Anda di halaman 1dari 11

CONTOH ESAI TAFSIR

Topik: Hubungan Manusia Dan Agama

a. Pertanyaan

Bagaimana bentuk hubungan manusia dan agama menurut al-Qur’an?

b. Pernyataan Tesis

Agama selain merupakan kecenderungan fitrah manusia sebagai homo teofani


juga memiliki fungsi yang sangat penting secara personal dan sosial.1

c. Penjelasan Tesis

Untuk menjelaskan tesis di atas ada beberapa hal yang perlu diuraikan: pengertian
agama, fitrah manusia sebagai homo teofani, fungsi personal agama, dan fungsi
sosial agama.

Pengertian agama

Agama memiliki dua aspek fundamental, yaitu keyakinan tentang yang


spiritual dan tata aturan hidup yang bersumber dari yang spiritual tersebut.
Pengertian ini sejalan dengan beberapa definisi agama. Kamus Besar Bahasa Indonesia
mendefinisikan agama sebagai “ajaran, sistem yang mengatur tata keimanan
(kepercayaan) dan peribadatan kepada Tuhan Yang Mahakuasa serta tata kaidah
yang berhubungan dengan pergaulan manusia dan manusia serta manusia dan
lingkungannya.”2 Arti ini sejalan dengan konsep sejenis dalam bahasa lain. Dalam
bahasa Inggris, agama disebut dengan religion, sementara dalam bahasa Arab
disebut al-dîn. Religion didefinisikan sebagai “human beings’ relation to that which they
regard as holy, sacred, absolute, spiritual, divine, or worthy of especial reverence. It is also
commonly regarded as consisting of the way people deal with ultimate concerns about their
lives and their fate after death;”3”hubungan manusia dengan apa yang mereka anggap

1 Tesis ini disusun ulang dan disistematisasi dari “Manusia dan agama” dalam Lajnah
Pentashihan Mushaf Al-Qur’an Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama RI, Tafsir Al-Qur’an
Tematik: Hubungan antarumat Beragama (Jakarta: Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur′an, 2008), 1-25.
2 https://kbbi.kemdikbud.go.id/entri/agama diakses 1 Oktober 2020.
3 https://www.britannica.com/topic/religion diakses 1 Oktober 2020.

1
suci, sakral, absolut, spiritual, ilahi, atau layak untuk dihormati secara khusus. Ia
juga umumnya dianggap terkait dengan cara orang menangani perhatian terdalam
tentang kehidupan mereka dan nasib mereka setelah kematian.” Sementara itu, al-
dîn didefinisikan sebagai majmû’ah min al-mu’taqadât wa al-afkâr ladâ al-syahkhsh, wa
huwa al-îmân bi majmû’ah min al-sulûkiyyât wa al-farâidl wa al-qabûl bihâ fî al-hayâh;”4
“Sekelompok keyakinan dan ide yang dimiliki seseorang, yaitu keyakinan dan
penerimaan pada serangkaian perilaku dan tugas dalam hidup.” Beberapa definisi
di atas mengandung kesamaan dalam melihat unsur fundamental agama, yaitu
relasi manusia dengan yang spiritual dan tata aturan tentang kehidupan yang
bersumber dari relasi tersebut.

