitar 75% tentang musik daerah setempat dan nusantara.
Lalu, bagaimana dengan minat belajar musik daerah Melayu dikalangan siswa sekolah menengah?
Berdasarkan pengalaman penulis mengajar seni musik selama sepuluh tahun di daerah Melayu khususnya
di Kabupaten Bintan Kepulauan Riau, pada umumnya minat belajar seni musik daerah Melayu di
kalangan siswa SMP masih sangat rendah. Mereka lebih suka belajar musik-musik modern seperti musik
pop yang memang sesuai dengan perkembangan psikologis mereka pada saat ini. Rendahnya minat
belajar seni musik daerah Melayu di kalangan siswa SMP karena adanya beberapa faktor penyebab
seperti berikut ini.

Pertama, belum adanya kurikulum muatan lokal yang mengajarkan tentang bagaimana bermain
musik Melayu. Hal ini sangat berhubungan dengan program dan kebijaksanaan Pemerintah Daerah
setempat terhadap usaha pembinaan dan pengembangan musik Melayu, melalui Dinas Pendidikan
Provinsi maupun Kabupaten. Dengan adanya kurikulum muatan lokal Musik Melayu, diharapkan dapat
menumbuhkan minat belajar dan kreativitas siswa terhadap musik Melayu.

Kedua, latar belakang pendidikan guru tidak mendukung. Sebagai seorang guru musik dituntut
mempunyai latar belakang pendidikan yang sesuai dengan bidang keilmuannya. Pada kenyataannya, di
daerah Melayu masih banyak guru yang mengajarkan seni musik tetapi tidak mempunyai latar belakang
pendidikan seni musik (guru cangkokan). Bagaimanapun juga, seorang guru musik dituntut harus mampu
mendemonstrasikan cara memainkan berbagai alat musik di depan siswa-siswanya.

Ketiga, siswa belum mengenal pola garap atau aransemen musik daerah Melayu. Melalui
pembelajaran musik daerah Melayu di sekolah-sekolah, siswa diharapkan dapat lebih mengenal dan dapat
memainkan aransemen musik Melayu. Dengan demikian, siswa dapat berkreasi sendiri membuat
aransemen yang sesuai dengan pekembangan psikologis mereka. Namun demikian, kreativitas mereka
harus diarahkan sesuai dengan unsur-unsur yang ada pada musik daerah Melayu.

Pada umumnya, materi bahan ajar dalam rangka pengembangan musik Melayu di SMP secara
optimal belum sepenuhnya tercapai. Materi bahan ajar musik Melayu yang selama ini digunakan di SMP
hanya sebatas bermain musik sejenis rebana secara berkelompok yang disebut dengan bermain kompang.
Model pembelajaran seperti itu dari tahun ke tahun terkesan sangat monoton, karena hanya sebatas
memainkan pola ritmis yang diulang-ulang. Menurut penulis, model pembelajaran seperti itu belum
sepenuhnya efektif dalam usaha memotivasi siswa berkreasi dan mengembangkan musik Melayu di
sekolah. Secara tekstual, musik Melayu tidak hanya merupakan permainan ritmis, tetapi juga terdiri dari
unsur melodi diatonis yang harmonis dan sangat enak didengar maupun dimainkan. Sungguh sangat
disayangkan jika ada anggapan dari beberapa pengajar seni musik, bahwa untuk mengajarkan musik
Melayu itu cukup hanya dengan bermain kompang.

Sementara itu, sudah ada beberapa SMP yang mempunyai alat musik lengkap seperti band (gitar
listrik, gitar bas, keyboard, drumset) beserta sound systemnya, sejumlah rekorder, pianika, alat-alat
perkusi, dan sarana pendukungnya (studio/ruang musik dan pentas/panggung) tetapi belum dimanfaatkan
dalam mengembangkan model pembelajaran musik Melayu di kelas. Alat-alat musik dan sarana
pendukungnya tersebut cenderung kurang disentuh atau dimanfaatkan oleh guru. Hal itu dikarenakan
masih adanya keterbatasan kemampuan guru musik dalam mengelola media pembelajaran tersebut.
Sehingga pada kenyataanya, alat-alat musik dan sarana pendukungnya tersebut semata-mata hanya
sebagai media penyaluran bakat dan minat siswa di luar jam sekolah dalam bermain musik pop, yang
sesuai dengan perkembangan jiwa mereka tanpa bimbingan dan arahan guru musiknya.

