Anda di halaman 1dari 14

REVIEW MATERI

“Kebijakan Utang Terhadap Pembiayaan Pembangunan

dalam Ekonomi Islam”

Untuk Mata Kuliah


Keuangan Publik Syariah

Oleh Kelompok 10

1501045001
1501045002
1501045003
1501045004
Hayatun Thoyyibah
Friski Yuni Darmawati
Nurmina
Intan Solihin
Review Materi “Kebijakan Utang Terhadap Pembiayaan Pembangunan dalam Ekonomi Islam”

Cakupan Materi : 1. What? Definisi Utang dalam perspektif keuangan publik.

2. Why? Mengapa suatu Negara harus berutang?

3. Who? Kepada siapa suatu Negara bisa berutang?

4. How? Bagaimana cara/mekanisme peminjaman oleh suatu Negara?

A. Definisi Utang Dalam Perspektif Keuangan Publik

1. Definisi Umum
Utang atau dalam konteks ini utang negara berdasarkan Undang-Undang nomor 1
tahun 2004 merupakan jumlah uang yang wajib dibayar pemerintah pusat dan/atau kewajiban
pemerintah pusat yang dapat dinilai dengan uang berdasarkan peraturan perundang-undangan
yang berlaku, perjanjian, atau berdasarkan sebab lain yang sah.
Utang sering kali menjadi permasalahan yang pelik dalam lingkup nasional, karena
telah tertanam dalam benak mayoritas masyarakat sebuah doktrin general yang memberikan
sinyal buruk terhadap utang, khususnya utang negara. Namun ternyata utang merupakan salah
satu bagian penting dalam menetapkan kebijakan fiskal (APBN) dimana juga merupakan
begian dari suatu sistem besar yang disebut pengelolaan ekonomi.
Tujuan dari pengelolaan ekonomi tersebut adalah:
1) Menciptakan kemakmuran rakyat dalam bentuk:
a. Penciptaan kesempatan kerja.
b. Mengurangi kemiskinan.
c. Menguatkanpertumbuhanekonomi.
2) Menciptakan keamanan
2. Utang Negara dalam APBN
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara atau yang biasa disingkat APBN
merupakan rencana keuangan tahunan pemerintah pusat yang disetujui oleh Dewan
Perwakilan Rakyat (DPR). APBN memuat rincian yang sistematis atas rencana pendapatan
yang akan diterima dan nilai pagu maksimal yang akan dibelanjakan oleh negara. APBN
Indonesia hingga kini masih menerapkan sistem penganggaran defisit. Hal inilah yang
menyebabkan terdapat kolom pembiayaan dalam APBN untuk mengisi nilai pendapatan
pembiayaan (netto) yang diperlukan untuk menutupi kekurangan pendapatan negara. Untuk
menutupi kekurangan pendapatan negara tersebut banyak cara yang dapat dipilih dari sekian
banyak opsi seperti penjualan aset yang dimiliki, utang dan lainnya. Namun dari semuanya
itu, utang (terlepas apapun jenisnya) merupakan instrumen yang paling sering digunakan
pemerintah dalam pelaksanaan APBN, karena memiliki tingkat risiko yang dapat
dikendalikan, tingkat fleksibilitas yang tinggi (dari segi waktu, jenis dan sumbernya), dan
kapasitas yang sangat besar.
3. Fungsi Utang Negara
Fungsi dari adanya utang negara ini diantaranya :
1. Menutupi Defisit Anggaran
2.Menutupi kekurangan kas atas kebutuhan kas jangka pendek dalam pelaksanaan
belanja yang tidak dapat ditunda

3.Solusi dalam penataan portofolio utang pemerintah yang tentu dimaksud untuk
mengurangi beban belanja untuk membiayai utang dalam APBN di tahun-tahun
berikutnya

Dari fungsi-fungsi tersebut, dapat disimpulkan bahwa utang merupakan cara untuk
menyelesaikan masalah tanpa menyebabkan permasalahan baru. Namun pendefinisian ini
baru bisa dibenarkan bila utang dapat dikelola dengan baik sesuai dengan perencanaan yang
telah ditetapkan.

