Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH PATOFISIOLOGI

TAHAPAN PERKEMBANGAN MENTAL


DAN PERUBAHAN KESEHATAN

Dosen Pengampu :
Eva Susanti, S.Kep, M.Kep

Disusun Oleh :
Kelompok 3
Niatha Aulia Putri (PO7120122064)
Pinasty Elsi Ananta (PO7120122065)
Devina Nabita Putri (PO7120122068)
Nabila (PO7120122069)
Imellia Anjelita (PO7120122070)
Tri Meilina (PO7120122072)

POLTEKKES KEMENKES PALEMBANG


DIII KEPERAWATAN PALEMBANG
TAHUN AJARAN 2023/2024
KATA PENGANTAR

Puji Syukur dihaturkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat
dan hidayat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas makalah Patofisiologi
dalam pembelajaran di kampus ini tepat pada waktunya. Makalah ini bertujuan agar
dapat menambah wawasan tentang Tahapan Mental dan Perubahan Kesehatan untuk
pembelajaran di kampus bagi para pembaca dan juga penulis.

Terima kasih kepada Ibu Eva Susanti, S.Kep, M.Kep, selaku Dosen mata kuliah
Patofisiologi yang telah memberikan tugas ini sehingga dapat menambah pengetahuan
dan wawasan sesuai dengan bidang studi yang ditekuni. Penulis juga mengucapkan
terima kasih kepada semua pihak yang telah membagi sebagian pengetahuannya
sehingga dapat menyelesaikan makalah ini.

Penulis menyadari makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karna itu,
kritik dan saran yang membangun akan sangat dinantikan demi kesempurnaan
pembuatan makalah untuk kedepannya.

Palembang, 15 April 2023

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .................................................................................................. i


DAFTAR ISI ................................................................................................................ ii
BAB I ............................................................................................................................ 1
PENDAHULUAN ........................................................................................................ 1
1.1 Latar Belakang ............................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah .......................................................................................... 2
1.3 Tujuan ............................................................................................................. 2
BAB II .......................................................................................................................... 3
PEMBAHASAN .......................................................................................................... 3
2.1 Pengertian Pertumbuhan dan Perkembangan Mental ........................................ 3
2.2 Tahapan Perkembangan Mental Pada Anak ...................................................... 3
2.3 Tahapan Perkembangan Mental Pada Usia Dewasa ...................................... 6
2.4 Tahapan Perkembahan Mental pada Lansia ....................................................... 9
2.5 Retardasi Mental .............................................................................................. 10
2.6 Klasifikasi Retardasi Mental ............................................................................ 11
2.7 Etiologi Retardasi Mental ................................................................................ 12
2.8 Pencegahan dan pengobatan retardasi mental .................................................. 12
BAB III ....................................................................................................................... 14
PENUTUP .................................................................................................................. 14
3.1 Kesimpulan ...................................................................................................... 14
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................ 15

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Konsep yang ada dalam “perkembangan” adalah proses menjadi
sempurnanya fungsi dari seluruh organ tubuh, termasuk di sini adalah kematangan
emosi, kematangan dalam interaksi sosial, dan kemampuan intelektual. Dalam
proses perkembangan ini, anak kecil yang semula tidak bisa apa-apa, menjadi
mampu berdiri sendiri, memiliki kemampuan berkomunikasi dengan lingkungan
sekitarnya, mampu berhitung, dan lain sebagainya. Faktor genetik dari kedua
orang tuanya sudah jelas akan memberi kontribusi yang besar dalam hal ini.
Menurut Pieper dan Uden (2006), kesehatan mental adalah suatu keadaaan
dimana seseorang memiliki estimasi yang realistis terhadap dirinya dan dapat
menerima kekurangan atau kelemahan diri sendiri, mampu menghadapi masalah-
masalah dalam hidupnya, tidak memiliki perasaan terhadap diri sendiri serta
memiliki kebahagian dalam hidupnya.
Kesehatan mental seseorang dapat dilihat dari sejumlah ciri-ciri berikut,
dapat mengembangkan kecenderungan ke arah peningkatan kematangan,
pengembangan potensi, mampu untuk membentuk dan memelihara relasi
internasional, serta tidak terlalu kaku untuk mencapai kesempurnaan, tetapi
membuat tujuan yang realisitik dan masih di dalam kemampuan indvidu
(Siswanto, 2008).
Masalah yang bisa terjadi yaitu retardasi mental. Retardasi mental adalah
keadaan dengan intelegensi yang kurang (subnormal) sejak masa perkembangan
(sejak lahir atau sejak masa anak). biasanya terdapat perkembangan mental yang
kurang secara keseluruhan, tetapi gejala utama ialah intelegensi yang terbelakang.
Retardasi mental disebut juga oligofrenia (oligo=kurang atau sedikit dan
fren=jiwa) atau tuna mental (Muhith, 2015). Retardasi mental dapat terjadi dengan
atau tanpa gangguan jiwa atau gangguan fisik lainnya.