Fitrah manusia sebagai homo teofani

Fitrah adalah kecenderungan asal dari karakter manusia. Dalam fitrahnya,


manusia bertanya tentang siapa jati diri dan asal-usulnya. Untuk menjawab
pertanyaan tersebut, secara fitrah ia mengakui adanya pihak lain yang mengatasi
dirinya. Pihak lain itu lebih agung dan kuasa sehingga layak dijadikan tempat
untuk bersandar dan bergantung. Itulah Allah Yang Maha Agung dan Maha
Pencipta. Menurut penuturan Qur’an, manusia sebelum diciptakan pernah
dimintai persaksian atas wujud Allah. Permintaan persaksian dilakukan oleh-Nya
saat manusia berada di alam ruh. Menjawab permintaan tersebut, manusia
mengikrarkan kesaksian tentang wujud Allah (Q.S. 7: 172). Namun demikian, saat
hidup di dunia tidak semua manusia mengakui kembali ikrar yang pernah ia
lakukan di alam ruh tersebut. Contohnya adalah Firaun yang tidak hanya
mengingkari wujud Allah, tetapi bahkan menentang Nabi yang mendakwahkan
keyakinan tentang wujud-Nya. Pengingkaran itu akhirnya disesali oleh Firaun saat
sekarat menjelang ajal. Saat itulah, ia baru mengakui wujud Tuhan yang
didakwahkan oleh Nabi Musa (Q.S. 10: 90). Kecenderungan fitrah inilah yang
dikuatkan oleh misi para Nabi dan Rasul. Untuk itulah, inti ajaran agama yang
dibawa oleh para Rasul berkisar kepada pengakuan akan wujud Allah dan

4 https://mawdoo3.com/ ‫ تعريف الدين‬diakses 1 Oktober 2020.

2
keesaan-Nya (Q.S. 42: 13). Bahkan secara khusus, Nabi Muhammad mendapat
perintah untuk menegakkan agama (al-dîn) yang menguatkan kecenderungan
fitrah manusia itu sendiri (Q.S. 30: 30). Sebagai konsekuensinya, agama Islam
memiliki fungsi-fungsi personal dan sosial sesuai dengan kecenderungan fitrah
tersebut.

Fungsi personal dan sosial agama

Agama, khususnya Islam, memiliki fungsi pendidikan personal. Dalam


konteks ini, banyak kompetensi personal yang diupayakan peningkatannya. Dalam
Q.S. 2: 151, melalui al-Qur’an yang diturunkan kepada Nabi, seorang Muslim
dididik untuk membaca ayat-ayat al-Qur’an, menyucikan diri mereka dari dosa,
memahami hukum-hukum agama dan hikmah-hikmah di dalamnya, dan
mengetahui beragam hal yang sebelumnya belum diketahui. Dengan fungsi
pendidikan ini, Islam menunjukkan banyak alternatif jalan menuju keselamatan,
mengentaskan mereka dari kegelapan menuju cahaya, dan menunjukkan jalan
yang lurus (Q.S. 5: 16). Sekalipun adanya misi mulia dari agama Islam, Islam
sebagai ajaran untuk pendidikan personal berposisi hanya sebagai pemberi kabar
gembira dan pemberi peringatan (Q.S. 6: 48). Oleh sebab itu, pendidikan personal
memang berdasarkan kesadaran dan kesukarelaan individu masing-masing.
Dengan demikian, tidak ada paksaan atas individu manusia dalam menerima dan
memanfaatkan agama sebagai sarana pendidikan (Q.S. 2: 256). Selain berfungsi
secara personal, Islam juga memiliki fungsi sosial.
Paling tidak ada tiga fungsi sosial agama. Pertama, agama berfungsi
mempererat ukhuwah atau persaudaraan. Ukhuwwah berasal dari akar kata akh
yang berarti saudara laki-laki karena hubungan darah. Hubungan darah ini
berimplikasi kepada hubungan yang erat secara batin dan lahir. Secara batin,
sesama saudara dipersatukan oleh perasaan sedarah karena lahir dari orang tua
yang sama. Sementara itu, secara lahir saudara akan hidup dengan saudaranya
yang lain dalam keluarga yang sama sehingga terjadi kontak erat. Di sinilah timbul
hubungan saling menyapa, menyayangi, membantu, dan melindungi secara akrab
dan hangat. Untuk itulah, berdasarkan pengertian tersebut, ukhuwah bermakna

3
hubungan yang erat antarmanusia bagai hubungan antarsaudara sedarah.
Hubungan ukhuwah ini ditegaskan oleh Allah atas orang-orang yang beriman
(Q.S. 49: 10) yang selanjutnya perlu diwujudkan dalam praktik sosial.