4. Tujuan Pengelolaan Utang Negara


- Tujuan Jangka Panjang:
1.Mengamankan Kebutuhan Pembiayaan APBN melalui utang dengan biaya minimal pada
tingkat risiko terkendali, sehingga kesinambungan fiskal dapat terpelihara
2. Mendukung upaya untuk menciptakan pasar surat berharga negara (SBN) yang dalam,
aktif dan likuid
- Tujuan Jangka Pendek:
Memastikan tersedianya dana untuk menutup defisit dan pembayaran kewajiban pokok
utang secara tepat waktu dan efisien
5. Jenis-jenis Utang Negara
Pinjaman. Ada dua jenis pinjaman, yaitu :
1) Pinjaman Luar Negeri
Dapat berasal dari World Bank, Asian Development Bank, Islamic Development
Bank dan kreditor bilateral (Jepang, Jerman, Perancis dll), serta Kredit Ekspor. Pinjaman
luar negeri ini terbagi lagi menjadi dua jenis, yaitu :
a. Pinjaman Program:
Untuk budget support dan pencairannya dikaitkan dengan pemenuhan Policy
Matrix di bidang kegiatan untuk mencapai MDGs (pengentasan kemiskinan,
pendidikan, pemberantasan korupsi), pemberdayaan masyarakat, policy terkait
dengan climate change dan infrastruktur. change dan infrastruktur.
b. Pinjaman Proyek :
Untuk pembiayaan proyek infrastruktur di berbagai sektor (perhubungan, energi,
dll); proyek-proyek dalam rangka pengentasan kemiskinan (PNPM).

2) Pinjaman Dalam Negeri


a. Peraturan Pemerintah (PP) No.: 54 Tahun 2008 Tentang Tata Cara Pengadaan
dan Penerusan Pinjaman Dalam Negeri oleh Pemerintah ;
b. Berasal dari Badan Usaha Milik Negara (BUMN); Pemerintah Daerah,dan
Perusahaan Daerah;
c. Untuk membiayai kegiatan dalam rangka pemberdayaan industri dalam negeri
dan pembangunan infrastruktur untuk pelayanan umum; kegiatan investasi yang
menghasilkan penerimaan.

Surat Berharga Negara (SBN) dalam Rupiah dan valuta asing, tradable & non-
tradable, fixed & variable :
1. Surat Utang Negara (SUN)
a. Surat Perbendaharaan Negara (SPN/T-Bills): SUN jangka pendek (s.d. 12bln);
b. Obligasi Negara (> 1 thn)
1)Coupon Bond
a) Tradable: ORI, FR/VR bond, Global bond
b) Non tradable: SRBI untuk BLBI, dan Surat Utang/SU ke BI untuk penyehatan dan
restrukturisasi perbankan
2) Zero coupon

2. Surat Berharga Syariah Negara (SBSN)/Sukuk Negara dalam Rupiah dan valuta
asing dengan berbagai struktur, misalnya Ijarah, Musyarakah, Istisna dll
a. SBSN jangka pendek (Islamic T-Bills); SBSN Ritail (Sukri);
b. SBSN jangka panjang (IFR/Ijarah Fixed Rate; Global Sukuk; SDHI/Sukuk Dana
Haji Indonesia).

B. Mengapa suatu Negara harus berutang

Total utang pemerintah pusat hingga Juni 2017 tercatat Rp3.706,52 triliun. Jumlah itu naik
Rp34,19 triliun dari posisi akhir bulan Mei 2017 sebesar Rp3.672,33 triliun. Mengutip keterangan
dari Menteri Keuangan Sri Mulyani, Indonesia yang merupakan suatu negara dengan penduduk 257
juta jiwa mayoritas penduduknya berusia muda. Akibatnya, investasi di sektor sumber daya manusia
(SDM) merupakan suatu keharusan dan bukan suatu yang bisa ditunda.

Lebih lanjut, indeks pembangunan manusia (IPM) Indonesia masih kalah dibanding negara
lain. Saat ini, IPM Indonesia di bawah 70, sementara negara lain sudah di atas 73. Tak hanya itu,
10,7% masyarakat Indonesia masih hidup di bawah garis kemiskinan dan membutuhkan intervensi
pemerintah untuk memutus siklus kemiskinan tersebut.

Selain itu, Indonesia saat ini masih tertinggal di bidang infrastruktur. Bahkan, jika dibanding
negara-negara yang infratrukturnya minim, Indonesia masih berada di bawahnya. Infrastruktur
Indonesia dibanding negara-negara anggota G20 pun masih di level bawah. Infrastruktur Indonesia
yang minim bermula dari krisis moneter 1997-1998. Kala itu, Anggaran Pendapatan Belanja Negara
(APBN) termakan untuk menyelamatkan sektor keuangan, sehingga infrastruktur tidak pernah
menjadi prioritas. Akibatnya, saat ini stok infrastruktur terhadap Growth Domestic Product (GDP)
Indonesia hanya 30%.