1
1.2 Rumusan Masalah

1. Apa pengertian dari pertumbuhan dan perkembangan mental ?


2. Bagaimana tahapan perkembangan mental pada anak ?
3. Bagaimana tahapan perkembangan mental pada usia dewasa ?
4. Bagaiamana tahapan perkembangan mental pada lansia ?
5. Apa itu retardasi mental ?
6. Bagaimana klasifikasi retardasi mental ?
7. Apa saja etiologi retardasi mental ?
8. Bagaimana pencegahan dan pengobatan retardasi mental ?

1.3 Tujuan

1. Untuk mengetahui pertumbuhan dan perkembangan mental


2. Untuk mengetahui tahapan perkembangan mental pada anak
3. Untuk mengetahui tahapan perkembangan mental pada usia dewasa
4. Untuk mengetahui tahapan perkembangan mental pada lansia
5. Untuk mengetahui apa itu retardasi mental
6. Untuk mengetahui klasifikasi retardasi mental
7. Untuk mengetahui etiologi retardasi mental
8. Untuk mengetahui pencegahan dan pengobatan retardasi mental

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Pertumbuhan dan Perkembangan Mental


Pertumbuhan adalah bertambahnya ukuran dan jumlah sel serta jaringan
intra seluler berarti bertambahnya ukuran fisik dan struktur tubuh sebagian atau
keseluruhan, sehingga dapat diukur sengan satuan panjang dan
berat. Pertumbuhan terjadi secara simultan dengan perkembangan.
Istilah perkembangan berarti serangkaian perubahan progresif yang terjadi
sebagai akibat dari proses kematangan dan pengalaman (Hurlock 1976 : 2). (Seifert
dan Hoffnung 1994:9) mendefinisikan perkembangan sebagai “Longterm changes
in a person’s growth feelings, patterns of thinking, social relationships, and motor
skills”. Sementara itu, (Dianie E papalia 2008:3) mengartikan perkembangan
sebagai perubahan yang berkesinambungan dan progresif dalam organisme dari
lahir sampai mati, pertumbuhan, perubahan dalam bentuk dan dalam integrasi dari
bagian-bagian jasmaniah ke dalam bagian-bagian fungsional, dan kedewasaan atau
kemunculan pola-pola asasi dari tingkah laku yang tidak dipelajari.
Perkembangan mental merupakan suatu proses yang menggambarkan
perilaku kehidupan social psikologi manusia pada posisi yang harmonis di dalam
lingkungan masyarakat yang lebih luas dan kompleks.

2.2 Tahapan Perkembangan Mental Pada Anak


Menurut teori perkembangan mental Piaget, ada 4 tahapan perkembangan kognitif
pada anak, yaitu:

1) Tahap sensori motor (sensori-motor stage), yaitu dari lahir sampai usia sekitar
2 tahun;
2) Tahap pre operasi (pre operational stage), yaitu dari usia sekitar 2 tahun
sampai sekitar 7 tahun;
3) Tahap operasi konkrit (concrete operational stage), yaitu dari usia sekitar 7
tahun sampai sekitar 11-12 tahun; dan