Praktik ukhuwah ini telah dicontohkan oleh para Sahabat Nabi, khususnya
antara kaum Muhajirin Mekah dan Anshar Madinah. Sahabat Anshar dipuji oleh
Allah karena mereka membuktikan persaudaraan mereka dengan mencintai dan
mendahulukan pemenuhan kebutuhan Sahabat Muhajirin daripada kebutuhan
mereka sendiri sekalipun mereka juga membutuhkan. Sahabat Anshar telah
berhasil menjaga diri dari kekikiran sebagai kecenderungan hawa nafsu sehingga
mereka menjadi orang-orang yang beruntung (Q.S. 9: 51). Contoh perilaku Sahabat
di atas menunjukkan kedalaman hubungan mereka sebagai kaum beriman.
Bahkan, hubungan antarorang beriman tidak saja bersifat lahir, tetapi juga bersifat
batin. Hubungan batin antarorang beriman tercermin dari kesamaan keyakinan
mereka kepada rukun iman, yaitu iman kepada Allah, malaikat, kitab-kitab, para
Rasul, dan hari akhir. Dalam Q.S. 2: 285, Allah mengikrarkan bahwa orang-orang
beriman yang terdiri atas Nabi Muhammad dan para Sahabat beliau beriman secara
bersama sebagai komunitas. Kesamaan iman ini selanjutnya berimplikasi kepada
kebersamaan mereka dalam ibadah dan doa. Dalam ibadah, orang beriman
menyebutkan diri mereka beribadah bersama-sama dengan komunitas orang
beriman yang lain. Dalam Q.S. 1: 5, orang beriman menyatakan: “Hanya kepada-
Mu kami menyembah, dan kepada-Mu kami meminta tolong.” Kata ganti “kami”
digunakan dalam ayat tersebut, bukan “aku”. Ungkapan tersebut menunjukkan
kebersamaan mereka dalam beribadah. Begitu pula dalam Q.S. 2: 286, orang
beriman memanjatkan doa dengan menggunakan kata ganti “kami”:

“Ya Tuhan kami, janganlah Engkau hukum kami jika kami lupa atau kami
bersalah. Ya Tuhan kami, janganlah Engkau bebankan kepada kami beban
yang berat sebagaimana Engkau bebankan kepada orang-orang sebelum
kami. Ya Tuhan kami, janganlah Engkau pikulkan kepada kami apa yang tak
sanggup kami memikulnya. Beri maaflah kami; ampunilah kami; dan
rahmatilah kami. Engkaulah Penolong kami, maka tolonglah kami terhadap
kaum yang kafir.”

4
Dengan demikian, kebersamaan orang beriman secara sosial, sebagaimana
ditunjukkan oleh praktik komunitas para Sahabat Nabi, juga dilakukan dalam batin
mereka melalui keimanan, ibadah, dan doa. Ukhuwah yang demikian itulah yang
disebut sebagai berpegang teguh kepada tali Allah (al-i’tisâm bi habl Allah) yang
diperintahkan oleh Allah (Q.S. 3: 103).

Fungsi sosial agama yang kedua adalah kontrol sosial. Dalam al-Qur’an,
kontrol sosial terungkap dalam ajaran tentang amar makruf nahi munkar. Dalam
Q. S. 3: 104, ada perintah Allah agar sebagian orang beriman melakukan amar
makruf nahi munkar: “Dan hendaklah di antara kamu ada segolongan orang yang
menyeru kepada kebajikan, menyuruh (berbuat) yang makruf, dan mencegah dari
yang mungkar. Dan mereka itulah orang-orang yang beruntung.” Al-Ma’rûf adalah
sesuatu yang dipandang baik secara syara’ maupun akal. Sementara itu, al-munkar
adalah sesuatu yang dipandang buruk secara syara’ maupun akal. 5 Untuk itulah,
amar makruf artinya memerintahkan atau mengupayakan tegaknya segala hal
yang baik dan nahi munkar artinya melarang atau mencegah kemungkinan
terjadinya segala hal yang buruk. Dalam pandangan Kuntowijowo, amar makruf
bisa dimaknai dengan humanisasi, yaitu memanusiakan manusia, menghilangkan
kebendaan, ketergantungan, kekerasan, dan kebencian dari manusia. Sementara
itu, nahi munkar bisa dimaknai sebagai liberasi, yaitu pembebasan manusia dari
belenggu sosial.6 Dalam konteks Q.S. 3: 104, perintah itu muncul dalam rangka
mengukuhkan persatuan umat beriman dalam meneguhkan pelaksanaan agama
Allah. Penegakan agama Allah memerlukan segolongan umat Islam yang bergerak
dalam bidang dakwah yang selalu memberi peringatan saat muncul gejala-gejala
perpecahan dan penyelewengan. Namun demikian, menganjurkan berbuat

