Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN PENUGASAN 1

Perubahan Emosi, Perilaku, dan Psikososial pada Lansia

KELOMPOK 14

Dosen Pembimbing : dr. Agustine Mahardika, Sp. KJ

Anggota Kelompok:
Saskia Safarina Haza (H1A021016)
Kadek Nandita Nugraha (H1A021061)
Muhammad Zaim Muflih Syamsuddin (H1A021071)
Najla Aulia Yahya (H1A021128)
Siska Dwi Safira (H1A021145)

Blok VIII Perilaku

Tahun Ajar 2022-2023

1
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Warohmatullahi Wabarokatuh, Puji syukur penulis panjatkan


atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas karunia-Nya, kami dapat
menyelesaikan Penugasan 1 Blok 8 dengan judul “Perubahan Emosi, Perilaku,
dan Psikososial pada Lansia” ini. Laporan ini tidak mungkin dapat terselesaikan
tepat pada waktunya tanpa bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu, penulis
mengucapkan terima kasih kepada dr. Agustine Mahardika, Sp. KJ, selaku dosen
pembimbing penugasan 1 blok 8 kelompok 14. Teman-teman kelompok 14 selaku
penulis menyadari laporan ini masih jauh dari kata sempurna, mulai dari
penyajian bahasan serta wawasan yang ada serta pemahaman kami yang masih
seadanya. Maka dari itu, penulis mengharapkan kritik yang bersifat konstruktif
demi kemajuan dalam penulisan laporan selanjutnya. Di dunia tidak ada yang
sempurna, untuk itu penulis mengharapkan permakluman pembaca apabila ada
kata-kata yang tidak berkenan di hati. Akhir kata, penulis berharap laporan ini
dapat bermanfaat dalam pengembangan ilmu pengetahuan dan bagi pihak-pihak
yang memerlukannya. Atas perhatiannya, terima kasih.

Wassalamualaikum Warohmatullahi Wabarokatuh.

Mataram, 28 September 2022

Penulis

1
Daftar I

DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR..............................................................................................................
DAFTAR ISI.............................................................................................................................
BAB I.........................................................................................................................................
PENDAHULUAN.....................................................................................................................
BAB II.......................................................................................................................................
TINJAUAN PUSTAKA...........................................................................................................
2.1Pengaruh amnesia terhadap perubahan emosi dan perilaku......................................
2.2 Perubahan Emosi pada Lansia......................................................................................
2.3 Perubahan Perilaku pada Lansia.................................................................................
2.4 Perubahan Psikososial pada Lansia..............................................................................
BAB III....................................................................................................................................
PENUTUP...............................................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................................

2
BAB I

PENDAHULUAN

‌ Setiap tahapan kehidupan memiliki karakteristik perubahan pada emosi,


perilaku dan psikososial mereka masing-masing, terutamanya adalah pada tahapan
kehidupan usia senja atau usia tua, yakni lansia. Lansia (Lanjut Usia)
didefinisikan secara kronologis sebagai usia 65 tahun atau lebih, sedangkan yang
berusia 65 tahun sampai 74 tahun disebut sebagai “lansia dini”, dan mereka yang
berusia di atas 75 tahun sebagai “lansia lanjut” (Orimo et al., 2016).
Menurut info dari (Kementerian kesehatan RI, 2014) yang dikutip dari
Undang-Undang Republik Indonesia Nomer 13 tahun 1998 tentang Kesejahteraan
Lanjut usia, lanjut usia adalah seseorang yang telah mencapai usia 60 ke atas.
Tahapan akhir dari fase kehidupan yang dirasakan tiap individu adalah memasuki
usia tua. Seseorang dapat dikategorikan memasuki usia tua ketika memasuki usia
60 tahun dan biasa dikenal dengan istilah lansia (lanjut usia). Menua adalah proses
alami yang dihadapi manusia. Dalam tahap ini, pada diri manusia secara alami
terjadi penurunan atau perubahan dalam hal biologis, psikologi serta sosial
ekonomi yang saling berinteraksi satu sama lain (Orimo et al., 2016).
Emosi, perilaku, dan psikososial juga akan mengalami perubahan pada
masa lanjut usia. Secara konsensus tidak ada definisi pasti dari emosi itu sendiri,
namun emosi bisa dikatakan sebagai pengalaman dengan ekspresi perilaku
perasaan dalam menanggapi setiap informasi sensorik (Cabanac, 2012). Namun
emosi bisa dikatakan sebagai bagian dari fase neurobiologis. Perubahan perilaku
termasuk respon muskuloskeletal, otonom, dan endokrin. Secara fisiologis,
aktivasi area tertentu di otak dikaitkan dengan pembangkitan emosi (Sudip Paul,
2019).
Perilaku adalah tindakan yang dibuat oleh individu dalam hubungannya
dengan dirinya sendiri atau lingkungannya, yang meliputi sistem atau organisme
lain yang ada di sekitarnya serta lingkungan fisik (Bergner, 2012). Perilaku adalah
sebuah respon yang diproses dari sebuah sistem atau organisme terhadap berbagai