Kemudian dapat dikatakan pasar keuangan di Indonesia masih sangat terbatas. Hal ini terlihat dari
kapitalisasi market terhadap GDP, rasio utang pemerintah (government bond), rasio utang swasta
(corporate bond), dan interbank landing to GDP masih di bawah rata-rata. Untuk menjawab
tantangan tersebut, kata mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia ini, maka pemerintah harus mencari
sumber pembiayaan dimana salah satunya adalah utang.
Sebagaimana dijelaskan di atas, total utang pemerintah pusat hingga Juni 2017 tercatat
Rp3.706,52 triliun. Jumlah itu naik Rp34,19 triliun dari posisi akhir bulan Mei 2017 yang sebesar
Rp3.672,33 triliun. Pemerintah tetap masih harus berutang pada tahun depan. Utang diperlukan untuk
membayar suku bunga utang yang telah menumpuk. Dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan
Belanja Negara (RAPBN) 2017 yang dibacakan Presiden Joko Widodo, Selasa lalu, disebutkan,
pemerintah akan membayar bunga utang sebesar Rp221,4 triliun. Angka itu meningkat dibanding
dengan tahun sebelumnya sebesar Rp191,2 triliun. Rincian bunga utang yang harus dibayar itu adalah
bunga utang dalam negeri sebesar Rp205,6 triliun, naik dari 2016 yang sebesar Rp174 triliun.
Kemudian untuk bunga utang luar negeri adalah Rp15,7 triliun, atau turun dari 2016 yang sebesar
Rp17,2 triliun.

Mengutip dari berbagai sumber, posisi utang pemerintah pusat sampai dengan Juni 2016
sebesar Rp3.362,74 triliun. Realisasi ini membengkak dari posisi utang bulan sebelumnya yang
sebesar Rp3.323,36 triliun. Utang ini merupakan akumulasi sejak pemerintahan Orde Baru hingga
sekarang.

Namun, utang pemerintah selama ini lebih banyak digunakan untuk membayar atau mencicil
utang di masa lalu, bukan untuk kegiatan produktif.

Indonesia mengalami defisit keseimbangan primer Rp111,4 triliun. APBN yang punya
keseimbangan primer defisit dianggap APBN kurang sehat. Keseimbangan primer yang deficit
menandakan pinjaman atau utang yang dilakukan untuk membayar bunga utang.

Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kementerian Keuangan, Robert Pakpahan,
mengakui bahwa fiskal Indonesia masih bermasalah pada keseimbangan primer yang mencatatkan
defisit.

Defisit keseimbangan primer tercipta karena belanja pemerintah lebih tinggi dibanding
penerimaan perpajakan, meskipun pos untuk pembayaran bunga utang sudah dicicil melalui
penerbitan utang. Idealnya keseimbangan primer mendekati nol alias positif. Solusi instan untuk
mencapai hal tersebut adalah meningkatkan penerimaan pajak atau mengurangi belanja negara.
Namun, kondisi perekonomian domestik masih melambat akibat penurunan harga-harga komoditas
ekspor.
Keseimbangan primer adalah selisih dari total pendapatan negara dikurangi belanja negara di
luar pembayaran bunga utang. Bila keseimbangan primer defisit, itu berarti pemerintah berutang
untuk membayar bunga utang.

Sekarang mari kita bandingkan Hutang luar negeri kita dengan beberapa negara lain di dunia.

No Negara Jumlah Negara % GDP Perkapita

1 USA 17000 Milyar USD 106% 52.170 USD

2 jepang 3000 Milyar USD 60% 2.600 USD

3 Malaysia 95 Milyar USD 31% 2.570 USD

4 Australia 1500 Milyar USD 95% 52.596 USD

5 Korea Selatan 436 Milyar USD 36% 7.567 USD

6 China 3000 Milyar USD 37% 2.220 USD

7 Saudi Arabia 134 Milyar USD 19% 3.176 USD

8 Thailand 115 Milyar USD 26% 1.292 USD

9 Inggris 10000 Milyar USD 406% 160.158 USD

10 Indonesia 251 Milyar USD 28% 837 USD

Sumber :Wikipedia, akses per 9 Agustus 2014

Sekarang mari kita bahas, jika utang indonesia dirupiahkan itu sudah diatas 3000 Triliun Rupiah.
Terlihat banyak bukan? Tapi mari kita lihat secara jernih dan bagaimana cara membaca tabel diatas

