Anda di halaman 1dari 40

Resume Pendekatan Dan Model Pembelajaran

A. Pendekatan Pembelajaran

Pendekatan pembelajaran merupakan sudut padang atau titik tolak guru terhadap
proses pembelajaran yang merujuk pada pandangan akan terjadinya sebuah proses yang
sifatnya masih sangat umum,didalamnya mewadahi,menguatkan,menginspirasi,dan
melatari metode dalam suatu pembelajaran dengan cakupan teoretis tertentu.

B. Jenis Pendekatan Pembelajaran

Pendekatan dalam pembelajaran secara garis besar dapat dibagi menjadi dua jenis,
yaitu: teacher centered (berpusat pada guru) dan student centered (berpusat pada siswa).

Pendekatan Teacher Centered

Pada pendekatan ini, pembelajaran berpusat pada Guru sebagai seorang ahli yang memegang
kontrol selama proses pembelajaran dalam aspek organisasi, materi, dan waktu. Guru bertindak
sebagai pakar yang mengutarakan pengalamannya sehingga dapat menstimulus perkembangan
siswa.

Pendekatan yang berpusat pada guru menurunkan beberapa strategi seperti: pembelajaran
langsung (direct instruction), dan pembelajaran deduktif atau pembelajaran ekspositori.

Pendekatan Student Centered

Sementara itu, pendekatan student centered mendorong siswa untuk mengerjakan sesuatu


sebagai pengalaman praktik dan membangun makna atas pengalaman yang diperolehnya. Pusat
pembelajaran diserahkan langsung ke peserta didik dengan supervisi dari Guru.

Pendekatan pembelajaran yang berpusat pada siswa menurunkan strategi pembelajaran


seperti discovery learning dan inquiry (penyingkapan atau penyelidikan).
C. Macam -Macam Pendekatan pembelajaran

1. `Pendekatan Saintifik

Pendekatan saintifik dalam pembelajaran adalah proses pembelajaran yang


dirancang agar peserta didik secara aktif mengonstruksi konsep, prosedur, hukum atau
prinsip melalui tahapan saintifik, yakni:

1. mengamati;
2. merumuskan masalah;
3. mengajukan/merumuskan hipotesis;
4. mengumpulkan data;
5. menganalisis data;
6. menarik kesimpulan;
7. mengomunikasikan.

2. Pendekatan Tematik

Pembelajaran tematik merupakan pendekatan pembelajaran untuk mengadakan


hubungan yang erat dan serasi antara berbagai aspek yang mempengaruhi peserta didik
dalam proses belajar. Oleh karena itu pendekatan tematik sering juga disebut pendekatan
terpadu (integrated).

Pendekatan tematik dalam pembelajaran dianggap perlu sebab ia memiliki korelasi


yang sangat tinggi sebab dalam dunia nyata, menunjukkan adanya keterpaduan dan bahwa
peserta didik ternyata lebih baik bila belajar menghubung-hubungkan berbagai fakta yang
ada.
Pendekatan tematik merupakan suatu pendekatan pembelajaran yang menyatukan
berbagai rangkaian pengalaman belajar, sehingga terjadi saling berhubungan antara satu
dengan yang lainnya, dan berpusat pada sebuah pokok persoalan. Pendekatan ini dadasari
oleh psikologi Gestalt yang menyatakan bahwa keseluruhan/keterpaduan itu lebih berarti
daripada bagian-bagiannya. Hal tersebut disebabkan adanya sinergistik efek ((efek
keterpaduan) yang ditimbulkan sebagai hasil keterpaduan tersebut.

Pelaksanaan pendekatan tematik secara optimal perlu ditunjang oleh kondisi


sekolah, sebagai berikut:

Pendidik mesti berpartisipasi dalam sebuah tim serta mempunyai tnggung jawab
untuk menyukseskan tujuan itu.

Pendidik harus mempunyai kemampuan untuk mengembangkan program


pembelajaran tematis pada jadwal yang telah ditentukan.

Peralatan yang diperlukan untuk pelaksanaan pendekatan tematik harus tersedia,


baik di lingkungan sekolah maupun pinjaman dari luar.

Pelaksanaan pendekatan tematik harus ada dalam struktur sekolah, sehingga


pendidik dapat menggunakan bebagai sarana sekolah yang diperlukan.

