Anda di halaman 1dari 8

MAKALAH TENTANG PENGERTIAN DAN TUJUAN ISLAM

UNTUK MEMENUHI TUGAS MATA KULIAH


FIQIH
DARI DOSEN PENGAMPU: Maya Aufa, S.Th.I.,M.Si

Disusun Oleh:
Siti Nurhalisa (231330041)
Dani Daniarsyah (231330054)
Aprilia Zahara (231330062)
Siti Nurhaliza (231330075)

Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam


A. Prinsip Islam adalah Mencintai Allah SWT. dan Mencintai Makhluknya

Sering kita melupakan prinsip islam yang paling tinggi, yakni Ihsan. Prinsip islam
pada dasarnya adalah Mencintai Allah SWT. Dan Mencintai makhluknya. Seluruh
makhluk Allah adalah keluarga Allah. Maka untuk mencintai Allah cintailah manusia.
Cara terbaik menyenangkan Allah cintailah makhluknya.
Macam-Macam Prinsip Ajaran Agama Islam
Ajaran Islam sebagai ajaran yang lengkap, utuh, kukuh, komprehensif, intergrated,
dan holistis memiliki prinsip-prinsip yang dijadikan landasan operasionalnya. Berdasarkan
kajian dan analisis ayat-ayat Al-Qur’an, Al-Sunnah, al-ra’yu dan fakta sejarah, dapat
diketahui bahwa prinsip-prinsip ajaran Islam antara lain: sesuai dengan fithrah manusia,
seimbang, sesuai dengan perkembangan zaman, manusiawi, sejalan dengan perkembangan
ilmu pengetahuan dan teknologi. Penjelasan secara singkat terhadap berbagai prinsip ini
dapat dikemukakan sebagi berikut:
1. Sesuai Dengan Fithrah Manusia (Muthabaqah Li Fithrah Al-Naas)
Kata fithrah secara harfiah berarti keadaan suci, dan dapat pula berarti berbuka.
Dengan demikian, ketika disebut Idul Fitri, berarti kembali kepada keadaan suci
sebagaimana waktu dilahirkan ke muka bumi. Selain itu, ada pula yang mengatikan
bahwa fithrah adalah kecenderungan atau perasaan mengakui adanya kekuasaan
yang menguasai dirinya dan alam jagat raya, yang selanjutnya disebut Tuhan. Dari
pengertian ini, maka fithrah sering pula diartikan sebagai perasaan beragama.
Fithrah diartikan sebagai perasaan atau potensi beragama, yakni perasaan
mengakui adanya Tuhan. Perasaan ini bukan dibuat-buat, melainkan bersifat alami,
kodrati, dan dibawa sejak lahir. Potensi beragama ini dalam praktiknya dapat
mengambil bentuk kepercayaan pada agama yang memengaruhi dirinya.
Fithrah dalam arti sebagai potensi dasar yang dimiliki dan dibawa sejak lahir,
sebagaimana dikemukakan para ahli, ternyata bukan hanya fithrah bergama,
melainkan juga fithrah keingintahuan terhadap sesuatu (curiosity), fithrah menyukai
dan mencintai seni. Dengan perpaduan antara agama, ilmu, dan seni inilah manusia
akan mencapai fithrah nya sebagaimana seutuhnya.

