i
KATA SAMBUTAN
Puji syukur kehadirat Allah SWT, karena dengan Rahmat-Nya maka Tim Instalasi Gizi
Rumah Sakit Umum Daerah Sondosia dapat menyusun “Pedoman Pelayanan Gizi“.
Pada kesempatan ini. Manajemen Rumah Sakit menyampaikan penghargaan dan
terima kasih yang setinggi – tingginya kepada Tim Instalasi Gizi yang telah
berpartisipasi atas tersusunnya Pedoman Pelayanan Gizi Rumah Sakit Umum Daerah
Sondosia. Manajemen Rumah Sakit menyambut baik atas usaha – usaha yang telah
dilakukan oleh Tim Instalasi Gizi dalam rangka meningkatkan mutu pelayanan di
Rumah Sakit Umum Daerah Sondosia, dimana Instalasi Gizi adalah salah satu faktor
yang menentukan mutu pelayanan rumah sakit. Akhir kata manajemen Rumah sakit
menerbitkan dan mengesahkan Pedoman Pelayanan Gizi Rumah Sakit Umum Daerah
Sondosia ini sebagai pedoman bagi Pelaksanaan Kegiatan di Instalasi Gizi maupun
Unit Terkait lainnya Rumah Sakit Umum Daerah Sondosia.
Ditetapkan di Bima
Pada tanggal Januari
ii
KATA PENGANTAR
Dengan mengucapkan puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang telah
memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga Pedoman Pelayanan Gizi di Rumah
Sakit Umum Daerah Sondosia ini berhasil disusun. Pedoman ini merupakan pedoman
bagi semua pihak yang berkaitan dengan pelayan gizi kepada pasien yang menjalani
rawat inap Rumah Sakit Umum Daerah Sondosia. Terima kasih yang sebesar
besarnya, kami haturkan kepada Direktur Rumah Sakit Umum Daerah Sondosia yang
telah memberikan dukungan moril dan materiL dalam pembuatan pedoman ini, para
pejabat struktural dan tenaga fungsional di lingkungan Rumah Sakit Umum Daerah
Sondosia yang telah memberikan masukan dalam proses penyusunan pedoman ini,
serta seluruh staf di Rumah Sakit Umum Daerah Sondosia yang telah dan akan
berpartisipasi aktif mulai dari proses penyusunan, pelaksanaan sampai pada proses
monitoring dan evaluasi Panduan ini.
Bima, Januari
Tim Gizi
iii
DAFTAR ISI
Halaman
KATA SAMBUTAN.............................................................. ii
KATA PENGANTAR ........................................................... iii
DAFTAR ISI ........................................................................ iv
BAB I PENDAHULUAN ...................................................... 1
A. LATAR BELAKANG .................................................. 1
B. TUJUAN .................................................................... 3
C. RUANG LINGKUP .................................................... 3
D. LANDASAN HUKUM ................................................ 3
E. BATASAN OPERASIONAL ...................................... 3
BAB II STANDAR KETENAGAAN .................................................. 7
A. KUALIFIKASI SDM .................................................. 7
B. DISTRIBUSI KETENAGAAN ................................... 8
C. PENGATURAN JAGA ............................................. 8
BAB III STANDAR FASILITAS ........................................................ 10
A. DENAH RUANGAN (TERLAMPIR)
B. STANDAR FASILITAS ............................................ 10
C. STANDAR FASILITAS PENDUKUNG .................... 12
BAB IV TATALAKSANA PELAYANAN ........................................... 14
A. TATA LAKSANA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI .... 14
B. TATA LAKSANA PELAYANAN GIZI RANAP .......... 18
C. TERAPI GIZI ............................................................ 26
BAB V LOGISTIK ............................................................................ 28
A. PENGERTIAN ......................................................... 28’
B. TUJUAN................................................................... 28
C. SYARAT MANAJEMEN LOGISTIK ......................... 28
iv
D. KEGIATAN LOGISTIK DI INSTALASI GIZI ............. 28
BAB VI KESELAMATAN PASIEN ................................................... 35
A. PENGERTIAN ......................................................... 35
B. TUJUAN................................................................... 35
C. SASARAN ............................................................... 35
BAB VII KESELAMATAN KERJA.................................................... 37
A. KESELAMATAN KERJA ......................................... 37
B. KEAMANAN MAKANAN, HIGIEN DAN SANITASI . 41
BAB VIII PENGAWASAN DAN PENGENDALIAN MUTU ............... 60
A. PENGERTIAN ......................................................... 60
B. TUJUAN................................................................... 61
C. INDIKATOR MUTU PELAYANAN ........................... 61
D. PENCATATAN DAN PELAPORAN ......................... 62
BAB IX PENUTUP ........................................................................... 63
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................ 64
v
DAFTAR ISI
Tabel Halaman
vi
DAFTAR ISI
Gambar
1. PROSES ASUHAN GIZI RSUD SONDOSIA ..................... 19
vii
PEMERINTAH KABUPATEN BIMA
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH SONDOSIA
Jl. Lintas Sumbawa – Sondosia Kec. Bolo Kabupaten Bima
Email : rsudsondosiakabbima@gmail.com
KEPUTUSAN DIREKTUR
RSUD SONDOSIA KABUPATEN BIMA
Nomor: 800/121/013/RSUD-S/III/2019
TENTANG
PEDOMAN PELAYANAN GIZI
DIREKTUR
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH SONDOSIA
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
1
pemberian asuhan gizi yang tepat, secara berurutan tahapan kegiatan yang harus
dilalui yaitu dari asesmen/pengkajian gizi (Nutrition Assesment), diagnosa Gizi
(Nutrition Diagnosis), intervensi gizi (Nutrition Intervention) yang didalamnya
diuraikan mengenai rencana terapi gizi, implementasi, edukasi dan konseling gizi.
Terapi gizi yang diberikan harus dilihat dampaknya terhadap perubahan yang terjadi
pada pasien sesuai tujuan yang hendak dicapai, oleh karena itu tahapan berikut
disebut monitoring dan evaluasi. Tingkat kemajuan pasien, respon pasien dimonitor
dan dicatat dalam rekam medis seperti daya terima makanan, keluhan makan,
perubahan pemahanan/perilaku.
Pemberian intervensi gizi pada pasien dapat berubah setiap saat disesuaikan
dengan diagnosis gizi (masalah gizi), kondisi yang ditemukan pada pasien, sehingga
preskripsi diet ditetapkan berdasarkan kolaborasi antara Dietisien dengan Dokter
Penanggung Jawab Pasien. Intervensi gizi dalam asuhan gizi diberikan pada pasien
yang berisiko malnutrisi, malnutrisi dan kondisi khusus. Pada pasien yang tidak
berisiko apabila setelah di skrining ulang dinyatakan berisiko maka pasien dibuatkan
rencana terapi gizi yaitu mendapatkan asesmen gizi, diagnosis gizi, intervensi,
kemudian dimonitoring dan dievaluasi pemberiaannya sampai tujuan tercapai.
2
RSUD Sondosia untuk melaksanakan kegiatan pelayanan gizi sesuai dengan
indikator yang telah ditetapkan.
B. Tujuan
Pedoman Pelayanan Gizi ini bertujuan :
1. Sebagai acuanpenyelenggaraan pelayanan gizi di RSUD Sondosia
2. Untuk menerapkan konsep pelayanan gizi di RSUD Sondosia
3. Sebagai bahan evaluasi terhadap kegiatan pelayanan gizi di RSUD Sondosia
C. Ruang Lingkup
Ruang lingkup kegiatan pelayanan gizi di RSUD Sondosia terdiri dari:
1. Penyelenggaraan Makanan
2. Pelayanan Gizi Rawat Inap
D.Landasan Hukum
1. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan.
2. Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit
3. Buku Pedoman Pelayanan Gizi Rumah Sakit Edisi tahun 2013Kementerian
Kesehatan RI
4. Peraturan Menteri kesehatan RI Nomor 26 tahun 2013 tentang
Penyelenggaraan dan Praktek Tenaga Gizi
5. Peraturan Pemerintah No. 28 Tahun 2004 tentang Keamanan Mutu dan Gizi
Pangan
6. Permenkes RI 2011 tentang Higiene Sanitasi Jasa Boga
7. Kepmenkes No: 715/Menkes/SK/XI/V/2003 tentang persyaratan hygiene sanitasi
jasa
8. Kepmenkes RI Nomor : 382/ MENKES/ SK/ III/2007 tentang Pedoman PPI di RS
dan Fasilitas Pelayanan Kesehatan lainnya.
9. KepMenKes Nomor : 1204/ MenKes/ SK/ X/ 2004 tentang Kesehatan
Lingkungan Rumah Sakit.
E. Batasan Operasional
1. Pelayanan gizi di rumah sakit yaitu kegiatan pelayanan yang dilakukan untuk
memenuhi kebutuhan gizi masyarakat rumah sakit dalam rangka upaya
3
preventif, kuratif, rehabilitative, kuratif dalam rangka mencapai status kesehatan
optimal dalam kondisi sehat atau sakit.
2. Asuhan Gizi adalah serangkaian kegiatan yang terstruktur dalam identifikasi
masalah gizi, penyediaan diet yang adekuat untuk memenuhi kebutuhan, dan
membantu mengarahkan pola makan yang tepat sesuai dengan penyakit melalui
konseling dan edukasi gizi. Kegiatan asuhan gizi diawali dengan skrining gizi,
untuk pasien yang
malnutrisi dan berisiko malnutrisi diberikan asuhan gizi sesuai dengan proses
asuhan Gizi.
3. Skrining gizi adalah proses dari identifikasi klinik yang berhubungan dengan
resiko malnutrisi dengan tujuan untuk merencanakan terapi gizi yang sesuai.
Informasi yang dikumpulkan pada skrining gizi meliputi : umur, tinggi badan,
berat badan saat ini dan biasanya, perubahan nafsu makan, kesulitan
mengunyah dan menelan makanan, adanya mual dan muntah, atau diare.
Perangkat skrining gizi antara lain MST (Malnutrition Screening Tool) dan Strong
Kids untuk anak
4. Terapi Gizi adalah pelayanan gizi yang diberikan kepada pasien melalui
kegiatan pemberian terapi diet. Terapi diet merupakan pengaturan makan
dengan tujuan memperbaiki kondisi penyakit. Modifikasi diet dapat berupa
pembatasan atau penambahan zat gizi tertentu.
5. Penyuluhan Gizi adalah kegiatan penyampaian pesan-pesan gizi dan
kesehatan yang direncanakan dan dilaksanakan untuk menanamkan dan
meningkatkan pengertian, sikap dan perilaku positif bagi individu serta
masyarakat rumah sakit.
6. Konseling Gizi adalah serangkaian kegiatan sebagai proses komunikasi dua
arah yang dilaksanakan oleh Dietisien untuk menanamkan dan
meningkatkan pengertian, sikap dan perilaku pasien dalam mengenali dan
mengatasi masalah gizi.
7. Dietisien adalah seoarang ahli gizi yang telah mendalami pengetahuan dan
ketrampilan dietetik melalui pendidikan dasar DIII/ D4/S1 Gizi, mendapat
4
sertifikat Profesi Gizi dengan Kompetensi Registered Dietesien (RD) dari
Persatuan Ahli Gizi Indonesia (PERSAGI) bekerja di unit pelayanan yang
melaksanakan asuhan gizi.
8. Penyelenggaraan Makanan Rumah Sakit adalah suatu rangkaian kegiatan
mulai dari perencanaan menu, penerimaan bahan makanan, penyimpanan,
persiapan, produksi/pengolahan bahan makanan, sampai dengan
pendistribusian makanan kepada pasien,serta monitoring evaluasi.
9. Penerimaan bahan Makanan adalah pemeriksaan, penimbangan, pencatatan
dan pelaporan tentang macam, kualitas, kuantitas bahan makanan sesuai
dengan spesifikasi dan pesanan yang ditetapkan
10. Penyimpanan Bahan Makanan adalah tata cara menata, menyimpan, menjaga
keamanan dan mutu bahan makanan kering dan segar di gudang penyimpanan
bahan
11. Persiapan Bahan Makanan adalah kegiatan pra pengolahan bahan, meliputi
pembersihan, pengupasan, pemotongan, perendaman, pencucian.
12. Pengolahan Makanan adalah kegiatan memproses bahan makanan mentah
menjadi makanan yang siap dikonsumsi, berkualitas (bergizi dan bercita rasa
tinggi) dan aman.
13. Distribusi Makanan adalah kegiatan penyaluran makanan sesuai dengan
jumlah porsi dan jenis makanan secara sentralisasi di Unit Produksi Makanan
dan Pantri selanjutnya dibagikan kepada pasien di ruang rawat inap disesuaikan
dengan jadwal pelayanan makan pasien.
14. Makanan Cair adalah makanan dalam bentuk cair yang diproduksi oleh Unit
Produksi Makanan, dibuat dari campuran beberapa bahan makanan dengan
bahan dasar susu (untuk makanan cair standar), Makanan cair dibuat
sedemikian rupa sehingga mampu melewati pipa nasogastrik.
15. Makanan saring adalah makanan semi padat dengan tekstur halus. Bahan
makanan pokoknya terbuat dari tepung beras atau bubur beras, lauk dan
sayurnya dihaluskan dengan blender.
16. Makanan Lunak adalah makanan yang memiliki tekstur mudah dikunyah, ditelan
dan dicerna dibanding dengan makanan biasa. Makanan pokok yang digunakan
5
adalah beras dibuat bubur atau nasi tim, lauk dan sayur dimasak sedemikian
rupa sehingga tidak keras dan tidak merangsang dan tidak pedas.
17. Makanan Biasa adalah makanan yang dapat dan biasa dimakan orang sehat
pada umumnya. Bentuk makanan pokok biasanya nasi, lauk dan sayur beraneka
ragam, bervariasi dengan bentuk tekstur dan aroma normal.
18. Higiene Makanan adalah kondisi dan perlakuan untuk menjamin kebersihan dan
keamanan makanan.
19. Sanitasi Makanan adalah upaya untuk mengendalikan faktor kebersihan
makanan, meliputi : orang, tempat, Alat pelindung diri (APD), perlengkapan
masak dan bahan makanan yang dapat atau mungkin dapat menimbulkan
penyakit atau gangguan kesehatan.
6
BAB II
STANDAR KETENAGAAN
1. Nutrisionist
a. Nutrisionist sebagai kepala instalasi Gizi dengan kualifikasi pendidikan
minimal DIV/S1 Gizi,sudah memiliki STR dan SIK ,pengalaman di bidang
gizi minimal 3 tahun.
b. Nutrisionist sebagai koordinator unit Penyelenggaraan makanan dengan
kualifikasi pendidikan minimal D3 Gizi, sudah memiliki STR dan SIK
pengalaman minimal 3 tahun.
c. Nutrisionist untuk asuhan gizi dengan kualifikasi minimal pendidikan DIII
Gizi dan sudah memiliki STR dan SIK ,pernah mengikuti pelatihan PAGT
dasar / NCP basic
2. Tenaga administrasi
Tenaga administrasi berfungsi sebagai pencatat pembukuan administrasi dan
pengadaan barang juga sebagai tenaga pembukuan stok bahan makanan.
