Anda di halaman 1dari 11

STRATEGI DAN IMPLEMENTASI RESTRUKTURISASI

PIUTANG NEGARA

Oleh: Dwi Agus Prasetyo*)

A. PENDAHULUAN

Saat ini Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN) diberi batas waktu pengurusan
piutang negara hingga tahun 2014. Bila melihat kondisi sistem pengurusan piutang negara yang
belum efektif kemungkinan akan sulit bagi DJKN untuk bisa menyelesaikan piutang negara
secara keseluruhan. Namun setidaknya perlu diupayakan secara optimal agar kasus piutang
negara bisa berkurang secara signifikan sehingga pengembalian piutang negara berjalan
maksimal dan kerugian negara pun dapat diminimalisir.
Outsanding piutang negara yang dikelola DJKN per 31 Oktober 2010 masih sekitar
Rp62,64 triliun. Dengan komposisi yakni piutang negara dari perbankan sebesar Rp20,36 triliun
atau 32 persen, serta piutang negara nonperbankan sebesar Rp42,28 triliun atau 68 persen.
Per November 2010, piutang negara yang dapat diselesaikan (PNDS) sudah mencapai
Rp553,2 miliar, dari target 2010 sebesar Rp770 miliar. Sedangkan biaya administrasi
pengurusan piutang negara yang disetorkan ke kas negara sebesar Rp46,81 miliar.1
Dalam melakukan recovery piutang negara harus memperhatikan aspek efisiensi
pengurusan. Pengurusan piutang negara, baik yang dilakukan dengan cara penagihan,
penjualan barang jaminan maupun restrukturisasi harus dibandingkan antara satu dengan
lainnya. Misalnya, apabila nilai barang jaminan dan Net Present Value (NPV) dari restrukturisasi
tidak jauh berbeda maka debt recovery melalui penjualan barang jaminan akan lebih efisien
daripada restrukturisasi karena hasinya lebih pasti dan lebih cepat mengurangi outstanding
piutang negara.
Hingga saat ini penyelesaian piutang negara mengalami kendala yang besar. Tingkat
recovery value yang diharapkan dari penagihan dan penjualan barang jaminan masih sangat
rendah. Meskipun demikian, cara-cara pengurusan seperti itu masih sangat dominan dan tidak
mengupayakan rescue program dalam menyelamatkan keuangan negara.
Kendala utama yang dihadapi DJKN dalam mengoptimalkan pengurusan piutang negara
terletak pada karakteristik piutang negara. Berdasarkan karakteristik piutang negara, BKPN
yang diserahkan oleh penyerah piutang pada awalnya memang sudah bermasalah. Ada
beberapa karakteristik piutang negara yang sedang ditangani DJKN saat ini, antara lain:

1. Kondisi Piutang Negara


BKPN yang tersisa dalam pengurusan DJKN merupakan berkas kasus yang tidak potensial.
Besaran piutang negara yang masih dapat ditagih, atau disebut juga piutang negara efektif,