3
rangsangan atau input internal maupun eksternal, baik dalam keadaan sadar
maupun tidak sadar, baik secara terbuka maupun rahasia, dan secara sukarela atau
terpaksa (Elizabeth A. et.al. 2014).
Psikososial adalah mengacu pada bagaimana kesehatan mental, pikiran,
dan perilaku seseorang (Psiko) berkaitan dengan kebutuhan atau tuntutan
masyarakat (sosial). Perkembangan psikososial adalah perkembangan yang
berkaitan dengan emosi, motivasi, dan perkembangan pribadi manusia serta
perubahan dalam bagaimana individu berhubungan dengan orang lain (Taylor and
Seeman, 2014).
Pada penulisan ini akan membahas tentang perubahan yang terjadi pada
lansia dari segi emosi, perilaku, serta dari segi psikososial.

4
5
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengaruh amnesia terhadap perubahan emosi dan perilaku

Memori dapat diklasifikasikan menjadi 3 yaitu, (1) memori jangka pendek


yang berlangsung beberapa detik atau menit, (2) memori jangka menengah yang
berlangsung beberapa hari sampai minggu, (3) dan memori jangka panjang,
berlaku seumur hidup. Selain itu, memori juga dibagi berdasarkan informasi yang
disimpannya menjadi ;
a. memori deklaratif ; memori tentang berbagai detail suatu pikiran
terintegrasi seperti memori suatu pengalaman penting
b. memori keterampilan ; sering dihubungkan dengan aktivitas motorik
tubuh seseorang

(John E. Hall et al., 2011)

Memori sangat berperan penting dalam aktivitas sehari-hari. Setiap hal


yang kita lakukan akan tersimpan juga ke dalam memori, baik dalam bentuk
memori jangka pendek hingga ke jangka panjang. Proses pembentukan memori
dari jangka pendek ke jangka panjang dinamkan konsolidasi memori (John E. Hall
et al., 2011). Konsolidasi memori adalah proses perubahan memori dari jangka
pendek ke jangka panjang (John E. Hall et al., 2011). Proses konsolidasi
berlangsung dengan pengaktifan memori jangka pendek yang berulang-ulang
yang akan menimbulkan perubahan kimia, fisik, dan anatomis pada sinaps-sinaps
yang bertanggung jawab untuk memori tipe jangka panjang (John E. Hall et al.,
2011). Proses konsolidasi memerlukan waktu 5-10 menit atau bahkan satu jam
lebih untuk mencapai proses konsolidasi maksimal (John E. Hall et al., 2011).

