Anda di halaman 1dari 14

AKULTURASI KESENIAN REBANA

DISUSUN OLEH : KELOMPOK 3


NAMA ANGGOTA KELOMPOK :
1. ISMAWATI
2. IZZAN AINURROHMAN
3. JIHAN BELA SAPUTRI
4. LUCKY RAFLI MOHAMAD
5. M.AGUS PRASETYO

KELAS XII TKJ 1

SMK BINA UTAMA KENDAL


TAHUN PELAJARAN 2020/2021
KATA PENGANTAR

Dengan memanjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan
rahmat dan hidayahnya kepada kita semua, tak lupa juga shalawat beriring salam
kita haturkan kepada baginda kita nabi Muhammad SAW, sehingga kami dapat
menyelesaikan karya tulis ilmiah yang berjudul “Akulturasi Kesenian Rebana” sesuai
dengan yang diharapkan.
Dengan maksud penyelesaian karya tulis ini agar memenuhi tugas sejarah,seni
budaya dan bahasa Jawa. Terima kasih kami haturkan kepada Bapak/Ibu selaku
pembimbing materi pembuatan karya tulis tersebut, dan tak lupa untuk semua pihak
yang mendukung didalam penyusunan karya tulis ini.
Harapan kami pun semoga karya tulis ini dapat bermanfaat, khususnya kepada para
pembaca untuk menambah wawasan baru atau pengetahuan tentang judul karya
ilmiah yang disebutkan diatas.

Kami menyadari karya tulis ini masih banyak kekurangan yang mungkin tidak
disadari dan dengan keterbatasan yang kami miliki. Kritik dan saran dari pembaca
akan diterima dengan tangan terbuka demi perbaikan dan kesempurnaan karya tulis
ini.

Kendal,11 Maret 2021

Penulis
DAFTAR ISI

AKULTURASI KESENIAN REBANA.............................................................................................1


KATA PENGANTAR.........................................................................................................................2
DAFTAR ISI........................................................................................................................................3
BAB I PENDAHULUAN....................................................................................................................4
A. LATAR BELAKANG.......................................................................................4
BAB II PEMBAHASAN.....................................................................................................................6
BAB III PENUTUP...........................................................................................................................11
A. SIMPULAN....................................................................................................11
B. SARAN..........................................................................................................11
DAFTAR PUSAKA...........................................................................................................................12
LAMPIRAN........................................................................................................................................13
Teks Deskripsi tentang Kesenian Rebana..........................................................13
BAB I PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Penyebaran Islam di Nusantara mulai semarak pada abad ke-12 dan 13. Syiar
Islam yang dibawa para dai Timur Tengah ternyata bisa diterima baik oleh warga
pribumi.

Alasannya, syiar Islam tersebut mampu bertransformasi dengan budaya setempat.


Nilai-nilai Islam yang disampaikan dikemas sedemikian rupa sehingga mampu
menyesuaikan dengan kondisi sosio-kultural setempat.

Misalnya, dalam pergelaran wayang kulit dikemas dengan kisah dan ajaran
bernapaskan Islam. Syiar Islam disampaikan dalam bentuk hiburan yang saat itu
digandrungi masyarakat nusantara.

Demikian juga dengan alat musik rebana yang didalam syair-syairnya sarat


dengan nilai-nilai Islam. Masyarakat yang ketika itu menyukai nyanyian ternyata
menyukai kesenian rebana. Akhirnya, mereka pun ikut melantunkan syair-syair
yang bernapaskan ajaran Islam itu.

Hingga sekarang, hiburan sejenis rebana masih menghiasi kegiatan peringatan


hari besar
islam, tasyakuran, walimatul urusy, walimatul khitan, walimatul hamli, hari raya,
hingga acara penyambutan tamu penting.

Seperti dikenal dalam masyarakat Betawi, kesenian marawis adalah salah satu
bukti nyata bentuk kesenian Islam dengan menggunakan rebana.

Marawis merupakan kolaborasi kesenian Timur Tengah dan Betawi yang sangat
kental dengan warna keagamaan. Itu tecermin dari berbagai lirik lagu yang
dibawakan, seperti ungkapan shalawat sebagai bentuk kecintaan kepada Nabi
SAW, dan pujian serta ungkapan rasa syukur kepada Sang Pencipta.