2. Keseimbangan (Al-Tawazun)
Manusia terdiri dari unsur jasamani dan rohani. Jasmani berasal dari tanah atau
dari bumi yang melambangkan kerendahan. Adapun Rohani berasal dari Tuhan, dan
bahkan ia merupakan unsur ketuhanan yang terdapat dalam diri manusia yang
melambangkan ketinggian. Ketika jasmani dan rohani menyatu dalam tubuh manusia,
maka timbullah gejala-gejala kejiwaan yang cenderung kepada yang renda dan
negative yang tampak dalam bentuk nafsu amarah, nafsu syahwat, ghadlab, dan mudah
dibujuk setan, dan gejala kejiwaan yang cenderung kepada hal-hal yang mulia dan
tinggi, yang tampak pada akal pikiran, hati sanubari, dzauk, hubb, sirr dan cenderung
meniru sifat-sifat Allah, rasul, malaikat, dan hal-hal lain yang mulia.
Hidup yang seimbang adalah hidup yang memerhatikan kepentingan jasmani
dan rohani, namun kekuatan rohani harus mengarahkan kekuatan jasamani. Dengan
demikian, berbagai aktivitas manusia dalam memenuhi kebutuhan jasmani ini
didasarkan pada nilai-nilai yang berasal daari Tuhan, dipertimbangkan dengan akal
pikiran yang matang tentang baik buruknya, dan diabdikan untuk tujuan yang luhur.
Selain itu, kehidupan yang seimbang juga berkaitan dengan usaha manusia
dalam mempersiapkan bekal untuk hidup di dunia dan akhirat. Kehidupan di dunia
bersifat sementara. Adapun kehiduan di akhirat bersifat kekal. Kehidupan di dunia
selain untuk dinikmati dan disyukuri, juga harus dipandang sebagai keksempatan
untuk menyiapkan bekal hidup di akhirat, yakni dalam bentuk melakukan amal saleh,
ibadah, sedekah, membantu meringankan beban orang lain.
Kehidupan yang seimbang sebagaiman disebutkan sebelumnya bukanlah hidup
yang statis atau jalan di tempat, melainkan kehidupan yang dinamis dan penuh
perjuangan, karena untuk meraih kesuksesan dalam dua bidang tersebut seseorang
harus berjuang keras. Selain itu, kehidupan yang seimbang juga bukanlah kehidupan
yang sama persis antara jasmani dan rohani, dunia dan akhirat. Namun kehidupan
rohani dan akhirat harus menjadi tujuan utama, karena lebih mulia, lebih agung, dan
kekal dibandingkan dengan kehidupan di dunia yang hanya sekejap.

3. Sesuai Dengan Keadaan Zaman dan Tempat (Shalihun Li Kulli Zaman Wa


Makan)
Islam adalah agama akhir zaman. Setelah itu tidak ada lagi yang diturunkan oleh
Allah SWT. Untuk mengantisipasi berbagai perkembangan yang terjadi, maka di
dalam Al-Qur’an terdapat ayat-ayat yang bersifat qath’i (pasti), yakni ayat-ayat yang
pengertiannya sudah jelas, tegas, dan tidak dapat diartikan arti yang lain. Misalnya,
ayat-ayat tentang akidah, akhlak, ibadah, dan hal-hal yang berkaitan dengan hukum
halal dan haram.
Menurut keterangan yang diberikan oleh Abdul Wahab Khallaf, Guru Besar
Hukum Islam Universitas Kairo, bahwa dari sebanyak 6.360 ayat yang terkandung di
dalam Al-Qur’an, hanya sekitar 5,8 persen saja yang termasuk ayat-ayat ahkam, yaitu
140 ayat mengenai ibadah shalat, puasa, haji, zakat, dan lain-lain; 70 ayat mengenai
hidup kekeluargaan, perkawinan, perceraian, hak waris, dan sebagainya; 7ayat
mengenai perdaganagan/perekonomian, jual beli, sewa menyewa, pinjam meminjam,
dan sebagainya; 30 ayat mengenai soal criminal; 25 ayat tentang hubungan Islam
dengan bukan Islam, 13 ayat mengenai soal pengadilan; 10 ayat tentang hubngan kaya
dan miskin; dan 10 ayat mengenai soal kenegaraan. Dari 368 ayat ahkam ini, hanya
228 atau 3,5 persen merupakan ayat yang mengurus soal kehidupan kemasyarakatan
umat.
Adanya ayat-ayat ahkam mengenai kehidupan kemasyarakatan yang bersifat
umum, dalam arti hanya memberikan garis besar tanpa perincian, sebagaimana
disebutkan sebelumnya, adalah karena masyarakat bersifat dinamis, mengalami
peruahan dari zaman ke zaman, dan kalau diatur dengan hukum-hukum yang
berjumlah besar lagi terperinci, maka akan menjadi terikat dan tak dapat berkembang
sesuai dengan perdaran zaman.
Ayat-ayat ahkam yang berkenaan dengan kehidupan kemasyarakatan inilah yang
interpretasi, perincian dan penjabarannya dapat terus dikembangkan sesuai dengan
perkembangan zaman. Adanya ayat ini, selanjutnya mengharuskan adanya para ulama
yang secara terus menerus melakukan ijtihad, yakni berpikir keras dengan
menggunakan segenap daya dan kemampuan yang disertai integritas pribadi yang
kuat, wawasan ilmu pengetahuan, metodologi, dan kemauan yang kuat untuk terus
mengembangkan ajaran Islam agar sesuai dengan perkembangan zaman.
Prinsip ajaran Islam yang berkaitan dengan perkembangan zaman ini,
sesungguhnya dapat dipahami dari usaha yang dilakukan oleh Rasulullah SAW yang
membawa hal-hal baru bagi Masyarakat jahiliah yang semula memiliki mindset, pola
pikir dan tindakan yang bersifat mateialistis hedonistik, menjadi masyarakat yang
memiliki visi transedental dan kemanusiaan. Masyarakat Arab yang semula melakukan
hal-hal yang bersifat permanen, yaitu visi transedental, akhlak mulia, kemanusiaan,
keadilan, kesederajaratan, persaudaraan, tolong menolong, kejujuran, keikhlasan,
kebersamaan, dan seterusnya.
Dengan demikian, walaupun sumber utama ajaran Islam itu sama, yaitu Al-
Qur’an dan Al-Sunnah, namun dalam pemahaman dan implementasinya mengalami
penyesuaian dan perbedaan yang disesuaikan dengan keadaan perkembangan
masyarakat. Namun demikian, perbedaan ini tidak sampai teks Al-Qur’an dan Al-
Hadis serta menolak hal-hal yang bersifat qath’i, yakni dalam hal Aqidah, ibadah, dan
akhlak al-karimah.

