Anda di halaman 1dari 11

TUGAS PENGANTAR PENGELOLAAN KEUANGAN NEGARA II

SOLUSI KOMPREHENSIF PENAGIHAN PIUTANG NEGARA RP170


TRILIUN

Disusun oleh
Akbar Satya Pambudi 4131220014
Arya Bima Putra 4131220069
Murniwati Siahaan

Dosen Pengampu: Syanni Yustiani

Guna Memenuhi Nilai Tugas dalam Mata Kuliah


Pengantar Pengelolaan Keuangan Negara II

D-IV AKUNTANSI SEKTOR PUBLIK


POLITEKNIK KEUANGAN NEGARA STAN
TANGERANG SELATAN
2023
DESKRIPSI MASALAH
Piutang negara adalah jumlah uang yang harus diterima oleh pemerintah dari individu,
perusahaan atau negara lainnya. Piutang negara dapat terdiri dari berbagai jenis hutang, termasuk
pajak yang belum dibayar, biaya pemerintah yang belum dibayar, tagihan pajak, dan pinjaman
yang belum dilunasi. Pemerintah memiliki kewajiban untuk memantau piutang negara dan
memastikan bahwa piutang ini dikelola dengan baik agar dapat ditagih dan diterima sesuai dengan
jangka waktu yang telah ditetapkan. Untuk memantau piutang negara, pemerintah biasanya
menggunakan sistem akuntansi yang komprehensif untuk memastikan bahwa piutang dapat
dipantau dan dikelola secara efektif.

Penting bagi pemerintah untuk memastikan bahwa piutang negara dikelola dengan baik
dan ditagih dengan benar, karena ini berdampak pada keuangan pemerintah dan kemampuan
pemerintah untuk memberikan layanan publik yang dibutuhkan oleh masyarakat. Jika piutang
negara tidak dikelola dengan baik, pemerintah akan kesulitan dalam membiayai program-program
publik yang dibutuhkan oleh masyarakat. Oleh karena itu, penting untuk memastikan bahwa
piutang negara dikelola dengan baik dan efektif.

Pada September 2022, terdapat sebuah informasi yang cukup menyita perhatian publik
yaitu mengenai Menteri Keuangan Negara Republik Indonesia, Sri Mulyani, sedang memburu
piutang negara sebesar Rp170 Triliun. Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN) Kementerian
Keuangan mencatat total piutang negara sebesar Rp 170,23 Triliun tersebut berasal dari 45.524
Berkas Kasus Piutang Negara (BKPN) aktif yang saat ini sedang ditangani oleh Panitia Urusan
Piutang Negara (PUPN). Dan disebutkan pula bahwa sumber terbesar piutang negara tersebut
berasal dari warisan krisis moneter 1997 yakni Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) sebesar
Rp 110,45 Triliun. Direktur Perumusan Kebijakan Kekayaan Negara (DJKN) Kementerian
Keuangan Encep Sudarwan mengatakan bahwa jumlah piutang tersebut berasal dari badan hukum
atau perorangan. Piutang dari 45 ribu berkas itu terdiri dari individu dan ada yang bentuk PT
(perusahaan). Sehingga, jumlah orang yang terlibat dapat lebih dari itu. Kalau berbentuk
perusahaan, dalam satu perusahaan bisa atas nama beberapa orang.

Telah dilakukan berbagai tindakan untuk menindaklanjuti perihal piutang tersebut.


Terutama BLBI yang jumlahnya besar sudah dibentuk Satgas khusus sejak 2021 untuk dilakukan
penagihan. Untuk memaksimalkan penagihan utang dan mengembalikan hak negara maka
pemerintah melalui PUPN pada 31 Agustus 2022 menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor
28 Tahun 2022 tentang Pengurusan Piutang Negara. Encep menuturkan dengan penerbitan PP 28
tersebut maka pemerintah akan mampu membatasi ruang gerak debitur dan mempercepat sekaligus
mengakselerasi pengurusan piutang negara.

