Anda di halaman 1dari 3

Perintah mendirikan shalat dan membayar zakat pada ayat di atas ditujukan kepada bani Israil

karena pangkal ayat 40 memuat seruan kepada mereka. Selain seruan untuk mendirikan shalat
dan membayar zakat terdapat juga seruan-seruan lain yang harus mereka laksanakan.

Seruan kepada bani Israil menunjukkan bahwa kewajiban melaksanakan shalat dan zakat
bukanlah ajaran baru yang dibawa oleh Islam tetapi sudah berlaku pada masa bani Israil.
Dalam istilah ushul fiqh hal ini disebut dengan syar’un man qablana (syariat orang-orang yang
sebelum kita).

Pengulangan perintah ini oleh Alquran menunjukkan bahwa tidak ada istilah “kadaluarsa” dalam
urusan shalat dan zakat. Keduanya tetap saja urgen dalam kehidupan beragama sehingga
Alquran mengeksiskannya untuk membangun relasi dengan Tuhan dan dengan manusia.

Salah satu pengabdian yang wajib dilakukan manusia adalah shalat dan zakat. Shalat adalah
media menyucikan ruhani untuk mengakses kebesaran Tuhan sedangkan zakat adalah media
mensucikan jasmani karena jasmani terlibat juga dalam pengabdian.

Shalat dengan zakat adalah dua hal yang selalu digandengkan di dalam Alquran.
Penggandengan kedua kewajiban ini menunjukkan ada hubungan yang erat antara shalat
dengan zakat dan karenanya harus dilakukan secara seimbang.

Karena itu kesempurnaan shalat dapat dilihat dari kesempurnaan zakat. Hubungan keduanya
timbal balik dan saling memberikan kontribusi karena shalat simbol hubungan kepada Tuhan
dan zakat adalah simbol hubungan kepada sesama manusia.

Alasan ini yang digunakan Abu Bakar ra memerangi orang-orang yang enggan berzakat.
Menurutnya, orang-orang yang mengingkari kewajiban zakat sama dengan mengingkari
kewajiban shalat karena Alquran menyebutnya bersamaan.

Dari segi praktek terdapat hal yang paling kontras dimana shalat selalu diprioritaskan dari zakat.
Hal ini dapat dilihat dari persoalan zakat yang sampai sekarang belum memberikan kontribusi
terbaik dalam rangka mendongkrak angka-angka kemiskinan.

Urgensi menyamakan kedua perintah ini dapat juga dilihat dalam QS. al-Ma’un yang
mengidentikkan orang-orang yang mengabaikan zakat sama dengan pendusta agama.
Meskipun dalam ayat ini zakat tidak disinggung secara langsung namun sudah dapat dipahami
ketika menyebut anak yatim dan orang miskin.

Pada ayat selanjutnya disebutkan bahwa neraka wayl bagi orang-orang yang shalat karena
mereka lalai dari pesan-pesan shalatnya. Pesan shalat dimaksud disebutkan pada ayat
sebelumnya yaitu lalai membantu anak-anak yatim dan lalai memberi makan orang-orang
miskin.
Tujuan pernyataan ini adalah sangat tidak etis jika ada yang mengerjakan shalat sementara di
sekelilingnya masih terdapat anak yatim dan orang miskin yang membutuhkan bantuannya.
Karena itu shalat yang baik akan membuat pelakunya memiliki respon terhadap penderitaan
anak yatim dan orang miskin.

Dalam tataran ini ada isyarat yang harus dipahami bahwa kajian terhadap kewajiban tidak dapat
dilakukan secara parsial tetapi harus menyeluruh. Kuat dugaan, karena selama ini kita selalu
mengkaji shalat maka kajian tentang zakat terabaikan sehingga muncul anggapan semua akan
beres jika shalat sudah beres.

Semua kewajiban ini adalah satu kesatuan yang masing-masing memberikan andil sesuai
dengan bidangnya. Ketika Alquran menggandeng shalat dengan zakat maka makna yang harus
dipahami adalah bahwa keduanya memiliki peran yang sama dalam mencapai keridhaan
Tuhan.

Shalat adalah simbol dari tauhid langit karena shalat media yang dapat menghubungkan
manusia dengan Tuhan yaitu hubungan ruhani. Adapun zakat adalah simbol dari tauhid bumi
karena zakat dapat menghubungkan manusia dengan sesama manusia yaitu hubungan
jasmani.

Penggandengan shalat dengan zakat dalam Alquran memuat pesan bahwa hubungan kepada
Tuhan harus dilakukan secara seimbang dengan hubungan kepada sesama manusia. Dengan
demikian, shalat dan zakat adalah dua hal yang tidak dapat dipisahkan dalam kehidupan
manusia.

Uraian di atas menunjukkan bahwa salah satu tujuan Alquran ketika mensejajarkan kewajiban
shalat dengan zakat adalah untuk menunjukkan cinta Tuhan kepada manusia. Karena itu,
pengabdian yang terbaik apabila terjalin keseimbangan antara pengabdian kepada Tuhan dan
kepedulian kepada manusia.

Kesetaraan perintah shalat dengan zakat sudah ada pada masa bani Israil, demikian yang
dapat dipahami dari Alquran. Hal ini dapat dilihat di dalam Q.S. al-Baqarah ayat 40 yang
memerintahkan orang-orang Israil supaya mengingat nikmat Tuhan dan menepati janji dengan-
Nya.

Ketika perintah shalat dan zakat disetarakan berarti keduanya (shalat dan zakat) memiliki
hubungan yang erat dengan nikmat dan janji. Karena itu, shalat adalah bentuk penyempurnaan
janji kepada Tuhan sedangkan zakat berkaitan dengan nikmat yang diberikan-Nya.

Shalat dan zakat harus berjalan secara sinergik di dalam kehidupan. Di dalam shalat terdapat
janji dengan Tuhan yaitu hidup dan mati hanya untuk-Nya. Adapun pesan-pesan yang
terkandung di dalam zakat berkenaan dengan banyaknya nikmat yang sudah diberikan Tuhan.
Shalat dan zakat adalah dua bentuk ibadah yang sudah ada sebelum Islam datang. Hal ini
menunjukkan bahwa keduanya (shalat dan zakat) memiliki urgensi yang signifikan dalam
kehidupan manusia sehingga Alquran merasa penting untuk melestarikan keduanya.

Urgensi shalat di dalam kehidupan dapat dijadikan sebagai media untuk melakukan komunikasi
dengan Tuhan. Komunikasi inilah yang menjadi kontrol bagi manusia agar berperilaku seperti
prilaku Tuhan dan karenanya shalat dapat mencegah keji dan munkar.

Adapun urgensi zakat di dalam kehidupan adalah untuk menyambung silaturrahim antar
sesama manusia. Ketika kemampuan manusia tidak sama dalam memenuhi kebutuhan hidup
maka zakat adalah sebagai media yang dapat memberikan solusi untuk memenuhi kebutuhan.

Dengan demikian, penyetaraan antara shalat dengan zakat bukan merupakan syari’at baru
yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW. Syariat ini sudah diberlakukan kepada umat-umat
terdahulu yang secara otomatis bahwa shalat dan zakat adalah media yang paling efektif untuk
melakukan hubungan dengan Tuhan dan manusia.

Berdasarkan paparan di atas dapat disimpulkan bahwa penggandengan shalat dan zakat
menunjukkan adanya korelasi yang kuat antara keduanya. Korelasi dimaksud adalah bahwa
ibadah yang baik tidak hanya melulu pada urusan ketuhanan tetapi harus diseimbangkan
dengan urusan kemanusiaan

Anda mungkin juga menyukai