Kesenian yang asal-muasalnya dari Yaman ini mempunyai irama-irama tertentu


untuk tujuan
tertentu pula. Seperti irama jenis sarah dipakai untuk mengarak pengantin, dan
irama jenis zahefah untuk mengiringi lagu di majelis. Kedua nada ini lebih banyak
digunakan untuk irama yang menghentak dan membangkitkan semangat.
Dalam marawis juga dikenal istilah ngepang yang artinya berbalasan memukul dan
mengangkat. Selain mengiringi acara hajatan seperti sunatan dan pesta
perkawinan, marawis juga kerap dipentaskan dalam acara-acara seni-budaya
Islam.

Dalam Islam, rebana dan gendang tidak hanya sebatas hiburan atau alat
permainan semata. Alat musik pukul ini bahkan sering diselaraskan dengan
kebudayaan Islam. Keberadaannya rebana dahulunya juga menjadi salah satu
media dalam dakwah dalam menyampaikan syiar Islam.

B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa itu kesenian rebana?
2. Bagaimana sejarah kesenian rebana di Indonesia!
3. Apa saja kegunaan kesenian rebana?
4. Bagaimana cara mempertahankan kesenian rebana!
C. TUJUAN
1. Memberikan informasi tentang kesenian rebana,terkhusus untuk para
generasi muda.
2. Memaparkan sejarah kesenian rebana sebagai sarana penyebaran agama
islam di Indonesia.
3. Memberitahu kegunaan kesenian rebana yang seringkali dimainkan pada
acara tertentu.
4. Memaparkan cara-cara mempertahankan kesenian rebana di Nusantara.
BAB II PEMBAHASAN

Kesuksesan penyebaran ajaran agama Islam tak terlepas dari peran para ulama
yang menggunakan kesenian sebagai media dakwah.

Di dalam kesenian tersebut banyak terdapat alat-alat musik bernuansa Islam, salah
satunya, yaitu rebana. Alat perkusi inilah yang akan digali lebih dalam dalam tulisan
ini. Rebana atau yang dikenal juga dengan tamborin ini merupakan alat musik yang
sudah tidak asing lagi di Indonesia, khususnya bagi masyarakat yang beragama
Islam.

Menurut Ensiklopedi Islam Jilid 3, secara bahasa, rebana berasal dari kata Arab,
yaitu rabbana yang berarti "Tuhan kami." Pengertian tersebut menunjukkan bahwa
alat ini biasa digunakan untuk menyerukan nama Allah SWT dalam bentuk doa-doa
dan pujian yang dilantunkan. Tidak hanya itu, rebana juga juga digunakan untuk
menyerukan nama Rasulullah SAW.

Secara istilah, rebana adalah sejenis alat kesenian tradisional yang terbuat dari
kayu, dibuat dalam bentuk lingkaran dan di tengah-tengahnya dilubangi. Kemudian
di tempat yang dilubangi itu ditempeli kulit binatang, biasanya kulit kambing yang
telah dibersihkan bulu-bulunya.
Biasanya rebana sering digunakan dalam kegiatan-kegiatan yang bernapaskan
Islam dan banyak dipengaruhi budaya Timur Tengah. Selain itu, rebana juga
mempunyai sebutan berbeda-beda di setiap negara. Seperti di Mesir, Irak, Suriah,
dan di negara-negara Arab lainnya, rebana disebut dengan riq. Di Rusia, Ukrania,
Slovia, Cekoslovakia dan Polandia alat musik perkusi ini disebut dengan istilah
buben.

Di Balkan, Persia, dan di negara-negara Asia Tengah rebana juga disebut dengan
dajre. Kemudian, masyarakat India Selatan menyebut rebana dengan sebutan
kanjira. Tetapi, walaupun berbeda-beda, semua istilah tersebut sama-sama diterima
sebagai instrumen perkusi, yang memiliki fungsi utama menjaga ritme dalam suatu
karya musik.

Pukulan tangan pada alat musik rebana akan dapat menimbulkan bunyi yang enak
didengar. Alat musik ini digunakan dengan cara memukul tubuh kulitnya atau
mengguncangkan lempengan-lempengan logamnya atau memukul bagian dari
tubuh kulitnya sambil mengguncangkan untuk mendapatkan keduanya secara
simultan.

Namun, perlu ditegaskan kembali bahwa untuk menggunakan alat ini barangkali
harus sesuai dengan fungsi pertama kalinya, yaitu sebagai instrumen dalam
menyanyikan lagu-lagu keagamaan berupa pujian terhadap Allah SWT dan Rasul-
Nya, shalawat, syair-syair Arab, dan lain-lain.