Pembelajaran dengan pendekatan tematik sangat menuntut kreatifitas guru dalam


memilih dan mengembangkan tema pembelajran, serta menyorotinya dari barbagai aspek.
Demikian halnya dalam mengembangkan ilustrasi dan contoh-contoh yang menarik
dalam pembelajaran. Jika pendekatan tematik yang dilakukan oleh seorang guru, maka
guru harus memiliki pemahaman yang luas tentang tema yang pilih dalam kaitannya
denganberbagai mata pelajaran. Sedangkan pembelajaran yang dilakukan oleh beberapa
orang guru menuntut kekom-pakan dalma membentuk pemahaman, kompetensi, dan
pribadi peserta didik. Tema yang dipilih hendaknya diingat dari lingkungan kehidupan
peserta didik, agar pembelajaran menjadi hidup, dan tidak menjemukan.

3. Pendekatan STEAM
STEAM adalah sebuah pendekatan pembelajaran terpadu yang mendorong siswa
untuk berpikir lebih luas tentang masalah di dunia nyata. STEAM juga mendukung
pengalaman belajar yang berarti dan pemecahan masalah, dan berpendapat bahwa sains,
teknologi, teknik, seni dan matematika saling terkait. Dalam STEAM, sains dan teknologi
dapat diartikan melalui seni dan teknik, termasuk juga komponen matematika.

 Komponen dalam STEAM

1. Pemecahan masalah melalui inovasi dan desain

2. Keterkaitan antara asesmen, rencana belajar dan standar pembelajaran

3. Kombinasi lebih dari satu subjek dalam STEAM dan kegunaannya dalam seni

4. Lingkungan pembelajaran yang kolaboratif dan process based learning

5. Fokus pada hal – hal yang terjadi di kehidupan

Dalam model pendidikan STEAM, seni tidak hanya dianggap sebagai subjek
tersendiri, tetapi sebagai titik akses ke semua mata pelajaran lainnya, dan juga sebagai
inovasi.

Fondasi STEAM sebenarnya terletak pada pembelajaran inkuiri, pemikiran kritis,


dan berbasis proses. Berbasis proses di sini berarti proses saat mengajukan pertanyaan,
menimbulkan rasa ingin tahu, dan mampu menemukan solusi dari suatu masalah. Inti dari
pembelajaran STEAM adalah menjadikan pembelajar lebih kreatif dalam menemukan
solusi masalah.

4. Pendekatan STEM

 PENGERTIAN STEM dan Pendekatan STEM 


1. Penjelasan masing – masing disiplin ilmu yang membangun pembelajaran berbasis STEM.
Science, Technology, Engineering, and Mathematic ;

Science :

Sains merupakan kajian berhubungan dengan peristiwa alam yang melibatkan


penyelidikan, penelitian dan pengukuran untuk menjelaskan sebab akibat dari sebuah fenomena
alam. Penyelidikan dan penilitian sains dapat digunakan untuk mengidentifikasi bukti – bukti
yang dibutuhkan untuk menjawab pertanyaan ilmiah dan menjawab permasalahan dalam
kehidupan manusia.

Technology :

Inovasi atau penemuan manusia yang dapat berupa perangkat lunak dan keras sebagai sarana
untuk memenuhi keinginan dan kebutuhan manusia, sehingga dapat mempermudah pekerjaan
manusia untuk kehidupan yang lebih maju.

Engineering :

Pengetahuan dan keterampilan untuk mendesain, mengaplikasikan, mereplikasi serta marekayasa


sebuah karya berupa peralatan, sistem dan mesin yang dapat digunakan oleh manusia untuk
mempercepat dan mempermudah proses produksi terhadap barang dan jasa.

Mathematic :

Ilmu yang berhubungan dengan numerasi, pola perubahan dan hubungan, ruang dan bentuk.
keterampilan berpikir secara rasional dan logis serta bernalar, dan menggunakannya secara
sistematik dan terstruktur.
2. Pengertian  STEM 
Pendekatan pendidikan yang mengintegrasikan sains, teknonogi, enjiniring, dan matematika,
dengan memfokuskan proses pendidikan pada pemecahan masalah nyata dalam kehidupan
sehari-hari maupun kehidupan profesi (National STEM Education Center, 2014). 
3. Karakteristik pendekatan pembelajaran berbasis STEM :