6
Proses konsolidasi yang baik terjadi pada orang yang sehat secara mental daripada
orang dengan kelelahan mental(John E. Hall et al., 2011).
Hasil dari proses konsolidasi berupa ingatan jangka panjang. Pada
normalnya, ingatan jangka dapat bertahan seumur hidup, namun seiring
bertambahnya usia, terkadang seseorang mudah mengalami amnesia atau hilang
ingatan.
Amnesia didefinisikan sebagai kesulitan dalam mempelajari informasi baru dan
mengingat kejadian di masa lampau. Amnesia biasanya terjadi pada ingatan
memori deklaratif. Amnesia dapat dibedajan menjadi 2 jenis berdasarkan
fungsinya ;
a. amnesia anterograd
Salah satu bagian dari otak yang berperan dalam penyimpanan memori adalah
hipokampus. Pengangkatan atau lesi hipokampus tidak mempengaruhi memori
pasien sebelum pengangkatan, namun sesudah pengangkatan, pasien akan benar-
benar tidak mempunyai tidak memiliki kemampuan untuk pemyimpan memori
tipe verbal dan simbolik dalam jangka panjang yang di mana keadaan ini akan
menimbulkan anmenesia anterograd.
Amnesia anterograd disebut juga amnesia pasca trauma
b. amnesia retrograd
amnesia retrograd artinya ketidakmampuan seseorang atau pasien untuk
mengingat ingatan lamanya. hal tersebut terjadi karena ada kelainan atau lesi di
daerah hipokampus maupun thalamus, di mana thalamus berperan dalam
membantu mencari memori.

(John E. Hall et al., 2011)

Selain itu amnesia dapat dibedakan berdasarkan neurologis menjadi,


amnesia neurologis. Amnesia neurologis adalah hasil dari beberapa kondisi
seperti, penyakit azheimer atau penyakit demensia, pembedahan lobus temporal,
penyalahgunaan alkohol kronik, encephalitis, cedera kepala, anoxia, iskemia,
infark, ruptur aneurisma arteri communicans anterior. Namun, dari semua kondisi

7
tersebut, faktor utamanya adalah gangguan fungsional dari lobus temporalis
medial atau diencehphaic medial.

Gangguan amnesia atau gangguan memori diantaranya adalah alzeimer’s


disease, vascular dementia, dementia with lewny bodies, frototemporal dementia,
mild cognitive impairment), dan masih banyak lainnya. Salah satu penyakit atau
gangguan pada memori yang sering terjadi pada lansia adalah demensia dan
alzheimer.

Demensia

Menurut WHO dalam jurnal yang diterbitkan oleh Sri Suwarni (2017),
penderita demensia di masa depan diperkirakan sebesar 65,7 juta di tahun 2030
dan 115. 400.000 di tahun 20500 dan lebih dari 90% dengan usia lebih dari 65
tahun (Suwarni & Mudadsir Syatibi Kementerian Kesehatan Politeknik Kesehatan
Surakarta Jurusan Fisioterapi, n.d.). Sehingga dari data yang diberikan oleh WHO
tersebut dapat dilihat bahwa peningkatan angka pada lansia yang demensia akan
berpengaruh pada kemampuan dalam memenuhi kebutuhan perawatan diri dalam
melakukan aktivitas sehari-hari (Suwarni & Mudadsir Syatibi Kementerian
Kesehatan Politeknik Kesehatan Surakarta Jurusan Fisioterapi, n.d.). Dalam
penelitian yang dilakukan oleh sri suwarni, dengan metode uji hubungan antara
usia dengan kemampuan fungsional,didapatkan bahwa kemunduran fungsional
dapat bertambah berat seiring dengan bertambahnya usia dan pada proses penuaan
secara normal akan berhubungan dengan kemunduran kapasitas fisiologis, seperti
kekuatan otot, kapasitas aerobik, koordinasi neuromotorik, dan fleksibilitas
(Suwarni & Mudadsir Syatibi Kementerian Kesehatan Politeknik Kesehatan
Surakarta Jurusan Fisioterapi, n.d.).