3
4) Tahap operasi formal (formal operational stage), yaitu dari usia dari sekitar 11
tahun sampai dewasa.
Setiap tahapan perkembangan mental mempunyai sifat atau ciri khas masing
masing yang dimunculkan anak yang berbeda-beda. Salah satu ciri yang
dimunculkan pada tahap operasi kongkrit (concrete operational stage) diantaranya
yaitu pada tahap ini anak sudah mulai memahami konsep kekekalan.
Sebagaimana yang diungkapkan Ruseffendi (2006:147) pada tahap operasi
kongkrit anak mulai memahami konsep kekekalan bilangan (6 – 7 tahun), konsep
kekekalan materi atau zat (7 – 8 tahun), konsep kekekalan panjang (7 – 8 tahun),
konsep kekekalan luas (8 – 9 tahun), konsep kekekalan berat (9 – 10 tahun), bahkan
pada akhir tahap ini, anak sudah dapat memahami konsep kekekalan isi (14 – 15
tahun).
1. Perspektif biologis mempengaruhi perkembangan kesehatan priatal pada
anak. Beberapa psikolog mengatakan biologis mempengaruhi kualitas pribadi
seseorang dan perkembangannya. Aspek biologis terdiri atas genetik
(pewarisan sifat kedua orang tua), sistem saraf (perilaku), dan hormone.
2. Perspektif Ekologis (Teori Bronfenbreaner)
Peran aspek ekologis juga penting dalam perkembangan anak karena
lingkungan memiliki pengaruh yang besar terhadap seseorang Menurut Urie
Bronfenbenner (1993) lingkungan memiliki peran seperti konteks ronmental
Terdapat empat sistem lingkungan yaitu:
a. Mikrosistem
Mikrosistem merupakan lingkungan terdekat dimana anak berada, seperti
rumah atau tempat perbaikan anak. Didalam Sistem ini anak berinteraksi
dengan orang lain (orang tua, saudara, teman). Seiring berjalannya waktu
dengan interaksi tersebut anak akan terpengaruh oleh lingkungannya.
b. Mesosistem
Memberikan pengaruh terhadap perkembangan pada anak.

4
c. Eksosistem
Eksosistem adalah pengaruh perkembangan pada anak yang berasal dari
lingkungan yang tidak mereka ketahui seperti contohnya seorang ibu
mengalami stres karena masalahnya, sehingga berdampak pada anak
(kurang perhatian).
d. Makrosistem
Makrosistem adalah pengaruh lingkungan yang berasal dari konteks
sosiokultural dan juga budaya. Contohnya seperti remaja yang tinggal di
tempat yang memiliki budaya yang keras akan mengalami kehidupan yang
cenderung kejam.

3. Perspektif Psikodinamika (Teori Psikososial)

Menurut Erik Erikson dalam teori psikososialnya terdapat lima tahapan


perkembangan anak dan remaja.
a. Tahap 1 (Masa kepercayaan)
Tahapan ini terjadi pada bayi. Hal ini terjadi karena bayi yang masih dalam
keadaan tidak berdaya dan membutuhkan orang lain untuk memenuhi
kebutuhannya. Oleh karena itu munculnya trust dan mistrust pada bayi.
b. Tahap 2 (Otonomi Malu, & Keraguan)
Tahapan ini terjadi pada anak berumur 1-3 tahun. Pada tahap ini anak mulai
memiliki keinginan untuk mandiri. Contohnya dorongan anak belajar
berjalan.
c. Tahap 3 (Inisiatif & Rasa Bersalah)
Tahapan ini terjadi pada anak berumur 3-6 tahun. Pada tahap mi anak
memiliki inisiatif dan rasa bersalah dalsaya masalah yang dia alami Dan
jugapada tahap ini anak banyak melakukan aktivitas baru, mencari teman
mengembangkan rasa penilaiannya.
d. Tahap 4 (Industri & Inferioritas)
Tahapan ini terjadi pada umur 6-11 tahun. Pada tahap ini anak diberi tugas
untuk menguasai keterampilan cendekiawan dan sosial Apabila ia berhasil

5
akan muncul rasa percaya diri namun apabila sa gagal akan muncul rasa
kecewa dan rendah diri.
e. Tahap 5 (Identitas & Kebingungan Peran)
Tahapan ini terjadi pada umur 11-18 Tahun. Pada tahapan ini anak yang
sudah bertransformasi menjadiremaja alia mencari jati dirinya
untinggrismenggapai kesuksesan di masa depannya.