a. Integrasi antara Sains, Teknologi, Enjinering (mesin) dan Matematika dalam satu pokok
pembahasan.
b. Diterapkan dengan menggunakan model pembelajaran berbasis proyek (PjBL)
c. Sesuai dengan kehidupan nyata, bersifat konstektual
d. Menyiapkan generasi yang memiliki SDM sesuai dengan kecakapan Abad 21
e. Sesuai dengan tuntutan revolusi industry 4.0
f. Penerapan pembelajaran yang bertujuan untuk melatihkan soft skill dan hard skill
4. Pola Pendekatan STEM dalam pembelajaran
STEM memiliki pola yang dikenal dengan istilah EDP (Engineering Design Process) atau
proses mendesain sebuah karya atau mesin. EDP ini kemudian memiliki banyak versi yang telah
dirumuskan para ahli, namun secara umum EDP memiliki pola sebagai berikut.
 Perumusan masalah            
 Rencana solusi           
 Membuat dan Mengembangkan model 
 Menggunakan model           
 Mengevaluasi, 
 Mengomunikasikan dan merefleksi.
Penjelasan Pola EDP (Engineering Design Process) atau proses mendesain sebuah karya atau
mesin dalam pendekatan STEM
No Pola EDP Penjelasan
1 Define the problem Perumusan masalah           
2 Plan Solutions Rencana solusi          
3 Make a model Membuat dan Mengembangkan model
4 Test The model Menggunakan model          
5 Reflect and redesign Mengomunikasikan, merefleksi, mengevaluasi, mendesain
ulang
D. Model Pembelajaran

Model pembelajaran adalah seluruh rangkaian penyajian materi ajar yang meliputi


segala aspek sebelum sedang dan sesudah pembelajaran yang dilakukan guru serta segala
fasilitas yang terkait yang digunakan secara langsung atau tidak langsung dalam proses
belajar mengajar.

Model mengajar dapat diartikan sebagai suatu rencana atau pola yang digunakan
dalam menyusun kurikulum, mengatur materi peserta didik, dan memberi petunjuk kepada
pengajar di kelas dalam setting pengajaran atau setting lainnya.

1. Model pembelajaran perubahan konseptual

Model perubahan konseptual (conceptual change model=CCM) pertama kali


diajukan oleh Posner et al pada tahun 1982. Model ini pernah dikembangkan oleh
Hewson dan Hewson (1983, 1984), Strike dan Posner (1985, 1992), serta Thorley (1990).
Model perubahan konseptual berkaitan dengan perspektif filosofis bahwa pembentukan
pengetahuan dipengaruhi oleh pengetahuan yang telah ada, pengalaman masa lalu, dan
kemampuan metakognitif (Barlia, 2009)

   
Model perubahan konseptual merupakan salah satu model pembelajaran yang
berbasis konstruktivistik. Model perubahan konseptual adalah model pembelajaran yang
memfasilitasi siswa agar terjadi proses perubahan konsepsi, melalui pembangkitan dan
restrukturisasi konsepsi-konsepsi yang dibawa oleh siswa sebelum pembelajaran
(Santyasa, 2007a). Ozdemir (dalam Linuwih & Setiawan, 2010) mengklasifikasikan
konsepsi seseorang menjadi dua yaitu konsepsi ilmiah dan konsepsi alternatif
(miskonsepsi). Konsepsi ilmiah adalah konsepsi seseorang yang sama dengan konsepsi
para pakar. Konsepsi alternatif adalah konsepsi seseorang yang tidak sama dengan
konsepsi para pakar. Faktor penyebab konsepsi alternatif adalah intuisi sebagai
pengalaman kehidupan sehari-hari, pembelajaran, buku teks, fragmentasi, penggunaan
kerangka teori spesifik, dan apresiasi konseptual. Model perubahan konseptual
mengasumsikan bahwa setiap siswa yang akan mengikuti pembelajaran di kelas telah
mengalami miskonsepsi mengenai fenomena alam. Miskonsepsi itu perlu diperbaiki atau
dihilangkan dengan memberikan pelajaran melalui demonstrasi, analogi, konfrontasi dan
contoh-contoh tandingan (Cakir, 2008). 
Model perubahan konseptual mengkonstruksi pengetahuan baru siswa dengan
memodifikasi konsep yang telah ada pada siswa. Model perubahan konseptual
mengisyaratkan dua fase sebelum akhirnya pengetahuan dapat dikonstruksi secara benar,
yaitu fase asimilasi dan akomodasi. Bila pengetahuan baru yang datang sesuai dengan
pengetahuan awal siswa, maka pengetahuan awal tersebut dikembangkan melalui
asimilasi. Melalui asimilasi siswa menggunakan konsep yang telah mereka miliki untuk
berhadapan dengan konsep baru. Apabila pengetahuan baru yang datang bertentangan
dengan pengetahuan awalnya, maka siswa mengubah konsepnya melalui akomodasi.
Proses akomodasi tersebut merupakan fenomena perubahan konseptual (Setyowati,
2011). Berdasarkan hal tersebut tampak bahwa, pengetahuan seseorang tidak sekali jadi,
melainkan dibentuk oleh individu tersebut secara berkelanjutan dengan memperbaiki dan
mengubah pengetahuan yang dimiliki sebelumnya.