Kemampuan fungsional yang menurun pada lansia akan meningkatkan


disabilitasi fungsional yang akan berkaitan dengan aktivitas fisik, dimana aktivitas
fisik akan terganggu serta terjadi penurunan fungsi tubuh, misalnya lansia akan

8
mengalami penurunan fungsi jalan, fungsi keseimbangan, kemampuan fungsional,
kemandirian dalam aktivitas kehidupan sehari-hari (Suwarni & Mudadsir Syatibi
Kementerian Kesehatan Politeknik Kesehatan Surakarta Jurusan Fisioterapi, n.d.).
Lansia yang mengalami demensia juga akan mengalami atrofi pada otaknya yang
dimana akan mengganggu keseluruhan fungsi otak yang nantinya berkaitan
dengan penurunan ingatan. Penurunan fungsi otak akibat demensia akan
mempengaruhi fungsi kognitif pada lansia, yang meliputi gangguan perilaku
sosial seperti gangguan aktivitas sehari-hari, gangguan perilaku okupasional, dan
gangguan partisipasi sosial (Suwarni & Mudadsir Syatibi Kementerian Kesehatan
Politeknik Kesehatan Surakarta Jurusan Fisioterapi, n.d.).

Selain hal-hal diatas, menurut Jeffrey model foundation dalam ummi


malikal balkir (2019), demensia pada lansia akan menyebabkan kehilangan
memori yang akan memperngaruhi kemampuan sehari hari seperti kesulitan
melakukan tugas sehari-hari, masalah dengan bahasa, disorientasi ruang dan
waktu, gangguan dalam pengambilan keputusan, bermasalah pada pemikiran
abstrak, lupa tempat menyimpan barang, perubahan alam perasaan dan perilaku,
perubahan personalitas, kehilangan inisiatif (Malikal Balqis & Sahar, 2019).
sedangkan masalah yang dominan pada lansia yang menderita demensia menurut
alzaimer’s society dalam ummi mailkan balkir (2019) adalah masalah komunikasi,
di mana seseorang dengan demensia akan sulit untuk menemukan kata yang tepat,
mengulang kata dan frasa, terjebak pada suara-suara dan diperberat dengan
gangguan sensorik (Malikal Balqis & Sahar, 2019).

2.2 Perubahan Emosi pada Lansia

Pada lansia terjadi berbagai bentuk perubahan emosi yang dipengaruhi


oleh berbagai sebab. Kesepian emosional menjadi salah satu perubahan yang
dialami oleh lansia yang disebabkan oleh hilangnya keberadaan dari hubungan
dengan seseorang. Kehilangan ini akan menyebabkan rasa interaksi sosial yang
berkurang. Penyebab kesepian emosional dikategorikan menjadi 2 yaitu, secara

9
langsung seperti kehilangan pasangan, anak, dan sahabat. Secara tidak langsung
seperti, kehilangan mobilitas, pekerjaan, lingkungan sosial, penurunan kesehatan
dan fungsi kognitif otak (Tiilikainen and SeppäNen, 2017)
Penurunan fungsi kognitif otak akan menyebabkan usia lansia lebih
sensitif terhadap lingkungan dan mudah mengalami perubahan suasana emosi. Hal
ini diakibatkan terjadinya penurunan fungsi konektivitas hipotalamus terhadap
berbagai bagian korteks serebri.
Penuaan mengakibatkan perubahan struktur sinaps pada prefrontral
korteks yang berperan dalam pengambilan keputusan serta inhibisi dari
hipotalamus. Selain itu, terjadi perubahan struktur pada lobus temporal
mengakibatkan gangguan dalam input sensori menuju hipotalamus. Kesalahan
informasi yang masuk ke hipotalamus akan mengalami gangguan fungsi pada
nukleusnya dalam menjalankan fungsi perilaku dan emosi dalam sistem limbik
(Murman, 2015; Fernandes and Wang, 2018)