Dalam sejarahnya, rebana pertama kali muncul pada abad ke-6 Mesehi saat Nabi
Muhammad SAW hijrah dari Makkah ke Madinah. Saat itu, mereka menyambut
Rasulullah SAW dengan rebana sambil bersyair. Salah satu syair yang dilantunkan
saat itu adalah syair yang artinya, "Purnama telah terbit di atas kami, dari arah
Tsaniyatul Wada'. Kita wajib mengucap syukur, dengan doa kepada Allah semata."

Hingga saat ini, para pencinta Nabi Muhammad SAW semakin hari semakin
bertambah rasa dan cinta mereka kepada beliau. Dengan menggunakan rebana dan
syair, mereka semakin mengenal sosok manusia yang paling dimuliakan Allah SWT
tersebut.

Di Indonesia, rebana pertama kali diperkenalkan oleh Habib Ali bin Muhammad bin
Husain al-Habsyi pada abad ke-13 Masehi. Pada awal masuknya Islam ke Indonesia
tersebut, Habib Ali menggunakan rebana dalam rangka misi dakwah menyebarkan
agama Islam. Ia memperkenalkan rebana dan kasidah dengan cara mendirikan
majelis shalawat sebagai sarana kecintaan terhadap Rasulullah SAW.

Majelis tersebut kemudian banyak yang menyebar ke daerah Kalimantan dan Jawa.
Dalam menyebarkan agama Islam, Habib Ali juga mengarang sebuah buku
berjudul Simthu Al-Durar yang memuat kisah perjalanan hidup Rasulullah SAW. Di
dalamnya juga terdapat bacaan shalawat-shalawat sehingga kitab itulah yang sering
kali dibaca dan diiringi dengan alat musik rebana saat memperingati acara Maulid
Nabi SAW.

Sejak saat itu, rebana juga mulai menyebar dan banyak digunakan oleh masyarakat
Indonesia, terutama dalam kesenian musik hadrah dan kasidah. Kedua kesenian
musik itu menjadi media dakwah Islam dan sebagai hiburan dalam acara peringatan
hari-hari besar Islam.

Dewasa ini rebana sering digunakan oleh kelompok vokal seperti halnya grup
nasyid. Rebana digunakan untuk mengiringi mereka dalam menyanyikan syair-syair
Arab. Dalam perkembangannya di Indonesia, rebana juga berkembang menjadi
banyak jenis. Setiap jenis rebana biasanya merupakan ciri khas dari kultur budaya
daerah tertentu. Jenis alat rebana yang paling umum di antaranya adalah rebana
banjar, reban biang, jidor, kompang marawis, samarah, dan hadrah.
Mempertahan Rebana sebagai Kesenian Nusantara