Terlepas dari keterbatasan kemampuan guru dalam memainkan media alat musik seperti yang di
jelaskan di atas, sudah saatnya bagi pengajar untuk merubah paradigma mengajar. Menurut hemat
penulis, keterbatasan kemampuan tersebut sebenarnya masih bisa diatasi dengan adanya pelatihan-
pelatihan. Justru, yang lebih penting adalah bagaimana model pembelajaran yang dapat diterapkan demi
tercapainya proses belajar mengajar yang diharapkan. Sementara ini, masih ada anggapan dari beberapa
pengajar musik bahwa untuk mengajarkan musik Melayu di sekolah harus sesuai dengan materi yang
diajarkan oleh seniman di sanggar-sanggar. Kondisi demikian tentunya akan sulit diwujudkan bagi
sekolah-sekolah tertentu, karena adanya beberapa hal yang menyangkut keterbatasan minat dan
kemampuan musikalitas siswa disamping keterbatasan sarana alat musiknya. Siswa dengan kondisi
demikian, tentunya akan merasa sulit memainkan aransemen musik Melayu yang sesungguhnya, dengan
menggunakan alat-alat musik yang masih asing seperti biola, akordeon, dan gambus.

Di sini penulis hanya ingin menekankan, bahwa pembelajaran musik Melayu di SMP tidak
selamanya harus menggunakan sarana alat-alat musik Melayu yang sesungguhnya. Di sinilah dituntut
adanya kreativitas guru dan siswa dalam menerapkan model pembelajaran, dan bagaimana mengelola
alat-alat musik yang tersedia di sekolah sesuai dengan kondisi dan kemampuan sekolah. Sebagaimana
disampaikan oleh Dewantara (1962: 306) bahwa dalam pembelajaran harus berfokus kepada situasi dan
kondisi yang ada (kontekstual). Kita dapat mengembangkan kesenian dengan cara meniru, namun tidak
mengambil secara utuh dan sebaiknya dikembangkan berdasarkan konteks kultur yang ada. Kita adalah
kita, dan bukan kita sebagai orang lain.

Terhadap fenomena-fenomena di atas, maka sangat diperlukan suatu model pembelajaran baru
dalam pengembangan musik Melayu di SMP. Menyikapi permasalahan di atas, penulis sangat tertarik dan
memandang perlu untuk menawarkan suatu desain pembelajaran ke dalam makalah yang berjudul
“Ansambel Musik Sekolah sebagai Model Pembelajaran dalam Pengembangan Musik Melayu di
SMP”.

2. Landasan Teoritis dan Filosofis

a. Pengertian model pembelajaran

Menurut pendapat Joyce dari buku yang ditulis Trianto (2007: 5) bahwa yang dimaksud dengan
model pembelajaran adalah suatu perencanaan atau suatu pola yang digunakan sebagai pedoman dalam
merencanakan pembelajaran di kelas, atau pembelajaran dalam tutorial, dan untuk menentukan perangkat-
perangkat pembelajaran termasuk di dalamnya buku-buku, film, komputer, kurikulum, dan lain-lain.
Selanjutnya, Joyce menyatakan bahwa setiap model pembelajaran mengarah kita ke dalam mendesain
pembelajaran untuk membantu peserta didik sedemikian rupa sehingga tujuan pembelajaran tercapai.

Dengan demikian, ansambel musik sekolah sebagai model pembelajaran dalam pengembangan
musik Melayu merupakan desain pembelajaran untuk memberikan apresiasi dan kreasi bagi siswa SMP
terhadap bentuk, struktur, dan harmoni musik Melayu melalui permainan musik yang dilakukan secara
bersama-sama.

b. Pengertian ansambel musik sekolah

Menurut Bastomi (1992: 47), yang dimaksud dengan ansambel musik adalah bermain musik yang
dilakukan secara bersama-sama atau berkelompok dengan menggunakan alat-alat musik sederhana.
Berdasarkan keterangan di atas, maka bentuk ansambel musik sekolah sebagai model pembelajaran yang
dimaksud dalam makalah ini adalah bermain musik yang dilakukan secara bersama-sama atau
berkelompok, yang dilaksanakan di sekolah, dengan menggunakan vokal dan alat-alat musik yang terdiri
dari seperangkat band, sejumlah pianika dan rekorder, serta alat-alat perkusi lainnya. Penulis sengaja
memberi batasan mengenai pengertian ansambel musik sekolah tersebut, guna menghindari terjadinya
penafsiran dan asosiasi istilah yang berbeda pada pembahasan penulisan ini.
Seperti yang disampaikan pada bagian latar belakang, bahwa sudah ada beberapa SMP yang
mempunyai alat musik lengkap seperti band (gitar listrik, gitar bas, keyboard, drumset) beserta sound
systemnya, sejumlah rekorder, pianika, alat-alat perkusi, dan sarana pendukungnya (studio/ruang musik
dan pentas/panggung) tetapi belum dimanfaatkan oleh guru untuk mengembangkan model pembelajaran
yang diharapkan. Dengan ansambel musik sekolah, semua jenis lagu apapun seperti lagu daerah, nasional,
anak-anak, bahkan lagu-lagu pop remaja pun bisa dimainkan oleh siswa satu kelas. Hal itu dikarenakan
sifat aransemen ansambel musik sekolah yang sederhana, menyesuaikan dengan tingkat kemampuan
musikalitas setiap siswa dan kondisi tersedianya sarana alat musik yang tersedia di sekolah.