4. Tidak Menyusahkan Manusia (La Tu’Assir Lin-Naas)


Ajaran Islam sebagaimana telah dikemukakan sebelumnya turun dalam rangka
meningkatkan harkar dan martabat manusia, memeberi rahmat kepadanya,
mengeluarkan manusia dari kegelapan kepada terang benderang, dari kebiadaban
menjadi beradab, dan dari perpecahan dan permusuhan serta peperangan, menjadi
Masyarakat yang Bersatu, damai, harmonis, dan tolong-menolong.
Ajaran Islam memiliki prinsip tidak mempersulit manusia, karena jika ajaran
Islam mempersulit manusia, maka hal ini bertentangan dengan visi, misi dan tujuan
ajaran Islam tersebut, yakni untuk memelihara jiwa, agama, akal, harta, dan keturunan.
Oleh karena itu, jika terdapat paham yang mempersulit dalam menjalankan agam
Islam, hal ini menunjukan masih terbatasnya atau masih dangkalnya paham Islam
tersebut, dan karenanya uraian ini sangat penting untuk dijadikan prinsip.
Namun demikian, adanya prinsip kemudahan atau tidak memberatkan manusia
dalam Islam sebgaimana sebelumnya, tidak dapat dipahami, bahwa seseorang yang
dalam keadaan normal boleh melalaikan mengerjaka perintah Allah, atau mengerjakan
asal-asalan. Seseorang yang dalam keadaan normal, yakni tidak sakit, tidak dalam
perjalanan, tidak dalam kesulitan dan sebagainya, wajib mengerjakan perintah Allah
dengan sempurna dan sesuai jadwal waktu yang ditetapkan.
5. Perkembangan Ilmu Pengetahuan Dan Teknologi (Muthabaqah Li Tanmiyah Al-
Ilm Wa Tekcnologiya)
Islam adalah satu-satunya agama yang sejak kelahirannya mewajibkan setiap
orang untuk belajar dengan cara membaca dalam arti mengumpulkan informasi,
melihat, mengamati, membandingkan, menganalisis, dan menyimpulkan. Islam
memandang bahwa dengan agama manusia akan hidup menjadi lurus dan dapat
mencapai tujuan yang benar, dan dengan ilmu manusia akan memperoleh kemudahan
dan kecepatan dalam mencapai tujuan agama tersebut.
Keyakinan bahwa ilmu berasal dari Allah dapat dilihat pada sumber ilmu, berupa
Al-Qur’an, alam jagat raya, perilaku sosial, pemikiran, dan dari Allah secara langsung.
Dari Al-Qur’an al-Karim dapat dikembangkan ilmu agama; dari alam jagat raya dapat
dikembangkan ilmu-ilmu alam (natural sciences); dari perilaku sosial dapat
dikembangkan ilmu-ilmu sosial; dari akal pikiran dapat dikembangkan filsafat; dan
dari Allah secara langsung dapat dikembangkan ilmu tasawuf
Di dalam Al-Qur’an maupun Hadis banyak dijumpai ayat dan matan Hadis yang
menyuruh manusia mendalami Al-Qur’an, fenomena alam jagat raya, perilaku sosial,
menggunakan pemikiran, dan memohonnya langsung dari Allah SWT. Hal ini
menunjukan bahwa jaran Islam sangat mendorong pengembangan ilmu pengetahuan.
Jika proses pengembangan ilmu ini sesuai dengan kehendak Allah SWT, maka ia akan
sesuai dengan ajaran Islam.
Namun demikian, Islam bukan saja sejalan dengan ilmu pengetahuan, melainkan
memberikan arah tentang ilmu pengetahuan tersebut. H.M. Quraish Shihab dalam hal
ini berpendapat, bahwa tujuan pemaparan ayat-ayat Al-Qur’an tentang kebenaran
ilmiah adalah untuk menunjukan kebesaran Tuhan dan keesaannya, serta mendorong
manusia seluruhnya untuk mengadakan observasi dan penelitian guna menguatkan
iman dan kepercayaan kepada-Nya. Lebih lanjut H.M. Quraish Shihab berpendapat,
bahwa memahami hubungan Al-Qur’an dengan ilmu pengetahuan bukan dengan
melihat adakah teori-teori ilmiah atau penemuan baru tersimpul di dalamnnya, tetapi
dengan melihat adakah Al-Qur’an atau jiwa ayat-ayatnya menghalangi kemajuan ilmu
pengetahuan serta mendorong lebih maju.