2.3 Perubahan Perilaku pada Lansia

Perilaku manusia akan berubah secara alami seiring dengan bertambahnya


usia. Penting halnya untuk mengetahui apa perilaku yang memang normal pada
lansia tersebut dan perilaku yang tidak normal karena adanya perubahan perilaku.
Perubahan perilaku yang tiba-tiba dapat disebabkan oleh faktor- faktor, seperti
contohnya demensia (sekumpulan gejala yang mempengaruhi kemampuan fungsi
kognitif otak dalam mengingat (memori), berpikir, bertingkah laku, dan
berbicara), stroke, kurang tidur dalam jangka waktu yang lama, kurangnya
perhatian dari keluarga, kurangnya aktivitas yang dapat dilakukan, kesepian, dan
juga bisa akibat dari kesedihan karena kehilangan orang yang dicintai (Bergner,
2011). Berikut merupakan beberapa contoh perubahan perilaku pada lansia yang
umum terjadi (Fraker et al., 2014):

a. Apatis

10
Apatis dapat didefinisikan sebagai kurangnya antusiasme, minat, atau
ketidakpedulian dan kepasifan.

b. Perilaku impulsif

Impulsif (perilaku tidak biasa) seperti membuat gerakan atau komentar yang tidak
pantas dan kasar yang tidak menyentuh diri sendiri atau orang lain, menanyakan
atau mengomentari masalah pribadi dan pribadi dalam kehidupan orang lain.

c. Perilaku Agresif

Agresif pada orang dewasa yang menua sering dikaitkan dengan demensia, tetapi
itu juga dapat secara sederhana menunjukkan bahwa seorang lansia sedang dalam
masa frustrasi atau cemas. Dalam banyak kasus, perilaku agresif dapat dicegah
dengan bersikap empati, berkomunikasi dengan jelas, dan sekedar bertanya
kepada orang tua tentang apa alasan yang membuatnya kesal.

d. Peningkatan Iritabilitas

Ini adalah bentuk dari agresi yang lebih ringan yang seringkali memiliki kualitas
yang lebih pasif, dan biasanya disebabkan oleh masalah kesehatan atau gaya
hidup yang mendasarinya, seperti kurang tidur, ketidaknyamanan atau penyakit
kronis. Jika orang tua/ lansia menjadi semakin mudah tersinggung atau rewel,
maka harus mencoba untuk bertanya untuk dapat mengidentifikasi kemungkinan
penyebabnya

e. Kecemasan

Kecemasan adalah perubahan perilaku yang umum pada orang tua, terutama pada
individu yang menderita demensia. Gangguan daya ingat khususnya dapat
menimbulkan kecemasan karena dapat menakutkan bagi individu lanjut usia
menjadi pelupa atau bingung tanpa alasan yang jelas. Ketika ini terjadi,
kecemasan dapat muncul dan menyebabkan berbagai perubahan kepribadian dan
perilaku lainnya (Fraker et al., 2014).

11
2.4 Perubahan Psikososial pada Lansia

Saat manusia memasuki usia tua (lansia) maka akan menimbulkan penurunan
fungsi kognitif (terkait proses belajar, persepsi, pemahaman) dan fungsi
psikomotorik (terkait gerakan, tindakan, koordinasi). Penurunan fungsi kognitif
dan psikomotorik ini akan berpengaruh juga terhadap aspek psikososial pada
lansia (Subekti, 2017). Perubahan psikososial pada lansia ini bergantung terhadap
kepribadian lansia itu masing-masing. Ada 5 tipe kepribadian lansia dan
penjelasannya:
a. Tipe Kepribadian Konstruktif (Construction personality), biasanya tipe ini
tidak banyak mengalami masalah atau pribadi yang tenang.
b. Tipe Kepribadian Mandiri (Independent personality), pada tipe ini ada
kecenderungan mengalami post power syndrome atau hidup dalam bayang
bayang kekuasaan (belum menerima jika kehilangan kekuasaan)
c. Tipe Kepribadian Tergantung (Dependent personality), pada tipe ini
biasanya sangat dipengaruhi kehidupan keluarga, apabila kehidupan
keluarga selalu harmonis maka pada masa lansia tidak bermasalah, tetapi
contohnya jika pasangan hidup meninggal maka pasangan yang
ditinggalkan akan merasa kesepian
d. Tipe Kepribadian Bermusuhan (Hostility personality), pada tipe ini setelah
memasuki lansia tetap merasa tidak puas dengan kehidupannya.
e. Tipe Kepribadian Kritik Diri (Self Hate personality), perilaku lansia
sendiri yang sulit dibantu orang lain atau cenderung membuat susah
dirinya. (Sudaryanto, 2018)