c. Manfaat bermain ansambel musik

Bermain musik sebaiknya dimulai sejak usia dini. Bermain musik sejak usia dini adalah cara yang
mudah dan menyenangkan untuk mengembangkan kecerdasan anak dan remaja. Selain itu, bermain
musik sejak usia dini juga akan membentuk perilaku dan sikap anak-anak maupun remaja menjadi lebih
baik dan teratur. Sebagaimana disampaikan oleh Gordon (2008: 11) dalam Early Childhood dikatakan
bahwa semakin dini kita menstimulasi anak terutama dengan pelajaran informal musik (mendengarkan
kaset misalnya, dan lain-lain), semakin dapat meningkatkan kemampuan musiknya di masa yang akan
datang.
Lewat musik, kecerdasan anak dan remaja akan berkembang dengan baik. Perkembangan itu antara
lain terjadi pada daya konsentrasi dalam belajar di sekolah, di rumah maupun bersama teman-temannya.
Selain itu, kemampuan mereka dalam mencerna, memecahkan, dan menyelesaikan persoalan akan
meningkat, sehingga hal itu dapat mereka lakukan dengan cepat dan tepat. Dengan bermain musik, sikap
dan perilaku anak serta remaja juga berkembang dengan baik. Rasa percaya diri anak atau remaja akan
tumbuh sehingga mereka mampu mengaktualisasikan diri dalam situasi dan kondisi yang ada di
sekitarnya.
Dengan bermain ansambel musik di sekolah, manfaat yang dapat diperoleh adalah mengajarkan
siswa untuk berlatih bekerja sama (cooperatif learning), karena ansambel musik bukan permainan
individu. Dalam permainan sebuah ansambel yang terdiri dari beberapa pemain, tentu mengajarkan anak-
anak berada dalam sebuah team work. Mereka akan merasa bertanggung jawab pada setiap tugas yang
dipercayakan kepadanya dan mengerjakan dengan tekun, cermat, bersemangat dan berkualitas. Para siswa
akan mempunyai kepekaan, kepedulian terhadap apa yang terjadi di sekitarnya. Mereka juga akan
berempati pada kesusahan, kesedihan, dan penderitaan orang lain. Hal tersebut berkaitan dengan apa yang
disampaikan oleh Lie (2005: 28) bahwa kerja sama merupakan kebutuhan yang sangat penting bagi
kelangsungan hidup. Tanpa kerja sama, tidak akan ada keluarga, organisasi, ataupun sekolah. Dengan
demikian, tanpa adanya kerja sama di antara siswa, maka permainan ansambel musik yang baik di
sekolah tidak akan terwujud.
Dengan kebiasaan dalam bermain ansambel musik, siswa akan mempunyai sikap disiplin yang
tinggi. Kebiasaan meletakkan dan mengembalikan alat-alat musik setelah bermain, juga akan dilakukan
dalam kehidupan sehari-hari di rumahnya. Demikian juga sikap sportif dalam mengakui kesalahan dan
mau menerima pendapat orang lain, akan didapatkan juga dengan bermain musik secara kelompok.