LATAR BELAKANG
Kasus penarikan dan pencarian Piutang bagi negara yang terjadi merupakan suatu
kewajiban bagi para debitur ataupun pihak-pihak terkait untuk membayar biaya terutangnya
kepada negara, pemerintah, maupun pihak lain. Dalam hal ini, lembaga Direktorat Jenderal
Kekayaan Negara telah melaporkan berupa piutang negara yang diurus oleh PUPN. Dari sekian
banyak informasi dari kasus dan laporan Piutang yang ditemukan, sebagian besarnya adalah
berasal dari kasus Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI). Namun, disisi lain terdapat juga
kasus dan pengurusan piutang yang ditemukan tidak hanya dari BLBI melainkan dari hal-hal lain
yang merujuk pada peminjaman dana, utang kecil, serta obligasi.

Penarikan dan pengurusan piutang seperti ini terjadi ketika adanya krisis keuangan di
Indonesia, dimana kekuatan rupiah melemah dan lebih rendah daripada dolar AS hingga
menyentuh Rp15.000. Hal ini membuat beberapa golongan masyarakat untuk berpikir dua kali ,
bahkan mulai menarik uang mereka dari bank yang mereka miliki. Hal ini karena melemahnya
mata uang rupiah tersebut dan menyebabkan likuiditas dan arus perbankan di Indonesia macet.
Dari masalah ini membuat banyak bank mengalami kendala operasional dan banyak bank
mengalami rugi karena arus keuangannya yang sukar. Kerugian yang melanda berbaga lembaga
perbankan dan ritel tersebut menyebabkan negara mengalami kerugian. Sehingga pemerintah dan
Bank Indonesia menginisiasi dan menyalurkan bantuan kepada bank yang terkena masalah ini
melalui sebuah skema dan alur pembantuan yang dikenal dengan BLBI (Bantuan Likuiditas Bank
Indonesia). Bantuan ini juga diinisiasi dan disarankan oleh International Monetary Foundation
(IMF) agar Bank Indonesia dapat meminjamkan dan memberikan dana ke bank yang terdampak.

Di tahun 2002, Presiden Megawati Soekarnoputri mengeluarkan informasi dan


persyaratan melalui Instruksi Presiden (Inpres) yakni nomor 8 Tahun 2002 yang berisi tentang
pemberian jaminan kepastian hukum kepada para debitur yang telah menuntaskan kewajiban
maupun yang mangkir (hilang atau melupakan) dari kewajiban pembayarannya. Sehingga, dari
pihak Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) juga harus menerbitkan Surat Keterangan
Lunas (SKL) untuk bank yang sudah membayar atau melunasi semua utangnya. Sedangkan bagi
bank yang belum membayarkan kewajibannya maka akan dikenakan sanksi dan kebijakan sesuai
dengan ketentuan yang ada.. Dengan dikeluarkannya Intsruksi Presiden ini, ditemukan
kejanggalan yakni adanya pendekatan personal Approach yakni kepada pihak pemerintah. Hal
inilah yang menyebabkan para debitur tertangkap karena tindak pidana korupsi penerbitan surat
SKL terhadap Bank Dagang Nasional Indonesia dengan rincian kerugian yang melanda negara
sekitar 4,58T.

Namun kerugian negara tersebut belum dapat kembali secara maksimal meskipu dari
negara sendiri sudah mengadili dan memberi sanksi sesuai kebijakan yang ada bagi para pelaku.
Dan, hingga pada tahun 2021 dibentuk Satgas BLBI untuk melakukan penagihan piutang tersebut.
Meskpiun sudah dibentuk nyatanya masih terdapat masalah berupa keterhambatan yang
diakibatkan oleh unsur dan kebijakan dari landasan hukum untuk penagihan piutang, yang sudah
lama dan sudah tidak berkesinambungan dengan kondisi yang terjadi sekarang ini.