4. Perspektif Sosial (Social Learning Teori)

Pengaruh sosial terhadap perkembangan anak jelas dalam sosial sedang belajar
teori yang dikemukakan oleh Albert Bandura. Dalam teori ini menjelaskan
bahwa manusia belajar sesuatu dengan cara meniru perilaku orang lam. Pada
anak-anak aplikasi teori ini dapat kita temukan saat anak menonton tayangan
adegan kekerasan, sehingga setelah Sayalitopi adegantersebut anak akan
menderung meniru perilaku.

2.3 Tahapan Perkembangan Mental Pada Usia Dewasa

a. Dewasa Awal (20-40 tahun)


Dewasa awal adalah masa peralihan dari masa remaja. Masa remaja
yang ditandai dengan pencarian identitas diri, pada pencarian identitas diri,
pada masa dewasa awal, masa dewasa awal, identitas diri i identitas diri ini
didapat sedikit-demi sedikit ni didapat sedikit-demi sedikit sesuai dengan umur
kronologis dan mental ege-nya. Berbagai masalah juga muncul dengan
bertambahnya umur pada masa dewasa awal. Dewasa awal adalah masa
peralihan dari ketergantungan kemasa mandiri, baik dari segi ekonomi,
kebebasan menentukan diri sendiri, dan pandangan tentang masa depan sudah
lebih realistis.
Erickson (dalam Monks, Knoers & Haditono, 2001) mengatakan bahwa
seseorang yang digolongkan dalam usia dewasa awal berada dalam tahap
hubungan hangat, dekat dan komunikatif dengan atau tidak melibatkan kontak
seksual. Bila ga sual. Bila gagal dalam bentuk keintiman gal dalam bentuk

6
keintiman maka ia akan mengalami apa yang disebut isolasi (merasa tersisihkan
dari orang lain, kesepian, ersisihkan dari orang lain, kesepian, menyalahkan diri
karena berbeda dengan orang lain).
Hurlock (1990) mengatakan bahwa dewasa awal dimulai pada umur 18
tahun sampai kira-kira umur 40 tahun, saat perubahan-perubahan fisik dan
psikologis yang menyertai berkurangnya kemampuan reproduktif. Secara
umum, mereka yang tergolong dewasa muda (young ) ialah mereka yang
berusia 20-40 tahun. Menurut seorang ahli psikologi perkembangan, Santrock
(1999), orang dewasa muda termasuk masa transisi, baik transisi secara
fisik (physically trantition) transisi secara intelektual (cognitive trantition),
serta transisi peran sosial (social role trantition).
Perkembangan sosial masa dewasa awal adalah puncak dari
perkembangan sosial masa dewasa. Masa dewasa awal adalah masa beralihnya
padangan egosentris menjadi sikap yang empati. Pada masa ini, penentuan
relasi sangat memegang peranan penting. Menurut Havighurst (dalam Monks,
Knoers & Haditono, 2001) tugas perkembangan dewasa awal adalah menikah
atau membangun suatu keluarga, mengelola rumah tangga, mendidik atau
mengasuh anak, memikul tangung jawab sebagai warga negara, membuat
hubungan dengan suatu kelompok sosial tertentu, dan melakukan suatu
pekerjaan.

b. Masa Dewasa Akhir


Masa dewasa lanjut usia merupakan masa lanjutan atau masa dewasa
akhir (60 ke atas. Di samping itu permasalahan permasalahan dari diri sendiri
sendiri dengan perubahan perubahan fisik, mulai tanda penuaan penuaan yang
cukup menyita perhatian. Saat individu memasuki dewasa akhir, mulai terlihat
hir, mulai terlihat gejala penurunan fisik gejala penurunan fisik dan psikologis,
perkembangan intelektual dalam lambatnya gerak motorik, pencarian makna
hidup selanjutnya. Menurut Erikson tahap dewasa akhir memasuki tahap
integrity vs despair yaitu kemampuan perkembangan perkembangan lansia