Perbandingan utang indonesia dengan negara lain

Tampak dari jumlah hutang kita memang lebih tinggi dari negara malaysia dan thailand tapi hal ini
dikarenakan jumlah penduduk dan luas wilayah negara kita lebih tinggi. Jika dibandingkan dengan
negara seperti Amerika, hutang indonesia itu cuma 1.4 % dari utang amerika. dan cuma 2.5% dari
total hutang negara inggris.
% utang dari GDP

Sekarang mari kita bandingkan dari sisi %GDP. GDP adalah nilai total barang dan jasa disuatu negara
yang dihasilkan selama 1 tahun. Makin kecil rasio hutangnya makin bagus. Perhatikan bahwa rasio
hutang indonesia cuma 28%.

Saya beri gambaran yang lebih mudah, ibaratnya jika Indonesia adalah sebuah keluarga, jika
pendapatan keluarga itu 1 Juta rupiah, utang keluarga itu cuma 280ribu rupiah. Itu masih sangat wajar
dan sehat. Sekaran gmari kita bandingkan dengan Amerika. Jika amerika dianggap sebuah keluarga
dengan gaji 1 juta, maka gaji itu tidak cukup untuk membayar utangnya. Inggris lebih parah, jika
inggris sebuah dianggap sebuah keluarga dengan gaji 1 juta, maka gaji itu cuma 1/4 dari utang
totalnya.