EVALUASI KONDISI SAAT INI


Kasus-kasus piutang negara dengan nominal yang cukup besar ternyata masih belum
terselesaikan meskipun telah terjadi dari waktu yang lama, dari tahun ke tahun. Apabila dihitung
secara kasar, piutang yang berawal dari tahun 1998 ini sudah lebih dari 20 tahun lamanya dan
belum dituntaskan oleh pemerintah. Pada bulan September 2022 Direktorat Jenderal Kekayaan
Negara mencatat total nominal piutang negara mencapai 170,23 Triliun. Nominal ini terbilang
cukup besar bagi Indonesia, negara Indonesia yang begitu luas sangat membutuhkan dana tersebut
demi memajukan bangsa ini. Selain itu dengan adanya isu yang beredar berupa resesi ekonomi
yang diprediksi akan terjadi di berbagai negara dunia tak terkecuali bagi Indonesia yang juga akan
menjadi ancaman bagi prekonomian.

Pemerintah sejatinya telah melakukan usaha untuk mendapatkan piutang negara tersebut.
Sejak awal tahun 2022 Pemerintah sudah berusaha menagih piutang-piutang tersebut, tetapi sangat
disayangkan usaha tersebut tidak sesuai dengan yang diharapkan. Para debitur masih lari dari
tanggung jawabnya dan tidak mau menyelesaikan utan-utang ke negara. Ada beberapa cara yang
mungkin bisa dilakukan guna menangani permasalahan dan kasus piutang:
1. Besar jumlah piutang negara: Jumlah piutang negara dapat memberikan gambaran
tentang seberapa besar beban hutang yang harus ditanggung oleh negara tersebut.
Semakin besar jumlah piutang, semakin berat beban hutang yang harus diatasi oleh
negara.
2. Sumber piutang negara: Sumber piutang negara juga penting untuk dievaluasi. Apakah
piutang tersebut berasal dari lembaga keuangan internasional seperti IMF atau Bank
Dunia, ataukah dari pihak swasta. Setiap sumber piutang memiliki risiko dan dampak
yang berbeda pada perekonomian
3. Kualitas piutang negara: Evaluasi kualitas piutang negara dapat memberikan gambaran
tentang risiko gagal bayar atau kegagalan negara dalam membayar hutang. Piutang
negara yang tidak berkualitas tinggi dapat menjadi beban yang sangat berat bagi negara
4. Tingkat bunga: Tingkat bunga yang dikenakan pada piutang negara juga penting untuk
dievaluasi. Semakin tinggi tingkat bunga, semakin berat beban hutang yang harus
ditanggung oleh negara.
5. Kebijakan fiskal dan moneter: Evaluasi kondisi piutang negara juga perlu melihat
kebijakan fiskal dan moneter yang diterapkan oleh negara tersebut. Kebijakan ini dapat
mempengaruhi kemampuan negara dalam membayar hutang dan dapat berdampak
pada nilai tukar mata uang negara tersebut.

Tujuan utama dari Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2022 tentang Pengurusan
Piutang Negara ini diterbitkan adalah untuk memperkuat tugas serta wewenang Panitia Urusan
Piutang Negara (PUPN) dalam mengurus piutang-piutang negara Indonesia. Ada hal penting yang
tertuang pada Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2022 tersebut adalah mengenai pembatasan
keperdataan dan/atau penghentian layanan publik kepada debitur-debitur. Pembatasan-pembatasan
yang diberikan kepada debitur-debitur yang belum membayarkan utang-utangnya kepada negara
seperti membatasi akses keuangan, tidak bisa mendapatkan pembiayaan dari Lembaga Jasa
Keuangan, pembatasan layanan keimigrasian seperti paspor,visa dan pembatasan-pembatasan
lainnya yang diharapkan membuat debitur yang nakal mulai membayarkan utangnya.

