A. PENDAHULUAN
Paradigma penyelesaian piutang negara telah berubah dan berkembang lebih baik
dibandingkan era kemunculan Panitia Urusan Piutang Negara (PUPN) pada tahun 1960.
Perubahan konsep dari “menagih” menjadi “mengurus” merupakan bentuk kepedulian
pemerintah untuk membantu memulihkan usaha penanggung hutang (PH), yang dalam
perbankan dikenal dengan nama debitur. Pengurusan piutang negara memiliki makna
lebih luas daripada sekadar menagih atau mengeksekusi. Proses pengurusan piutang
negara memiliki arah dan tujuan melakukan pembinaan dan penyelamatan aset. Namun
patut disayangkan, bentuk pembinaan dan penyelamatan usaha, atau yang lebih dikenal
dengan restrukturisasi, masih belum berjalan maksimal.
Hingga saat ini penyelesaian piutang negara mengalami kendala yang besar.
Tingkat recovery value yang diharapkan dari penagihan dan penjualan barang jaminan
masih sangat rendah. Meskipun demikian, cara-cara pengurusan seperti itu masih sangat
dominan dan tidak mengupayakan rescue program dalam menyelamatkan keuangan
negara. Memang tidak semua kasus piutang macet berpotensi untuk direstrukturisasi.
Seandainya dari beberapa kasus tersebut dapat direstrukturisasi secara maksimal tentu
diperoleh recovery value yang optimal.
Kondisi piutang negara hingga saat ini masih memprihatinkan. Outsanding piutang
negara yang dikelola Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN) sampai dengan Juni
2009 telah mencapai Rp53,8 triliun. Jumlah ini terus meningkat pada 31 Maret 2010
menjadi Rp62,18 triliun, yang terdiri dari piutang perbankan 33% atau Rp25,5 triliun dan
piutang nonperbankan 67% atau Rp41,68 triliun. Padahal target penyelesaian piutang
negara tahun 2010 sebesar Rp1,065 triliun atau naik 55,22% dari target semula Rp704,55
miliar.1
Data tersebut belum termasuk NPL (Non Performing Loan) di bank pemerintah
yang berpotensi meningkatnya jumlah piutang negara. Menurut data Statistik Perbankan
Indonesia, Bank Indonesia,2 terlihat bahwa NPL di bank pemerintah meningkat dari
Rp17.594 miliar di tahun 2008 menjadi Rp18.828 miliar di tahun 2009. Untuk NPL per
Maret 2010 sudah mencapai Rp16.893 miliar. Besarnya nilai piutang negara perlu disikapi
dengan mengefektifkan program restrukturisasi agar recovery value berjalan optimal.
1
www.djkn.depkeu.go.id
2
www.bi.go.id
1
B. PENGERTIAN DAN PRINSIP
2
Perusahaan dikatakan memiliki prospek apabila output perusahaan dalam product
life cycle tidak berada dalam tahap decline tetapi pada tahap growth. Perusahaan yang
menghasilkan positive net cashflow berarti mampu menghasilkan laba operasional, dapat
menutup biaya operasional, membayar gaji karyawan dan biaya lain yang berkaitan
dengan kelangsungan usaha.
Perusahaan yang mempunyai efek multiplier harus mendapat perhatian khusus.
Misalnya, usaha yang memberi pengaruh besar terhadap sektor tenaga kerja dan
perkembangan usaha lainnya. Analisis restrukturisasi tidak hanya tertuju pada aspek
keuangan saja tapi harus memperhatikan dampak ekonomi dan sosial yang akan terjadi.
Sedangkan prospek produk perusahaan, baik berupa barang atau jasa masih ada
kemungkinan tumbuh dan mampu bersaing dengan produk sejenis di pasar. Oleh karena
itu, agar diperoleh produk yang berkualitas perlu dilakukan riset dan pengembangan.
Selain itu, perusahaan harus menjalankan efisiensi usaha. Langkah ini dimaksudkan
untuk mengantisipasi apabila target cashflow tak tercapai maka perusahaan masih bisa
menjaga stabilitas pertumbuhan usaha. Caranya, dengan memanfaatkan besaran margin
yang diperoleh selama melakukan efisiensi.
3
d. Jika status debitur kembali lancar maka bank bisa menyalurkan kredit baru. Selama ini,
berdasarkan aturan Bank Indonesia, debitur yang berstatus macet tidak bisa diberi
pinjaman baru;
e. Bank bisa memperoleh pendapatan tambahan dari penyelesaian kredit bermasalah.
Contohnya, pada tahun 2007 Bank Mandiri diperkirakan bisa mendapatkan
pendapatan lain-lain sebesar Rp1,5 triliun dengan asumsi tingkat recovery 25%.
Besarnya recovery tersebut bisa lebih tinggi lagi mengingat pengalaman di bank
swasta angkanya bisa mencapai 60%-80%;3
f. Apabila kredit macet bisa dituntaskan, bank tak perlu repot-repot melakukan
pencadangan. Perlu diketahui bahwa bank akan melakukan pencadangan terhadap
kredit yang dihapusbukukan.
Sedangkan untuk penanganan piutang negara nonperbankan biasanya tidak
melakukan restrukturisasi secara internal. Hutang yang sudah memenuhi syarat-syarat
ketidaklayakan berdasarkan pedoman restrukturisasi yang diterbitkan masing-masing
instansi/lembaga, langsung diserahkan pengurusannya ke PUPN/DJKN.