Perubahan psikososial pada lansia biasanya disebabkan karena mulai


berkurangnya fungsi panca indera (penglihatan dan pendengaran) serta gerak fisik
yang mulai terbatas. Faktor- faktor tersebut akhirnya dapat menimbulkan
gangguan fungsional tubuh pada lansia, seperti penglihatan yang semakin kabur,

12
pendengaran sangat berkurang, badan bungkuk, dan lainnya yang membuat
mereka merasa terasing dari sekitarnya. Jika lansia sudah merasa diasingkan maka
bisa memunculkan sikap mengurung diri, menolak untuk berkomunikasi dengan
orang lain, merengek-rengek bahkan hingga menangis jika menjumpai orang lain.
Faktor yang mengakibatkan perasaan terasing pada lansia dapat dicegah dengan
selalu mencoba mengajak mengobrol dan melakukan aktivitas selama mereka
masih bisa melakukan aktivitas tersebut (Sudaryanto, 2018).
Munculnya perasaan terasing pada lansia biasanya dimulai saat memasuki
masa pensiun. Apalagi jika pensiun diartikan sebagai sesuatu kehilangan, baik
kehilangan penghasilan, jabatan, kegiatan, maupun teman. Namun, sebenarnya
hal ini dapat juga dicegah sebelum memasuki masa lansia. Pensiun dapat menjadi
suatu dampak yang positif jika sebelumnya telah dipersiapkan dengan baik
sehingga dapat diisi dengan kegiatan-kegiatan yang diminati setiap individu.
Sebagai contoh, masa tersebut diisi dengan berwisata atau membuka sebuah
usaha, Jika individu tersebut yakin untuk menekuni kegiatan- kegiatan positif
sebagai alternatif dalam menghadapi masa tua sehingga pensiun juga dapat
diartikan sebagai hal yang positif dan menentramkan (Sudaryanto, 2018).

13
BAB III

PENUTUP

Emosi, perilaku, dan psikososial akan mengalami perubahan pada masa


lanjut usia. Sebagai tambahan, lansia juga akan mengalami amnesia. Salah satu
penyakit atau gangguan pada memori yang sering terjadi pada lansia adalah
demensia dan alzheimer. Penurunan fungsi kognitif otak yang akan menyebabkan
lansia lebih sensitif terhadap lingkungan dan mudah mengalami perubahan
suasana emosi. Selain perubahan emosi, penurunan fungsi kognitif dan
psikomotorik akan mempengaruhi perubahan perilaku pada lansia secara umum
sehingga lansia akan apatis, impulsif, agresif, Iritabilitas tinggi dan mudah cemas.
Sedangkan, perubahan psikososial disebabkan berkurangnya fungsi panca indra
dan keterbatasan gerak fisik sehingga menyebabkan lansia merasa terasingkan.

14
DAFTAR PUSTAKA

Bergner, R.M. (2012). What is behavior? And so what? New Ideas in Psychology,
[online] 29(2), pp.147–155. doi:10.1016/j.newideapsych.2010.08.001.

Cabanac, M. (2012). What is emotion? Behavioural Processes, [online] 60(2),


pp.69–83. doi:10.1016/s0376-6357(02)00078-5.