Kualifikasi pendidikan minimal SMA jurusan administrasi + kursus komputer
3. Juru masak
Juru masak berfungsi sebagai tenaga pengolahan makanan diet biasa dan diet
khusus. Kualifikasi untuk tenaga juru masak diet biasa meliputi pendidikan
minimal SMA + kursus juru masak atau SMK Boga. Kualifikasi untuk juru masak
diet khusus dengan pendidikan minimal SMK Boga
7
4. Tenaga Persiapan
Tenaga persiapan berfungsi sebagai tenaga yang menyiapkan bahan makanan
sebelum dilakukan pengolahan atau pemasakan makanan.
Kualifikasi untuk tenaga persiapan makanan pendidikan minimal SMA atau SMK
Boga.
5. Pramusaji
Tenaga pramusaji berfungsi sebagai tenaga distribusi diet biasa dan diet khusus
Kualifikasi untuk tenaga pramusaji meliputi pendidikan minimal SMA atau SMK
Boga.
B. Distribusi Ketenagaan
Distribusi tenaga sesuai kegiatan pelayanan gizi dapat dilihat pada tabel berikut ini :
Tabel 1.Distribusi Tenaga
C. Pengaturan Jaga
Pengaturan jaga berdasarkan pada tugas pokok dan jam kerjayang ditetapkan
untuk pelayanan gizi yang secara lengkap dapat dilihat pada table berikut ini :
Kepala Insalasi V
8
1. Nutrisionist Ahli gizi Ranap V
9
BAB III
STANDAR FASILITAS
1. Penyelenggaraan Makan
a. Ruang / tempat penerimaan bahan makanan. Tersedia fasilitas:
1) Timbangan bahan.
2) Meja tulis dan kursi
b. Tempat penyimpanan bahan makanan basah
Ruang / tempat penyimpanan bahan makanan yang memenuhi persyaratan
kesehatan yaitu sirkulasi udara baik, penerangan baik, kelembaban tertentu,
bebas serangga, bebas binatang pengerat
10
1) Ruang pemasakan dilengkapi dengan exhausted untuk mengeluarkan
asap dari hasil proses pemasakan.
2) Pembagian / penyajian makanan pasien dilakukan oleh petugas pemorsi
dan ahli gizi bagian diet .
3) Petugas pramusaji mengambil makanan dengan menggunakan trolly .
4) Petugas pramusaji membawa makanan dari dapur ke ruangan pasien.
f. Ruang / tempat pencucian alat
1) Tersedia tempat pencucian peralatan dapur
2) Tersedia tempat pencucian peralatan makan
3) Tersedia 2 bak pencucian peralatan.
4) Pencucian peralatan makan menggunakan perendaman
5) Pencucian peralatan dengan menggunakan cairan pencuci piring
6) Tersedianya bak pembilasan
7) Tempat sampah terbuka
g. Ruang Perkantoran dan Administrasi
1) Tersedia lemari penyimpanan arsip.
2) Tersedia papan informasi yang berisi, jadwal dinas, menu, dan lain –
lain.
h. Tempat cuci tangan
1) Tersedia air bersih dengan menggunakan kran mengalir.
2) Sabun cuci tangan menggunakan sabun anti bakteri.
3) Tersedia Handrub
i. Tersedianya Toilet
1) Sabun.
2) Gayung
3) Bak Mandi
j. Ruang ganti karyawan
k. Pembuangan sampah
11
1) Pembuangan sampah menggunakan tempat sampah terbuka dan
berlapis kantong plastik hitam yang disiapkan dimasing – masing bagian
pengolahan.
2) Sampah diambil oleh petugas kebersihan setiap hari untuk dibuang
ditempat pembuangan sementara.
2. Konsultasi Gizi
12
7. Alat pemadam kebakaran.
13
BAB IV
14
1) Menetapkan standar kecukupan gizi
2) Menetapkan Standar Makanan berdasarkan nilai gizi, anggaran dan
mengonversikan bahan makanan dalam berat kotor.
3) Menetapkan standar makanan berdasarkan distribusi makanan sehari
a. Ahli gizi menghitung jumlah pasien dan karyawan yang dilayani dalam 1
tahun sebelumnya.
b. Merencanakan kebutuhan bahan makanan basah dan kering.
c. Kepala Instalasi Gizi menyusun rencana anggaran belanja sesuai dengan
kebutuhan dengan prediksi kenaikan harga pasaran sebesar 10% dari
rencana anggaran tahun sebelumnya.
d. Kepala Instalasi Gizi melakukan penghitungan unit cost pertahun.
4. Menyusun menu makanan
a. Untuk memenuhi kebutuhan gizi pasien berdasarkan bentuk dan jenis diet
maka Unit produksi makanan menerapkan pedoman menu pasien dengan
siklus 5 hari.
b. Siklus menu disusun berdasarkan pola makan 3x sehari yang terdiri dari
makanan pokok, lauk hewani, lauk nabati, sayur dan buah dengan
menganut pada kaidah gizi seimbang. Diperhitungkan pula variasi
makanan, standar porsi dan standar resep.
c. Penyusunan siklus menu 10 (sepuluh) hari untuk pasien dengan Menu
standar tidak dibedakan berdasarkan kelas perawatan.
d. Penyusunan standar resep, standar bumbu, standar porsi dan pedoman
menu.
e. Penyusunan snack untuk pasien.
15
5. Melakukan Pengadaan Bahan Makanan
Kegiatan pengadaan bahan makanan meliputi penetapan spesifikasi bahan
makanan, perhitungan, harga makanan, pemesanan dan pembelian bahan
makanan
16
7. Melakukan Penyimpanan Bahan Makanan
Penyimpanan bahan makanan adalah tata cara menata, menyimpan, menjaga
keamanan bahan makanan kering dan basah/segar di gudang penyimpanan
bahan makanan, sesuai kaidah yang berlaku.
10. Mengelola produksi dan distribusi makanan bagi pasien rawat inap dan pasien
rawat jalan sesuai dengan kebutuhan
17
a. Produksi makanan.
Pengolahan makanan adalah kegiatan mengubah bahan makanan menjadi
makanan yang siap dikonsumsi, berkualitas dan aman. Pengolahan
makanan di RS H. L. Manambai Abdulkadir diklasifikasikan berdasarkan
jenis diet yaitu Pengolahan untuk pasien umum dan pasien diet.
b. Distribusi makanan.
Distribusi makanan adalah kegiatan penyaluran makanan sesuai dengan
jumlah porsi dan jenis makanan bagi pasien. Pendistribusian makanan
pasien dilakukan oleh petugas distribusi/ pramusaji sesuai dengan menu,
diet, jumlah dan waktu yang sudah ditentukan.
18
Gambar 1. Proses Asuhan Gizi Di RSUD Sondosia
19
Pasien baru yang berisiko malnutrisi, malnutrisi dan atau kondisi khusus
dikunjungi oleh Dietisien.
Tujuan asesmen gizi yaitu untuk mengetahui masalah gizi pasien dan
penyebabnya, berdasarkan hal tersebut selanjutnya Detisien membuat
perencanaan intervensi ( terapi gizi ) dan pemberian makanan yang sesuai
dengan kebutuhan gizi pasien dan preskripsi Dokter. Tahapan kunjungan
awal adalah :
20
1) Dietisien mendapat informasi mengenai adanya pasien baru berdasarkan
laporan perawat/buku laporan keperawatan, daftar makanan pasien rawat
inap;
2) Dietisien mengunjungi pasien dan melihat dokumen medik untuk
mengetahui risiko malnutrisi dan kondisi khusus serta preskripsi diet;
3) Dietisien melakukan anamnesis terkait gizi pada pasien berisiko malnutrisi
dan kondisi khusus. Data yang dikumpulkan meliputi ; antropometri,
biokimia, klinis, riwayat gizi serta riwayat personal dan mengkaji data-data
tersebut untuk menentukan dignosis gizi/masalah gizi.