1
Sumber: Direktorat Piutang Negara dan Kekayaan Lain-lain, DJKN
relatif sangat sedikit, yaitu sekitar 10% dari outstanding piutang negara yang diserahkan.
Piutang negara dikatakan tidak potensial karena memiliki beberapa sebab sebagai berikut:
 Kasus piutang negara yang diurus oleh DJKN merupakan kasus-kasus yang sulit
diselesaikan karena kondisi piutang ketika diserahkan sudah tidak bisa ditangani oleh
penyerah piutang.
 Kasus yang berasal penyerah piutang bank merupakan kasus kredit yang sebelumnya
sudah diupayakan secara maksimal bahkan mungkin sudah dilakukan upaya
restrukturisasi namun tetap saja tidak bisa diselesaikan.
 Kasus piutang negara dari Bank Dalam Likuidasi (BDL) merupakan kasus yang
sebelumnya sudah ditangani oleh Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) yang
kemudian penanganannya dilimpahkan kepada Perusahaan Pengelola Aset (PPA).
Namun setelah beberapa kali diurus tidak selesai kemudian diserahkan kepada DJKN.
Menurut Direktur Piutang Negara dan Kekayaan Negara Lain-lain, DJKN, bahwa
sebagian besar piutang negara berasal dari tagihan atas aset eks BPPN yang jumlahnya
mencapai Rp30 triliun.2 Hingga November 2010, total aset yang sudah diselesaikan
sekitar Rp194,7 miliar, dengan outstanding penanganan meliputi 4.709 debitur, jumlah
Rp4.340.958.226.588,62, US$164.765.037,65, Euro 358.687, DM 500000, dan Yen
5.615.941.858,85. Total outstanding juga terdiri dari Obligor PKPS (PUPN) dengan jumlah
10 obligor, totalnya Rp13.086.529.430.308,40. Aset Properti dengan jumlah 395 aset,
dengan jumlah Rp405.286.605.275. Aset Inventaris dengan jumlah 58.937 aset, dengan
jumlah Rp16.247.173.622. Juga Nostro dengan jumlah Rp 478.622.000.000.3
 Kasus piutang negara yang berasal dari BUMN diserahkan dengan data piutang yang
sudah lama bahkan berpuluh-puluh tahun.
 Kasus piutang negara nonperbankan merupakan kasus yang tidak segera diserahkan
oleh penyerah piutang (instansi pemerintah). Kasus ini terus dibiarkan (diterlantarkan)
macet selama bertahun-tahun hingga pada akhirnya baru dilakukan penyerahan setelah
tidak bisa diselesaikan.

2. Kondisi Barang Jaminan


 Jumlah outstanding BKPN tidak didukung dengan kualitas nilai jaminan yang memadai
atau tidak didukung dengan barang jaminan.
 Nilai barang jaminan tidak menutup jumlah hutang. Nilai dan kondisi barang jaminan yang
menyertai hutang sangat rendah, yaitu rata-rata 10%-20% dari total hutang dan rata-rata
barang jaminan yang diserahkan tidak marketable. Tidak terkecuali jaminan hutang dari
debitur kelas kakap eks obligor Penyelesaian Kewajiban Pemegang Saham (PKPS)
dalam kasus Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI).

2
Bataviase.co.id
3
Tempointeraktif.com
 Sebagian dari piutang yang diserahkan mempunyai potensi terdapat masalah hukum,
seperti pengikatan barang jaminan kurang kuat, tidak sahnya dokumen kepemilikan,
barang jaminan tidak didukung dengan dokumen yang lengkap, status barang jaminan
(tanah) yang telah habis masa berlakunya dan barang jaminan milik pihak ketiga.
3. Kondisi itikad penanggung hutang
Itikad penanggung hutang untuk melunasi hutangnya masih sangat rendah, sekitar 5% saja
yang melakukan penyelesaian hutang secara sukarela (angsuran dan pencairan barang
tidak dilakukan secara lelang);

B. PENGERTIAN

Restrukturisasi piutang negara adalah upaya yang dilakukan PUPN/DJKN dalam


menyelamatkan keuangan negara yang berasal dari piutang negara perbankan dan
nonperbankan melalui perubahan syarat-syarat penyelesaian yang terdapat dalam perjanjian
kredit atau perjanjian lainnya yang dilakukan dengan atau tanpa reshceduling dan/atau
reconditioning. Restrukturisasi piutang negara bertujuan untuk menyelamatkan keuangan
negara dan usaha Penanggung Hutang (PH) dari kehancuran dan ancaman likuidasi aset.
Restrukturisasi bisa dijalankan bila PH memiliki itikad baik dan bersedia mengikuti
syarat-syarat yang ditentukan. Negosiasi harus lebih banyak dilakukan untuk menemukan
kesepakatan model dan cara restrukturisasi yang tepat. Ada dua prinsip restrukturisasi yang
harus dipertimbangkan dalam menilai layak tidaknya PH diberi program penyelamatan, yaitu
itikad baik dan/atau prospek usaha yang mendukung untuk dipulihkan kembali.

