Disusun oleh
Akbar Satya Pambudi 4131220014
Arya Bima Putra 4131220069
Murniwati Siahaan
Penting bagi pemerintah untuk memastikan bahwa piutang negara dikelola dengan baik
dan ditagih dengan benar, karena ini berdampak pada keuangan pemerintah dan kemampuan
pemerintah untuk memberikan layanan publik yang dibutuhkan oleh masyarakat. Jika piutang
negara tidak dikelola dengan baik, pemerintah akan kesulitan dalam membiayai program-program
publik yang dibutuhkan oleh masyarakat. Oleh karena itu, penting untuk memastikan bahwa
piutang negara dikelola dengan baik dan efektif.
Pada September 2022, terdapat sebuah informasi yang cukup menyita perhatian publik
yaitu mengenai Menteri Keuangan Negara Republik Indonesia, Sri Mulyani, sedang memburu
piutang negara sebesar Rp170 Triliun. Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN) Kementerian
Keuangan mencatat total piutang negara sebesar Rp 170,23 Triliun tersebut berasal dari 45.524
Berkas Kasus Piutang Negara (BKPN) aktif yang saat ini sedang ditangani oleh Panitia Urusan
Piutang Negara (PUPN). Dan disebutkan pula bahwa sumber terbesar piutang negara tersebut
berasal dari warisan krisis moneter 1997 yakni Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) sebesar
Rp 110,45 Triliun. Direktur Perumusan Kebijakan Kekayaan Negara (DJKN) Kementerian
Keuangan Encep Sudarwan mengatakan bahwa jumlah piutang tersebut berasal dari badan hukum
atau perorangan. Piutang dari 45 ribu berkas itu terdiri dari individu dan ada yang bentuk PT
(perusahaan). Sehingga, jumlah orang yang terlibat dapat lebih dari itu. Kalau berbentuk
perusahaan, dalam satu perusahaan bisa atas nama beberapa orang.
LATAR BELAKANG
Kasus penarikan dan pencarian Piutang bagi negara yang terjadi merupakan suatu
kewajiban bagi para debitur ataupun pihak-pihak terkait untuk membayar biaya terutangnya
kepada negara, pemerintah, maupun pihak lain. Dalam hal ini, lembaga Direktorat Jenderal
Kekayaan Negara telah melaporkan berupa piutang negara yang diurus oleh PUPN. Dari sekian
banyak informasi dari kasus dan laporan Piutang yang ditemukan, sebagian besarnya adalah
berasal dari kasus Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI). Namun, disisi lain terdapat juga
kasus dan pengurusan piutang yang ditemukan tidak hanya dari BLBI melainkan dari hal-hal lain
yang merujuk pada peminjaman dana, utang kecil, serta obligasi.
Penarikan dan pengurusan piutang seperti ini terjadi ketika adanya krisis keuangan di
Indonesia, dimana kekuatan rupiah melemah dan lebih rendah daripada dolar AS hingga
menyentuh Rp15.000. Hal ini membuat beberapa golongan masyarakat untuk berpikir dua kali ,
bahkan mulai menarik uang mereka dari bank yang mereka miliki. Hal ini karena melemahnya
mata uang rupiah tersebut dan menyebabkan likuiditas dan arus perbankan di Indonesia macet.
Dari masalah ini membuat banyak bank mengalami kendala operasional dan banyak bank
mengalami rugi karena arus keuangannya yang sukar. Kerugian yang melanda berbaga lembaga
perbankan dan ritel tersebut menyebabkan negara mengalami kerugian. Sehingga pemerintah dan
Bank Indonesia menginisiasi dan menyalurkan bantuan kepada bank yang terkena masalah ini
melalui sebuah skema dan alur pembantuan yang dikenal dengan BLBI (Bantuan Likuiditas Bank
Indonesia). Bantuan ini juga diinisiasi dan disarankan oleh International Monetary Foundation
(IMF) agar Bank Indonesia dapat meminjamkan dan memberikan dana ke bank yang terdampak.
Namun kerugian negara tersebut belum dapat kembali secara maksimal meskipu dari
negara sendiri sudah mengadili dan memberi sanksi sesuai kebijakan yang ada bagi para pelaku.
Dan, hingga pada tahun 2021 dibentuk Satgas BLBI untuk melakukan penagihan piutang tersebut.
Meskpiun sudah dibentuk nyatanya masih terdapat masalah berupa keterhambatan yang
diakibatkan oleh unsur dan kebijakan dari landasan hukum untuk penagihan piutang, yang sudah
lama dan sudah tidak berkesinambungan dengan kondisi yang terjadi sekarang ini.
Pemerintah sejatinya telah melakukan usaha untuk mendapatkan piutang negara tersebut.
Sejak awal tahun 2022 Pemerintah sudah berusaha menagih piutang-piutang tersebut, tetapi sangat
disayangkan usaha tersebut tidak sesuai dengan yang diharapkan. Para debitur masih lari dari
tanggung jawabnya dan tidak mau menyelesaikan utan-utang ke negara. Ada beberapa cara yang
mungkin bisa dilakukan guna menangani permasalahan dan kasus piutang:
1. Besar jumlah piutang negara: Jumlah piutang negara dapat memberikan gambaran
tentang seberapa besar beban hutang yang harus ditanggung oleh negara tersebut.
