Anda di halaman 1dari 10

EFEKTIVITAS RESTRUKTURISASI DALAM MENGOPTIMALKAN

RECOVERY VALUE PIUTANG NEGARA

Dwi Agus Prasetyo*)

A. PENDAHULUAN

Paradigma penyelesaian piutang negara telah berubah dan berkembang lebih baik
dibandingkan era kemunculan Panitia Urusan Piutang Negara (PUPN) pada tahun 1960.
Perubahan konsep dari “menagih” menjadi “mengurus” merupakan bentuk kepedulian
pemerintah untuk membantu memulihkan usaha penanggung hutang (PH), yang dalam
perbankan dikenal dengan nama debitur. Pengurusan piutang negara memiliki makna
lebih luas daripada sekadar menagih atau mengeksekusi. Proses pengurusan piutang
negara memiliki arah dan tujuan melakukan pembinaan dan penyelamatan aset. Namun
patut disayangkan, bentuk pembinaan dan penyelamatan usaha, atau yang lebih dikenal
dengan restrukturisasi, masih belum berjalan maksimal.
Hingga saat ini penyelesaian piutang negara mengalami kendala yang besar.
Tingkat recovery value yang diharapkan dari penagihan dan penjualan barang jaminan
masih sangat rendah. Meskipun demikian, cara-cara pengurusan seperti itu masih sangat
dominan dan tidak mengupayakan rescue program dalam menyelamatkan keuangan
negara. Memang tidak semua kasus piutang macet berpotensi untuk direstrukturisasi.
Seandainya dari beberapa kasus tersebut dapat direstrukturisasi secara maksimal tentu
diperoleh recovery value yang optimal.
Kondisi piutang negara hingga saat ini masih memprihatinkan. Outsanding piutang
negara yang dikelola Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN) sampai dengan Juni
2009 telah mencapai Rp53,8 triliun. Jumlah ini terus meningkat pada 31 Maret 2010
menjadi Rp62,18 triliun, yang terdiri dari piutang perbankan 33% atau Rp25,5 triliun dan
piutang nonperbankan 67% atau Rp41,68 triliun. Padahal target penyelesaian piutang
negara tahun 2010 sebesar Rp1,065 triliun atau naik 55,22% dari target semula Rp704,55
miliar.1
Data tersebut belum termasuk NPL (Non Performing Loan) di bank pemerintah
yang berpotensi meningkatnya jumlah piutang negara. Menurut data Statistik Perbankan
Indonesia, Bank Indonesia,2 terlihat bahwa NPL di bank pemerintah meningkat dari
Rp17.594 miliar di tahun 2008 menjadi Rp18.828 miliar di tahun 2009. Untuk NPL per
Maret 2010 sudah mencapai Rp16.893 miliar. Besarnya nilai piutang negara perlu disikapi
dengan mengefektifkan program restrukturisasi agar recovery value berjalan optimal.