C. TAHAP RESTRUKTURISASI

1. Restrukturisasi oleh Penyerah Piutang/Kreditur (Bank)


Penyelamatan piutang, atau dalam perbankan disebut penyelamatan kredit, merupakan
upaya konstruktif oleh penyerah piutang dalam menyelesaikan kredit bermasalah melalui
proses renegosiasi antara pihak berpiutang/kreditur dan pihak berhutang/debitur dengan
mempermudah syarat-syarat pengembalian sehingga ia mampu menyelesaikan hutangnya
berupa hutang pokok, bunga maupun denda.
Pada tahap ini, tindakan penyelamatan masih ditangani secara internal dan belum
memanfaatkan lembaga lain, seperti pengadilan, PUPN, kejaksaan atau bahkan collecting
agency (debt collector) untuk melakukan penagihan atau pengurusan. Bank berkeyakinan
debitur masih bersikap kooperatif, prospek usaha yang masih feasible dan ada peluang
pembayaran hutang.
Ada beberapa manfaat yang diperoleh bank dalam melakukan restrukturisasi kredit,
antara lain:
a. Menghindari kerugian atas kucuran dana serta menjaga kualitas kredit.
b. Memberi keringanan dan kemudahan bagi debitur dalam membangun kembali usahanya.
Apabila usaha telah berjalan normal diharapkan mampu menghasilkan pendapatan yang
bisa disisihkan untuk membayar hutang.
c. Memberikan hasil yang lebih maksimal dibandingkan penanganan oleh lembaga hukum
yang memerlukan banyak waktu, biaya dan tenaga.
d. Jika status debitur kembali lancar maka bank bisa menyalurkan kredit baru. Berdasarkan
aturan Bank Indonesia, debitur yang berstatus macet tidak bisa diberi pinjaman baru.
e. Bank bisa memperoleh pendapatan tambahan dari penyelesaian kredit bermasalah.
f. Bank akan melakukan pencadangan terhadap kredit yang dihapusbukukan. Bila kredit
macet bisa dituntaskan maka bank tak melakukan pencadangan.

Untuk penanganan piutang negara nonperbankan, biasanya penyerah piutang tidak


melakukan restrukturisasi secara internal. Hutang yang sudah memenuhi syarat-syarat
ketidaklayakan berdasarkan pedoman restrukturisasi yang diterbitkan masing-masing
instansi/lembaga, langsung diserahkan pengurusannya ke PUPN/DJKN.

2. Restrukturisasi oleh PUPN/DJKN


Restrukturisasi PUPN/DJKN merupakan langkah alternatif dalam menyelamatkan
piutang negara setelah penanganan secara internal oleh penyerah piutang/kreditur tidak
memperoleh hasil yang diharapkan. Meskipun pengurusan piutang negara pada akhirnya
berujung pada eksekusi aset (lelang) tapi tidak menutup kemungkinan diberikan program
restrukturisasi untuk memberi kesempatan dan kemudahan bagi PH/PjH dalam menyelesaikan
hutang dan memulihkan kondisi usahanya.
Dalam setiap penyerahan kredit macet, bank ingin agar segera dilakukan penagihan
melalui eksekusi lelang dan bukan direstrukturisasi karena sebelumnya bank sudah melakukan
restrukturisasi secara internal. Pihak bank beranggapan apabila PUPN/DJKN melakukan
restrukturisasi lagi dikhawatirkan penyelesaian piutang negara semakin berlarut-larut.
Akan tetapi kalau melihat karakteristik kasus piutang negara yang memiliki banyak
masalah, eksekusi lelang bukanlah tindakan yang efektif. Ada beberapa alasan PUPN/DJKN
harus merestrukturisasi piutang negara, antara lain:
a. Nilai barang jaminan tidak dapat menutup jumlah hutang, atau
b. Daya laku barang jaminan sangat rendah. Hal ini disebabkan:
 barang jaminan dalam kondisi sengketa atau terdapat permasalahan hukum;
 barang jaminan yang karena kondisi fisik atau letaknya menjadi sulit terjual, misalnya
bangunan yang sebagian atau seluruhnya berdiri di atas tanah orang lain, barang
jaminan berada dekat kuburan atau jurang;
c. Itikad dan karakter PH bersikap cuaik dan menolak membayar hutang setelah tahu barang
jaminan yang dilelang ternyata tidak laku.
d. Piutang negara tidak memiliki barang jaminan khususnya piutang nonperbankan.
D. Model Restrukturisasi