Kerangka berpikir mengenai model pembelajaran perubahan konseptual dalam


struktur kognitif siswa disajikan pada Gambar 2.1. Pada gambar ini dijelaskan proses
perubahan konsepsi awal siswa yang masih berlabel miskonsepsi menjadi konsepsi baru
yang ilmiah.
Gambar 1

Model Perubahan Konseptual


(Posner et al., dalam Dole dan Sinatra, 1998)

Berdasarkan Gambar 1, dapat diasumsikan empat variabel dalam proses


perubahan konseptual, adalah sebagai berikut. (1) Ketika struktur pengetahuan awal
siswa terkristalisasi, koheren, dan benar-benar dipertahankan, maka perubahan
konseptual sulit terjadi. Hal ini didasari oleh sifat manusia yang sulit meninggalkan zone
nyaman. Siswa yang mengalami perubahan konseptual adalah siswa yang memiliki
motivasi untuk berubah, memiliki upaya untuk berubah, dan memiliki keyakinan untuk
berubah. Teori perubahan konseptual mengharuskan siswa untuk merasa tidak puas
terhadap konsepsi yang mereka miliki (dissatifield). (2)Siswa harus dapat menemukan
bahwa konsepsi baru tersebut dapat dimengerti (intelligible). Siswa harus memahami
konsepsi baru tersebut jika mereka mau mengadopsinya. (3) Siswa harus merasakan
bahwa konsepsi tersebut masuk akal (plausible). Jadi, konsepsi baru tersebut tidak hanya
dapat dipahami, tetapi juga harus masuk akal dan dapat diyakini. Konsepsi-konsepsi
tersebut harus koheren dengan ide-ide siswa sebelumnya, sehingga konsepsi tersebut
dapat diyakini. (4) Para siswa harus menemukan kebermanfaatan dari konsepsi-konsepsi
tersebut (fruitfull). Jadi, konsepsi-konsepsi baru diupayakan memberi peluang
mengembangkan hipotesis lebih lanjut.

Strategi-strategi Pembelajaran Konseptual


Strategi yang digunakan dalam proses pembelajaran dengan menggunakan
sangkalan yang diikuti dengan strategi konflik kognitif, yaitu 1) demonstrasi, 2) analogi,
3) konfrontatif, dan 4) contoh-contoh tandingan (Cakir, 2008).

1)      Demonstrasi
Demonstrasi didefinisikan sebagai proses memperlihatkan sesuatu kepada orang lain atau
kelompok orang. Metode ini efektif digunakan bila jumlah siswa relatif banyak namun jumlah
alat penunjang praktikum terbatas. Melalui demonstrasi, siswa akan dihadapkan langsung pada
sebuah kejadian, sehingga dalam pikiran siswa terjadi konflik kognitif jika pengetahuan yang
mereka miliki bertentangan dengan kajadian nyata. Hal tersebut memberi peluang bagi siswa
untuk mengalami proses akomodasi sehingga terjadi proses perubahan konseptual dalam struktur
kognitif siswa secara menyeluruh. Akibatnya, miskonsepsi yang dialami siswa dapat berubah
menjadi konsepsi ilmiah.