7
mengatasi mengatasi krisis psikososialnya. Banyak stereotip stereotip positif
positif dan negatif negatif yang mampu mempengaruhi kepribadian lansia.
Integritas ego penting dalam menghadapi kehidupan dengan puas dan bahagia.
Hal ini berdampak pada hubungan sosial dan produktivitasnya yang
puas. Lawannya adalah despair yaitu rasa takut mati dan dan hidup terlalu
singkat, rasa kekecewaan.
Ciri-ciri perkembangan dewasa akhir
1) Adanya periode penurunan atau kemunduran. Yang disebabkan oleh faktor
fisik dan psikologis.
2) Perbedaan individu dalam efek penuaan. Ada yang menganggap periode ini
sebagai waktunya untuk bersantai dan ada pula waktunya untuk bersantai
dan ada pula yang mengagga yang mengaggapnya sebagai hukuman. pnya
sebagai hukuman.
3) Ada stereotip-stereotip mengenai usia lanjut. Yang menggambarkan masa
tua tidaklah menyenangkan.
4) Sikap sosial terhadap usia lanjut. Kebanyakan masyarakat menganggap
orang berusia lanjut tidak begitu dibutuhkan karena energinya sudah
melemah. Tetapi, ada juga masyarakat yang masih menghormati orang yang
berusia lanjut terutama yang dianggap berjasa bagi masyarakat sekitar.
5) Mempunyai status kelompok minoritas. Adanya sikap sosial yang negatif
tentang usia lanjut
6) Adanya perubahan peran. Karena tidak dapat bersaing lagi dengan
kelompok yang lebih muda.
7) Penyesuaian diri yang buruk. Timbul karena adanya konsep diri yang
negatif yang disebabkan oleh sikap sosial yang negatif.
8) Ada keinginan untuk menjadi muda kembali. Mencari segala cara untuk
memperlambat penuaan.

8
2.4 Tahapan Perkembahan Mental Pada Lansia
Pada masa lansia seseorang akan merasa kehilangan kesibukan sekaligus
merasa mulai tidak diperlukan lagi. Bertepatan dengan ini, anak-anak mulai
menikah dan meninggalkan rumah, badan mulai lemah dan tidak memungkinkan
untuk bepergian jauh sebagai akibatnya, semangat mulai menurun, mudah
dihinggapi penyakit dan segera akan mengalami kemunduran-kemunduran mental.
Hal ini disebabkan oleh mundurnya fungsi-fungsi otak dan daya konsentrasi
berkurang (Sarwono, 2001: 35).
Masalah kesehatan mental pada lansia dapat berasal dari empat aspek
yaitu: fisik, psikologi, sosial dan ekonomi. Masalah tersebut dapat berupa emosi
labil, mudah tersinggung, gampang merasa dilecehkan, kecewa, tidak bahagia,
perasaan kehilangan, tidak berguna, depresi, retardasi, hopeless, dan sensitif. Pada
umumnya masalah kesehatan mental lansia adalah masalah penyesuaian.
Penyesuaian tersebut karena adanya perubahan dari keadaan sebelumnya seperti:
fisik masih kuat, bekerja dan berpenghasilan menjadi kemunduran.

Perubahan pada Lansia :

a. Perubahan fisik
Secara umum menjadi tua ditandai oleh kemunduran biologis yang terlihat dari
gejala-gejala kemunduran fisik antara lain: kulit mulai mengendur, wajah mulai
keriput serta garis-garis menetap, rambut kepala mulai memutih / beruban, gigi
mulai lepas, penglihatan dan pendengaran berkurang, mudah lelah, mudah
jatuh, mudah terserang penyakit, nafsu makan menurun, penciuman berkurang,
gerakan menjadi lambat. Pada semua, perubahan fisik lansia akan memicu
terjadinya ancaman terhadap integritas fisik ini merupakan faktor presipitasi
kecemasan(Padila, 2013).

b. Perubahan psikososial
Lansia akan mengalami perubahan dimana lansia memasuki masa pensiun,
relokasi, relokasi sosial, kelemahan dan ketergantungan, kehilangan kendali,

9
ketidak berdayaan, perubahan dalam peran sosial masyarakat. Dengan
terjadinya begitu banyak perubahan pada psikososial menuntut lansia untuk
beradaptasi dengan peran barunya dan akan memicu ancaman pada identitas,
harga diri, fungsi sosial, lansia akan mengalami kesulitan dalam melakukan
hubungan interpersonal di rumah. Dari segi eskternal lansia akan mengalami
kehilangan pasangan, teman, bahkan ketakutan akan kematian.