Penyelesaian restrukturisasi piutang negara oleh DJKN diatur dalam Peraturan Menteri
Keuangan Nomor 128/PMK.06/2007. Menurut penulis, restrukturisasi piutang negara memiliki
beberapa model, antara lain:

1. Kesepakatan Pernyataan Bersama (PB)


Pernyataan Bersama adalah kesepakatan antara PUPN dengan PH tentang jumlah
hutang yang wajib dilunasi, cara-cara penyelesaiannya, dan sanksi. Pada Bab VII Peraturan
Menteri Keuangan Nomor 128/PMK.06/2007 menjelaskan bahwa PH diberi kesempatan
mengangsur hutangnya maksimal 12 bulan atau lebih pendek. Pernyataan Bersama
merupakan bentuk pengakuan hutang tentang kebenaran adanya dan besarnya piutang negara
disertai cara-cara penyelesaiannya. Apabila ia menyetujui kesepakatan yang dibuat berarti
piutang negara telah terjadi penjadwalan ulang (rescheduling).

2. Pemberian Keringanan Hutang


Seperti dijelaskan dalam Bab IX pasal 62 Peraturan Menteri Keuangan Nomor
128/PMK.06/2007, Kepala Kantor Wilayah dan Kepala Kantor Pelayanan berwenang memberi
keringanan jumlah hutang menyangkut bunga, denda dan atau ongkos/beban lainnya serta
keringanan jangka waktu penyelesaian (restructuring).
Menurut Suryanto (2002), keringanan hutang memiliki beberapa keuntungan,
diantaranya:
 Piutang negara yang sudah diserahkan tidak dikenakan bunga berjalan;
 Adanya penetapan kembali piutang negara sehingga nilai piutang negara yang harus
diselesaikan oleh penanggung hutang lebih rendah daripada nilai hutang yang diklaim dan
diserahkan oleh pihak bank/kreditur (penyerah piutang);
 Angsuran yang dilakukan sebelum pemberian keringanan hutang diperhitungkan sebagai
pembayaran hutang pokok;
 Kemudahan dalam pembayaran angsuran;
 Piutang negara dalam mata uang asing dapat ditetapkan dalam satuan mata uang rupiah
berdasarkan kurs APBN. Apabila sumber utama penghasilan penanggung hutang dalam
satuan mata uang rupiah, atau kredit macet terjadi karena force majeure, atau terdapat
peningkatan kurs valuta asing lebih dari 100% maka dibandingkan nilai kurs pada saat
kredit direalisir;
 Selama proses analisis restrukturisasi dilakukan, penanggung hutang diberikan moratorium
tindakan hukum (eksekusi).

3. Penarikan Berkas Kasus Piutang Negara (BKPN)


Penarikan BKPN berarti mengembalikan proses penyelamatan piutang negara kepada
penyerah piutang/kreditur. Persetujuan usul penarikan dapat diberikan apabila telah dipenuhi
persyaratan tertentu baik dari pihak penyerah piutang maupun PUPN/DJKN. Bab XXV
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 128/PMK.06/2007 menjelaskan bahwa penyerah piutang
dapat mengajukan penarikan pengurusan piutang negara untuk keperluan restrukturisasi
hutang secara internal. Kebijakan penarikan disebabkan program restrukturisasi di PUPN/DJKN
dianggap masih terlalu sulit dilaksanakan PH/debitur.