1
www.djkn.depkeu.go.id
2
www.bi.go.id
1
B. PENGERTIAN DAN PRINSIP

Restrukturisasi piutang negara merupakan upaya PUPN/DJKN menyelamatkan


keuangan negara yang berasal dari piutang negara perbankan dan nonperbankan. Upaya
ini melalui perubahan syarat-syarat penyelesaian yang terdapat dalam perjanjian kredit
atau perjanjian lainnya yang dilakukan dengan atau tanpa reshceduling dan/atau
reconditioning. Restrukturisasi piutang negara bertujuan menyelamatkan keuangan
negara sekaligus menyelamatkan usaha PH dari kehancuran dan ancaman likuidasi aset.
Restrukturisasi bisa berjalan apabila PH beritikad baik dan bersedia mengikuti
syarat-syarat yang ditentukan. Negosiasi dan kesepakatan lebih banyak dilakukan untuk
menemukan model dan cara restrukturisasi yang tepat. Ada dua prinsip restrukturisasi
yang harus dipertimbangkan dalam menilai kelayakan PH menerima program
penyelamatan, yaitu itikad baik dan prospek usaha yang mendukung dipulihkan kembali.
PH yang beritikad baik memiliki kriteria bersikap kooperatif, transparan (full
disclosure), serta optimis dan bersedia menanggung rugi. PH yang kooperatif senantiasa
mempunyai kemauan untuk memulai (berinisiatif) dan secara aktif melakukan negosiasi
dengan pihak PUPN/DJKN dan (kreditur). Meskipun sedang menghadapi kesulitan, PH
harus tetap semangat menjaga kelangsungan hidup usahanya.
Setelah bersikap kooperatif, PH harus bersikap transparan. Sikap transparan
dalam memberikan informasi dan data yang diperlukan sangat membantu PUPN/DJKN
dalam menangani restrukturisasi secara tepat. Begitu pula sebaliknya, bila PH cenderung
tertutup dan menyembunyikan informasi dan data perusahaan akan menyebabkan
restrukturisasi tidak berjalan.
Dalam proses pengajuan restrukturisasi, PH harus menunjukkan sikap optimis,
artinya yakin atas kemampuannya memulihkan usaha. Sikap optimisme ini ditunjukkan
dengan membuat business plan, proyeksi arah perusahaan dan cashflow perusahaan
untuk melihat prospek usaha ke depan. Bagi PH yang memiliki usaha kecil dan kesulitan
membuat proyeksi dan cashflow dapat meminta bantuan kepada PUPN/DJKN atau. Dan
yang tidak kalah pentingnya adalah PH bersedia menanggung kerugian. Karena
restrukturisasi bukanlah suatu cara untuk mendapatkan keuntungan tapi bagaimana cara
mengurangi risiko kerugian.
Prinsip kedua restrukturisasi adalah prospek usaha. Ciri-ciri usaha yang memiliki
prospek dan bisa dipulihkan kondisinya, antara lain (1) Adanya kemampuan perusahaan
menghasilkan positive net cashflow, (2) menghasilkan multiplier effect, (3) prospek
produk, dan (4) peluang untuk meningkatkan efisiensi dan daya saing.

2
Perusahaan dikatakan memiliki prospek apabila output perusahaan dalam product
life cycle tidak berada dalam tahap decline tetapi pada tahap growth. Perusahaan yang
menghasilkan positive net cashflow berarti mampu menghasilkan laba operasional, dapat
menutup biaya operasional, membayar gaji karyawan dan biaya lain yang berkaitan
dengan kelangsungan usaha.
Perusahaan yang mempunyai efek multiplier harus mendapat perhatian khusus.
Misalnya, usaha yang memberi pengaruh besar terhadap sektor tenaga kerja dan
perkembangan usaha lainnya. Analisis restrukturisasi tidak hanya tertuju pada aspek
keuangan saja tapi harus memperhatikan dampak ekonomi dan sosial yang akan terjadi.
Sedangkan prospek produk perusahaan, baik berupa barang atau jasa masih ada
kemungkinan tumbuh dan mampu bersaing dengan produk sejenis di pasar. Oleh karena
itu, agar diperoleh produk yang berkualitas perlu dilakukan riset dan pengembangan.
Selain itu, perusahaan harus menjalankan efisiensi usaha. Langkah ini dimaksudkan
untuk mengantisipasi apabila target cashflow tak tercapai maka perusahaan masih bisa
menjaga stabilitas pertumbuhan usaha. Caranya, dengan memanfaatkan besaran margin
yang diperoleh selama melakukan efisiensi.