SOLUSI
Penarikan atau penagihan piutang negara merupakan masalah yang kompleks dan sering
terjadi di banyak negara. Masalah ini terjadi karena kurangnya efektivitas dan efisiensi sistem
pengelolaan keuangan pemerintah. Masalah ini mempengaruhi kemampuan negara untuk
menjalankan kebijakan publik dan program-program yang telah direncanakan. Oleh karena itu,
penanganan masalah ini menjadi sangat penting. Sehingga solusi yang dapat kami tawarkan dalam
tiga aspek, yaitu:

1. Meningkatkan Efektivitas Penarikan Piutang Negara dengan Optimalisasi Peran


Badan Pengawasan Keuangan Dan Pembangunan
BPKP adalah lembaga yang bertanggung jawab dalam melakukan pengawasan atas
pengelolaan keuangan negara. Dalam konteks penarikan piutang negara, BPKP
memiliki peran penting dalam melakukan audit dan pemeriksaan atas kinerja instansi
pemerintah dalam penarikan piutang negara.
Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan efektivitas penarikan
piutang negara dengan optimalisasi peran BPKP adalah dengan memperkuat kerjasama
antara BPKP dan instansi pemerintah yang terkait dengan penarikan piutang negara.
Misalnya, BPKP dapat memberikan rekomendasi atau saran kepada instansi
pemerintah mengenai peningkatan sistem dan prosedur penarikan piutang negara agar
lebih efektif dan efisien.
Selain itu, BPKP juga dapat melakukan audit atas kinerja instansi pemerintah dalam
penarikan piutang negara, termasuk dalam hal pemulihan piutang yang telah lama
tertunda atau piutang yang terindikasi adanya praktik korupsi atau penyalahgunaan
kekuasaan. Audit ini dapat dilakukan secara berkala untuk memastikan bahwa instansi
pemerintah melakukan penarikan piutang negara dengan baik dan meminimalisir risiko
kerugian negara.
Di samping itu, BPKP juga dapat memberikan edukasi dan pelatihan kepada
instansi pemerintah mengenai penarikan piutang negara yang efektif dan efisien. Hal
ini dapat dilakukan melalui penyediaan modul pelatihan atau seminar mengenai
penarikan piutang negara dan praktik terbaik dalam penarikan piutang negara.
Dalam rangka meningkatkan efektivitas penarikan piutang negara, peran BPKP
dalam melakukan pengawasan dan audit sangat penting. Dengan optimalisasi peran
BPKP, diharapkan penarikan piutang negara dapat dilakukan dengan lebih efektif dan
efisien, sehingga dapat meningkatkan penerimaan negara dan mencegah kerugian
negara akibat tunggakan piutang yang terus bertambah.
2. Optimalisasi Penggunaan Teknologi Informasi
Salah satu solusi yang dapat dilakukan dalam rangka optimalisasi penggunaan
teknologi informasi adalah dengan memanfaatkan sistem informasi penagihan piutang
negara yang terintegrasi dan terpusat. Sistem informasi ini dapat digunakan untuk
memudahkan proses pengelolaan data piutang negara, termasuk proses pemantauan
dan pemulihan piutang. Dengan adanya sistem informasi yang terintegrasi dan terpusat,
instansi pemerintah dapat lebih mudah dalam mengidentifikasi piutang negara yang
belum diselesaikan dan melakukan tindakan pemulihan piutang.
Selain itu, teknologi informasi juga dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan
efektivitas penagihan piutang negara dengan memperkenalkan metode penagihan
piutang yang lebih efektif. Misalnya, dapat digunakan sistem pengiriman SMS atau
email yang otomatis sebagai pengingat pembayaran piutang, sehingga dapat
meningkatkan kesadaran masyarakat dalam membayar piutang negara secara tepat
waktu.
Selain itu, penggunaan teknologi informasi juga dapat digunakan untuk
memfasilitasi pengelolaan informasi dan data pelanggan dengan lebih efektif.
Misalnya, dapat digunakan basis data pelanggan untuk melacak riwayat transaksi dan
membantu instansi pemerintah dalam memantau piutang negara. Hal ini dapat
memudahkan instansi pemerintah dalam melakukan tindakan pemulihan piutang
dengan lebih efektif.
Dalam rangka optimalisasi penggunaan teknologi informasi, perlu adanya
dukungan dari pemerintah dalam menyediakan anggaran untuk pengembangan sistem
informasi penagihan piutang negara yang terintegrasi dan terpusat. Selain itu, perlu
adanya pelatihan dan pengembangan sumber daya manusia yang terampil dalam
pengelolaan teknologi informasi dan sistem informasi penagihan piutang negara.