E. TEKNIK ANALISIS RESTRUKTURISASI PIUTANG NEGARA

1. Analisis Kualitatif
Analisis kualitatif dimaksudkan untuk mengetahui latar belakang pengajuan permohonan
restrukturisasi, menilai itikad baik PH, menilai kemampuan usaha PH dan rencana pelunasan
hutang.

a. Latar belakang permohonan restrukturisasi


Latar belakang permohonan merupakan informasi penting bagi analis dalam mengambil
langkah-langkah selanjutnya terutama untuk menilai itikad PH, serta kemampuan dan prospek
usaha. Latar belakang permohonan biasanya dituangkan dalam bentuk proposal pengajuan.
Dari proposal ini setidaknya dapat diketahui siapa yang mengajukan permohonan (PH atau
PjH), bagaimana bentuk dan bidang usaha, bagaimana manajemen perusahaan, sebab
timbulnya hutang kepada negara, serta sejauhmana usaha yang telah ditempuh PH dalam
menyelesaikan hutang.

b. Analisis itikad baik PH


Penanggung Hutang yang beritikad baik memiliki kriteria sebagai berikut:
1) Bersikap kooperatif
PH memiliki kemauan untuk memulai (berinisiatif) dan secara aktif menjalin komunikasi dan
negosiasi dengan pihak DJKN dan penyerah piutang (kreditur). Meskipun sedang
menghadapi kesulitan, PH harus tetap semangat menjaga kelangsungan hidup usahanya.
Bahkan apabila usahanya sudah tidak ada ia tetap berupaya untuk menyelesaikan
hutangnya.
2) Bersikap transparan (full disclosure)
Sikap PH yang transparan memberikan informasi dan data yang diperlukan sangat
membantu PUPN/DJKN dalam memberikan penanganan restrukturisasi secara tepat.
Begitu pula sebaliknya, bila PH cenderung tertutup dan menyembunyikan akurasi informasi
dan data perusahaan akan menyebabkan restrukturisasi tidak berjalan.
3) Bersikap optimis dan bersedia menanggung rugi
Dalam proses pengajuan restrukturisasi, PH harus bersikap optimis, artinya yakin atas
kemampuannya untuk memulihkan usaha. Sikap optimisme ini ditunjukkan dengan
membuat business plan, proyeksi arah perusahaan dan cashflow perusahaan untuk melihat
prospek usaha ke depan. Di samping bersikap optimis, PH harus bersedia menanggung
kerugian karena restrukturisasi bukanlah suatu cara untuk mendapatkan keuntungan tapi
bagaimana cara mengurangi risiko kerugian.

c. Analisis usaha PH
Analisis terhadap usaha merupakan suatu analisis yang penting karena untuk
mengetahui kemampuan usaha dalam menyelesaikan hutang. Analisis usaha ini pada
umumnya dilakukan terhadap beberapa hal, antara lain:
1) Kemampuan produksi, pemasaran produk, persaingan usaha, prospek usaha dan kegiatan
lain yang berhubungan dengan kegiatan usaha.
2) Aspek usaha, meliputi kondisi dan prospek sektor industri, pasar, produk atau jasa yang
dihasilkan, upaya yang telah dan akan dilakukan oleh PH untuk meningkatkan efesiensi dan
daya saing, serta identifikasi keunggulan kompetitif usaha PH.
Usaha yang memiliki prospek dan bisa dipulihkan kondisinya memiliki ciri-ciri sebagai
berikut:
1) Adanya kemampuan perusahaan menghasilkan positive net cashflow
Perusahaan dikatakan memiliki prospek apabila output perusahaan dalam product life cycle
tidak berada dalam tahap decline tetapi pada tahap growth. Perusahaan yang menghasilkan
positive net cashflow berarti mampu menghasilkan laba operasional, dapat menutup biaya
operasional, membayar gaji karyawan dan biaya lain yang berkaitan dengan kelangsungan
usaha.
2) Menghasilkan multiplier effect
Perusahaan yang mempunyai efek multiplier harus mendapat perhatian khusus. Misalnya,
usaha yang memberi pengaruh besar terhadap sektor tenaga kerja dan perkembangan
usaha lainnya. Analisis restrukturisasi tidak hanya tertuju pada aspek keuangan saja tapi
harus memperhatikan dampak ekonomi dan sosial yang akan terjadi.
3) Prospek produk
Prospek produk perusahaan, baik barang atau jasa masih ada kemungkinan untuk tumbuh
dan mampu bersaing dengan produk sejenis di pasar. Oleh karena itu agar diperoleh produk
yang berkualitas perlu dilakukan riset dan pengembangan.
4) Peluang untuk meningkatkan efisiensi dan daya saing
Di samping menghasilkan barang dan jasa, perusahaan harus bisa menjalankan efisiensi
usaha. Langkah ini dimaksudkan untuk mengantisipasi apabila target cashflow tak tercapai
maka perusahaan masih bisa menjaga stabilitas pertumbuhan usaha dengan
memanfaatkan besaran margin yang diperoleh selama melakukan efisiensi.