2)      Analogi
Konsep-konsep fisika banyak yang bersifat abstrak. Tidak semua fenomena fisis yang terjadi
dapat diamati secara kasat mata (non-observable), sehingga muncul kesulitan untuk
menerangkan fenomena tersebut. Guru sering kesulitan dalam menyebutkan contoh non-
observabel, sehingga siswa sulit membayangkannya. Konsep-konsep seperti itulah yang sering
membuat siswa mengalami miskonsepsi. Analogi didefinisikan sebagai suatu metode mengajar
dengan memberikan konsep-konsep nyata yang hampir sama dengan konsep-konsep yang masih
bersifat abstrak. Proses analogi menghadapkan siswa pada hal-hal yang tidak masuk akal,
kemudian secara perlahan-lahan dihadapkan pada hal yang masuk akal, sehingga mudah
diterima. Pemberian analogi diharapkan dapat membuat konsep tersebut menjadi lebih mudah
dipahami oleh siswa.
3)      Konfrontatif
Sebelum memulai proses pembelajaran di kelas, seyogyanya guru menggali pengetahuan awal
siswa sehingga teridentifikasi konsep-konsep siswa yang masih berlabel miskonsepsi.
Berdasarkan hasil identifikasi tersebut, guru dapat menyediakan berbagai cara untuk
mengkonfrontasi secara aktual konsepsi siswa. Tujuannya adalah untuk menggoyahkan
miskonsepsi yang masih terdapat di dalam pikiran siswa, sehingga akhirnya mereka memiliki
konsepsi yang ilmiah.

4)      Contoh-contoh Tandingan
      Pemberian contoh-contoh tandingan yang relevan sangat membantu siswa dalam mengkonstruksi
pengetahuannya. Contoh-contoh tersebut, hendaknya mampu menantang miskonsepsi
siswa. Sajian contoh tandingan tersebut diharapkan dapat membuat siswa tertarik untuk
mempelajari konsep tersebut. Akibatnya, miskonsepsi berubah menjadi konsepsi ilmiah yang
kokoh.

Tahap-tahap Model Perubahan Konseptual


Proses pembelajaran dengan model perubahan konseptual merupakan proses
pembelajaran yang mampu mengaktifkan pengetahuan awal siswa. Pengetahuan awal siswa
tersebut dapat dijadikan sebagai pertimbangan bagi guru untuk memulai proses pembelajaran.
Secara umum sintaks model perubahan konseptual tersaji pada Tabel 1

Tabel 1 Sintaks Model Perubahan Konseptual

No Sintaks Model Perubahan Konseptual


1 Sajian masalah konseptual dan kontekstual.
2 Konfrontasi miskonsepsi terkait dengan masalah-masalah tersebut.
Konfrontasi sangkalan berikut strategi-strategi demonstrasi, analogi
3
atau contoh-contoh tandingan.
4 Pembuktian konsep dan prinsip secara ilmiah.
5 Sajian materi dan contoh-contoh kontekstual.
6 Konfirmasi melalui pertanyaan-pertanyaan untuk memperluas
pemahaman dan penerapan pengetahuan secara bermakna.

2. Model Pembelajaran Quantum Teaching

  Model pembelajaran Quantum Teaching muncul dalam sebuah program percepatan yang


dilakukan Learning Forum. Learning Forum adalah sebuah perusahaan pendidikan internasional
yang menekankan perkembangan keterampilan akademis dan keterampilan pribadi (De Porter,
2005: 4). Dalam Perkembanganya model Quantum Teaching banyak menjadi sumber kajian
tentang pengembangan pembelajaran baru yang menyenangkan. Menurut Sriudin
(2010) Quantum Teaching adalah badan ilmu pengetahuan dan metodologi yang digunakan
dalam rancangan, penyajian dan fasilitasi Super Camp.

Berdasarkan uraian di atas dapat diambil kesimpulan bahwa model


pembelajaran Quantum Teaching bersumber pada Quantum Learning yaitu penggabungan teori-
teori pendidikan terkemuka yang kemudian diuji cobakan kepada siswa-siswa melalui
program Super Camp. Hasil dari uji coba tersebut ternyata Quantum Teaching meningkatkan
kemampuan mereka dalam menguasai segala hal dalam kehidupan.

1. Pengertian Quantum Teaching

Quantum Teaching merupakan pengubahan belajar yang meriah, dengan segala


nuansanya. Quantum Teaching juga menyertakan segala kaitan, interaksi dan perbedaan yang
memaksimalkan momen belajar.

Quantum Teaching berfokus pada hubungan dinamis dalam lingkungan kelas, interaksi


yang mendirikan landasan dan kerangka untuk belajar (De Porter, 2005:3).