d. Aransemen musik Melayu

Menurut Liwun (1990: 35), aransemen adalah suatu pekerjaan menata musik dari lagu yang sudah
ada, sehingga terdengar lebih indah dan harmonis. Dengan aransemen, maka lagu yang ada menjadi lagu
bernuansa berbeda yang menyangkut pola irama, melodi, harmoni, bentuk lagu, timbre atau warna suara,
penggunaan instrumen, tempo dan ekspresi lagu.
Dalam ansambel musik sekolah yang memainkan musik Melayu, maka aransemen musik Melayu
merupakan unsur yang penting. Aransemen musik disusun sedemikian rupa dan disesuaikan dengan dua
kriteria sebagai berikut :
1) Tingkat kesulitannya harus disesuaikan dengan kondisi kemampuan dan perkembangan psikologis
pemainnya. Aransemen musik Melayu yang dimainkan untuk siswa SD tentu lain dengan aransemen
musik Melayu yang dibawakan oleh siswa SMP, begitu juga dengan siswa SMA. Dari faktor
psikologis, penyusunan aransemen musik Melayu disesuaikan dengan kondisi perkembangan jiwa
anak-anak yang lebih menyukai musik-musik enerjik seperti musik pop. Namun demikian, dalam
pembuatan aransemennya tidak boleh menghilangkan karakteristik musik daerah Melayu sendiri.
Dengan demikian, mereka akan senang dan lebih ekspresif memainkan aransemen musik yang
dibawakan, dan akan terlatih untuk berkreasi membuat aransemen sendiri.
2) Pemilihan alat musik dalam penyusunan aransemen musik Melayu harus menyesuaikan dengan kondisi
sarana-prasarana yang tersedia di sekolah (kontekstual). Masing-masing sekolah mempunyai
kemampuan yang berbeda dalam menyediakan sarana-prasarana dan peralatan musik. Hal itu
disebabkan adanya alokasi dana yang berbeda setiap sekolah dalam pengadaan sarana-prasarana dan
peralatan musik.
e. Analogi alat musik orkes Melayu dengan ansambel musik sekolah

Sebagaimana telah penulis sampaikan pada bagian latar belakang di atas, bahwasanya dalam
pembelajaran musik Melayu di SMP tidak selamanya harus menggunakan sarana alat-alat musik Melayu
yang sesungguhnya. Di sinilah dituntut adanya kreativitas guru dan siswa dalam menerapkan model
pembelajaran, dan bagaimana mengelola alat-alat musik yang tersedia di sekolah sesuai dengan kondisi
dan kemampuan sekolah. Sekolah yang dimaksud dalam pembahasan ini adalah SMP yang kondisinya
tidak mempunyai alat musik Melayu secara lengkap, tetapi memiliki seperangkat alat musik yang
dibutuhkan untuk bermain ansambel musik sekolah, dan belum dimanfaatkan secara optimal dalam
mengembangkan model pembelajaran musik Melayu di dalam kelas.

Analogi adalah pembandingan yang dibuat untuk menunjukkan kesamaan fungsi atau ciri-ciri
pokok suatu benda dengan benda lainnya (Trianto, 2007: 93). Bagi sekolah-sekolah yang sudah
mempunyai sarana alat musik sesuai dengan batasan ansambel musik sebagaimana dijelaskan di atas,
maka untuk menentukan alat musik yang sesuai dengan fungsi dan peranan dalam orkes Melayu, dapat
berpedoman pada tabel analogi yang terdapat di bagian lampiran satu makalah ini.
f. Perkembangan musik daerah Melayu
Bastomi (1992 : 31 ) mengemukakan tentang penyebab perkembangan seni sebagai berikut :

Perkembangan seni berdasarkan penyebabnya berasal dari dua faktor, yaitu :


Faktor dari dalam, yaitu perkembangan seni yang berasal dari pertumbuhan kreasi manusia. 2)
Faktor dari luar, yaitu faktor lingkungan yang meliputi lingkungan alam dan lingkungan sosial.
Dalam abstrak penelitian oleh Sujoko (1997: xvi) disebutkan bahwa faktor-faktor utama penyebab
perkembangan musik pengiring kesenian tradisi meliputi : faktor kreativias seniman, selera penonton,
kemajuan teknologi dan pergeseran fungsi.

Berdasarkan kedua pendapat di atas, maka secara pertimbangan nalar dan logika, memungkinkan
bahwa musik daerah Melayu sebagai seni tradisi akan mengalami perkembangan baik dari segi wilayah
penyebaran maupun pola garap penyajiannya. Selanjutnya, berdasarkan pengamatan penulis selama
sepuluh tahun bertempat tinggal di daerah Melayu, dapat dikemukakan adanya perkembangan musik
daerah Melayu sebagai berikut ini.

Pertama, bentuk penyajian musik daerah Melayu sebelum berkembang sangat sederhana dan
monoton. Instrumen yang dipakai pada waktu itu hanya terdiri atas alat-alat : kompang, rebana, tamborin,
marwas, gong, biola, akordeon dan gitar gambus. Kedua, setelah mengalami perkembangan, instrumen
musik yang dipakai pada musik daerah Melayu merupakan perpaduan antara instrumen di atas dengan
instrumen lainnya seperti keyboard elektrik, gitar elektrik, dan drum set, sehingga dapat menyajikan lagu-
lagu Melayu dengan pola garap baru seperti lagu-lagu pop.