Bicara kesenian Nusantara, berarti bicara pemerintahan. Otomatis membincang


sosial-politik pemerintahan juga. Jadi “kepentingan” di sini ikut andil. Makanya,
kesenian rebana harus mengalami banyak proses kepentingan agar kesenian
rebana sah menjadi kesenian Nusantara. Sebelum kepermasalah tersebut, ada dua
paparan mengenai estetika di Indonesia. Menurut Sumardjo33 (2000), ada dua cara
berpikir masyarakat dalam menikmati kesenian. Pertama, budaya ontologis, yakni
estetika yang dipengaruhi oleh budaya Barat—dipengaruhi perkembangan dan
kemajuan ilmu dan teknologi—yang tidak mau ketinggalan informasi aktual terkini.
Akibatnya, kesenian apabila dipandang secara ontologis, maka perlu adanya
pembaharuan karya seni (revolusi atau juga akulturasi sezaman). Kedua, budaya
mitis, yakni estetika yang dipengaruhi oleh warisan nenek moyang para pendahulu
zaman pra-modern. Pada budaya mitis, manusia justru bersikap menyatu dengan
alam di luar dirinya. Sehingga kedua budaya tersebut dalam memandang estetika
pun tidak dapat menyatu karena logikanya sudah berbeda. Menurut hemat penulis,
ternyata kesenian rebana sudah melakukan dua sekaligus budaya yang diungkap
oleh Sumardjo, yakni budaya ontologis dan budaya mitis. Kalau boleh penulis
katakan kesenian rebanahasil akulturasi dua budaya yang berupa budaya spiritual.
Sebab, spiritual memiliki makna hubungan antar manusia dengan manusia, dan
manusia dengan al-kholiq (alam di luar dirinya). Jadi, kesenian rebana mengandung
hubungan dari dua aspek, yakni bisa jadi pencipta seni dengan Tuhannya dan
pencipta seni dengan penikmat seni, atau juga penikmat seni dengan Tuhannya dan
penikmat seni dengan pencipta seni. Bahkan ada yang mengatakan kesenian
rebana bisa menyembuhkan penyakit stroke dan memperlancar peredaran darah.
Hal ini cukup beralasan karena dalam memainkan alat musik dalam tradisi ini, para
pemain memainkannya dengan cara memukul dengan tangan kosong. Hal inilah
yang berdampak dalam memperlancar peredaran darah. Selain bernilai sejarah,
ternyata kesenian ini juga dapat memberikan dampak –dampak positif lain. Tradisi
ini adalah harta yang sangat berharga yang sangat perlu untuk dilestarikan di
Nusantara ini.34 Kesenian Nusantara merupakan seluruh kesenian yang
berkembang di Nusantara ini, yang menunjukkan atau menonjolkan ciri
keindonesiaan memiliki fungsi sebagai sarana atau media spiritual, media hiburan
media ekspresi diri, media komunikasi, pengiring tari, sarana ekonomi, dan lain
sebagainya. Salah satunya adalah kesenian rebana hasil dari pertemuan Islam-
Jawa di Nusantara ini yang sudah mentradisi dan berkembang di masyarakat,
khususnya wilayah Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Jawa Barat memiliki fungsi
spiritual tinggi, terlebih bagi umat Islam.
BAB III PENUTUP
A. SIMPULAN
Kesuksesan penyebarKesuksesan penyebaran ajaran agama Islam tak terlepas
dari peran para ulama yang menggunakan kesenian sebagai media dakwah. Alat
perkusi inilah yang akan digali lebih dalam dalam tulisan ini. Rebana atau yang
dikenal juga dengan tamborin ini merupakan alat musik yang sudah tidak asing
lagi di Indonesia, khususnya bagi masyarakat yang beragama Islam. 34
Kesenian Nusantara merupakan seluruh kesenian yang berkembang di
Nusantara ini, yang menunjukkan atau menonjolkan ciri keindonesiaan memiliki
fungsi sebagai sarana atau media spiritual, media hiburan media ekspresi
diri, media komunikasi, pengiring tari, sarana ekonomi, dan lain
sebagainya. Menurut Ensiklopedi Islam Jilid 3, secara bahasa, rebana berasal
dari kata Arab, yaitu rabbana yang berarti «Tuhan kami.» Pengertian tersebut
menunjukkan bahwa alat ini biasa digunakan untuk menyerukan nama Allah
SWT dalam bentuk doa-doa dan pujian yang dilantunkan.
34 Kesenian Nusantara merupakan seluruh kesenian yang berkembang di
Nusantara ini, yang menunjukkan atau menonjolkan ciri keindonesiaan memiliki
fungsi sebagai sarana atau media spiritual, media hiburan media ekspresi
diri, media komunikasi, pengiring tari, sarana ekonomi, dan lain sebagainya.
B. SARAN
Kesenian rebana merupakan kebudayaan leluhur yang harus di lestarikan
kepada generasi-generasi selanjutnya. Oleh karena itu, Mari kita sebagai
generasi muda melestarikan kebudayaan-kebudayaan Nusantara.Cara
melestarikan tidak selalu perihal kita melakukan tapi setidaknya dengan cara
mengapresiasi para seniman Nusantara.
DAFTAR PUSAKA

https://id.wikipedia.org/wiki/Rebana
252-Other-439-1-10-20190416.pdf
https://republika.co.id/berita/q9ibha320/islamisasi-nusantara-tak-lepas-dari-seni-rebana-
medianya
https://www.bola.com/ragam/read/4317446/pengertian-ciri-ciri-struktur-dan-contoh-teks-
deskripsi
https://www.google.com/search?
q=terjemahan&rlz=1C1CHBD_enID922ID922&oq=ter&aqs=chrome.0.69i59j69i57j69i59l3j69
i61l3.1845j0j7&sourceid=chrome&ie=UTF-8
S_SDT_0901677_Chapter 5.pdf
https://republika.co.id/berita/n2zcj9/rebana-kesenian-islam-yang-mulai-sirna-1
863-1423-1-SM.pdf
LAMPIRAN
Teks Deskripsi tentang Kesenian Rebana