5 Wahbah az-Zuhaili, Tafsir al-Munir Jilid 2, terj. Abdul Hayyi al-Kattanie et. al. (Jakarta:
Gema Insani Press, 2013), 365.
6 Kuntowijoyo, Islam sebagai Ilmu: Epistemologi, Metodologi dan Etika (Jakarta: Teraju, 2005),

103-104.

5
kebaikan saja tidaklah cukup tetapi harus dibarengi dengan menghilangkan sifat-
sifat yang buruk.7

Fungsi sosial agama yang ketiga adalah penyadaran kesetiakawanan atau


kepedulian sosial. Kepedulian sosial didefinisikan sebagai “sikap mengindahkan
(memprihatinkan) sesuatu yang terjadi dalam masyarakat.”8 Dalam pengertian ini,
kepedulian sosial merupakan konsekuensi keberagamaan seorang yang beriman.
Jika dianalogikan seperti sebuah tanaman, keberagamaan adalah sebuah batang
pohon sementara kepedulian sosial adalah buahnya. Keberadaan buah akan
menyempurnakan keberadaan pohon. Sebaliknya, ketiadaan buah akan
mengurangi kesempurnaan manfaat pohon tersebut. Dalam konteks
keberagamaan Islam, kepedulian sosial bahkan harus ada sebab ketiadaannya
menyebabkan orang yang beragama dianggap mendustakan agamanya. Pesan
tersebut ditegaskan dalam Q.S. 107: 1-7:

“Tahukah kamu (orang) yang mendustakan agama? Itulah orang yang


menghardik anak yatim, dan tidak menganjurkan memberi makan orang
miskin. Maka kecelakaanlah bagi orang-orang yang shalat, (yaitu) orang-
orang yang lalai dari shalatnya, orang-orang yang berbuat riya, dan enggan
(menolong dengan) barang berguna.”
Beberapa bentuk kepedulian sosial disebutkan dalam surat ini, yaitu menyantuni
anak yatim, memberi makan orang miskin, tidak riya, dan menolong dengan
barang yang berguna. Untuk itulah, bentuk-bentuk kebalikannya: menelantarkan
anak yatim, membiarkan orang miskin kelaparan, bermewah-mewahan, dan
melakukan tindakan yang sia-sia, termasuk tindakan mendustakan agama. Dengan
demikian, dalam rangka membangun keberagamaan yang utuh kepedulian sosial
tidak bisa ditinggalkan. Dalam Q.S. 51: 15-19, keberagamaan yang utuh dibangun
di atas pondasi spiritualitas dan kepedulian sosial:

“Sesungguhnya orang-orang yang bertakwa itu berada dalam taman-taman


(surga) dan mata air-mata air, sambil menerima segala pemberian Rabb
mereka. Sesungguhnya mereka sebelum itu di dunia adalah orang-orang
yang berbuat kebaikan. Di dunia mereka sedikit sekali tidur di waktu

7 Ahsin Sakho Muhammad et. al., Al-Qur’an dan Tafsirnya (Edisi yang Disempurnakan)
(Jakarta: Widya Cahaya, 2011), 16.
8 https://kbbi.kemdikbud.go.id/entri/kepedulian%20sosial diakses 5 Oktober 2020.