C. Kepada siapa suatu Negara bisa berutang

Pada dasarnya sumber pinjaman negara itu dapat dikelompokkan menjadi 3 sumber:
1. Individu dalam masyarakat,
Pemberian pinjaman oleh para individu dengan cara mereka membeli obligasi
negara. mi dapat mempengaruhi pola konsumsi dan pola tabungan para individu yang
bersangkutan. Pada umumnya orang tidak akan mengurangi konsumsi sekedar untuk
membeli obligasi negara, tetapi mereka akan mengurangi tabungan mereka un tuk
niembeli obligasi. Sesungguhnya ada beberapa alternatif penggunaan dana tabungan yaitu
dana ini dapat dipakai untuk perluasan usaha, atau disimpan dalam bentuk uang kas yang
menganggur untuk keperluan spekulasi. Alternatif-alternatif ini tidak dipilih karena
obligasi memberikan hasil atau pendapatan lebih tinggi dalam bentuk bunga daripada
alternatif-alternatif lain tersebut. Satu alternatif lain lagi ialah pembelian surat berharga
bukan obligasi negara. Pembelian obligasi negara akan menekan harga surat berharga
yang lain seperti surat-surat saham dan ini akan meningkatkan tingkat hunga sehingga
menekan keinginan mengadakan investasi dan menghambat ekspansi perusahaan.
2. Sektor perusahaan
Pemerintah dapat pula menjual surat obligasi negara kepada perusahaan asuransi
dan sebagainya yang bukan bank. Pembelian obligasi oleh perusahaan jenis ini dilakukan
dengan menggunakan dana yang mengganggur yang seharusnya dapat pula dipakai untuk
membeli surat-surat saham dan lain sebagainya. Sebagai akibat dan pembelian obligasi
itu, maka kemungkinan perluasan usaha perusahaan-perusahaan yang ingin menjual
saham jadi terhambat karena kekurangan dana. Hal mi hanya dapat terjadi bila obligasi
negara itu benar-benar menarik dengan memberikan hasil yang tinggi dibanding dengan
tingkat deviden yang diperoleh sehagai hasil memegang saham.
3. Bank Umum
Bank umum karena kemampuannya memberikan kredit berbeda dengan lembaga
keuangan lain maka mi dapat menciptakan tenaga beli baru dengan mendasarkan pada
deking (reserve) yang di punyai. Bank Sentral memberikan pedoman bahwa untuk
memburi kan kredit, bank umum harus punya deking misalnya sctinggi 20% ( reserve
requirement 20%).
Dengan pembelian obligasi negara berarti bank umum mempunyai tambahan
deking sehingga dengan reserve requirement setinggi 20%, maka dapat diciptakan uang
giral sebanyak lima kali lipat. Jadi cara ini tidak mempunyai sifat menurunkan 
pendapatan nasional.
4. Bank Sentral.
Pemerintah dapat menjual obligasi kepada Bank Sentral. Tindakan ini juga
menciptakan tenaga beli seperti halnya bila pemerintah menjual obligasi kepada Bank
umum. Bank Sentral membuka rekening pemerintah dan seolah-olah pemerintah
mempunyai simpanan di Bank Sentral. Kalau kemudian pemerintah mengambil uang dan
Bank dan melakukan pembayaran kepada individu-individu dalam masyarakat dan bila
para individu menyimpan dana itu di Bank umum, maka ini akan merupakan deking bagi
Bank umum sehingga Bank umum dapat menciptakan kredit yang akhirnya berbentuk
uang giral. Jadi pinjaman pemerintah dan Bank Sentral tidak akan bersifat menekan
tingkat pendapatan nasional
5. Pinjaman Luar Negeri sebagai Sumber Kapital
Di sebagian besar negara-negara sedang berkembang, kemungkinan bagi
akumulasi kapital terbatas karena di samping rendahnya produktivitas juga karena
tingginya tingkat konsumsi baik untuk sektor swasta maupun sektor pemerintah yang
disebabkan oleh meningkatnya jumlah penduduk dan adanya efek pamer  inter Low level
equiibirum trap atau perangkap keseimbangan pendapatan yang rendah diartikan pula
sebagai tingkat pendapatan yang menjalin adanya keseimbangan antara laju pertumbuhan
penduduk dan laju pertumbuhan pendapatan pada tingkat yang rendah dan dalam
kedudukan yang stabil.
Sampai saat ini, Indonesia masih memiliki pinjaman luar negeri. Per Januari 2017,
utang luar negeri pemerintah Indonesia (baik bilateral maupun multilateral) tercatat Rp
728,15 triliun, naik tipis dari akhir 2016 yang sebesar Rp 728,08 triliun. Secara bilateral,
Jepang, Prancis, dan Jerman masih menjadi kreditur terbesar utang Indonesia. Sementara
secara multilateral, Indonesia masih meminjam dari Bank Dunia, Bank Pembangunan Asia
(ADB), dan Bank Pembangunan Islam (IDB).
Berikut adalah pemberi pinjaman bilateral dan multilateral terbesar buat Indonesia,
seperti dikutip dari data Ditjen Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kementerian Keuangan,
Jumat (26/1/2017).
1) Islamic Development Bank (IDB)
Per Januari 2017, utang pemerintah Indonesia ke IDB mencapai Rp 9,83 triliun, naik tipis
dari bulan sebelumnya Rp 9,42 triliun. Persentasenya adalah 1,2% dari total utang luar
negeri Indonesia.
2) Jerman
Hingga Januari 2017, utang pemerintah Indonesia ke Jerman mencapai Rp 24,74 triliun,
naik tipis dari bulan sebelumnya Rp 24,72 triliun. Persentasenya adalah 3,3% dari total
utang luar negeri pemerintah pusat.
3) Prancis

Sampai Desember 2017, utang Indonesia ke Prancis mencapai Rp 24,56 triliun. naik tipis
dari bulan sebelumnya Rp 24,5 triliun. Jumlah tersebut adalah 3,3% dari total utang luar
negeri pemerintah pusat.
4) Bank Pembangunan Asia (ADB)

Utang dari ADB hingga Januari 2017 adalah Rp 122,02 triliun, turun dari bulan
sebelumnya Rp 125,1 triliun. Jumlah ini adalah 16,75% dari total utang luar negeri
pemerintah pusat.
5) Jepang
Negeri Matahari Terbit ada di posisi kedua pemberi utang terbesar ke pemerintah
Indonesia. Per Januari 2017, utang pemerintah Indonesia ke Jepang mencapai Rp 199,4
triliun, naik dari bulan sebelumnya Rp 195,95 trliun.
Utang tersebut mencapai 27,3% dari total pinjaman luar negeri pemerintah.
6) Bank Dunia
Bank Dunia kembali pemberi utang terbesar ke pemerintah Indonesia. Jumlahnya hingga
Desember 2017 mencapai Rp 230,26 triliun, turun dari bulan sebelumnya Rp 232,26
triliun.
Utang Indonesia ke Bank Dunia mencapai 31,6% dari total utang luar negeri pemerintah.
Selain 6 besar ini, Indonesia juga memiliki utang luar negeri ke negara ini:

 Korea Selatan Rp 19,66 triliun


 China Rp 12,94 triliun
 Amerika Serikat (AS) Rp 8,84 triliun
 Australia Rp 7,24 triliun
 Spanyol Rp 3,42 triliun
 Rusia Rp 3,43 triliun
 Inggris Rp 2,07 triliun

D. Bagaimana cara/mekanisme peminjaman oleh suatu Negara

1. IMF
1) Mekanisme Peminjaman di IMF

IMF memberikan pinjaman valuta asing kepada negara yang mengalami


masalah neraca pembayaran. Pinjaman IMF mengharuskan penyesuaian yang mesti
dilakukan negara peminjam agar pembelanjaan sesuai dengan pendapatannya untuk
mengoreksi masalah neraca pembayarannya. Selain itu pemberian pinjaman IMF juga
dimaksudkan untuk mendukung kebijakan, termasuk reformasi struktural, yang akan
meningkatkan posisi neraca pembayaran suatu negara dan prospek pertumbuhan
berkesinambungan.
Setiap negara anggota dapat berhutang kepada IMF untuk pembiayaan jika
memiliki kebutuhan neraca pembayaran yaitu, jika negara tersebut memerlukan
pinjaman resmi supaya dapat melakukan pembayaran eksternal dan mempertahankan
tingkat cadangan yang tepat tanpa melakukan langkah langkah yang menghambat
(mengorbankan-membahayakan) kemakmuran nasional atau internasional. Langkah-
langkah “membahayakan” itu bisa termasuk pembatasan perdagangan dan
pembayaran, penekanan yang tajam akan permintaan dalam ekonomi dalam negeri,
atau depresiasi yang tajam akan mata uang domestik. Bagi IMF, pinjaman perlu
dilakukan oleh negara-negara yang mengalami kesulitan neraca pembayaran, yang
bisa saja membuat kebijakan ekonomi domestik dengan “membahayakan”
kemakmuran nasional.

Fasilitas Pinjaman IMF Terhadap Anggota


 Pinjaman Siaga adalah inti kebijakan pinjaman IMF. Skema ini memberikan

kepastian kepada negara anggota bahwa bantuan pinjaman siaga digunakan sampai
sejumlah tertentu, biasanya selama 12–18 bulan, untuk mengatasai masalah neraca
pembayaran jangka pendek.
 Fasilitas Pendanaan yang Lebih Panjang. Dukungan IMF bagi anggotanya
berdasarkan Fasilitas Pendanaan Diperpanjang memberikan kepastian bahwa sebuah
negara anggota bisa menarik sampai sejumlah tertentu, biasanya selama tiga sampai
empat tahun, untuk membantu negara itu mengatasi masalah ekonomi struktural yang
menyebabkan kelemahan serius dalam neraca pembayarannya.
 Fasilitas Pertumbuhan dan Pengurangan Kemiskinan adalah fasilitas berbunga
rendah untuk membantu negara anggota termiskin menghadapi masalah neraca
pembayaran yang terlalu lama. Biaya bagi para peminjam disubsidi melalui hasil dari
penjualan emas milik IMF di masa lalu, bersama dengan pinjaman dan dana bantuan
yang disediakan kepada IMF untuk tujuan tersebut oleh anggota-anggotanya.
 Fasilitas Cadangan Tambahan. Menyediakan pembiayaan jangka pendek tambahan
kepada negara anggota yang mengalami kesulitan neraca pembayaran yang terkecuali
karena hilangnya kepercayaan pasar yang mendadak dan mengganggu yang tercermin
dalam arus modal keluar.
 Kredit Kontinjen (Contingent Credit Lines—CCL). Untuk memudahkan anggota
melaksanakan kebijakan ekonomi kuat agar memperoleh pembiayaan IMF jangka
pendek ketika menghadapi hilangnya kepercayaan pasar yang mendadak dan
mengganggu, biasanga diakibatkan dari “penularan” kesulitan di negara lain.
 Bantuan Darurat. Diperkenalkan di tahun 1962 untuk membantu anggota mengatasi
masalah neraca pembayaran yang timbul dari bencana alam yang mendadak dan tidak
disangka, bentuk bantuan ini diperpanjang di tahun 1995 untuk mencakup situasi
tertentu di mana anggota telah keluar dari konflik militer, untuk membantu
pembangunan kapasitas administratif dan institusional.