Elizabeth A. Minton, Lynn R. Khale (2014). Belief Systems, Religion, and


Behavioral Economics. New York: Business Expert Press LLC. ISBN
978-1-60649-704-3.
Fernandes, L. and Wang, H. (2018) ‘Editorial: Mood and cognition in old age’,
Frontiers in Aging Neuroscience, 10(SEP), pp. 1–3. Available at:
https://doi.org/10.3389/fnagi.2018.00286.

Fraker, J. et al. (2014) ‘The role of the occupational therapist in the management
of neuropsychiatric symptoms of dementia in clinical settings’,
Occupational Therapy in Health Care, 28(1), pp. 4–20. doi:
10.3109/07380577.2013.867468.'

Ilmu Kesehatan Masyarakat, J., & Widita Muharyani, P. (2010). DEMENSIA


DAN GANGGUAN AKTIVITAS KEHIDUPAN SEHARI-HARI (AKS)
LANSIA DI PANTI SOSIAL TRESNA WERDHA WARGATAMA
INDERALAYA DEMENTIA AND ACTIVITY DAILY LIVING (ADL)
DISTURBANCE OF ELDERLY IN PANTI SOSIAL TRESNA
WERDHA WARGATAMA INDRALAYA. In Jurnal Ilmu Kesehatan
Masyarakat (Vol. 1, Issue 1).

John E. Hall, Ph. D., Arthur C. Guyton Professor and Chair, Department of
Physiology and Biophysic, Associate vice chancellor for research,
University of Mississippi Medical Center, & Jackson Mississippi. (2011).
Guytoon and Hall Textbook of Medical Physiology: Vol. (R. Gruliow & L.
Stingelin, Eds.; 12th ed.). William Schmitt .

15
Malikal Balqis, U., & Sahar, J. (2019). Pengalaman Lansia dengan Demensia
Ringan-Sedang Dalam Melakukan Komunikasi dengan Pelaku Rawat:
Systematic Review. Jurnal Endurance, 4(2), 388.
https://doi.org/10.22216/jen.v4i2.4046

Murman, D.L. (2015) ‘The Impact of Age on Cognition’, Seminars in Hearing,


36(3), pp. 111–121. Available at: https://doi.org/10.1055/s-0035-1555115.

Orimo, H., Ito, H., Suzuki, T., Araki, A., Hosoi, T. and Sawabe, M. (2016).
Reviewing the definition of ‘elderly’. Geriatrics and Gerontology
International, [online] 6(3), pp.149–158. doi:10.1111/j.1447-
0594.2006.00341.x.

Subekti I. PERUBAHAN PSIKOSOSIAL LANJUT USIA TINGGAL SENDIRI


DI RUMAH The Changes in Psychosocial Elderly Who Live Alone at
Home. Inf Kesehat Indones. 2017;3(1):23–35.
Sudaryanto. MASALAH PSIKOSOSIAL PADA LANJUT USIA Kartinah *
Agus Sudaryanto **. Masal Psikososial pada Lanjutr Usia [Internet].
2018;1:93–6. Available from: http://hdl.handle.net/11617/486
Sudip Paul, 2019. Application of Biomedical Engineering in Neuroscience.
(2019). SpringerLink. [online] doi:10.1007-978-981-13-7142-4.

Suwarni, S., & Mudadsir Syatibi Kementerian Kesehatan Politeknik Kesehatan


Surakarta Jurusan Fisioterapi, M. (n.d.). HUBUNGAN USIA DEMENSIA
DAN KEMAMPUAN FUNGSIONAL PADA LANSIA.

TAYLOR, S.E. and SEEMAN, T.E. (2014). Psychosocial Resources and the SES-
Health Relationship. Annals of the New York Academy of Sciences,
[online] 896(1), pp.210–225. doi:10.1111/j.1749-6632.1999.tb08117.x.

Tiilikainen, E. and SeppäNen, M. (2017) ‘Lost and unfulfilled relationships


behind emotional loneliness in old age’, Ageing and Society, 37(5), pp.
1068–1088. Available at: https://doi.org/10.1017/S0144686X16000040.

16

Anda mungkin juga menyukai