C. TAHAP RESTRUKTURISASI PIUTANG NEGARA

1. Restrukturisasi oleh Penyerah Piutang/Kreditur (Bank)


Penyelamatan piutang, atau dalam perbankan disebut penyelamatan kredit,
merupakan upaya konstruktif oleh penyerah piutang dalam menyelesaikan kredit
bermasalah melalui proses renegosiasi antara pihak berpiutang/kreditur dan pihak
berhutang/debitur dengan mempermudah syarat-syarat. Dengan demikian diharapkan ia
mampu menyelesaikan hutangnya berupa hutang pokok, bunga maupun denda.
Pada tahap ini, tindakan penyelamatan masih ditangani secara internal dan belum
memanfaatkan lembaga lain, seperti pengadilan, PUPN, kejaksaan atau bahkan collecting
agency (debt collector) untuk melakukan penagihan atau pengurusan. Dalam tahap ini,
pihak bank berkeyakinan kalau debitur masih bersikap kooperatif. Apalagi ditunjang
dengan prospek usaha yang feasible dan ada peluang pembayaran hutang.
Ada beberapa manfaat yang diperoleh bank dalam melakukan restrukturisasi
kredit, antara lain:
a. Menghindari kerugian atas kucuran dana serta menjaga kualitas kredit.
b. Memberi keringanan dan kemudahan bagi debitur dalam membangun kembali
usahanya. Apabila usaha telah berjalan normal diharapkan mampu menghasilkan
pendapatan yang bisa disisihkan untuk membayar hutang;
c. Memberikan hasil yang lebih maksimal dibandingkan penanganan oleh lembaga
hukum yang memerlukan banyak waktu, biaya dan tenaga;

3
d. Jika status debitur kembali lancar maka bank bisa menyalurkan kredit baru. Selama ini,
berdasarkan aturan Bank Indonesia, debitur yang berstatus macet tidak bisa diberi
pinjaman baru;
e. Bank bisa memperoleh pendapatan tambahan dari penyelesaian kredit bermasalah.
Contohnya, pada tahun 2007 Bank Mandiri diperkirakan bisa mendapatkan
pendapatan lain-lain sebesar Rp1,5 triliun dengan asumsi tingkat recovery 25%.
Besarnya recovery tersebut bisa lebih tinggi lagi mengingat pengalaman di bank
swasta angkanya bisa mencapai 60%-80%;3
f. Apabila kredit macet bisa dituntaskan, bank tak perlu repot-repot melakukan
pencadangan. Perlu diketahui bahwa bank akan melakukan pencadangan terhadap
kredit yang dihapusbukukan.
Sedangkan untuk penanganan piutang negara nonperbankan biasanya tidak
melakukan restrukturisasi secara internal. Hutang yang sudah memenuhi syarat-syarat
ketidaklayakan berdasarkan pedoman restrukturisasi yang diterbitkan masing-masing
instansi/lembaga, langsung diserahkan pengurusannya ke PUPN/DJKN.

2. Restrukturisasi oleh PUPN/DJKN


Restrukturisasi PUPN/DJKN merupakan langkah alternatif penyelamatan piutang
negara setelah penanganan secara internal oleh penyerah piutang/kreditur tidak
memperoleh hasil yang diharapkan. Meskipun pengurusan piutang negara pada akhirnya
berujung pada eksekusi aset (lelang) tapi tidak menutup kemungkinan PUPN/DJKN
melakukan program restrukturisasi. Tujuannya, untuk memberi kesempatan dan
kemudahan bagi PH dalam menyelesaikan hutang dan memulihkan kondisi usahanya.
Bila melihat keinginan penyerah piutang, pengurusan piutang negara sebenarnya
bersifat kontradiktif. Bank mengharapkan setiap penyerahan kredit macet kepada
PUPN/DJKN dapat segera dilakukan proses penagihan melalui eksekusi lelang dan
bukan direstrukturisasi. Hal ini disebabkan bank sudah melakukan restrukturisasi kredit
macet secara internal. Apabila PUPN/DJKN melakukan restrukturisasi lagi dikhawatirkan
penyelesaian piutang negara semakin berlarut-larut.
Tentu alasan di atas bisa diterima, namun kalau melihat karakteristik kasus
piutang negara yang memiliki banyak masalah, eksekusi lelang bukanlah tindakan efektif.
Ada beberapa alasan PUPN/DJKN harus merestrukturisasi piutang negara, antara lain (1)
nilai barang jaminan tidak dapat menutup jumlah hutang, atau (2) daya laku barang
jaminan sangat rendah, (3) itikad dan karakter PH yang bersikap cuek dan menolak
membayar hutang setelah tahu barang jaminan yang dilelang ternyata tidak laku, (4)
piutang negara yang tidak memiliki jaminan barang khususnya kasus piutang negara
nonperbankan

3
www.majalahtrust.com
4
Beberapa factor yang menyebabkan daya laku barang jaminan sangat rendah
antara lain (1) barang jaminan dalam kondisi sengketa atau terdapat permasalahan
hukum, serta (2) barang jaminan yang karena kondisi fisik atau letaknya menjadi sulit
terjual, misalnya bangunan yang sebagian atau seluruhnya berdiri di atas tanah orang
lain, barang jaminan berada dekat kuburan atau jurang.