Quantum adalah interaksi yang mengubah energi menjadi cahaya. Quantum


Teaching adalah orkestrasi bermacam-macam interaksi yang ada didalam dan sekitar momen
belajar. Interaksi-interaksi ini mencakup unsur-unsur untuk belajar efektif yang mempengaruhi
kesuksesan siswa. Interaksi-interaksi ini mengubah kemampuan dan bakat alamiah siswa
menjadi lebih baik yang akan bermanfaat bagi mereka sendiri dan orang lain (De Porter, 2005:
5).
Berdasarkan pemaparan    di   atas    dapat   disimpulkan     bahwa Quantum
Teaching adalah usaha maksimal yang dilakukan oleh warga belajar  untuk  meningkatkan 
pengalaman  dan  hasil  belajar  dengan menyertakan segala potensi yang ada pada dalam diri
dan lingkungan.

 Prinsip Quantum Teaching

Pembelajaran Quantum Teaching memiliki prinsip-prinsip yang perlu diterapkan agar tujuan


pembelajaran tercapai. Menurut De Porter (dalam Riyanto, 2010: 201) prinsip prinsip Quantum
Teaching adalah sebagai struktur dasar dari belajar. Prinsip-prinsip ini adalah :

Segalanya berbicara

Segalanya yang berada dilingkungan memberikan makna tentang belajar. Bahasa tubuh
yang ada pada seseorang sesungguhnya mengirimi pesan tentang belajar.

Segalanya bertujuan

Semua yang terjadi dalam pengubahan, semuanya mempunyai tujuan.

Pengalaman sebelum pemberian nama

Otak kita berkembang pesat dengan adanya rangsangan kompleks yang akan
menggerakkan rasa ingin tahu. Oleh karena itu, proses belajar paling baik terjadi ketika siswa
telah mengalami informasi sebelum mereka memperoleh nama untuk apa mereka pelajari.

Akui setiap usaha

Pada saat siswa mengambil langkah mereka patut mendapat pengakuan atas kecakapan
dan kepercayaan diri mereka.

Jika layak dipelajari layak pula dirayakan

Perayaan memberikan umpan balik mengenai kemajuan dan meningkatkan asposiasi


emosi positif dalam belajar.
Kelebihan dan Kekurangan Model Quantum Teaching

Model  Quantum  Teaching  memiliki  kelebihan  dan  kekurangan sebagaimana berikut:


Menurut Sunandar (2012) menyatakan kelebihan dan kekurangan model Quantum
Teaching sebagai berikut:

Kelebihan Quantum Teaching.

1. Selalu berpusat pada apa yang masuk akal bagi siswa.


2. Menumbuhkan dan menimbulkan antusiasme siswa.
3. Adanya kerjasama.
4. Menawarkan ide dan proses cemerlang dalam bentuk yang enak dipahami siswa.
5. Menciptakan tingkah laku dan sikap kepercayaan dalam diri sendiri.
6. Belajar terasa menyenangkan.
7. Ketenangan psikologi.
8. Adanya kebebasan dalam berekspresi.

Kekurangan Quantum Teaching

1. Memerlukan persiapan yang matang bagi guru dan lingkungan yang mendukung.
2. Memerlukan fasilitas yang memadai.

3. Model ini banyak dilakukan di luar negeri sehingga kurang beradaptasi dengan
kehidupan di Indonesia.

4. Kurang dapat mengontrol siswa.

Langkah-langkah Pembelajaran Quantum Teaching

Langkah-langkah pembelajaran kuantum terdiri dari tanamkan, alami, namai, demonstrasikan,


ulangi dan rayakan atau dikenal dengan singkatan TANDUR:
Tumbuhkan

Konsep tumbuhkan ini sebagai konsep operasional dari prinsip “bawalah dunia mereka ke dunia
kita”. Dengan usaha menyertakan siswa dalam pikiran dan emosinya, sehingga tercipta jalinan
dan kepemilikan bersama atau kemampuan saling memahami.

Secara umum konsep tumbuhkan adalah sertakan diri mereka, pikat mereka, puaskan
keingintahuan, buatlah siswa tertarik atau penasaraan tentang materi yang akan diajarkan. Dari
hal tersebut tersirat, bahwa dalam pendahuluan (persiapan) pembelajaran dimulai guru
seyogyanya menumbuhkan sikap positif dengan menciptakan lingkungan yang positif,
lingkungan sosial (komunitas belajar), sarana belajar, serta tujuan yang jelas dan memberikan
makna pada siswa, sehingga menimbulkan rasa ingin tahu.