2.5 Retardasi Mental


Retardasi Mental adalah keadaan dengan intelegensi yang kurang
(subnormal) sejak masa perkembangan (sejak lahir atau sejak masa anak).
Biasanya terdapat perkembangan mental yang kurang secara keseluruhan, tetapi
gejala utama ialah intelegensi yang terbelakang. Retardasi mental disebut juga
oligofrenia (oligo=kurang atau sedikit dan fren=jiwa) atau tuna mental (Muhith,
2015). Retardasi mental adalah keadaan yang penting secara klinis maupun sosial.
Kelainan ditandai oleh keterbatasan kemampuan yang diakibatkan oleh gangguan
yang bermakna dalam intelegensia terukur dan perilaku penyesuaian diri (adaptif).
Retardasi mental juga mencakup status sosial, hal ini dapat lebih
menyebabkan kecacatan dari pada cacat khusus itu sendiri. Karena batas-batas
antara normalitas dan retardasi mental seringkali sulit digambarkan, identifikasi
pediatric, evaluasi, dan perawatan anak dengan kesulitan kognitif serta
keluarganya memerlukan tingkat kecanggihan teknis maupun sensitivitas
interpersonal yang besar (Behman, 2008).
Pada pemeriksaan fisik pasien dengan Retardasi Mental dapat ditemukan
berbagai macam perubahan bentuk fisik, misalnya perubahan bentuk kepala:
Mikrosefali, Hidrosefali, dan Sindrom Down. Wajah pasien dengan Retardasi
Mental sangat mudah dikenali seperti Hipertelorisme, lidah yang menjulur keluar,
gangguan pertumbuhan gigi dan ekspresi wajah tampak tumpul. Sebagai kriteria
dan bahan pertimbangan dapat dipakai juga kemampuan untuk dididik atau dilatih
dan kemampuan sosial atau kerja. Tingkatannya mulai dari taraf yang Ringan,

10
Taraf Sedang, Taraf Berat, dan Taraf Sangat Berat. Retardasi mental mengenai 1,5
kali lebih banyak pada laki-laki dibandingkan dengan perempuan.

2.6 Klasifikasi Retardasi Mental


Menurut (Muhith, 2015), berdasarkan tingkat Intelligence Quotient (IQ)
karakteristik retardasi mental dibedakan menjadi:

a. Retardasi mental ringan (IQ = 50 – 70, sekitar 85% dari orang yang terkena
retardasi mental). Retardasi mental ringan dikategorikan sebagai retardasi
mental dapat dididik (educable). Anak mengalami gangguan berbahasa tetapi
masih mampu menguasainya untuk keperluan bicara sehari-hari dan untuk
wawancara klinik. Umumnya mereka juga mampu mengurus diri sendiri
secara independen (makan, mencuci, memakai baju, mengontrol saluran cerna
dan kandung kemih), meskipun tingkat perkembangannya sedikit lebih lambat
dari ukuran normal. Kesulitan utama biasanya terlihat pada pekerjaan
akademik sekolah, dan banyak yang bermasalah dalam membaca dan menulis.

b. Retardasi mental sedang (IQ = 35-55, sekitar 10% orang yang terkena
retardasi mental). Retardasi mental sedang dikategorikan sebagai retardasi
mental dapat dilatih (trainable). Pada kelompok ini anak mengalami
keterlambatan perkembangan pemahaman dan penggunaan bahasa, serta
pencapaian akhirnya terbatas. Pencapaian kemampuan mengurus diri sendiri
dan ketrampilan motor juga mengalami keterlambatan, dan beberapa
diantaranya membutuhkan pengawasan sepanjang hidupnya. Kemajuan di
sekolah terbatas, sebagian masih bisa belajar dasardasar membaca, menulis
dan berhitung.

c. Retardasi mental berat (IQ = 20-40, sebanyak 4% dari orang yang terkena
retardasi mental). Kelompok retardasi mental berat ini hampir sama dengan
retardasi mental sedang dalam hal gambaran klinis, penyebab organik, dan
keadaan-keadaan yang terkait. Perbedaan utama adalah pada retardasi mental

11
berat ini biasanya mengalami kerusakan motor yang bermakna atau adanya
defisit neurologis.

d. Retardasi mental berat sekali (IQ = 20-25, sekitar 1 sampai 2 % dari orang
yang terkena retardasi mental). Retardasi mental sangat berat berarti secara
praktis anak sangat terbatas kemampuannya dalam mengerti dan menuruti
permintaan atau instruksi. Umumnya anak sangat terbatas dalam hal mobilitas,
dan hanya mampu pada bentuk komunikasi nonverbal yang sangat elementer.