4) Selanjutnya Dietisien membuat rencana intervensi gizi/pemberian
suplemen makanan sesuai dengan kondisi pasien dan preskripsi diet
Dokter.
5) Apabila preskripsi diet dari dokter dirasa kurang sesuai, dietisien akan
mengusulkan perubahan diet, jumlah dan cara makan.
6) Berdasarkan hasil berat ringannya risiko malnutrisi pasien, Dietisien akan
melakukan monitoring evaluasi dan asesmen ulang gizi untuk
mengevaluasi efektifitas intervensi gizi.
4. Diagnosis Gizi
Penentuan diagnosa gizi adalah kegiatan identifikasi masalah
gizi/diagnosis gizi berdasarkan hasil asesmen gizi yang ditulis dengan format
kalimat yang terdiri dari problem, etiologi dan tanda/gejala. Dianosis gizi
merupakan langkah kritis yang menghubungkan antara asesmen gizi dengan
intervensi gizi. Diagnosis gizi ditentukan untuk mengidentifikasi masalah gizi
yang aktual/terbaru agar dapat memberikan intervensi gizi yang tepat.
Langkah-langkah penentuan diagnosis gizi adalah :
21
4) Kesenjangan yang timbul merupakan Diagnosis Gizi/Problem Gizi;
5) Dietisien menganalisis penyebab masalah berdasarkan hasil Pengkajian
Gizi yang telah dilakukan;
6) Dietisien menentukan Tanda dan Gejala berdasarkan Pengkajian yang
dilakukan;
7) Dietisien menuliskan Diagnosis gizi dengan format sebagai berikut :
Problem (P), Etiologi (E), Sign/Simptom (S) yang biasa disingkat PES;
8) Diagnosis/Problem Gizi dapat dikelompokkan menjadi 3 Domain Intake
(Asupan), Domain klinis/Fisik dan Domain Perilaku;
9) Berdasarkan Diagnosis Gizi dibuat tujuan dan target Intervensi yang
terukur.
5. Intervensi Gizi
Intervensi Gizi adalah serangkaian aktivitas spesifik dan berkaitan
dengan penggunaan bahan makanan untuk menanggulangi masalah gizi.
Intervensi gizi merupakan tindakan yang terencana secara khusus dengan
tujuan untuk mengatasi/menanggulangi masalah gizi terkait perilaku makan,
kondisi lingkungan atau status kesehatan pasien. Selama pemberian
intervensi Dietisien bekerjasama dengan pasien, keluarga dan pengasuh.
Komponen intervensi adalah perencanaan terapi gizi,
implementasi/pemberian diet, edukasi dan konseling gizi.
22
Dietisien. Implementasi pemberian diet pada pasien rawat inap dapat berupa
intervensi pemberian makanan baik oral, enteral maupun parenteral. Dalam
hal implementasi ini Dietisien berkolaborasi dengan unit produksi makanan.
Konseling gizi diberikan kepada pasien rawat inap saat dirawat dan
sebelum pulang atau saat kontrol di rawat jalan. Konseling gizi diberikan pada
pasien yang berdiet, yang berisiko malnutrisi, sudah malnutrisi atau dengan
kondisi khusus seperti pasien geriatri, pasien dengan penurunan imunitas,
pasien dengan keganasan, pasien dengan gangguan metabolik DM, pasien
stroke, pasien sirosis hepatis dll.
Langkah –langkah kegiatan monitoring evaluasi gizi dan asesmen ulang gizi :
23
1) Riwayat gizi : untuk mengevaluasi asupan makanan, minuman,
suplemen, enteral/parenteral, sudah/belum memenuhi target dan
mengevaluasi asupan kalori & zat gizi, asupan cairan pasien
sudah/belum terpenuhi kebutuhan gizinya.
2) Biokimia terkait gizi : mengevaluasi hasil laboratorium terbaru pasien
yang terkait dengan gizi.
3) Antropometri yaitu pengukuran BB, perubahan BB, penentuan IMT
dan status gizi. Apabila tidak dapat ditimbang BB dapat menggunakan
pengukuran LILA.
4) Fisik-klinis terkait Gizi yaitu mengevaluasi tanda-tanda vital ( suhu,
nadi, pernafasan, tensi darah), mengevaluasi nafsu makan,
gastrointestinal ( mual, muntah)
c. Hasil pemantauan :
1) Ada perbaikan berarti intervensi yang diberikan berhasil.
2) Apabila hasil pemantauan tidak menunjukkan perbaikan bahkan
perburukan berarti intervensi gizi yang diberikan perlu dimodifikasi
lagi untuk mencapai kebutuhan pasien. Dietisien kembali melakukan
pengkajian gizi ( re-assessment) bila diperlukan. Setelah penilaian
gizi ulang dilakukan, maka proses selanjutnya sesuai dengan proses
asuhan gizi terstandar. Hal ini terus berulang sampai tujuan tercapai.
d. Konseling dan edukasi gizi pasien/ keluarga Rawat Inap
Pemberian diet yang tepat merupakan salah satu upaya untuk
mempercepat proses penyembuhan dan mencapai status gizi optimal.
Konseling gizi diberikan oleh Dietisien, akan membantu pasien untuk
mengenali masalah kesehatan terkait dengan gizi, memahami penyebab
terjadinya masalah gizi dan membantu pasien memecahkan masalahnya
dan dibantu keluarga pasien sehingga terjadi perubahan perilaku untuk
dapat menerapkan rencana diet yang ditetapkan Kegiatan edukasi dan
konseling gizi kepada pasien dewasa atau anak dan keluarga yang
mendapatkan diet tertentu selama dirawat ataupun sebelum pulang dari
rumah sakit dengan menggunakan brosur/leaflet diet yang ditulis oleh
24
Dietisien. Tujuan diberikan konseling dan edukasi gizi adalah untuk
memberikan pengetahuan dan membantu pasien dalam melaksanakan
diet sesuai penyakit dan kebutuhannya selama dirawat dan di rumah
setelah pulang rawat. Langkah – langkah konseling dan edukasi gizi
rawat inap antara lain :
25
11) Edukasi Gizi bagi Keluarga Pasien yang Membawa Makanan dari
Luar Rumah Sakit.
Penjelasan yang diberikan kepada pasien dan keluarga apabila ingin
membawa makanan dari luar rumah sakit yaitu penjelasan mengenai
makanan yang boleh dan tidak boleh diberikan kepada pasien
sehubungan dengan diet serta penyakitnya. Tujuannya adalah untuk
memberikan kesempatan kepada pasien yang berdiet untuk menukar
makanan rumah sakit dengan yang diinginkan dari luar rumah sakit,
tanpa menyalahi jumlah/takaran, jenis makanan, bentuk, dan prinsip diet
serta memperhatikan higiene makanan. Langkah – langkahnya antara
lain :
26
Tim Terapi Gizi/Nutrition Support team dalam kegiatan pembahasan kasus sulit
dan pencegahan hospital malnutrition.
27
BAB V
LOGISTIK
A. Pengertian
B. Tujuan
1. Tujuan operasional yaitu tersedianya barang atau material dalam jumlah
yang tepat dan kualitas yang baik pada waktu yang dibutuhkan
2. Tujuan keuangan yaitu agar tujuan operasional tersebut di atas tercapai.
3. Tujuan Keutuhan yaitu agar persediaan tidak terganggu oleh gangguan yang
menyebabkan hilang atau kurang, rusak, pemborosan, penggunaan tanpa
hak sehingga dapat mempengaruhi pembukuan atau sistem akutansi.
C. Syarat Managemen Logistik
1. Sirkulasi pengeluaran bahan makanan atau barang berdasar metode FIFO (
First In First Out ) dan FEFO ( First Expired First Out ) yaitu bahan makanan
yang disimpan terlebih dahulu dan yang mendekati masa kadaluwarsa
dimanfaatkan/digunakan lebih dahulu.