Kritik Terhadap IMF


Pengkritik praktek IMF-Bank Dunia yang paling gencar adalah Joseph E.
Stiglitz, peraih nobel ekonomi dan pernah bekerja pada dua lemabaga itu. Stiglitz tak
setuju dengan cara kerja IMF terkait resep-resep ekonomi yang diberikan kepada
negara-negara berkembang. Stiglitz, dalam bukunya Globalization in Discontens,
mengkritik IMF yang memberikan resep kepada negara-negara berkembang untuk
melakukan privatisasi, liberalisasi pasar modal, penentuan harga yang murni
berdasarkan kekuatan pasar, serta pengentasan kemiskinan agar bisa berpartisipasi
dan memetik keuntungan dari integrasi global. Keempat tahap ini dijadikan paket
standar oleh IMF/Bank Dunia setiap kali memberi asistensi kepada negara-negara
yang membutuhkan. 
Padahal asistensi IMF/Bank Dunia ini tidak bisa berlaku secara universal. Tiap
negara punya ke-khasan tersendiri dalam merumuskan kebijakannya. Artinya asistensi
IMF/Bank Dunia tidak bisa dipaksakan. China, misalnya, adalah contoh unik. Negara
ini selalu menolak resep yang ditawarkan lembaga internasional, baik IMF, Bank
Dunia, maupun WTO. Namun, perekonomian China berkembang pesat dan
mencatatkan prestasi yang hebat. Praktek globalisasi yang dilakukan oleh IMF
merupakan kecelakaan fatal. Bagi Stiglitz, IMF membuat kebijakan dan nasehat yang
salah arah. Stigliz juga mengatakan bahwa IMF sangat serampangan dalam
memberikan solusi ekonomi bagi negara-negara berkembang. WTO dalam pandangan
Stiglitz, dengan sadar dan wajar memelihara kesenjangan ekonomi antar negara maju
terhadap negara berkembang. Negara maju selalu berbicara tentang pentingnya
membuka pasar ekonomi seluas-luasnya, tapi disisi lain mereka melakukan proteksi
yang sangat ketat, sehingga menghambat produk dari negara-negara berkembang
(terutama di bidang pertanian). Ini merupakan kemunafikan yang dilakukan oleh
negara maju terhadap negara berkembang.1
Lebih lanjut, menurut Stiglitz, prakondisi IMF yang teramat ketat terhadap
negara-negara Asia di tengah krisis yang berkepanjangan berpotensi menyebabkan
resesi yang berkepanjangan. Kemudian berlakunya praktek apa yang dinamakan
konsensus Washington, yaitu negara pengutang lazimnya harus mendapatkan restu
pendanaan dari pemerintah AS, yang pada dasarnya hanya memperluas kesempatan
ekonomi AS. Banyak juga pakar-pakar ekonomi yang mengkritik kebijakan IMF
dalam hal menangani krisis moneter di Asia. Argumen kritiknya bisa disimpulak sbb:
(1) program IMF terlalu seragam, padahal masalah yang dihadapi tiap negara tidak
seluruhnya sama; dan (2) program IMF terlalu banyak mencampuri kedaulatan negara
yang. IMF telah gagal memberikan solusi kepada tiga negara Asia (Thailand, Korea
dan Indonesia). Setelah melihat program penyelematan IMF di ketiga negara tersebut,
timbul kesan yang kuat bahwa IMF sesungguhnya tidak menguasai permasalahan dari
timbulnya krisis, sehingga tidak bisa keluar dengan program penyelamatan yang
tepat.2

1. Mekanisme Pengadaan Pinjaman di IDB (Islamic Development Bank)


1. Pemerintah cq. MoF menyampaikan proposal kegiatan yang telah masuk dalam Blue
Book kepada IDB
2. IDB akan mengirimkan misi appraisal untuk me-review project
3. Hasil dari misi appraisal berupa Minutes of Meeting yang ditandatangani oleh
Pemerintah Indonesia dan IDB
4. Berdasarkan Minutes of Meeting, IDB menyampaikan tawaran terms and condition
project untuk mendapat persetujuan pemerintah Indonesia
5. Persetujuan Terms and Condition dimaksud akan diajukan dalam Sidang Board of
Executive Director IDB untuk mendapat persetujuan pembiayaan dari BED
6. IDB mengirimkam draft agreement untuk negoisasi loan agreement secara
korespodensi
7. Penandatanganan Financing Agreement
8. Proses pengefektifan Financing Agreement