Kesenian Rebana

Kanthi istilah, rebana minangka salah sawijining alat seni tradisional sing digawe
saka kayu, digawe kanthi bentuk bunder lan berlubang ing tengah. Banjur ing
bolongan kasebut ana kulit kewan sing dipasang, biasane kulit wedhus sing wis
diresiki saka rambut.
Biasane, rebana asring digunakake ing kegiyatan sing ambegan Islam lan akeh
dipengaruhi budaya Timur Tengah. Kajaba iku, rebana uga duwe jeneng sing beda-
beda ing saben negara. Kaya ing Mesir, Irak, Suriah, lan ing negara-negara Arab
liyane, rebana diarani riq. Ing Rusia, Ukraina, Slovia, Czechoslovakia lan Polandia
alat perkusi iki diarani buben.
Ing negara-negara Balkan, Persia, lan ing Asia Tengah tambourine uga diarani
dajre. Banjur, masarakat India Kidul ngarani rebana minangka kanjira. Nanging,
sanajan beda-beda, kabeh istilah kasebut padha uga ditampa minangka instrumen
perkusi, sing nduweni fungsi utama kanggo njaga irama ing sawijining karya
musik.Pukulan tangan ing alat musik rebana bakal nyebabake swara nyenengake.
Alat musik iki digunakake kanthi nggepok awak ing kulit utawa goyangake piring
logam utawa nggegirisi bagean ing kulit nalika goyang supaya bisa loro-lorone
bebarengan.
Nanging, kudu diulangi manawa nggunakake alat iki bisa uga kudu sesuai karo
fungsine kanggo kaping pisanan, yaiku minangka instrumen nyanyian lagu-lagu
religius arupa pujian marang Allah SWT lan Utusane, shalat, puisi Arab , lan liya-
liyane.
Sajarah kasebut, rebana kaping pisanan muncul ing abad kaping 6 Masehi nalika
Nabi Muhammad SAW pindhah saka Mekah menyang Madinah. Nalika semana,
dheweke nampani Rasulullah SAW kanthi rebana nalika ngucapake ayat. Salah
sawijining geguritan sing ditembangake nalika semana yaiku tegese, "Purnama wis
munggah ing ndhuwur kita, saka arah Tsaniyatul Wada '. Kita kudu ngucapake matur
nuwun, kanthi ndedonga mung marang Allah."
Nganti saiki, para kekasih Nabi Muhammad SAW saya akeh ngrasakake lan tresna
marang dheweke. Kanthi nggunakake rebana lan puisi, dheweke bakal ngerti tokoh
manungsa sing paling dipuji dening Allah SWT.
Ing Indonesia, rebana wiwitane dikenalake dening Habib Ali bin Muhammad bin
Husain al-Habsyi ing abad kaping 13 Masehi. Ing wiwitan mlebu Islam ing Indonesia,
Habib Ali nggunakake rebana ing konteks misine nyebarake agama Islam. Dheweke
ngenalake rebana lan kasidah kanthi nggawe kelompok shalat minangka sarana
tresna marang Rasulullah SAW.Majelis kasebut akeh nyebar menyang Kalimantan
lan Jawa. Nalika nyebarake Islam, Habib Ali uga nulis buku kanthi irah-irahan Simthu
Al-Durar sing ngemot crita lelampahan urip Nabi Muhammad. Ing buku kasebut uga
ana waosan doa supaya dadi buku sing asring diwaca lan diiringi alat musik rebana
nalika mengeti Maulid Nabi.
Wiwit kuwi rebana uga wis wiwit nyebar lan akeh digunakake dening masarakat
Indonesia, utamane ing seni hadrah lan musik kasidah. Kaloro seni musik kasebut
digunakake minangka media dakwah Islam lan minangka hiburan kanggo mengeti
preinan Islam.Saiki rebana asring digunakake dening klompok vokal kayata klompok
nasyid. Tambourine digunakake kanggo ngancani nyanyi puisi Arab. Sajrone
pangembangan ing Indonesia, rebana uga wis tuwuh dadi pirang-pirang jinis. Saben
jinis rebana biasane dadi ciri khas budaya daerah. Jinis alat rebana sing umume
kalebu rebana banjar, reban biang, jidor, kompang marawis, samarah, lan hadrah.

Anda mungkin juga menyukai