6
malam, dan selalu memohonkan ampunan di waktu pagi sebelum fajar. Dan
pada harta-harta mereka ada hak untuk orang miskin yang meminta dan
orang miskin yang tidak mendapat bagian.”
Dalam ayat-ayat tersebut, spiritualitas dibangun dengan ibadah di malam hari,
sementara kepedulian sosial dibangun dengan memberikan bantuan dengan harta
benda kepada orang-orang miskin, baik mereka meminta atau tidak.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa agama yang


berintikan keimanan kepada Allah selain memiliki basis dalam fitrah manusia, juga
berisi ajaran yang berfungsi secara personal dan sosial dalam kehidupan manusia.

d. Daftar Rujukan
az-Zuhaili, Wahbah. Tafsir al-Munir Jilid 2. terj. Abdul Hayyi al-Kattanie et. al..
Jakarta: Gema Insani Press, 2013.
https://kbbi.kemdikbud.go.id/entri/agama diakses 1 Oktober 2020.
https://kbbi.kemdikbud.go.id/entri/kepedulian%20sosial diakses 5 Oktober
2020.
https://mawdoo3.com/ ‫ تعريف الدين‬diakses 1 Oktober 2020.
https://www.britannica.com/topic/religion diakses 1 Oktober 2020.
Kuntowijoyo. Islam sebagai Ilmu: Epistemologi, Metodologi dan Etika. Jakarta: Teraju,
2005.
Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur’an Badan Litbang dan Diklat Kementerian
Agama RI. Tafsir Al-Qur’an Tematik: Hubungan antarumat Beragama. Jakarta:
Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur′an, 2008.
Muhammad, Ahsin Sakho et. al.. Al-Qur’an dan Tafsirnya (Edisi yang
Disempurnakan). Jakarta: Widya Cahaya, 2011.

7
Lampiran: Teks Ayat dan Terjemahnya
1. Tentang fitrah agama (Q. S. 7: 172; 10: 90; 42: 13)
ُ ُ ََ ُ َ ٰٓ َ ُ َ َ َ َ ُ َ َّ ُ ُ ُ َ َٰ َ َ ُّ َ َ َ َ َ
َ
‫واِ ذ اخذ ربك ِمنْۢ ب ِني ادم ِمن ظهو ِر ِهم ذ ِريتهم واشهدهم على انف ِس ِهم الست ِبر ِبكم‬
َ ٰ َ ٰ َ َُّ َّ َ ٰ َ َ
ُ َُ َ َ َ َٰ ُ َ
١٧٢ ‫قالوا بلى ش ِهدنا ان تقولوا يوم ال ِقيم ِة ِانا كنا عن هذا غ ِف ِلين‬
Dan (ingatlah) ketika Tuhanmu mengeluarkan dari sulbi (tulang belakang) anak
cucu Adam keturunan mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap roh
mereka (seraya berfirman), “Bukankah Aku ini Tuhanmu?” Mereka menjawab,
“Betul (Engkau Tuhan kami), kami bersaksi.” (Kami lakukan yang demikian itu)
agar di hari Kiamat kamu tidak mengatakan, “Sesungguhnya ketika itu kami
lengah terhadap ini.”