1
Mohammad Amien Rais. 2008. Hal, 32
2
Krisis Moneter Indonesia: Sebab, Dampak, Peran IMF dan Saran. 1998. Pidato Pengukuhan Guru Besar, Lepi S.
Tarmidi, Guru Besar FE-UI.
9. Pelaksanaan Kegiatan oleh executing agency

Karakteristik Pembiayaan Islamic Depelopment Bank (IDB)


Beberapa karakteristik pembiayaan IDB diantaranya adalah :
o Memakai sistem syari’ah, sehingga tidak mengenal adanya bunga.
o Biaya pinjaman hanya dikenakan terhadap dana yang telah
ditarik/digunakan.
o Tidak terdapat front-end fee dan commitment fee.
o Terdapat rabat (discount) jika membayar tepat waktu.

Adapun bentuk-bentuk pembiayaan IDB terdiri atas :


       Pinjaman Pembiayaan (Loan financing)
Sebuah bentuk pemberian ijin biasa dan diberikan pada sebagian negara anggota yang agak
maju. Pinjaman ini diperluas terutama untuk pemerintah atau lembaga-lembaga publik yang
memiliki jaminan pemerintah dan menyediakan pendanaan jangka panjang untuk proyek-
proyek dasar pembangunan infrastruktur dan pertanian. Sampai akhir 1419 H telah disalurkan
sebanyak 341 proyek pinjaman senilai ID 1485 milyar atau US$ 1895 milyar.
       Sewa Kontrak (Leasing)
Dengan bentuk ini, IDB pada awalnya  menyewa kepemilikan aset. Setelah pengembalian
penuh terjadi, asset dikirimkan pada penyewa. Misalnya mesin dan peralatan yang diperlukan
untuk jalur produksi pabrik dalam hal pembiayaan, pembangkit listrik tanaman, atau kapal
laut, dan lain-lain. Sampai akhir 1419 H, IDB telah menjalankan 107 operasi dengan nilai ID
1222 milyar atau US$ 1627 milyar.
       Penjualan Angsuran (Installment Sale)
Bentuk ini hampir mirip dengan leasing namun memberikan transfer tengah dari kepemilikan
aset kepada penerima wewenang. Kepemilikan ditransfer  dengan mengirimkan
pengembalian secara berangsur. Sampai akhir 1419 H, IDB telah menjalankan 109 operasi
senilai ID 952 milyar atau US$ 1263 milyar.
       Pengikutsertaan berkeadilan (Equity Participation)
IDB berpartisipasi dalam modal saham produktif  agro-industri dan proyek-proyek industri
yang mampu secara ekonomi dan memiliki financially viables.
       Bagi hasil (Profit Sharing)
Bagi Hasil adalah suatu bentuk kemitraan yang melibatkan pengumpulan dana antara IDB
dan pihak lain untuk pembiayaan proyek, masing-masing mitra memperoleh persentase dari
keuntungan bersih yang diperoleh dari usaha, dimana rekanan bisnis (mitra) mengumpulkan
sumberdaya mereka dalam sebuah usaha bersama (joint venture) dan dari masing-masing
rekanan dilakukan pembagian keuntungan secara proporsional sesuai dengan kontribusi
masing-masing.
       Istisna’a
Adalah model baru yang dilakukan pada tahun 1996 (1416 H). Tujuan utamanya adalah
untuk mempromosikan perdagangan barang-barang modal diantara negara-negara
anggota.  Sampai akhir 1419 H, 4 operasi telah dijalankan dengan nilai ID 38 milyar atau
US$ 53 milyar.
       Bantuan-bantuan teknis (Technical Assistance)
Diberikan untuk memfasilitasi persiapan proyek dan kapasitas gedung, dan diberikan dalam
bentuk pinjaman, bantuan atau kombinasi keduanya.  Sampai akhir 1419 H, IDB telah
menjalankan 278 operasi senilai ID 91 milyar atau US$ 114 milyar.  Program Kerjasama
Teknis IDB dan Islamic Research Institute (IRTI) juga memberikan  beberapa tipe bantuan
teknis lain dalam bentuk seminar, workshops and pertukaran tenaga ahli.

Anda mungkin juga menyukai