PERBEDAAN RESTRUKTURISASI PIUTANG NEGARA

PERBEDAAN RESTRUKTURISASI
NO URAIAN
Restrukturisasi oleh Penyerah Piutang Restrukturisasi oleh PUPN/DJKN

1 PIUTANG NEGARA PERBANKAN Restrukturisasi kredit Restrukturisasi piutang negara

SK Direksi BI Nomor 31/150/KEP/DIR


PMK Nomor 128/PMK06/2007 tentang
tanggal 12 November 1998 yang telah
Pengurusan Piutang Negara, yang telah
Landasan hukum diubah dengan Peraturan BI Nomor
diubah dengan PMK Nomor
2/15/PBI/2000 dan pedoman restrukturisasi
88/PMK.06/2009
yang diterbitkan ybs.

Analis Account Officer (AO) Tim Restrukturisasi

Kondisi kredit non performing loan (kredit bermasalah) kredit macet

Model restrukturisasi lebih lengkap (fleksibel) terbatas (tidak fleksibel)

penurunan suku bunga, pengurangan


tunggakan bunga, pengurangan tunggakan
penjadwalan pembayaran (terbatas),
pokok, perpanjangan waktu, penambahan
Model restrukturisasi: negosiasi hutang keringanan bunga, denda, dan/atau
hutang, pengambilalihan aset sesuai
ongkos/beban lainnya
ketentuan yg berlaku, dan konversi kredit
menjadi modal

memanfaatkan nilai pasar (market value)


aktiva tetap yang masih bernilai tinggi untuk
Model restrukturisasi: Purchase Rent
dikelola perusahaan lain, dan hasilnya tidak diatur (secara teknis bisa dijalankan)
Transfer (PRT)
digunakan untuk men-service fasilitas kredit
yg direstrukturisasi

tidak ada, namun ada biaya administrasi


Pengenaan bunga masih berjalan
10%, kecuali penarikan 2,5%

bisa terjadi perbedaan (lebih rendah)


Nilai hutang yang akan direstrukturisasi sesuai saldo hutang
daripada yang ditetapkan bank

Restrukturisasi tagihan, pajak, bea, ganti


2 PIUTANG NEGARA NONPERBANKAN -
rugi dll

pedoman restrukturisasi yang diterbitkan


Landasan hukum -
ybs.

D. MODEL RESTRUKTURISASI PIUTANG NEGARA

Dalam Standar Akuntansi Keuangan (2009), restrukturisasi hutang piutang


mencakup, namun tidak terbatas pada, satu atau lebih kombinasi berikut ini:
1. Transfer aset: real estate, piutang kepada pihak ketiga, atau aset lain dari debitur
kepada kreditur untuk memenuhi sebagian atau seluruh hutang piutang (termasuk
transfer sebagai akibat dari kepemilikan kembali atau sita jaminan).
2. Penerbitan saham baru atau penyerahan saham debitur untuk memenuhi sebagian
atau seluruh hutang piutang, kecuali jika saham diberikan dalam rangka pemenuhan
persyaratan yang telah ditetapkan sebelumnya untuk pengubahan hutang piutang
menjadi pemberian saham (misalnya penukaran obligasi konversi).

5
3. Modifikasi syarat-syarat hutang piutang, seperti satu atau lebih kombinasi berikut ini:
a. Pengurangan tingkat bunga untuk sisa masa hutang;
b. Perpanjangan jangka waktu pelunasan atau pengunduran tanggal jatuh tempo
dengan tingkat bunga yang lebih rendah daripada tingkat bunga yang berlaku di
pasar untuk hutang baru dengan risiko yang sama;
c. Pengurangan (absolut atau kontinjen) jumlah pokok atau jumlah yang harus dibayar
pada saat jatuh tempo hutang piutang sebagaimana yang tercantum dalam
instrumen hutang piutang atau dokumen perjanjian;
d. Pengurangan (absolut atau kontinjen) bunga yang terhutang.