2. Fasilitas penyimpanan terstandar ( bersih dan suhu sesuai )
3. Stok bahan makanan atau barang tersedia dalam kurun waktu tertentu
4. Menjaga kualitas bahan makanan tetap terjamin
5. Adanya sistem pencatatan.
D. Kegiatan Logistik di Instalasi Gizi
1. Pemesanan Bahan Makanan
Adalah penyusunan permintaan ( order ) bahan makanan berdasarkan menu
atau pedoman menu dan jumlah pasien, karyawan yang dilayani dengan
memperhitungkan stok bahan makanan yang ada. Tujuannya adalah
28
tersedianya daftar pesanan bahan makanan sesuai dengan standar atau
spesifikasi yang ditetapkan Instalasi RSUD Sondosia.
a. Bahan Kering
1) Ahli gizi di Instalasi Gizi melihat persediaan bahan makanan dan
minuman kering secara fisik dan mencocokkan dengan kartu stock
kolom “sisa” yang ada di logistik instalasi gizi, apabila persediaan
sudah menipis maka menulis perrmintaan pembelian bahan makanan
kering.
1) Jumlah
Bahan makanan yang diterima harus sama dengan jumlah
bahan makanan yang tertulis dalam surat pemesanan .
2) Mutu
29
Bahan makanan yang diterima harus sesuai dengan spesifikasi
bahan makanan.
3) Harga
Harga bahan makanan masih mengikuti harga pasar.
Apabila terjadi ketidaksesuain baik dari segi jumlah, mutu maupun harga
makan pihak RSUD Sondosia berhak untuk mengembalikan bahan
makanan tersebut untuk ditukar oleh rekanan/supplier sesuai dengan
standar RSUD Sondosia.
30
3. Penyimpanan bahan makanan
Suatu tata cara menata, menyimpan, memelihara keamanan bahan makanan
kering dan basah/segar baik kualitas maupun kuantitas sesuai kaidah yang
berlaku, beserta pencatatan dan pelaporannya.
a. Prinsip penyimpanan bahan makanan
Adapun prinsip dalam penyimpanan bahan makanan :
31
tersebut umumnya merupakan bahan makanan yang mudah rusak,
sehingga perlu dilakukan tindakan untuk memperlambat kerusakan
terutama disebabkan oleh mikroba.
32
2) Prosedur Penyimpanan Bahan Makanan Basah
a) Petugas penerimaan ( Ahli Gizi ) langsung mendistribusikan bahan
makanan sesuai dengan standar menu kepada petugas persiapan
(pramusaji) baik bumbu, lauk maupun sayur.
b) Bahan makanan yang digunakan untuk pengolahan besoknya,
dibersihkan dan dicuci kemudian dibungkus menggunakan plastik
putih dan dimasukkan dalam lemari es agar menjaga kualitas
bahan makanan.
c) Penyimpanan bahan makanan basah menggunakan metode Just in
time sehingga bahan makanan langsung digunakan untuk proses
selanjutnya, adapun menggunakan metode FIFO apabila terdapat
stok bahan makanan yang disebabkan terjadi penurunan jumlah
pasien tiap harinya, maka untuk pengolahan selanjutnya stok yang
lama dipakai terlebih dahulu.
33
pengawasan ruangan dalam penyimpanan baik bahan makanan kering
maupun bahan makanan basah misalnya suhu pada lemari es untuk
penyimpanan bahan makanan basah. Ahli gizi menjaga kebersihan
ruangan penyimpanan untuk menghindari bahaya binatang (kecoa, tikus
,dan lain-lain) agar bahan makanan dapat terjaga dengan baik.
d. Pengawasan dan Pengendalian Bahan Makanan
Suatu Kegiatan yang mengawasi persediaan bahan makanan baik
kering maupun basah sehingga tidak terjadi penumpukan bahan makanan
yang terlalu banyak, dan mengevaluasi bahan makanan yang digunakan
selama kebutuhan di instalasi gizi dan permintaan unit yang terkait.
Penanggung jawab logistik melakukan evaluasi pengeluaran bahan
makanan dan kebutuhan selama proses produksi untuk perencanaan
selanjutnya.
34
BAB VI
KESELAMATAN PASIEN
A. Pengertian
Keselamatan pasien adalah suatu sistem yang dibuat rumah sakit di mana
rumah sakit membuat asuhan pasien lebih aman. Hal ini termasuk asesmen
risiko, identifikasi dan pengelolaan hal yang berhubungan dengan risiko pasien,
pelaporan dan analisis insiden, kemampuan belajar dari insiden dan tindak
lanjutnya serta implementasi solusi untuk meminimalkan timbulnya risiko.
B. Tujuan
Tujuan sistem ini adalah mencegah terjadinya cidera yang disebabkan oleh
kesalahan akibat melaksanakan suatu tindakan atau tidak mengambil tindakan yang
seharusnya diambil. Selain itu sistem keselamatan pasien ini mempunyai tujuan
agar terciptan budaya keselamatan pasien di rumah sakit, meningkatkannya
akuntabilitas rumah sakit terhadap pasien dan masyarakat, menurunnya kejadian
tidak diharapkan di rumah sakit, dan terlaksananya program-program pencegahan
sehingga tidak terjadi pengulangan kejadian tidak diharapkan.
35
Pencegahan dan pengendalian infeksi merupakan tantangan terbesar dalam
tatanan pelayanan kesehatan. Infeksi biasa dijumpai dalam semua bentuk
pelayanan kesehatan termasuk infeksi saluran kemih, infeksi pada aliran
darah, pneumonia yang sering berhubungan dengan ventilasi mekanis.
Pokok eliminasiinfeksi ini maupun infeksi-infeksi lain adalah cuci tangan
(hand hygiene) yang tepat.
36
BAB VII
KESELAMATAN KERJA
A. Keselamatan Kerja
Upaya kesehatan kerja ditujukan untuk melindungi pekerja agar hidup sehat dan
terbebas dari gangguan kesehatan serta pengaruh buruk yang diakibatkan oleh
pekerjaan sesui yang tertuang dalam Undang-Undang No 36 tahun 2009 pasal 164
ayat 1. Rumah Sakit adalah tempat kerja yang termasuk dalam kategori seperti
disebut di atas, berarti wajib menerapkan upaya keselamatan dan kesehatan kerja.
Program keselamatan dan kesehatan kerja di tim pendidikan pasien dan keluarga
bertujuan melindungi karyawan dari kemungkinan terjadinya kecelakaan di dalam
dan di luar rumah sakit.
Dalam Undang-Undang Dasar 1945 pasal 27 ayat (2) disebutkan bahwa “Setiap
warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi
kemanusiaan”. Dalam hal ini yang dimaksud pekerjaan adalah pekerjaan yang
bersifat manusiawi, yang memungkinkan pekerja berada dalam kondisi sehat dan
selamat, bebas dari kecelakaan dan penyakit akibat kerja, sehingga dapat hidup
layak sesuai dengan martabat manusia.
Keselamatan dan kesehatan kerja atau K3 merupakan bagian integral dari
perlindungan terhadap pekerja dalam hal ini Instalasi Gizi dan perlindungan
terhadap Rumah Sakit. Pegawai adalah bagian integral dari rumah sakit. Jaminan
keselamatan dan kesehatan kerja akan meningkatkan produktivitas pegawai dan
meningkatkan produktivitas rumah sakit.
Undang-Undang No.1 tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja dimaksudkan untuk
menjamin:
a. Agar pegawai dan setiap orang yang berada di tempat kerja selalu berada dalam
keadaan sehat dan selamat.
b. Agar faktor-faktor produksi dapat dipakai dan digunakan secara efisien.
c. Agar proses produksi dapat berjalan secara lancar tanpa hambatan.