Dengan demikian, penggunaan teknologi informasi dapat dimanfaatkan secara optimal
dalam penanganan penarikan piutang negara di Indonesia.
3. Penyelesaian Sengketa Pajak dan Piutang Negara melalui ADR (Alternative
Dispute Resolution)
Alternative Dispute Resolution (ADR) adalah suatu metode penyelesaian sengketa
di luar jalur peradilan yang melibatkan mediator atau negosiator yang bersifat netral
untuk membantu mempertemukan para pihak yang berselisih dan mencari solusi yang
saling menguntungkan bagi kedua belah pihak. ADR dapat menjadi alternatif
penyelesaian sengketa yang lebih cepat, murah, dan efisien, dibandingkan dengan
proses peradilan formal.
Dalam konteks penarikan piutang negara, ADR dapat dimanfaatkan sebagai salah
satu cara untuk menyelesaikan sengketa dengan pihak yang menunggak pembayaran
piutang negara. Dalam proses ADR, mediator atau negosiator yang netral dapat
membantu para pihak untuk mencapai kesepakatan terkait penyelesaian sengketa
piutang negara yang bersifat saling menguntungkan.
Sementara itu, dalam konteks penyelesaian sengketa pajak, ADR dapat digunakan
sebagai alternatif untuk menyelesaikan sengketa perpajakan antara wajib pajak dan
instansi pajak. Dalam proses ADR, mediator atau negosiator dapat membantu kedua
belah pihak untuk mencapai kesepakatan terkait pajak yang terhutang. Dalam hal ini,
penerapan ADR dalam penyelesaian sengketa pajak dapat membantu mengurangi
waktu dan biaya yang dikeluarkan untuk proses peradilan formal.
Namun demikian, perlu diingat bahwa ADR bukanlah solusi yang cocok untuk
setiap kasus sengketa pajak atau piutang negara. Beberapa kasus dapat memerlukan
proses peradilan formal yang lebih formal dan komprehensif. Oleh karena itu,
penggunaan ADR perlu disesuaikan dengan jenis kasus dan tingkat kompleksitas
sengketa yang terjadi.
Badan pemerintah yang dapat terlibat dalam optimalisasi penggunaan ADR untuk
penyelesaian sengketa pajak dan piutang negara adalah Kementerian Keuangan dan
Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP). Kedua badan ini dapat
memberikan dukungan dan fasilitasi dalam pelaksanaan ADR sebagai alternatif
penyelesaian sengketa pajak dan piutang negara.
4. Peningkatan Kualitas Data dan Informasi Mengenai Piutang Negara
Peningkatan kualitas data dan informasi dapat dilakukan melalui beberapa cara, di
antaranya adalah:
a. Meningkatkan Penggunaan Sistem Informasi Manajemen Piutang Negara
Sistem informasi manajemen piutang negara dapat digunakan untuk
mengumpulkan, menyimpan, dan memproses data dan informasi yang
berkaitan dengan piutang negara secara terpusat dan terintegrasi. Penggunaan
sistem ini dapat membantu meningkatkan akurasi dan keandalan data dan
informasi, serta memudahkan akses dan analisis data untuk tujuan pengambilan
keputusan.
b. Peningkatan Pencatatan Piutang Negara
Peningkatan pencatatan piutang negara dapat dilakukan dengan meningkatkan
ketepatan, kecepatan, dan konsistensi dalam pencatatan piutang negara.
Pencatatan piutang negara yang baik akan memastikan bahwa data dan
informasi yang terkait dengan piutang negara dapat diakses dan diproses
dengan mudah, dan akan membantu mengurangi kesalahan dan ketidakakuratan
data.
c. Meningkatkan Kerja Sama Antara Instansi Pemerintah
Kerja sama antara instansi pemerintah yang terlibat dalam manajemen piutang
negara juga sangat penting untuk meningkatkan kualitas data dan informasi.
Kerja sama ini dapat meliputi pertukaran informasi, koordinasi dalam proses
pengumpulan dan pemrosesan data, dan kolaborasi dalam pengembangan dan
penggunaan sistem informasi.
Badan pemerintah yang dapat terlibat dalam peningkatan kualitas data dan
informasi mengenai piutang negara adalah Kementerian Keuangan dan Badan
Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP). Kedua badan ini dapat
memberikan dukungan dan fasilitasi dalam pengembangan dan penggunaan
sistem informasi manajemen piutang negara, serta meningkatkan kerja sama
antara instansi pemerintah yang terkait. Selain itu, BPKP juga dapat melakukan
audit dan pengawasan terhadap proses manajemen piutang negara untuk
memastikan kualitas data dan informasi yang terkait dengan piutang negara.
REFERENSI