d. Nilai dan daya laku barang jaminan


Untuk kasus piutang negara perbankan, penilaian barang jaminan sangat diperlukan
untuk mengetahui daya laku barang jaminan, apakah dapat meng-cover hutang atau tidak.
Kalau nilai barang jaminan mampu menutup seluruh hutang dan memiliki potensi laku maka
tindakan restrukturisasi perlu dievaluasi.
e. Rencana pelunasan hutang
Rencana pelunasan hutang adalah langkah-langkah yang akan ditempuh untuk
menyelesaikan hutang, antara lain:
1) Menyiapkan sumber-sumber dana yang akan digunakan untuk pembayaran hutang;
2) Membuat jadwal pembayaran hutang dan besarnya jumlah angsuran hingga hutang lunas;

2. Analisis Kuantitatif

a. Arti penting analisis terhadap laporan keuangan


Interpretasi atau analisis laporan keuangan perusahaan sangat bermanfaat bagi
penganalisis untuk mengetahui keadaan dan perkembangan keuangan perusahaan. Dalam
pengurusan piutang negara, analisis laporan keuangan dimaksudkan untuk mengetahui
kemampuan PH dalam mengembalikan hutang kepada negara.

b. Metode dan teknik analisis laporan keuangan


Metode dan teknik analisis laporan keuangan digunakan untuk menentukan dan
mengukur hubungan antara pos-pos yang ada dalam laporan sehingga dapat diketahui
perubahan-perubahan dari masing-masing pos tersebut bila dibandingkan dengan laporan dari
beberapa periode untuk satu perusahaan tertentu atau dibandingkan dengan laporan keuangan
perusahaan lain.
Dalam menganalisis permohonan restrukturisasi digunakan beberapa teknik analisis
laporan keuangan, yaitu analisis komparatif, analisis common size, analisis indeks berseri,
analisis trend, analisis rasio, analisis dupont, analisis break even point, analisis gross profit, dan
analisis prediksi kesulitan keuangan (financial distress/Z-score).

1) Analisis komparatif
Analisis komparatif atau perbandingan adalah suatu teknik analisis laporan keuangan
yang dilakukan dengan cara menyajikan laporan keuangan secara horizontal dan
membandingkannya antara satu dengan yang lain, dengan menunjukkan informasi keuangan
atau data lainnya baik dalam bentuk rupiah atau unit. Teknik ini menunjukkan perubahan
kenaikan dan penurunan dalam bentuk rupiah atau unit, dan juga dalam persentase berupa
perbandingan atau rasio.