3
www.majalahtrust.com
4
Beberapa factor yang menyebabkan daya laku barang jaminan sangat rendah
antara lain (1) barang jaminan dalam kondisi sengketa atau terdapat permasalahan
hukum, serta (2) barang jaminan yang karena kondisi fisik atau letaknya menjadi sulit
terjual, misalnya bangunan yang sebagian atau seluruhnya berdiri di atas tanah orang
lain, barang jaminan berada dekat kuburan atau jurang.
PERBEDAAN RESTRUKTURISASI
NO URAIAN
Restrukturisasi oleh Penyerah Piutang Restrukturisasi oleh PUPN/DJKN
5
3. Modifikasi syarat-syarat hutang piutang, seperti satu atau lebih kombinasi berikut ini:
a. Pengurangan tingkat bunga untuk sisa masa hutang;
b. Perpanjangan jangka waktu pelunasan atau pengunduran tanggal jatuh tempo
dengan tingkat bunga yang lebih rendah daripada tingkat bunga yang berlaku di
pasar untuk hutang baru dengan risiko yang sama;
c. Pengurangan (absolut atau kontinjen) jumlah pokok atau jumlah yang harus dibayar
pada saat jatuh tempo hutang piutang sebagaimana yang tercantum dalam
instrumen hutang piutang atau dokumen perjanjian;
d. Pengurangan (absolut atau kontinjen) bunga yang terhutang.
6
iv. bunga, denda, dan/atau ongkos/beban lainnya sampai dengan 100% (seratus
persen) sekaligus keringanan jangka waktu paling lama 5 (lima) tahun untuk pokok
kredit/hutang paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah); atau
v. bunga, denda, dan/atau ongkos/beban lainnya sampai dengan 100% (seratus
persen) sekaligus keringanan jangka waktu paling lama 7 (tujuh) tahun untuk pokok
kredit/hutang lebih dari Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah); atau
b. Menolak permohonan keringanan hutang.
Keringanan Hutang
7
Menurut Suryanto (2002), keringanan hutang memiliki beberapa keuntungan,
diantaranya:
a. Piutang negara yang sudah diserahkan tidak dikenakan bunga berjalan.
b. Adanya penetapan kembali piutang negara sehingga nilai piutang negara yang harus
diselesaikan oleh penanggung hutang lebih rendah daripada nilai hutang yang diklaim
dan diserahkan oleh pihak bank/kreditur (penyerah piutang).
c. Angsuran yang dilakukan sebelum pemberian keringanan hutang diperhitungkan
sebagai pembayaran hutang pokok.
d. Kemudahan dalam pembayaran angsuran.
e. Piutang negara dalam mata uang asing dapat ditetapkan dalam satuan mata uang
rupiah berdasarkan kurs APBN. Apabila sumber utama penghasilan penanggung
hutang dalam satuan mata uang rupiah, atau kredit macet terjadi karena force majeure,
atau terdapat peningkatan kurs valuta asing lebih dari 100% maka dibandingkan nilai
kurs pada saat kredit direalisir.
f. Selama proses analisis restrukturisasi dilakukan, penanggung hutang diberikan
moratorium tindakan hukum (eksekusi).
3. Penarikan Berkas Kasus Piutang Negara (BKPN)
Penarikan BKPN berarti mengembalikan proses penyelamatan piutang negara
kepada penyerah piutang/kreditur. Persetujuan usul penarikan dapat diberikan apabila
telah dipenuhi persyaratan tertentu baik dari pihak penyerah piutang maupun
PUPN/DJKN. Dalam Bab XXV menjelaskan bahwa penyerah piutang dapat mengajukan
penarikan pengurusan piutang negara untuk keperluan restrukturisasi hutang secara
internal. Kebijakan penarikan disebabkan program restrukturisasi di PUPN/DJKN
dianggap masih terlalu sulit dilaksanakan PH/debitur.
E. PENUTUP
F. DAFTAR PUSTAKA
Undang-undang Nomor 49 Prp. Tahun 1960 tanggal 14 Desember 1960 tentang Panitia
Urusan Piutang Negara (PUPN).
Peraturan Bank Indonesia Nomor 2/15/PBI/2000 tanggal 12 Juni 2000 tentang perubahan
Surat Keputusan Direksi bank Indonesia No.31/150/Kep/Dir tanggal 12 Nopember
1998 tentang Restrukturisasi Kredit.
Chorib, Samsul, Boedirijanto, Andy Pardede, 2005, Pengurusan Piutang Negara, Badan
Pendidikan dan Pelatihan Keuangan – Departemen Keuangan, Jakarta.
S.H. Gurning, 1996, Pengurusan Piutang Negara (Proses, Manajemen dan Model),
Badan Pendidikan dan Latihan Keuangan – Departemen Keuangan, Jakarta.
http://www.bi.go.id
http://www.djkn.depkeu.go.id
http://www.edratna.wordpress.com
http://www.majalahtrust.com
----------
*) Pegawai KPKNL Malang
**) Ditulis pada Mei 2010 dalam rangka mengikuti Lomba Menulis DJKN 2010
10