2.7 Etiologi Retardasi Mental


Penyebab retardasi mental adalah faktor keturunan (genetik) atau tak jelas
sebabnya, keduanya disebut retardasi mental primer. Sedangkan faktor sekunder
disebabkan oleh faktor luar yang berpengaruh terhadap otak bayi dalm kandungan
atau anak-anak. Penyebab retardasi mental lain adalah akibat infeksi dan
intoksikasi,rudapaksa atau sebab fisik lain, gangguan metabolisme pertumbuhan
atau gizi, penyakit otak yang nyata (postnatal), penyakit atau pengaruh pranatal
yang tidak jelas, kelainan kromosom, prematuritas, gangguan jiwa yang berat,
deprivasi psikososial (Muhith, 2015).

2.8 Pencegahan dan Pengobatan Retardasi Mental


Menurut Lumbantobing,S.M., (2001) dalam (Muhith, 2015) menyatakan bahwa
pencegahan dan pengobatan retardasi mental yaitu:

a. Pencegahan primer
Dapat dilakukan dengan pendidikan kesehatan pada masyarakat, perbaikan
keadaan-sosio ekonomi, konseling genetik dan tindakan kedokteran
(umpamanya perawatan prenatal yang baik, kehamilan pada wanita adolesen
dan diatas 40 tahun dikurangi dan pencegahan peradangan otak pada anak-
anak).

12
b. Pencegahan sekunder
Meliputi diagnosa dan pengobatan dini peradangan otak, perdarahan subdural,
kraniostenosis (sutura tengkorak menutup terlalu cepat, dapat dibuka dengan
kraniotomi, pada mikrosefali yang konginetal, operasi tidak menolong).
c. Pencegahan tersier
Merupakan pendidikan penderita atau latihan khusus sebaiknya di sekolah luar
biasa. Dapat diberi neuroleptika kepada yang gelisah, hiperaktif atau
dektrukstif.

13
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Perkembangan mental merupakan suatu proses yang menggambarkan perilaku
kehidupan sosial psikologi manusia pada posisi yang harmonis di dalam
lingkungan masyarakat yang lebih luas dan kompleks. Masalah yang bisa terjadi
pada perkembangan mental yaitu retardasi mental. Retardasi mental adalah
keadaan dengan intelegensi yang kurang (subnormal) sejak masa perkembangan
(sejak lahir atau sejak masa anak). Retardasi mental disebut juga oligofrenia
(oligo=kurang atau sedikit dan fren=jiwa) atau tuna mental. Pencegahan dan
pengobatan retardasi mental dilakukan dari tahap primer sampai sekunder.

Perkembangan mental, pada anak, dewasa,orang tua dan lansia merupakan suatu
proses bertambahnya nilai kuantitas seperti ide, gagasan, dan cita-cita. Yang pada
akhirnya akan munurun seiring bertambahnya usia.

14
DAFTAR PUSTAKA

Alhaddad, Idrus, ‘Penerapan Teori Perkembangan Mental Piaget Pada Konsep


Kekekalan Panjang’, Infinity Journal, 1.1 (2012), 31
Retardasi Mental Sedang Retardasi Mental Berat Retardasi Mental Sangat Berat’, 05,
2014, 2014
Haines, ‘Kesehatan Mental Anak Dan Remaja’, Journal of Chemical Information and
Modeling, 53.9 (2019), 1689–99
Jannah, Miftahul, Siti Rozaina Kamsani, and Nurhazlina Mohd Ariffin,
‘PERKEMBANGAN USIA DEWASA’, 2010, 115–43
Notosoedirdjo. M & Latipun (2014). Kesehatan Mental Malang: UMM Press.

15

Anda mungkin juga menyukai