Penyelesaian restrukturisasi piutang negara oleh PUPN/DJKN diatur dalam


Peraturan Menteri Keuangan Nomor 128/PMK.06/2007 dengan beberapa model sebagai
berikut:
1. Kesepakatan Pernyataan Bersama (PB)
Pernyataan Bersama adalah kesepakatan antara PUPN dengan PH tentang
jumlah hutang yang wajib dilunasi, cara-cara penyelesaiannya, dan sanksi. Pada Bab VII
menjelaskan bahwa PH diberi kesempatan mengangsur hutangnya maksimal 12 bulan
atau lebih pendek. Pernyataan Bersama merupakan bentuk pengakuan hutang tentang
kebenaran adanya dan besarnya piutang negara disertai cara-cara penyelesaiannya.
Apabila ia menyetujui kesepakatan yang dibuat berarti piutang negara telah terjadi
penjadwalan ulang (rescheduling).
2. Pemberian Keringanan Hutang
Seperti dijelaskan dalam Bab IX pasal 62, Kepala Kantor Wilayah dan Kepala
Kantor Pelayanan berwenang memberi keringanan jumlah hutang menyangkut bunga,
denda dan atau ongkos/beban lainnya serta keringanan jangka waktu penyelesaian
(restructuring). Berdasarkan kewenangan yang diberikan, Kepala Kantor Wilayah
berwenang untuk:
a. Menyetujui permohonan keringanan hutang, dalam hal pokok kredit/hutang lebih dari
Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah), atau pokok kredit/hutang dalam satuan mata
uang asing yang setara berupa keringanan hutang:
i. bunga, denda, dan/atau ongkos/beban lainnya sampai dengan 100% (seratus
persen);
ii. jangka waktu paling lama 5 (lima) tahun untuk pokok kredit/hutang paling banyak Rp
5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah);
iii. jangka waktu paling lama 7 (tujuh) tahun untuk pokok kredit/hutang lebih dari Rp
5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah);

6
iv. bunga, denda, dan/atau ongkos/beban lainnya sampai dengan 100% (seratus
persen) sekaligus keringanan jangka waktu paling lama 5 (lima) tahun untuk pokok
kredit/hutang paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah); atau
v. bunga, denda, dan/atau ongkos/beban lainnya sampai dengan 100% (seratus
persen) sekaligus keringanan jangka waktu paling lama 7 (tujuh) tahun untuk pokok
kredit/hutang lebih dari Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah); atau
b. Menolak permohonan keringanan hutang.

Sedangkan kewenangan yang diberikan kepada Kepala Kantor Pelayanan, antara


lain:
a. Menyetujui permohonan keringanan hutang, dalam hal pokok kredit/hutang paling
banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah), atau pokok kredit/hutang dalam
satuan mata uang asing yang setara berupa keringanan hutang:
i. bunga, denda, dan/atau ongkos/beban lainnya sampai dengan 100% (seratus
persen);
ii. jangka waktu paling lama 3 (tiga) tahun; atau
iii. bunga, denda, dan/atau ongkos/beban lainnya sampai dengan 100% (seratus
persen) sekaligus keringanan jangka waktu paling lama 3 tahun.
b. menolak permohonan keringanan hutang; atau
c. memberikan pertimbangan keringanan hutang kepada Kepala Kantor Wilayah.