Bagaimanapun juga, perkembangan ilmu dan teknologi akan membawa pengaruh terhadap
perkembangan musik daerah Melayu. Dengan demikian, musik daerah Melayu sebagai seni tradisi yang
telah mengalami perkembangan, akan diterima oleh semua kalangan masyarakat termasuk oleh para siswa
sekolah. Sehingga, keberadaan musik daerah Melayu akan tetap lestari sampai akhir zaman.

B. PEMBAHASAN
1. Tujuan

Secara umum, ansambel musik sekolah sebagai model pembelajaran dalam pengembangan musik
Melayu merupakan desain pembelajaran yang bertujuan untuk memberikan apresiasi dan kreasi bagi
siswa SMP terhadap musik Melayu melalui permainan musik yang dilakukan secara bersama-sama.
Adapun tujuan khususnya adalah: 1) Siswa dapat mengenal lagu-lagu Melayu, 2) Siswa dapat memainkan
alat musik gitar, keyboard, pianika, rekorder, glockenspile dan alat-alat perkusi, 3) Siswa dapat
mengadakan pergelaran ansambel musik sekolah dengan memainkan aransemen/komposisi lagu-lagu
Melayu.

2. Langkah-langkah Proses Belajar Mengajar

Agar ansambel musik sekolah sebagai model pembelajaran dalam pengembangan musik Melayu di
SMP dapat berjalan dengan baik, perlu adanya proses belajar mengajar. Sebelum memainkan suatu
komposisi musik Melayu secara utuh perlu adanya langkah-langkah atau tahapan-tahapan dalam proses
belajar mengajar. Dalam hal ini, penulis mengacu pada teori pembelajaran musik ( Music Learning Theory)
oleh Gordon (2008: 2), diantaranya adalah sebagai berikut ini.
a. Audiation

Dalam proses pembelajaran, Gordon menyarankan teknik audiation yaitu teknik yang memotivasi siswa
untuk belajar dengan cara mendengar sekaligus mamahami materi pengajaran yang disampaikan. Teknik ini dapat
digunakan untuk mengembangkan kemampuan dan pemahaman serta sensitivitas siswa terhadap melodi, interval,
ritme dan birama, tonalitas dan ‘rasa’ harmoni yang merupakan dasar pengetahuan mereka untuk dapat
berimprovisasi dan berkreasi secara kreatif sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai dalam kurikulum di SMP.

Melalui teknik audiation, para siswa diperdengarkan dahulu lagu-lagu Melayu melalui kaset atau VCD.
Dengan demikian, mereka dapat membangun kemampuan dan pemahaman serta sensitivitas terhadap melodi,
interval, ritme dan birama, tonalitas, dan ‘rasa’ harmoni dari lagu-lagu Melayu yang dedengarkan.

Adapun lagu daerah Melayu yang dapat dijadikan materi ansambel musik sekolah terdiri dari
empat jenis irama. Pertama, irama Lenggang yang musiknya mengalun lembut dan indah, seperti pada
lagu “Makan Sirih”. Kedua, irama Mak Inang yang musiknya berirama dangdut mengajak kita untuk
menggoyangkan badan, seperti pada lagu “Mak Inang Lenggang”. Ketiga, irama Joget yang musiknya
enerjik dan dinamis sesuai untuk mengiringi joget berpasangan sebagai sarana pergaulan muda-mudi,
seperti pada lagu “Joget Ria”. Keempat, irama Zapin yang musiknya bernuansakan Islami padang pasir
sangat sesuai untuk pencerahan rohani, seperti pada lagu “Zapin Perantau”.

b. Music Aptitude
Pembelajaran musik akan mudah pada saat guru mengetahui kemampuan potensial yang dimiliki siswa dalam
musik, dan memberikan pengajaran yang berbeda antar individu (siswa). Dengan mempelajari perbedaan
kemampuan musik para siswa, dapat mencegah resiko kebosanan bagi siswa yang memiliki kemampuan musik yang
tinggi, dan mencegah frustasi pada siswa yang memiliki kemampuan musik yang rendah.

Music aptude sangat penting untuk menentukan siswa dan alat musik yang sesuai berdasarkan tingkat
penguasaan kemampuan yang berbeda-beda dalam memainkan alat musik. Dengan demikian dapat ditentukan siapa
saja yang memainkan alat-alat musik seperti: band (gitar listrik, gitar bas, keyboard, drumset), sejumlah rekorder,
pianika, glockenspile, dan alat-alat perkusi lainnya, dalam ansambel musik sekolah.

c. Methodology

Metode yang baik memberitahukan apa yang diajar, kapan mengajar, dan mengapa ini diajar. Teknik
(metode) yang baik menyampaikan kepada kita bagaiamana mengajar yang baik. Siswa membangun (membentuk)
keahlian audiation seperti menyanyi, irama/rithm, tonal, sebelum diperkenalkan notasi dan teori musik. Siswa
memang harus belajar membaca notasi musik, tetapi janganlah dipaksa buru-buru mempelajarinya karena membaca
itu sebenarnya hanyalah merupakan suatu alat, sedangkan sebuah lagu akan dapat dinikmati dengan
mendengarkannya, bukan dengan melihat notasinya.