Faktor-faktor yang menimbulkan kecelakaan dan penyakit akibat kerja dapat
digolongkan pada tiga kelompok, yaitu :
37
a. Kondisi dan lingkungan kerja
b. Kesadaran dan kualitas pekerja
c. Peranan dan kualitas manajemen
Dalam kaitannya dengan kondisi dan lingkungan kerja, kecelakaan dan penyakit
akibat kerja dapat terjadi bila :
b. Alat-alat produksi tidak disusun secara teratur menurut tahapan proses produksi
c. Ruang kerja terlalu sempit, ventilasi udara kurang memadai, ruangan terlalu
panas atau terlalu dingin.
d. Tidak tersedia alat-alat pengaman
e. Kurang memperhatikan persyaratan penanggulangan bahaya kebakaran dan lain-
lain.
1. Perlindungan Keselamatan Kerja Dan Kesehatan Petugas Kesehatan
a. Petugas kesehatan yang merawat pasien menular harus mendapatkan pelatihan
mengenai cara penularan dan penyebaran penyakit, tindakan pencegahan dan
pengendalian infeksi yang sesuai dengan protokol jika terpajan.
b. Petugas yang tidak terlibat langsung dengan pasien harus diberikan penjelasan
umum mengenai penyakit tersebut.
c. Petugas kesehatan yang kontak dengan pasien penyakit menular melalui udara
harus menjaga fungsi saluran pernapasan (tidak merokok, tidak minum dingin)
dengan baik dan menjaga kebersihan tangan.
2. Petunjuk Pencegahan Infeksi Untuk Petugas Kesehatan
a. Untuk mencegah transmisi penyakit menular dalam tatanan pelayanan kesehatan,
petugas harus menggunakan APD yang sesuai untuk kewaspadaan Standar dan
Kewaspadaan Isolasi (berdasarkan penularan secara kontak, droplet, atau udara)
sesuai dengan penyebaran penyakit.
b. Semua petugas kesehatan harus mendapatkan pelatihan tentang gejala penyakit
menular yang sedang dihadapi.
c. Semua petugas kesehatan dengan penyakit seperti flu harus dievaluasi untuk
memastikan agen penyebab. Dan ditentukan apakah perlu dipindah tugaskan dari
38
kontak langsung dengan pasien, terutama mereka yang bertugas di Instalasi
Perawatan Intensif (IPI), ruang rawat anak, ruang bayi.
d. Semua petugas di Instalasi Gizi harus menggunakan apron, penutup kepala dan
pelindung kaki (sandal/ sepatu boot) sebelum masuk ke dapur. Selain petugas
instalasi gizi yang masuk ke dapur harus menggunakan APD tersebut. hal ini
bertujuan untuk mengurangi kontaminasi yang dapat mencemari makanan,
sehingga makanan aman untuk dikonsumsi oleh pasien. Petugas dalam mengolah
makanan harus menggunakan masker atau tidak diperkenankan untuk berbicara
dengan petugas pengolah yang lain.
3. Prinsip keselamatan kerja karyawan dalam proses penyelenggaraan makanan.
a. Pengendalian teknis mencakup :
1) Letak, bentuk dan konstruksi alat sesuai dengan kegiatan dan memenuhi
syarat yang telah ditentukan.
2) Ruang dapur cukup luas, denah sesuai dengan arus kerja dan dapur dibuat
dari bahan-bahan atau konstruksi yang memenuhi syarat.
3) Perlengkapan alat kecil yang cukup disertai tempat penyimpanan yang praktis.
4) Penerapan dan ventilasi yang cukup memenuhi syarat.
5) Tersedianya ruang istirahat untuk karyawan.
b. Adanya pengawasan kerja yang dilakukan oleh penanggung jawab dan terciptanya
kebiasaan kerja yang baik oleh karyawan.
c. Pekarjaan yang ditugaskan hendaknya sesuai dengan kemampuan kerja dari
karyawan.
d. Volume kerja yang dibebankan disesuaikan dengan jam kerja yang telah
ditetapkan.
e. Maintenance (perawatan) alat dilakukan secara rutin oleh petugas Unit
Pemeliharaan Sarana sesuai jadwal .
f. Adanya pendidikan mengenai keselamatan kerja bagi karyawan.
g. Adanya fasilitas atau peralatan pelindung dan peralatan pertolongan pertama yang
cukup.
39
4. Prosedur keselamatan kerja
a. Ruang penerimaan dan penyimpanan bahan makanan Keamanan kerja di ruang
ini meliputi :
1) Menggunakan alat pembuka peti atau bungkus bahan makanan menurut cara
yang tepat.
2) Barang yang berat selalu ditempatkan di bagian bawah dan angkatlah dengan
alat pengangkut yang tersedia untuk barang.
3) Pergunakan kotak atau tutup panci yang sesuai dan hindari tumpahan bahan.
4) Tidak diperkenankan merokok di seluruh area instalasi gizi.
5) Lampu harus dimatikan bila tidak dipergunakan atau diperlukan.
6) Tidak mengangkat barang berat, bila tidak sesuai dengan kemampuan.
7) Tidak mengangkat barang dalam jumlah yang besar, yang dapat
membahayakan badan dan kualitas barang.
8) Membersihkan bahan yang tumpah atau keadaan licin di ruang penerimaan
dan penyimpanan.
b. Di ruang persiapan dan pengolahan makanan.
1) Menggunakan peralatan yang sesuai dengan cara yang baik.
2) Tidak menggaruk, batuk, selama mengerjakan atau mengolah bahan
makanan.
3) Menggunakan berbagai alat yang tersedia sesuai dengan petunjuk pemakaian.
4) Bersihkan mesin menurut petunjuk dan matikan mesin sebelumnya.
5) Menggunakan serbet sesuai macam dan peralatan yang dibersihkan.
6) Berhati-hatilah bila membuka dan menutup, menyalakan atau mematikan
mesin, lampu, gas atau listrik dan lain-lain.
7) Meneliti dulu semua peralatan sebelum digunakan.
8) Pada saat selesai menggunakan, teliti kembali apakah semua peralatan sudah
dimatikan mesinnya.
9) Mengisi panci-panci menurut ukuran semestinya, dan jangan melebihi porsi
yang ditetapkan.
10) Tidak memuat kereta makan melebihi kapasitasnya.
11) Meletakkan alat menurut menurut tempatnya dan diatur rapi.
40
c. Di ruang distribusi instalasi gizi
1) Tidak mengisi panci atau piring terlalu penuh.
2) Tidak mengisi kereta makan melebihi kapasitas kereta makan.
3) Bila membawa air panas, tutuplah dengan rapat atau tidak mengisi tempat
tersebut sampai penuh.
5. Alat pelindung kerja
a) Baju kerja, celemek dan topi terbuat dari bahan yang tidak panas, tidak licin dan
enak dipakai, sehingga tidak mengganggu gerak pegawai sewaktu kerja.
b) Menggunakan sandal yang tidak licin bila berada di lingkungan dapur.
c) Menggunakan cempal atau serbet pada tempatnya.
d) Tersedia alat sanitasi yang sesuai, misalnya air dalam keadaan bersih dan
jumlah yang cukup, sabun, alat pengering dan sebagainya.
e) Tersedia alat pemadam kebakaran yang berfungsi baik ditempat yang mudah
dijangkau.
f) Tersedia alat alat obat P3K.
41
Upaya untuk menjamin keamanan makanan adalah dengan menerapkan
jaminan mutu yang berdasarkan keamanan makanan. Prinsip Keamanan
makanan meliputi : Good Manufacturing Practices (GMP); Hygiene dan sanitasi
makanan (Penyehatan makanan); dan Penggunaan bahan tambahan makanan.
Upaya tersebut merupakan program dan prosedur proaktif yang bersifat
antisipasi dan preventif, perlu dokumentasi secara teratur agar dapat menjamin
keamanan makanan.