2) Analisis common size


Analisis common size (common size analysis) disebut juga analisis vertikal (vertical
analysis) merupakan sebuah teknik untuk mengevaluasi data laporan keuangan yang
menunjukkan setiap pos dalam laporan keuangan dari segi persentase dan jumlah rupiah.
Teknik ini menggunakan pola penyederhanaan angka-angka dalam laporan keuangan.
Proses ini memerlukan angka dasar yang ditetapkan sebagai dasar perhitungan angka
konversi. Tanpa mengabaikan angka lain, biasanya untuk neraca dipakai total aset atau total
utang dan modal sebagai dasar dengan angka 100% berarti pos-pos aset akan
dipersentasekan ke angka total aset tadi, dan pos-pos utang dan modal akan dipersentasikan
ke total utang dan modal itu.

3) Analisis indeks berseri


Teknik ini merupakan analisis perbandingan yang menggunakan angka indeks atau
angka-angka yang ada dalam laporan keuangan yang disusun dan disajikan dalam rentang
waktu berseri, misalnya 5 atau 10 tahun. Jika laporan ini dikonversi menjadi angka indeks maka
menjadi laporan indeks berseri.

4) Analisis trend
Analisis trend (trend analysis) disebut juga analisis horizontal yaitu suatu teknik untuk
mengevaluasi serangkaian data laporan keuangan selama periode tertentu. Teknik analisis ini
biasanya digunakan untuk menganalisis laporan keuangan yang meliputi minimal 3 periode
atau lebih. Analisis trend bermanfaat untuk menilai situasi dan kondisi perusahaan yang telah
lalu serta memprediksi tren perusahaan di masa yang akan datang berdasarkan garis tren yang
terjadi.

5) Analisis rasio
Analisis rasio keuangan yang dilakukan terhadap suatu perusahaan akan membantu
dalam memberi pemahaman atas kondisi dan perkembangan kinerja perusahaan yang
dianalisis. Analisis rasio hanya akan memberi manfaat apabila diperbandingkan dengan standar
tertentu. Menurut Riyanto (1997:329), analisis rasio keuangan pada dasarnya dapat dilakukan
dengan dua macam perbandingan, yaitu:
 Membandingkan rasio sekarang (present ratio) dengan rasio-rasio dari waktu-waktu yang
lalu (historis ratio) atau dengan rasio-rasio yang diperkirakan untuk waktu-waktu yang akan
datang dari perusahaan yang sama.
 Membandingkan rasio-rasio dari suatu perusahaan dengan rasio-rasio semacam dari
perusahaan lain sejenis atau industri untuk waktu yang sama.

6) Analisis Dupont
Dupont sudah dikenal sebagai pengusaha sukses. Dalam bisnisnya ia memiliki cara
sendiri dalam menganalisis laporan keuangannya. Cara analisis Dupont hampir sama dengan
analisis laporan keuangan biasa namun pendekatannta lebih integratif dan menggunakan
komposisi laporan keuangan sebagai elemen analisisnya.

7) Analisis break even point


Break even analysis atau cost volume profit analysis merupakan model untuk
menganalisis perilaku hubungan antara besarnya biaya, besarnya volume dalam unit dan
rupiah, dan laba. Dari angka hasil analisis ini dapat diketahui volume yang diperlukan untuk
mencapai tingkat laba tertentu, berapa volume untuk mencapai titik pulang pokok, dan informasi
lainnya yang dibutuhkan.
8) Analisis gross profit
Gross profit analysis (analisis laba kotor) digunakan untuk merencanakan keuangan
atau budgeting. Namun teknik ini bisa digunakan dalam analisis laporan keuangan. Analisis ini
menggunakan data penjualan, biaya variabel (harga pokok produksi), dan laba kotor. Dari
analisis ini dapat diketahui hubungan antara laba kotor, harga pokok penjualan, dan penjualan
yang ditetapkan dalam persentase.

9) Analisis prediksi kesulitan keuangan (financial distress)


Edward Altman (1968) menggunakan analisis diskriminan dengan menyusun suatu
model untuk memprediksi kebangrutan suatu perusahaan dengan menggunakan formula Z-
score. Formula ini mengkombinasikan rasio likuiditas, solvabilitas, dan profitabilitas. Formula
Altman ini cukup akurat untuk mendeteksi kebangrutan suatu perusahaan untuk waktu
beberapa tahun yang akan datang.