Semakin besar jumlah piutang, semakin berat beban hutang yang harus diatasi oleh
negara.
2. Sumber piutang negara: Sumber piutang negara juga penting untuk dievaluasi. Apakah
piutang tersebut berasal dari lembaga keuangan internasional seperti IMF atau Bank
Dunia, ataukah dari pihak swasta. Setiap sumber piutang memiliki risiko dan dampak
yang berbeda pada perekonomian
3. Kualitas piutang negara: Evaluasi kualitas piutang negara dapat memberikan gambaran
tentang risiko gagal bayar atau kegagalan negara dalam membayar hutang. Piutang
negara yang tidak berkualitas tinggi dapat menjadi beban yang sangat berat bagi negara
4. Tingkat bunga: Tingkat bunga yang dikenakan pada piutang negara juga penting untuk
dievaluasi. Semakin tinggi tingkat bunga, semakin berat beban hutang yang harus
ditanggung oleh negara.
5. Kebijakan fiskal dan moneter: Evaluasi kondisi piutang negara juga perlu melihat
kebijakan fiskal dan moneter yang diterapkan oleh negara tersebut. Kebijakan ini dapat
mempengaruhi kemampuan negara dalam membayar hutang dan dapat berdampak
pada nilai tukar mata uang negara tersebut.
Tujuan utama dari Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2022 tentang Pengurusan
Piutang Negara ini diterbitkan adalah untuk memperkuat tugas serta wewenang Panitia Urusan
Piutang Negara (PUPN) dalam mengurus piutang-piutang negara Indonesia. Ada hal penting yang
tertuang pada Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2022 tersebut adalah mengenai pembatasan
keperdataan dan/atau penghentian layanan publik kepada debitur-debitur. Pembatasan-pembatasan
yang diberikan kepada debitur-debitur yang belum membayarkan utang-utangnya kepada negara
seperti membatasi akses keuangan, tidak bisa mendapatkan pembiayaan dari Lembaga Jasa
Keuangan, pembatasan layanan keimigrasian seperti paspor,visa dan pembatasan-pembatasan
lainnya yang diharapkan membuat debitur yang nakal mulai membayarkan utangnya.
SOLUSI
Penarikan atau penagihan piutang negara merupakan masalah yang kompleks dan sering
terjadi di banyak negara. Masalah ini terjadi karena kurangnya efektivitas dan efisiensi sistem
pengelolaan keuangan pemerintah. Masalah ini mempengaruhi kemampuan negara untuk
menjalankan kebijakan publik dan program-program yang telah direncanakan. Oleh karena itu,
penanganan masalah ini menjadi sangat penting. Sehingga solusi yang dapat kami tawarkan dalam
tiga aspek, yaitu:
CNBC Indonesia. (2022). Menkeu Buru Piutang Negara Rp170 T, Ini Tindakan DJKN.
https://www.cnbcindonesia.com/news/20220919141247-4-373227/sri-mulyani-siap-
berburu-piutang-negara-rp170-t
Badan Pusat Statistik. (2020). Statistik Keuangan Pemerintah Indonesia 2019. Badan Pusat
Statistik.
http://www.bps.go.id/publication/2020/06/24/9b727f9b05107d2028a2aacf/statistik-
keuangan-pemerintah-indonesia-2019.html
Kementerian Keuangan. (2020). Kebijakan Fiskal Dalam Rangka Pemulihan Ekonomi dan
Peningkatan Daya Saing. Kementerian Keuangan.
https://www.kemenkeu.go.id/publikasi/umum/2020/11/kebijakan-fiskal-dalam-rangka-
pemulihan-ekonomi-dan-peningkatan-daya-saing
Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan. (2018). Laporan Keuangan Negara Tahun 2018.
Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan. https://www.bpkp.go.id/wp-
content/uploads/2019/01/LAPORAN-KEUANGAN-NEGARA-2018.pdf
Rachmawati, T. (2016). Peran Teknologi Informasi dalam Manajemen Piutang Negara. Jurnal
Ilmiah Mahasiswa FEB, 1(2), 163-170.
https://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/economi/article/view/12823
Dwi Retno Lestari, R. (2018). Penyelesaian Sengketa Pajak dengan Pendekatan Alternative
Dispute Resolution (ADR). Jurnal Rechts Vinding, 7(1), 91-102.
https://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/rechtsvinding/article/view/23687
Setiawan, A. (2020). Pengaruh Kualitas Data Terhadap Keputusan Manajemen dalam
Pengambilan Keputusan Operasional. Jurnal Bisnis dan Manajemen, 4(1), 1-10.
https://journal.untar.ac.id/index.php/jbm/article/view/7923
Rais, H. (2019). The Effect of Good Corporate Governance on Debt Collection Efficiency:
Evidence from Indonesia. Journal of Governance and Regulation, 8(1), 66-73.
https://doi.org/10.22495/jgrv8i1art6
Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2020 tentang Pengelolaan Keuangan Negara. (2020).
Sekretariat Negara Republik Indonesia.
https://peraturan.bpk.go.id/Home/Details/135702/peraturan-pemerintah-nomor-6-tahun-
2020