CNBC Indonesia. (2022). Menkeu Buru Piutang Negara Rp170 T, Ini Tindakan DJKN.
https://www.cnbcindonesia.com/news/20220919141247-4-373227/sri-mulyani-siap-
berburu-piutang-negara-rp170-t

Badan Pusat Statistik. (2020). Statistik Keuangan Pemerintah Indonesia 2019. Badan Pusat
Statistik.
http://www.bps.go.id/publication/2020/06/24/9b727f9b05107d2028a2aacf/statistik-
keuangan-pemerintah-indonesia-2019.html

Kementerian Keuangan. (2018). Pedoman Pelaksanaan Manajemen Piutang Negara. Direktorat


Jenderal Kekayaan Negara, Kementerian Keuangan.
https://www.kemenkeu.go.id/sites/default/files/pedoman-pelaksanaan-manajemen-
piutang-negara.pdf

Kementerian Keuangan. (2020). Kebijakan Fiskal Dalam Rangka Pemulihan Ekonomi dan
Peningkatan Daya Saing. Kementerian Keuangan.
https://www.kemenkeu.go.id/publikasi/umum/2020/11/kebijakan-fiskal-dalam-rangka-
pemulihan-ekonomi-dan-peningkatan-daya-saing

Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan. (2018). Laporan Keuangan Negara Tahun 2018.
Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan. https://www.bpkp.go.id/wp-
content/uploads/2019/01/LAPORAN-KEUANGAN-NEGARA-2018.pdf

Rachmawati, T. (2016). Peran Teknologi Informasi dalam Manajemen Piutang Negara. Jurnal
Ilmiah Mahasiswa FEB, 1(2), 163-170.
https://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/economi/article/view/12823

Dwi Retno Lestari, R. (2018). Penyelesaian Sengketa Pajak dengan Pendekatan Alternative
Dispute Resolution (ADR). Jurnal Rechts Vinding, 7(1), 91-102.
https://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/rechtsvinding/article/view/23687
Setiawan, A. (2020). Pengaruh Kualitas Data Terhadap Keputusan Manajemen dalam
Pengambilan Keputusan Operasional. Jurnal Bisnis dan Manajemen, 4(1), 1-10.
https://journal.untar.ac.id/index.php/jbm/article/view/7923

Rais, H. (2019). The Effect of Good Corporate Governance on Debt Collection Efficiency:
Evidence from Indonesia. Journal of Governance and Regulation, 8(1), 66-73.
https://doi.org/10.22495/jgrv8i1art6

Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2020 tentang Pengelolaan Keuangan Negara. (2020).
Sekretariat Negara Republik Indonesia.
https://peraturan.bpk.go.id/Home/Details/135702/peraturan-pemerintah-nomor-6-tahun-
2020

Anda mungkin juga menyukai