Good manufacturing Practices (GMP) atau Cara Pengolahan Makanan Yang
baik dan benar. GMP merupakan kaidah cara pengolahan makanan yang baik
dan benar untuk menghasilkan makanan/produk akhir yang aman, bermutu dan
sesuai selera pasien.
Secara rinci tujuan kaidah ini adalah :
a. Melindungi konsumen dari produksi makanan yang tidak aman dan tidak
memenuhi syarat.
b. Memberikan jaminan kepada konsumen bahwa makanan yang diproduksi
sudah aman dan layak dikonsumsi.
c. Mempertahankan dan meningkatkan kepercayaan terhadap makanan yang
disajikan
Penerapan kaidah tersebut dilakukan mulai dari pemilihan bahan makanan
sampai penyajian makanan ke pasien.
a. Pemilihan Bahan Makanan
1) Memilih dan ciri-ciri makanan yang berkualitas
Bahan makanan mentah menjadi rusak dan busuk karena beberapa
penyebab, tetapi yang paling utama adalah kerusakan atau kebusukan
karena mikroba.Mutu dan keamanan suatu produk makanan sangat
tergantung pada mutu dan keamanan bahan bakunya.
42
b) Kebersihan.
c) Keamanan/bebas unsur yang tidak diharapkan.
Bahan makanan yang baik dan berkualitas memiliki ciri-ciri bentuk yang
baik dan menarik, ukuran/besar hampir seragam, warna, aroma, dan rasa
khas, segar dan tidak rusak tau berubah warna dan rasa, tidak berlendir.
Setiap jenis bahan makanan memiliki ciri-ciri yang berbeda-beda.
Pemilihan makanan yang aman untuk dikonsumsi dapat dilakukan dengan
beberapa cara seperti berikut :
43
Daging mudah sekali rusak oleh mikroba. Kerusakan pada daging dapat
dikenal karena tanda-tanda sebagai berikut :
a) Adanya perubahan bau menjadi tengik atau bau busuk.
b) Terbentuknya lendir.
c) Adanya perubahan warna, perubahan rasa menjadi asam.
d) Tumbuhnya kapang pada daging kering (dendeng).
2) Ikan dan produk olahannya.
Ikan dan produk olahannya rentan sekali rusak oleh serangan mikroba.
Tanda-tanda kerusakan ikan karena mikroba adalah :
a) Adanya bau busuk karena gas amonia, sulfida atau senyawa busuk
lainnya.
b) Terbentuknya lendir pada permukaan ikan,
c) Adanya perubahan warna yaitu kulit dan daging ikan menjadi kusam
atau pucat.
d) Adanya perubahan daging ikan yang tidak kenyal lagi.
e) Tumbuhnya kapang pada daging ikan kering.
3) Susu dan produk olahannya.
Susu juga termasuk bahan makanan yang mudah rusak oleh mikroba.
Tanda-tanda kerusakan susu adalah :
44
c) Timbulnya bintik-bintik berwarna hijau, hitam atau merah karena
tumbuhnya bakteri
d) Timbulnya kapang perusak telor
e) Timbulnya bau busuk.
5) Sayuran dan buah-buahan serta produk olahannya.
Sayuran atau buah-buahan dapat menjadi rusak baik secara fisik maupun
oleh serangga atau karena pertumbuhan mikroba. Tanda-tanda kerusakan
sayuran buah-buahan :
7) Minyak goreng
Tidak menggunakan minyak goreng daur ulang atau minyak yang telah
digunakan lebih dari dua kali proses penggorengan. Tanda minyak daur
ulang komersial adalah harganya murah, ada kemungkinan sudah
diputihkan dan makanan hasil penggorenggannya akan meyebabkan
tenggorokan gatal jika dikonsumsi.
Minyak goreng yang lebih dari dua kali penggorengan biasanya warnanya
sudah hitam kecoklatan.
45
8) Saos
Saos yang rendah mutunya dan berisiko tidak aman, bercirikan : harga
yang amat murah, warna merah mencolok, dijual dalam kemasan tidak
bermerk, cita rasa yang tidak asli ( bukan rasa cabe dan tomat ), dan rasa
pahit setelah dikonsumsi.
46
Secara umum persyaratan tempat penyimpanan bahan makanan :
Lama Penyimpanan
No Jenis Bahan Makanan
< 3 hari ≤ 1 minggu > 1 minggu
47
8) Tidak menempel pada lantai, dinding atau langit-langit denag ketentuan
sebagai berikut :
a) Jarak bahan makanan dengan lantai : 15 cm.
b) Jarak bahan makanan dengan dinding : 5 cm
c) Jarak bahan makanan dengan langit-langit : 60 cm
Syarat-syarat penyimpanan bahan makanan berdasarkan jenis bahan makanannya:
48
2. Penyimpanan bahan makanan basah
a) Suhu tempat harus betul-betul sesuai dengan keperluan bahan makanan agar
tidak menjadi rusak.
b) Pengecekan suhu dilakukan 2 kali sehari dan pembersihan lemari es
dilakukan tiap hari.
c) Pencairan es pada lemari es harus segera dilakukan setelah terjadi
pengerasan
d) Semua bahan makanan yang akan dimasukkan ke lemari pendingin
dibungkus dengan plastik.
e) Tidak menempatkan bahan makanan yang berbau keras bersama bahan
makanan yang tdak berbau.
f) Khusus sayuran, suhu penyimpanan harus betul-betul diperhatikan. Untuk
buah-buahan ada yang tidak memerlukan pendingin sehingga disimpan di
ruang penyimpanan buah ditata dalam rak buah.
e. Pengolahan Makanan
Cara pengolahan makanan yang baik dan benar dapat menjaga mutu
keamanan hasil olahan makanan. Sedangkan cara pengolahan yang salah
dapat menyebabkan kandungan gizi dalam makanan hilang secara
berlebihan. Pengolahan makan yang baik adalah pengolahan makanan yang
mengikuti kaidah prinsip-prinsip higiene dan sanitasi atau cara produksi
makanan yang baik yaitu :
49
a) Peralatan yang kontak dengan makanan :
(1) Peralatan masak dan peralatan makan harus terbuat dari bahan
yang aman dan tidak berbahaya bagi kesehatan (Food grade)
(2) Lapisan permukaan peralatan tidak larut dalam suasana asam/basa
atau garam dan tidak mengeluarkan bahan berbahaya dan logam
berat seperti timah hitam, seng, tembaga dan lain-lain.
(3) Talenan terbuat dari bahan selain kayu, kuat dan tidak melepas
bahan beracun.
(4) Kompor, tabung gas, lampu. Kipas angin harus bersih, kuat dan
berfungsi baik tidak menjadi sumber pencemaran dan tidak
menyebabkan kecelakaan.
(5) Peralatan bersih yang siap pakai tidak boleh dipegang di bagian
yang kontak langsung dengan makanan.
(6) Kebersihan alat artinya tidak boleh mengandung Eshericia coli dan
kuman lainnya.
(7) Keadaan peralatan harus utuh, tidak cacat, tidak retak, dan mudah
dibersihkan.
50
Prioritas dalam memasak yang perlu diperhatikan :
(1) Dahulukan memasak makanan yang tahan lama seperti goreng-
gorengan yang kering.
(2) Makanan rawan seperti makanan berkuah dimasak paling akhir.
(3) Simpan bahan makanan yang belum waktunya dimasak di
kulkas/lemari es.
(4) Simpan makanan jadi/masak yang belum waktunya dihidangkan
dalam keadaan panas.
(5) Perhatikan uap makanan jangan sampai masuk ke dalam makanan
karena akan memyebabkan kontaminasi ulang.
(6) Tidak menjamah makanan jadi/masak dengan tangan tetapi harus
menggunakan alat seperti penjepit/sendok.
(7) Mencicipi makanan menggunakan sendok khususyang selalu
dicuci.