KEPUTUSAN PERSETUJUAN KERINGANAN HUTANG

Keringanan Hutang

(a) (b) Ketentuan


No Hasil Analisis (a) Syarat Tambahan
Keringanan Keringanan Pembayaran
dan
Jumlah Jangka
(b)
Hutang Waktu

1 Usaha sudah tidak berjalan √ - - -

Usaha tidak memiliki prospek; atau Pelunasan paling


2 tidak mendukung penyelesaian hutang √ - - - lama 2 bulan sejak
secara bertahap disetujui

Permohonan diajukan oleh Penjamin


3 √ - - -
Hutang (PjH)

(1) PH/PjH menyerahkan jaminan


4 Usaha sudah tidak berjalan - √ √ tambahan dan dilakukan pengikatan;
(2) Sumber pembayaran dari kegiatan
Pembayaran
Usaha tidak memiliki prospek; atau usaha yang masih berjalan dan
angsuran tdk boleh
5 tidak mendukung penyelesaian hutang - √ √ mendukung penyelesaian hutang;
ditetapkan melebihi
secara bertahap (3) Pengurus badan usaha dan badan
triwulanan
usaha yg digunakan sbg sumber
Permohonan diajukan oleh Penjamin pembayaran (pada angka 2) dapat
6 - √ √
Hutang (PjH) diikat sebagai jaminan
Pembayaran
Usaha masih ada prospek; dan
angsuran tdk boleh
7 mendukung penyelesaian seluruh - √ - -
ditetapkan melebihi
hutang secara bertahap
triwulanan
Pembayaran
Usaha masih ada prospek; dan
angsuran tdk boleh
8 mendukung penyelesaian sebagian - - √ -
ditetapkan melebihi
hutang secara bertahap
triwulanan

7
Menurut Suryanto (2002), keringanan hutang memiliki beberapa keuntungan,
diantaranya:
a. Piutang negara yang sudah diserahkan tidak dikenakan bunga berjalan.
b. Adanya penetapan kembali piutang negara sehingga nilai piutang negara yang harus
diselesaikan oleh penanggung hutang lebih rendah daripada nilai hutang yang diklaim
dan diserahkan oleh pihak bank/kreditur (penyerah piutang).
c. Angsuran yang dilakukan sebelum pemberian keringanan hutang diperhitungkan
sebagai pembayaran hutang pokok.
d. Kemudahan dalam pembayaran angsuran.
e. Piutang negara dalam mata uang asing dapat ditetapkan dalam satuan mata uang
rupiah berdasarkan kurs APBN. Apabila sumber utama penghasilan penanggung
hutang dalam satuan mata uang rupiah, atau kredit macet terjadi karena force majeure,
atau terdapat peningkatan kurs valuta asing lebih dari 100% maka dibandingkan nilai
kurs pada saat kredit direalisir.
f. Selama proses analisis restrukturisasi dilakukan, penanggung hutang diberikan
moratorium tindakan hukum (eksekusi).
3. Penarikan Berkas Kasus Piutang Negara (BKPN)
Penarikan BKPN berarti mengembalikan proses penyelamatan piutang negara
kepada penyerah piutang/kreditur. Persetujuan usul penarikan dapat diberikan apabila
telah dipenuhi persyaratan tertentu baik dari pihak penyerah piutang maupun
PUPN/DJKN. Dalam Bab XXV menjelaskan bahwa penyerah piutang dapat mengajukan
penarikan pengurusan piutang negara untuk keperluan restrukturisasi hutang secara
internal. Kebijakan penarikan disebabkan program restrukturisasi di PUPN/DJKN
dianggap masih terlalu sulit dilaksanakan PH/debitur.