ُ َ َ َ َ ّٰ َ ً َ َّ ً َ ُ ُ ُ َ ُ َ ُ ََ ََ َ َ َ َ َ َ َ َ
‫اوزنا ِب َب ِني ِاسرا ِۤءيل البحر فاتبعهم ِفرعون وجنوده بغيا وعدوا حتى ِاذا ادركه‬ ‫وج‬
ََ َ َ َ َُ َ َٰ َّ َّ ٰ َ ََّ ُ ٰ َ َ ُ َ
َ َ
٩٠ ‫الغ َرق قال ا َمنت انه لا ِاله ِالا ال ِذي امنت ِبه بنوا ِاسرا ِۤءيل وانا ِمن المس ِل ِمين‬
ُ َ
Dan Kami selamatkan Bani Israil melintasi laut, kemudian Fir‘aun dan bala
tentaranya mengikuti mereka, untuk menzalimi dan menindas (mereka). Sehingga
ketika Fir‘aun hampir tenggelam dia berkata, “Aku percaya bahwa tidak ada tuhan
melainkan Tuhan yang dipercayai oleh Bani Israil, dan aku termasuk orang-orang
Muslim (berserah diri).”
َ َّ َ َ َ َ َ َ َ َ َّ ُ َ َ َ
ٰ َُ َ ٰ َّ ً ُ ّٰ َ َ َ
‫الدي ِن ما وصى ِبه نوحا وال ِذي اوحينا ِاليك وما وصينا ِبه ِابر ِهيم وموسى‬ ِ ‫ش َرع لكم ِمن‬
َ َ َ َ
ُ‫َوعي ٰٓسى ان اقي ُموا الدي َن َو َلا َت َت َفَّر ُقوا في ِه ك ُب َر َع َلى ال ُمشركي َن َما َتد ُعو ُهم ا َلي ِه ا ّّٰلل‬
ِ ِ ِ ِ ِ ِ ِ
ُ ُّ َ َ َ َ َ َّ َ َ َ َ
ُ
١٣ ‫يجتبي ِالي ِه من يشاۤء ويه ِدي ِالي ِه من ي ِنيب‬
ِ
Dia (Allah) telah mensyariatkan kepadamu agama yang telah diwasiatkan-Nya
kepada Nuh dan apa yang telah Kami wahyukan kepadamu (Muhammad) dan apa
yang telah Kami wasiatkan kepada Ibrahim, Musa dan Isa yaitu tegakkanlah agama
(keimanan dan ketakwaan) dan janganlah kamu berpecah belah di dalamnya.
Sangat berat bagi orang-orang musyrik (untuk mengikuti) agama yang kamu
serukan kepada mereka. Allah memilih orang yang Dia kehendaki kepada agama
tauhid dan memberi petunjuk kepada (agama)-Nya bagi orang yang kembali
(kepada-Nya).

2. Tentang fungsi personal agama (Q. S. 2: 151; 5: 16; 6: 48)

8
ُ ُ ٰ ُ ُ ُ َ َ
َ‫ك َما ار َسل َنا فيكم َر ُسو ًلا منكم َيت ُلوا َع َليكم ا ٰيت َنا َو ُي َزكيكم َو ُي َعل ُمك ُم الك ٰتب‬
ِ ِ ِ ِ ِ ِ
َ ُ َ َ ُ ُ َ َ َّ ُ ُ َ ُ َ َ َ
١٥١ ‫الحكمة ويع ِلمكم ما لم تكونوا تعلمون‬ ِ ‫َو‬
Sebagaimana Kami telah mengutus kepadamu seorang Rasul (Muhammad) dari
(kalangan) kamu yang membacakan ayat-ayat Kami, menyucikan kamu, dan
mengajarkan kepadamu Kitab (Al-Qur'an) dan Hikmah (Sunnah), serta
mengajarkan apa yang belum kamu ketahui.

ُّ َ ُ ُّ َ ُ ُ َ ٰ َّ َ ُ ُ َ َ َّ ُ ّٰ ‫َّيهدي ب ِه‬
‫اّلل َم ِن ات َب َع ِرضوانه سبل السل ِم ويخ ِرجهم ِمن الظلم ِت ِالى النو ِر ِب ِاذ ِنه‬
ٰ ُ
ِ ِ
َ ُّ ٰ
١٦ ‫َو َيه ِدي ِهم ِالى ِصراط مست ِقيم‬
َ
Dengan Kitab itulah Allah memberi petunjuk kepada orang yang mengikuti
keridaan-Nya ke jalan keselamatan, dan (dengan Kitab itu pula) Allah
mengeluarkan orang itu dari gelap gulita kepada cahaya dengan izin-Nya, dan
menunjukkan ke jalan yang lurus.
ََ ََ َ َ َ َ َ َ َ َ َٰ َ َ َ ُ َ َ َ ُ َّ َ َ ُ ُ ُ َ َ
‫وما نر ِسل المرس ِلين ِالا مب ِش ِرين ومن ِذ ِرين فمن امن واصلح فلا خوف علي ِهم ولا‬
َ ُ َ ُ
٤٨ ‫هم يح َزنون‬
Para rasul yang Kami utus itu adalah untuk memberi kabar gembira dan memberi
peringatan. Barangsiapa beriman dan mengadakan perbaikan, maka tidak ada rasa
takut pada mereka dan mereka tidak bersedih hati.