5) Jumlah kandungan logam berat atau residu pestisida tidak boleh melebihi
ambang batas yang diperkenankan menurut ketentuan yang berlaku.
51
6) Penyimpanan harus memperhatikan prinsip first in first out (FIFO) dan first
expired first out (FEFO) yaitu makanan yang disimpan terlebih dahulu dan
yang mendekati masa kadaluwarsa harus dikonsumsi lebih dahulu.
7) Tempat atau wadah penyimpanan harus harus terpisah untuk setiap jenis
makanan jadi dan mempunyai tutup yang dapat menutup sempurna tetapi
berventilasi yang dapat mengeluarkan uap air.
Suhu Penyimpanan
e. Pengangkutan Makanan
Makanan ,masak sangat disukai oleh bakteri karena cocok untuk
berkembang biaknya bakteri. Oleh karena itu cara penyimpanan dan
pengangkutannya harus memperhatikan wadah penyimpanan makanan masak.
52
Setiap makanan masak memiliki wadah terpisah, pemisahan didasarkan pada
jenis makanan dan setiap wadah harus memiliki tutup tetapi tetap berventilasi
serta alat pengangkutan yang khusus.
1) Prinsip perwadahan
53
Setiap jenis makanan ditempatkan ditempatkan dalam wadah yang terpisah
dan memiliki tutup untuk mencegah kontaminasi silang.
4) Prinsip pemisah
Makanan yang disajikan harus dipisah satu sama lain.
5) Prinsip panas
Penyajian makanan yang harus disajikan dalam keadaan panas, hal ini
bertujuan untuk mencegah pertumbuhan bakteri dan meningkatkan selera
makan. Panas yaitu makanan yang harus disajikan panas diusahakan tetap
dalam keadaan panas dengan memperhatikan suhu makanan, sebelum
ditempatkan dalam alat saji panas (food warmer/bean merry) yaitu
makanan harus berada pada suhu > 60º C.
6) Prinsip bersih
Setiap peralatan makan/wadah yang digunakan harusa higienis, utuh, tidak
cacat atau rusak.
7) Prinsip handling
Setiap penanganan makanan tidak boleh kontak langsung dengan anggota
tubuh yaitu gunakan irus, sendok makan untuk mencicipi makanan dan
penyajian.
54
2. Higiene dan sanitasi Makanan
b. Tujuan
Kegiatan penyehatan makanan dan minuman di Rumah Sakit ditujukan
untuk:
55
dan mencegah penyebaran infeksi ke pasien dan karyawan rumah sakit
melalui makanan/minuman yang disajikan di rumah sakit.
Langkah penting dalam mewujudkan higine dan sanitasi makanan adalah :
56
penjamah makanan juga merupakan salah satu vektor yang dapat
mencemari bahan pangan baik berupa cemaran fisik, kimia maupun biologis.
Upaya yang dapat dilakukan adalah dengan penerapan prinsip-prinsip
personal Higiene dengan menerapkan perilaku-perilaku untuk mencegah
pencemaran pada penjamah makanan.
No Parameter Syarat
57
4 Perilaku Penjamah Tidak menggaruk-garuk rambut, lubang hidung
Makanan dalam
melakukan kegiatan Tidak merokok, tidak meludah sembarangan
Menutup mulut saat bersin atau batuk
Tidak memakan permen, makanan pada saat
mengolah makanan
58
4) Meletakkan peralatan yang tidak dipakai dengan menghadap ke bawah.
Bilas kembali peralatan dengan air bersih sebelum mulai memasak.
59
BAB VIII
PENGAWASAN DAN PENGENDALIAN MUTU
A. Pengertian
1. Pengawasan
Pengawasan merupakan salah satu fungsi manajemen yang mengusahakan
agar pekerjaan atau kegiatan terlaksana sesuai dengan rencana dan kebijakan
yang ditetapkan dapat mencapai sasaran yang dikehendaki. Pengawasan
memberikan dampak positif berupa:
3. Evaluasi / Penilaian
Evaluasi merupakan salah satu implementasi fungsi manajemen. Evaluasi ini
bertujuan untuk menilai pelaksanaan kegiatan sesuai dengan rencana dan
kebijaksanaan yang
60
B. Tujuan Pengawasan &Pengendalian Mutu
Pengawasan dan pengendalian mutu pelayanan gizi di rumah sakit, ditujukan untuk
menjamin ketepatan dan keamanan pelayanan gizi. Fungsi dari kegiatan
pengawasan dan pengendalian mutu dalam pelayanan gizi di rumah sakit adalah:
1. Mengawasi setiap tahapan proses,
2. Menjamin keamanan pelayanan yang dihasilkan,
3. Menghasilkan pelayanan yang bermutu
1. Indikator penilaian rutin setiap tahun yakni sesuai standar pelayanan minimal
Rumah Sakit (Depkes RI,2008) yakni :
a. Ketepatan waktu pemberian makan pasien dengan target 100%
b. Sisa makanan yang tidak dihabiskan oleh pasien maksimal 20%
c. Tidak ada kesalahan pemberian diet dengan target 100%.
2. Indikator Pengembangan
Indikator yang digunakan untuk penilaian mutu pelayanan gizi sesuai
kebutuhan yakni :
61
D. Pencatatan & Pelaporan
Pencatatan dan pelaporan merupakan bentuk pengawasan dan
pengendalian. Pencatatan dilakukan pada setiap langkah kegiatan
sedangkan pelaporan dilakukan berkala sesuai dengan kebutuhan rumah
sakit (bulanan/triwulan/tahunan).
62
BAB
IX PENUTUP
1. Pelayanan Gizi Rumah Sakit perlu disesuaikan dengan perkembangan zaman dan
yang terbaru yaitu mengacu Standar Internasional dan profesional. Pelayanan gizi
merupakan bagian dari pelayanan kesehatan di Rumah Sakit yang merupakan salah
satu upaya dalam rangka meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan bagi pasien
rawat inap agar status gizi optimal sesuai dengan penyakit pasien. Kegiatan
pelayanan gizi di RSUD Sondosia adalah asuhan gizi pada pasien rawat jalan,
penyelenggaraan makanan.
2. Pedoman Pelayanan gizi di RSUD Sondosia bertujuan untuk memberikan acuan
tenaga gizi dan informasi bagi Tim Kesehatan sehingga jelas dan profesional dalam
mengelola pasien terkait gizi pasien, khususnya asuhan gizi oleh dietisien. Pedoman
ini juga bermanfaat dalam menginplementasikan proses asuhan gizi terstandar serta
alur pasien sejak masuk sampai dengan monitoring dan evaluasi kemajuan
intervensi gizi yang diberikan sesuai dengan Standar Akreditasi Rumah Sakit.
3. Buku Pedoman Pelayanan Gizi ini merupakan pedoman bagi pelaksanaan
pelayanan gizi yang diselenggarakan di RSUD Sondosia. Dengan ini, diharapkan
pelayanan gizi yang diselenggarakan dapat terlaksana dengan baik dan dapat
ditingkatkan seiring dengan kemajuan Rumah Sakit.
Ditetapkan di _________
Pada tanggal Januari 2019
63
DAFTAR PUSTAKA
Departemen kesehatan RI. 2006. Pedoman PGRS Pelayanan Gizi Rumah Sakit.
Jakarta :Departemen Kesehatan RI
Gutawa, Miranti, dkk . 2011 pengembangan Konsep Nutrition Care Process (NCP)
proses Asuhan Gizi terstandar (PAGT). Jakarta : Persatuan Ahli Gizi Indonesia
(PERSAGI) dan Asosiasi Dietisien Indonesia (ASDI)
64
KementerianKesehatanRepublik Indonesia bekerjasamadengan PERDALIN RSPI Prof.
Dr. SuliantiSaroso, Jakarta (2011),
65