Teori pembelajaran musik memfasilitasi para guru untuk menerapkan metode dalam kemampuan audiation.
Proses pembelajaran musik itu memiliki tahapan-tahapan (learning sequence activities) sama seperti bayi yang
belajar bahasa :

Pertama : dimulai dengan mendengar.

Kedua : mulai mengikuti dan meniru (imitate).

Ketiga : mulai memikirkan untuk belajar membuat kata atau frase yang memiliki arti.

Keempat : kemampuan bahasanya semakin meningkat sehingga pada akhirnya mereka bisa melakukan percakapan.

Kelima : beberapa waktu kemudian setelah peningkatan kemampuan mereka berawal dari berpikir dan berbicara,
mereka mulai mampu membaca dan menulis.

3. Tahapan-tahapan dalam Pembelajaran Ansambel Musik Sekolah

a. Memotivasi siswa

Untuk memotivasi siswa dalam belajar memainkan rekorder misalnya, harus diawali dengan mendengarkan
beberapa melodi yang kita mainkan dengan rekorder juga. Siswa akan lebih tertarik jika melodi-melodi yang
diperdengarkan atau dimainkan oleh guru adalah melodi-melodi dari lagu-lagu yang sudah popular. Sebagai contoh,
melodi yang sederhana tetapi menarik dapat kita ambil dari introduksi lagu “Jujur” yang dibawakan oleh grup band
Raja seperti berikut ini.
b. Teknik memainkan alat musik

Setelah termotivasi, para siswa akan tertarik untuk mencoba, mengikuti dan menirukannya. Di sinilah mereka
kita ajarkan teknik-teknik meniup dan penjarian rekorder dari setiap nada, sampai membentuk sebuah frase atau
rangkaian melodi yang memiliki arti. Rekorder yang sering dipakai di sekolah adalah rekorder sopran. Disamping
rekorder sopran, ada juga rekorder sopranino dan rekorder alto. Rekorder sopran mempunyai wilayah suara dari
nada c’ sampai dengan nada a’’, tetapi untuk nada tinggi hampir dapat dipastikan bunyinya disonan sekali. Adapun
posisi memainkan rekorder dapat dilihat pada gambar di bawah ini.

Posisi memainkan rekorder

Bagian-bagian rekorder dan penjariannya

1) Penjarian pada rekorder

Tangan kiri memegang seruling bagian atas, tangan kanan bagian bawah.
Kepala tegak dan bahu wajar ( tidak tegang ).
Dada membusung dan kedua belah siku terangkat sehingga tidak menyentuh badan.
Sumber tiupan diletakkan diatas bibir bagian bawah, bibir bagian atasmenyentuh sumber tiupan dengan wajar.
Jangan memasukkan sumber tiupan terlalu dalam sehingga menyentuh gigi, dan jangan digigit.

2) Teknik pernafasan dan tiupan


Pernafasan yang baik dalam meniup rekorder sama seperti bernyanyi yaitu menggunakan pernafasan
diafragma. Untuk menghasilkan tiupan yang bagus ucapkan seperti kata “tu”. Tiupan harus rata dan jangan terlalu
kuat meniupnya sehingga memekakkan telinga. Biasanya nada do (c’) adalah yang paling susah dibunyikan.

3) Tuning pada rekorder (melaras)

Rekorder bisa dilaras dan disesuaikan nadanya bila terdengar agak sumbang. Untuk melaras rekorder bisa
dengan menarik bagian kepala atau kaki dari rekorder, dan disamakan bunyinya pada stem fluit, garputala, atau
keyboard.

c. Belajar bersama teman (tutor sebaya)

Untuk memudahkan dan memperlancar proses belajar mengajar secara klasikal, guru dapat memanfaatkan
pengajaran tutor sebaya. Sebagaimana dikemukakan oleh Putranti (2007: 1) bahwa:

Kelebihan tutor sebaya dalam pendidikan yaitu dalam penerapan tutor sebaya, anak-anak diajar untuk
mandiri, dewasa dan punya rasa setia kawan yang tinggi. Artinya dalam penerapan tutor sebaya itu, anak yang
dianggap pintar bisa mengajari atau menjadi tutor temannya yang kurang pandai atau ketinggalan. Di sini peran
guru hanya sebagai fasilitator atau pembimbing saja.