B. Tujuan Islam
Tujuan diturunkan agama islam adalah untuk menunjukkan manusia agar dapat
mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat. Islam membawa ajaran ajaran yang akan
mengantarkan pemeluknya kepada kebahagiaan dunia dan akhirat. Dengan kata lain, tujuan
diturunkannya islam adalah untuk kemaslahatan hidup manusia, baik Rohani maupun
jasmani, individual atau social.
Islam dibawa oleh Nabi Muhammad SAW. Bukan hanya dalam bentuk nilai-nilai
yang abstrak, namun juga dituangkan dalam aturan-aturan yang disebut dengan syariat
islam. Syariat Islam adalah tata aturan (hukum-hukum) Allah SWT. Yang mengatur tata
hubungan manusia dengan Allah SWT. Dan manusia dengan manusia. Tujuan
diturunkannya syariat islam adalah untuk kebaikan seluruh umat manusia baik didunia
maupun akhirat.
5 Tujuan Syariat (Hukum) Islam
a. Hifzun Nafsi (menjaga Jiwa)
Kedudukan jiwa dalam agama mendapat perhatian yang sangat besar dan vital untuk
dijaga dan dipelihara kelangsungannya serta mencegah segala hal yang dapat
mengancam atau menghilangkan jiwa/nyawa seseorang. Bahkan untuk kepentingan ini,
syariat membolehkan hal-hal yang sebelumnya dilarang pada saat seseorang
mengalami kondisi darurat; seperti orang yang tersesat di hutan dan menderita
kelaparan yang parah, namun ia tidak menjumpai makanan apapun selain bangkai.
Maka dibolehkan baginya memakan daging bangkai tersebut sekedar menjaga
nyawanya agar tidak melayang, sehingga tidak boleh berlebih-lebihan hingga kenyang.
Begitu juga saat seseorang merasakan sangat haus yang mencekik kerongkongannya,
tapi tidak didapati minuman apapun selain khamr (minuman keras). Sementara jika
khamar itu tidak segera diminum, berakibat nyawanya akan hilang. Maka
diperbolehkan baginya minum khamar itu sekedar menghilangkan dahaganya. Jadi
walaupun kondisi darurat itu dapat memperbolehkan sesuatu yang semula diharamkan,
namun dalam penerapannya tidak boleh berlebihan alias sekedar mengisi perut yang
sangat kelaparan atau membasahi kerongkongan yang sangat kehausan.
b. Hifzul Aqli (menjaga akal)
Akal adalah nikmat terbesar setelah nikmat kehidupan (nyawa). Dengan akal itulah
seseorang dapat memisahkan antara yang haq dan bathil, dapat memilah dan memilih
mana yang baik (maslahat) dan bermanfaat serta mana yang merusak (mafsadat) dan
merugikan (madharat). Karena itu eksistensi akal harus senantiasa dijaga dan dirawat
kemaslahatannya. Untuk tujuan inilah, maka syariat mewajibkan umat Islam untuk
menuntut ilmu, menganjurkan untuk banyak berpikir bagi kebaikan diri, keluarga,
agama, bangsa dan negara. Selain itu melarang mereka dari konsumsi narkoba, minum-
minuman memabukkan (khamar), menonton film porno, banyak main game dan
semacamnya, karena dapat merusak otak manusia.
c. Hifzhud Diin (menjaga agama)
Agama sebagai penuntun hidup manusia agar teratur, tertib, seimbang lahir dan batin,
serta mengarahkan manusia agar hidup bahagia, selamat dan mulia dunia dan
akhiratnya. Karena itulah Syariat menetapkan berbagai tuntunan untuk menjaga,
merawat dan mempertahankan eksistensi agama, seperti menegakkan sholat lima
waktu sebagai tiangnya agama, berjihad melawan penjajah yang dapat membahayakan
kelangsungan agama, menyebarkan dakwah Islam baik dengan lisan (dakwah bil lisan),
tulisan (dakwah bil kitabah), maupun aksi-aksi sosial (dakwah bil hal).
d. Hifzhun Nasli (menjaga keturunan)
Keturunan ibarat separuh jiwa keberlangsungan hidup manusia yang diberi anugerah
berupa naluri seksual. Dengan berketurunan, manusia akan dapat melanjutkan tugas
kekhalifahannya untuk memakmurkan bumi dengan berbagai hal yang bermanfaat bagi
sesama sesuai dengan tuntunan ilahiyah.