3. Tentang fungsi sosial agama (Q. S. 3: 104; 49: 10; 59: 9; 51: 19; 107: 1-3)
َ َ َ َ ََ َ ُ ُ َ َ َ َ َ ُ ُ ُ
َّ ُ َ
‫َولتكن ِمنكم امة يدعون ِالى الخي ِر ويأمرون ِبالمعرو ِف وينهون ع ِن المنك ِر‬
ُ ُ َ َّ
َ ُ ُ َ ٰۤ ُ
١٠٤ ‫َواول ِٕىك ه ُم ال ُمف ِلحون‬
Dan hendaklah di antara kamu ada segolongan orang yang menyeru kepada
kebajikan, menyuruh (berbuat) yang makruf, dan mencegah dari yang mungkar.
Dan mereka itulah orang-orang yang beruntung.
َ ُ َ ُ ُ َّ َ َ َ ّٰ ُ َّ َ ُ َ َ َ َ َ ُ ََ َ َ ُ َ َّ
١٠ ࣖ ‫ِانما ال ُمؤ ِمنون ِاخوة فاص ِلحوا بين اخويكم واتقوا اّلل لعلكم ترحمون‬
Sesungguhnya orang-orang mukmin itu bersaudara, karena itu damaikanlah
antara kedua saudaramu (yang berselisih) dan bertakwalah kepada Allah agar
kamu mendapat rahmat.

9
َ ُ َ ََ َ
َ َ َ َ َ ُّ ُ َ َ َ َ َ َّ ُ ََّ َ َ َّ َ
‫يحبون من هاجر ِالي ِهم ولا ِيجدون ِفي‬
ِ ‫وال ِذين تبوءو الدار وال ِايمان ِمن قب ِل ِهم‬
َ ُّ َ َ َ َ َ َ َ ََ ُ َ ٰٓ َ َ ُ ُ َ ُ ُ َّ ً َ َ ُ ُ
‫صدو ِر ِهم حاجة ِِما اوتوا ويؤ ِثرون على انف ِس ِهم ولو كان ِب ِهم خصاصة ومن يوق‬
َ ُ ُ َ ٰۤ ُ َ َ َّ ُ
٩ ‫شح نف ِسه فاول ِٕىك ه ُم ال ُمف ِلحون‬
Dan orang-orang (Ansar) yang telah menempati kota Madinah dan telah beriman
sebelum (kedatangan) mereka (Muhajirin), mereka mencintai orang yang berhijrah
ke tempat mereka. Dan mereka tidak menaruh keinginan dalam hati mereka
terhadap apa yang diberikan kepada mereka (Muhajirin); dan mereka
mengutamakan (Muhajirin), atas dirinya sendiri, meskipun mereka juga
memerlukan. Dan siapa yang dijaga dirinya dari kekikiran, maka mereka itulah
orang-orang yang beruntung.

َ َ َ
١٩ ‫َو ِفي اموا ِل ِهم حق ِللساۤى ِِٕل والمحرو ِم‬
ُ َ َ َّ
Dan pada harta benda mereka ada hak untuk orang miskin yang meminta dan
orang miskin yang tidak meminta.
َّ َ ٰ َ َ َّ َ َ
َ َ ٰ َ ُّ ُ َ َ َ َ َ ُّ ُ َ ُ ُ َ َ
‫ام‬
ِ ‫ ولا يحض على طع‬٢ ‫ فذ ِلك ال ِذي يدع الي ِتيم‬١ ‫الدي ِن‬
ِ ‫ارءيت ال ِذي يك ِذب ِب‬

٣ ‫ال ِمس ِكي ِن‬


1. Tahukah kamu (orang) yang mendustakan agama? 2. Maka itulah orang yang
menghardik anak yatim, 3. dan tidak mendorong memberi makan orang miskin.

10
11

Anda mungkin juga menyukai