Dengan demikian, proses pembelajaran ansambel musik sekolah pun dapat terbantu dengan adanya
pengajaran oleh tutor sebaya. Pada setiap kelompok siswa yang memainkan alat musik tertentu (misal: kelompok
rekorder), guru menunjuk salah seorang siswa yang dianggap paling menguasai permainan rekorder untuk melatih
sesuai dengan partitur musik yang diberikan guru, atau menjadikan tutor sebaya bagi teman-temannya satu
kelompok. Sehingga, pada saat berlangsungnya pengajaran tutor sebaya pada kelompok rekorder, guru dapat lebih
kosentrasi untuk melatih kelompok lainnya, demikian seterusnya. Setiap pengajaran tutor sebaya hendaknya
dilakukan dalam ruangan yang berbeda-beda agar tidak mengganggu kosentrasi kelompok lainnya. Dengan
pengajaran tutor sebaya, maka proses pembelajaran ansambel musik sekolah sebagai model pengembangan musik
Melayu dapat berjalan dengan efektif dan efisien.

Adapun materi latihan-latihan dasar yang dapat dilakukan pada pengajaran tutor sebaya adalah tentang
tangga nada dan variasi ketukannya seperti berikut ini.

2.

3.
Agar proses pembelajarannya lebih menarik, maka dapat dilakukan dengan metoda bermain yang dipimpin
1 oleh tutor sebaya. Dalam satu kelompok terdiri dari delapan siswa sesuai dengan jumlah birama setiap nomornya.
Masing-masing siswa memainkan satu birama secara berurutan dan sambung menyambung mulai dari birama satu
. sampai delapan dalam setiap nomornya. Untuk melatih tanggung jawab, disiplin, dan kerja sama masing-masing
siswa, maka jika ada siswa yang salah memainkannya diberikan hukuman sesuai dengan kesepakatan. Jenis
hukuman sebaiknya yang bersifat lucu, sehingga dapat menimbulkan suasana gembira. Permainan tersebut diulang
sampai delapan kali putaran, sehingga para siswa dapat memainkan semua birama secara bergantian.

d. Memainkan karya

Setelah kemampuan memainkan rekordernya sudah semakin meningkat, maka mereka bisa memainkannya
frase-frase dalam satu kalimat lagu. Akhirnya mereka bisa membaca notasi dan memainkan rekorder secara utuh
sebuah komposisi musik, dalam hal ini adalah musik Melayu (lihat lampiran dua). Proses pembelajaran musik
melalui tahapan-tahapan (learning sequence activities) dalam belajar memainkan rekorder tersebut, dapat
diterapkan juga untuk belajar memainkan alat musik yang lainnya dalam ansambel musik sekolah, seperti: gitar
listrik, gitar bas, keyboard, drumset, sejumlah rekorder, pianika, glockenspile, dan alat-alat perkusi lainnya.

Pembagian kelompok berdasarkan alat musik diatur sedemikian rupa agar komposisi musik dapat dimainkan
secara balance atau seimbang. Jika jumlah pemainnya 30 orang maka pembagiannya sebagai berikut; rekorder 1
(tujuh orang), rekorder 2 (tujuh orang), pianika 1 (tiga orang), pianika 2 (tiga orang), band (empat orang), perkusi
(tiga orang), vokalis (dua orang), dirigen (satu orang).

Akhirnya setelah semua kelompok menguasai permainan musik sesuai dengan partiturnya, guru
menggabungkan masing-masing kelompok alat musik ke dalam satu ruangan. Disinilah terjadi proses pembelajaran
ansambel musik sekolah dalam memainkan sebuah komposisi musik Melayu secara utuh dan lengkap yang
melibatkan semua alat musik yang dipakai. Dalam proses penggabungan tersebut, sering terjadi kesalahan-
kesalahan yang dilakukan oleh kelompok alat musik tertentu. Dalam hal ini, guru dituntut untuk bersifat sabar dan
terus mengulangnya hingga komposisi lagu tersebut dapat dimainkan dengan baik. Selanjutnya, guru memberikan
kepercayaan kepada salah seorang siswa yang mempunyai kemampuan memimpin musik untuk dijadikan dirigen.
Tugasnya adalah memimpin ansambel musik tersebut baik pada saat latihan-latihan berikutnya maupun pada saat
pementasan. Selanjutnya, peran guru di sini hanya sebagai fasilitator atau pembimbing saja.

Posisi pemain saat memainkan ansambel musik sekolah perlu diatur sedemikian rupa. Tujuannya agar
komposisi musik yang dimainkan, secara tekstual dapat ditampilkan dengan lebih baik. Adapun posisi pemain
ansambel musik sekolah dapat di jelaskan pada gambar berikut ini.