E. PENUTUP

Tujuan utama restrukturisasi piutang negara adalah mengamankan keuangan


negara. Restrukturisasi memberi kesempatan PH untuk memulihkan kondisi usahanya
sehingga bisa menyelesaikan hutang. Selain itu, restrukturisasi piutang negara berperan
membantu menggerakkan sektor riil. Mengingat langkah ini memberi kemungkinan
kondisi usaha membaik atau sebaliknya, maka proses restrukturisasi harus dilakukan
dengan cara yang benar, tertib, penuh kehati-hatian dan pertimbangan kesepakatan win-
win solution. Model restrukturisasi hendaknya tidak memaksakan persyaratan yang hanya
menguntungkan salah satu pihak karena bisa menyebabkan restrukturisasi gagal.
Restrukturisasi piutang negara merupakan program pengurusan piutang negara
yang lebih mengoptimalkan recovery value dalam mengembalikan uang negara.
Pendekatan likuidasi aset hanya akan dijalankan apabila tahap-tahap pengurusan sudah
8
dilaksanakan secara maksimal tapi tingkat penyelamatan piutang belum optimal.
Pengurusan piutang negara harus selalu mengedepankan rescue program karena kalau
hanya mengharapkan likuidasi jaminan sudah pasti tidak mendapatkan recovery value
yang optimal. Apalagi piutang negara banyak yang tidak memiliki barang jaminan.
Keberhasilan program restrukturisasi dipengaruhi kondisi makro ekonomi.
Perubahan kondisi makro ekonomi menyebabkan rencana bisnis yang dipergunakan
sebagai dasar asumsi pembuatan projected cashflow menjadi tidak berarti. Program
restrukturisasi yang sudah disepakati namun mengalami kegagalan maka perlu dilakukan
evaluasi dan mencari alternatif penyelesaian yang lebih mudah. Penyelesaian piutang
negara perlu menerapkan teknik-teknik pengurusan yang fleksibel tapi bisa diterima
semua pihak.
Rehabilitasi aset idealnya tidak terbatas pada restrukturisasi piutang negara dari
aspek keuangan perusahaan (berdasarkan past performance dan proyeksi arus kas).
Tapi hatus dilanjutkan dengan aspek lain, seperti sumber daya manusia, pemasaran, dan
operasional agar tidak menghambat perusahaan dalam menghasilkan EBITDA (Earnings
Before Interest, Taxes, Depreciation and Amortization) atau free cashflow.
Cashflow perusahaan yang dihasilkan pada setiap akhir periode merupakan hasil
akhir dari seluruh rangkaian operasional dari berbagai aspek perusahaan. Cashflow yang
positif menandakan perusahaan mengalami pemulihan usaha, yang berarti ada
kemampuan untuk membayar hutang kepada negara.

F. DAFTAR PUSTAKA

Undang-undang Nomor 49 Prp. Tahun 1960 tanggal 14 Desember 1960 tentang Panitia
Urusan Piutang Negara (PUPN).

Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan, sebagaimana telah diubah


dengan Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998.

Peraturan Bank Indonesia Nomor 2/15/PBI/2000 tanggal 12 Juni 2000 tentang perubahan
Surat Keputusan Direksi bank Indonesia No.31/150/Kep/Dir tanggal 12 Nopember
1998 tentang Restrukturisasi Kredit.

Peraturan Menteri Keuangan Nomor 128/PMK06/2007 tentang Pengurusan Piutang


Negara.

Peraturan Menteri Keuangan Nomor 88/PMK.06/2009 tentang Perubahan atas Peraturan


Menteri Keuangan Nomor 128/PMK.06/ 2007 tentang Pengurusan Piutang
Negara.

Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor 31/150/KEP/DIR tanggal 12 November


1998 tentang Restrukturisasi Kredit yang telah diubah dengan Peraturan Bank
Indonesia Nomor 2/15/PBI/2000 tanggal 12 Juni 2000

Peraturan Direktur Jenderal Kekayaan Negara Nomor: PER-01/KN/2008 tanggal 22 April


2008 tentang Petunjuk Teknis Pengurusan Piutang Negara.
9
Standar Akuntansi Keuangan, per 1 Juli 2009

Chorib, Samsul, Boedirijanto, Andy Pardede, 2005, Pengurusan Piutang Negara, Badan
Pendidikan dan Pelatihan Keuangan – Departemen Keuangan, Jakarta.

S.H. Gurning, 1996, Pengurusan Piutang Negara (Proses, Manajemen dan Model),
Badan Pendidikan dan Latihan Keuangan – Departemen Keuangan, Jakarta.

Sawir, Agnes, 2004, Kebijakan Pendanaan dan Restrukturisasi Perusahaan, PT


Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Suryanto, 2002, Restrukturisasi Piutang Negara di DJPLN, Makalah, Yogyakarta.

http://www.bi.go.id

http://www.djkn.depkeu.go.id

http://www.edratna.wordpress.com

http://www.majalahtrust.com

----------
*) Pegawai KPKNL Malang
**) Ditulis pada Mei 2010 dalam rangka mengikuti Lomba Menulis DJKN 2010

10

Anda mungkin juga menyukai