Untuk tujuan itu, maka Islam mengatur sistem pemeliharaan keturunan berupa
disyariatkannya pernikahan agar naluri seksual dapat tersalurkan secara sah dan halal,
serta reproduksi manusia dapat terjaga kemaslahatannya dengan melahirkan keturunan
yang baik (saleh-salehah). Begitu pula Islam melarang perzinaan dan penyimpangan
seksual lainnya yang dapat merusak kemaslahatan keturunan serta mencegah
penyebaran penyakit kelamin akibat penyimpangan seksual.
e. Hifzhul Maal (menjaga harta)
Harta merupakan wasilah (perantara) tercapainya berbagai keinginan, hidup bahagia
(meski sifatnya relatif), juga bisa mendukung pelaksanaan ibadah. Terkait manfaat
harta yang sangat besar ini, maka syariat mewajibkan umat Islam untuk mencarinya
dengan cara yang halal, bahkan menggolongkan pencarian nafkah halal itu sebagai
bentuk jihad, yang bila mati saat mencari nafkahnya, maka matinya termasuk mati
syahid.
Kemudian setelah harta/uang itu diperoleh, hendaklah di-tasharufkan (digunakan)
untuk memenuhi kepentingan pokok seperti sandang, pangan, papan, serta kebutuhan
lain yang statusnya halal. Juga tidak lupa untuk berbagi kepada sesama lewat sedekah,
zakat, infaq, sedekah, yang bermanfaat untuk melindungi harta dari kejahatan dan
musibah sekaligus melipatgandakannya.
Daftar Pustaka

Studi Islam Komprehensif. Google Books. Published 2015. Accessed November 6, 2023.
https://books.google.co.id/books?hl=id&lr=&id=ptYvDwAAQBAJ&oi=fnd&pg=PA49&d
q=prinsip+ajaran+islam&ots=VjYUYXzQV8&sig=33zUzF7Nm3RwqHp6KYlYKoo3Xn
A&redir_esc=y#v=onepage&q=prinsip%20ajaran%20islam&f=false

Prinsip-prinsip Dasar Syariat Islam. NU Online. Published August 14, 2020. Accessed
November 6, 2023. https://jabar.nu.or.id/syariah/prinsip-prinsip-dasar-syariat-islam-1loxO

Anda mungkin juga menyukai