Posisi pemain ansambel musik sekolah

Posisi Pemain Ansambel Musik Sekolah

C. SARAN-SARAN
Agar desain pembelajaran ansambel musik sekolah sebagai model pembelajaran dalam
pengembangan musik Melayu dapat terlaksana dengan baik dan dapat tercapai tujuan sesuai yang
diharapkan, perlu diperhatikan beberapa hal sebagai berikut:

1. Implementasi sistem pendukung

Pembelajaran musik Melayu di SMP tidak selamanya harus menggunakan sarana alat-alat musik
Melayu yang sesungguhnya, tetapi disesuaikan dengan kondisi alat musik yang tersedia di sekolah
(kontekstual). Alat-alat musik yang mendukung desain pembelajaran ansambel musik sekolah diantaranya
adalah seperangkat alat band (gitar listrik, gitar bas, keyboard, drumset) beserta sound systemnya,
sejumlah rekorder dan pianika, glockenspile, alat-alat perkusi (kompang, rebana, tamborin, marakas,
kabasa, bongo), dan sarana pendukung lain (studio/ruang musik dan pentas/panggung). Analogi antara
orkes Melayu dengan ansambel musik sekolah dipakai untuk menentukan alat musik yang mempunyai
kesamaan ciri, fungsi dan peranan di antara keduanya.

2. Implementasi sistem sosial

Proses belajar mengajar ansambel musik sekolah sebagai model pembelajaran dalam
pengembangan musik Melayu dapat terlaksana apabila didukung oleh program-program: Pertama,
adanya kurikulum muatan lokal yang mengajarkan tentang bagaimana bermain musik Melayu. Hal ini
sangat berhubungan dengan program dan kebijaksanaan Pemerintah Daerah setempat terhadap usaha
pembinaan dan pengembangan musik Melayu, melalui Dinas Pendidikan Provinsi maupun Kabupaten.
Kedua, latar belakang pendidikan guru yang mendukung. Sebagai seorang guru musik dituntut
mempunyai latar belakang pendidikan yang sesuai dengan bidang keilmuannya. Ketiga, dukungan
sekolah dan masyarakat (komite sekolah) dalam menyediakan alat-alat musik dan sarana pendukung
lainnya bagi terlaksananya pembelajaran ansambel musik sekolah.

3. Dampak rujukan

Dengan terlaksananya ketiga program di atas, yaitu: kurikulum muatan lokal musik Melayu, latar
belakang pendidikan guru musik yang mendukung, serta dukungan sekolah dan masyarakat (komite
sekolah), maka akan tercapai tujuan ansambel musik sekolah sebagai model pembelajaran dalam
pengembangan musik Melayu. Melalui pembelajaran musik daerah Melayu di sekolah-sekolah, siswa
diharapkan dapat lebih mengenal dan dapat memainkan pola garap atau aransemen musik Melayu.
Dengan demikian siswa dapat berapresiasi, berkreasi, dan sekaligus melestarikan keberadaan dan
perkembangan musik Melayu di sekolah.

DAFTAR PUSTAKA

Bastomi, Suwaji. (1992). Wawasan Seni. Semarang: IKIP Semarang Pers.

Dewantara, Ki Hadjar. (1962). Pendidikan. Yogyakarta: Percetakan Tamansiswa

Gordon, Edwin. E (2008). Gordon Institute for Music Learning (GIML). [Online]. Tersedia: http://www.giml.org
[9 Mei 2009]

Lie, Anita (2005). Cooperative Learning: Mempraktikkan Cooperatif Learning di Ruang-ruang Kelas.
Jakarta: PT Gramedia Widiasarana Indonesia.

Liwun, Frank. (1990). Seni Musik 1: Untuk SLTA Kelas I. Bandung: Angkasa.

Proyek Pengembangan Kesenian Riau. (1986). Kumpulan Lagu Daerah Riau. Pekanbaru: CV Ferry.
Putranti, Nurita. (2007). Tutor Sebaya. [Online]. Tersedia: http: //nuritaputranti.wordpress.com [17 Juni 2009]

Sujoko, (1997). Perkembangan Musik Pengiring Kesenian Dolalak Di Purworejo. Skripsi pada FPBS
IKIP Yogyakarta: tidak diterbitkan.

Sujoko. (2009). “Konsep Musik Melayu Dalam Pembuatan Komposisi Untuk Ansambel Musik Sekolah”.
Makalah pada Mata Kuliah Komposisi Musik, S.Ps UPI Bandung.

Trianto. (2007). Model-model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstruktivistik. Jakarta: Prestasi


Pustaka Publisher.

Anda mungkin juga menyukai