F. PENUTUP

Tujuan utama restrukturisasi piutang negara adalah mengamankan keuangan negara.


Selain memberi kesempatan kepada PH untuk memulihkan kondisi usahanya sehingga bisa
menyelesaikan hutang, restrukturisasi piutang negara berperan membantu menggerakkan
sektor riil. Mengingat langkah ini memberi dampak pada dua kemungkinan, yaitu kondisi usaha
semakin baik atau sebaliknya, maka proses restrukturisasi harus dilakukan dengan cara yang
benar, tertib, penuh kehati-hatian dengan memperhatikan kesepakatan win-win solution. Model
restrukturisasi hendaknya tidak memaksakan persyaratan yang hanya menguntungkan salah
satu pihak karena bisa menyebabkan program restrukturisasi menjadi gagal.
Restrukturisasi merupakan program pengurusan piutang negara yang lebih
mengoptimalkan recovery value dalam mengembalikan uang negara. Meskipun usaha PH
sudah tidak ada pemberian restrukturisasi piutang negara masih dapat dimungkinkan.
Pendekatan likuidasi aset hanya akan dijalankan apabila tahap-tahap pengurusan sudah
dilaksanakan secara maksimal tapi tingkat penyelamatan piutang belum optimal. Pengurusan
piutang negara harus selalu mengedepankan rescue program karena kalau hanya
mengharapkan likuidasi jaminan sudah pasti tidak mendapatkan recovery value yang optimal,
terutama piutang negara yang tidak memiliki barang jaminan.
Dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 128/PMK.06/2007, yang ditekankan untuk
dibuat analisis restrukturisasi hanya model keringanan hutang. Menurut penulis, hendaknya
model penarikan juga perlu dilakukan analisis meskipun tidak terlalu detil namun berupa bentuk
pertanggungjawaban atas kebijakan pimpinan dalam memberikan persetujuan terhadap
penarikan BKPN.
REFERENSI

Alwi, Syafaruddin, 1991, Alat-alat Analisis dalam Pembelanjaan, Penerbit Andi Offset,
Yogyakarta.

Harahap, Sofyan Syafri, 2004, Analisis Kritis atas Laporan Keuangan, Penerbit PT Raja
Grafindo Persada, Jakarta.

Keown, Arthur J. David F. Scott. John D. Martin. dan Jay W. Petty, 1999, Dasar-Dasar
Manajemen Keuangan. Edisi ke-7, Penerjemah Chaerul D. Djakman, Penerbit PT
Salemba Empat, Jakarta.

Munawir, S., 1995, Analisa Laporan Keuangan, Edisi ke-4, Penerbit Liberty, Yogyakarta.

Riyanto, Bambang, 1997, Dasar-dasar Pembelanjaan Perusahaan, Edisi ke-4, Penerbit BPFE,
Yogyakarta.

Simamora, Henry, 2000, Akuntansi: Basis Pengambilan Keputusan Bisnis, Jilid II, Penerbit
Salemba Empat, Jakarta.

Suryanto, 2002, Restrukturisasi Piutang Negara di DJPLN, Makalah, Yogyakarta.

Undang-undang Nomor 49 Prp. Tahun 1960 tanggal 14 Desember 1960 tentang Panitia Urusan
Piutang Negara (PUPN)

Peraturan Menteri Keuangan Nomor 128/PMK.06/2007 tanggal 24 Oktober 2007 tentang


Pengurusan Piutang Negara

Peraturan Direktur Jenderal Kekayaan Negara Nomor PER-01/KN/2008 tanggal 22 April 2008
tentang Petunjuk Teknis Pengurusan Piutang Negara

----------
*) Pegawai Kanwil DJKN Jawa Timur
**) Ditulis pada April 2011

Anda mungkin juga menyukai