Alami

Tahap ini jika kita tulis pada rencana pelaksanaan pembelajaran terdapat pada kegiatan inti.
Konsep “alami” mengandung pengertian bahwa dalam pembelajaran guru harus memberi
pengalaman dan manfaat terhadap pengetahuan yang dibangun siswa sehingga menimbulkan
hasrat alami otak untuk menjelajah.

Pada konsep alami guru memberikan cara terbaik agar siswa memahami informasi, memberikan
permainan atau kegiatan yang memanfaatkan pengetahuan yang sudah mereka miliki, sehingga
dapat memfasilitasi siswa untuk memperoleh pengetahuan yang melekat.

Namai

Konsep ini berada pada kegiatan inti, yang “namai” mengandung maksud bahwa penamaan
memuaskan hasrat alami otak (membuat siswa penasaran, penuh pertanyaan mengenai
pengalaman) untuk memberikan identitas, menguatkan dan mendefinisikan. Penamaan dalam hal
ini adalah mengajarkan konsep, melatih keterampilan berpikir dan strategi belajar. Pertanyaan
yang dapat memandu guru dalam memahami konsep “namai” yaitu perbedaan yang perlu dibuat
dalam belajar, apa yang harus guru tambahkan pada pengertian siswa, strategi kiat jitu, alat
berpikir yang digunakan untuk siswa ketahui atau siswa gunakan.
Demonstrasikan

Tahap ini masih pada kegiatan inti, pada tahap ini adalah memberi kesempatan siswa untuk
menunjukkan bahwa siswa tahu. Hal ini sekaligus memberi kesempatan siswa untuk
menunjukkan tingkat pemahaman terhadap materi yang dipelajari.

Strategi yang dapat digunakan adalah mempraktekkan, melakukan percobaan, menyusun


laporan, menganalisis data, melakukan gerakan tangan, kaki, gerakan tubuh bersama secara
harmonis, dan lain-lain.

Ulangi

Tahap ini jika kita tuangkan pada rencana pelaksanaan pembelajaran terdapat pada penutup.
Tahap ini dilaksanakan untuk memperkuat koneksi saraf dan menumbuhkan rasa “aku tahu
bahwa aku tahu ini”. Kegiatan ini dilakukan secara multimodalitas dan multikecerdasan.

Guru memberikan ulangan tentang apa yang sudah dipelajari, strategi untuk
mengimplementasikan yaitu bisa dengan membuat isian “aku tahu bahwa aku tahu ini” hal ini
merupakan kesempatan siswa untuk mengajarkan pengetahuan baru kepada orang lain
(kelompok lain), atau dapat melakukan pertanyaan pertanyaan post tes.

Rayakan

Tahap ini dituangkan pada penutup pembelajaran. Dengan maksud memberikan rasa puas, untuk
menghormati usaha, ketekunan, dan kesusksesan yang akhirnya memberikan rasa kepuasan dan
kegembiraan. Dengan kondisi akhir siswa yang senang maka akan menimbulkan kegairahan
siswa dalam belajar lebih lanjut.

3. Model Pembelajaran Kooperatif (Cooperative Learning)

Kooperatif berasal dari kata cooperative yang artinya mengerjakan sesuatu secara


bersama-sama dengan saling membantu satu sama lainnya sebagai satu kelompok atau satu tim.
Pembelajaran Kooperatif atau Cooperative Learning adalah suatu metode pembelajaran atau
strategi dalam belajar dan mengajar yang menekankan pada sikap atau perilaku bersama dalam
bekerja dengan kata lain pembelajaran dilakukan dengan membuat sejumlah kelompok dengan
jumlah peserta didik 2-5 anak yang bertujuan untuk saling memotivasi antar anggotanya untuk
saling membantu agar tujuan dapat tercapai secara maksimal.
Pembelajaran kooperatif merupakan model pembelajaran yang menggunakan sistem
pengelompokkan/tim kecil, yaitu antara empat sampai enam orang yang mempunyai latar
belakang kemampuan akademik, jenis kelamin, ras atau suku yang berbeda (heterogen).
Pembelajaran kooperatif dikenal sebagai pembelajaran secara berkelompok. Akan tetapi belajar
kooperatif lebih dari sekedar belajar kelompok atau kerja kelompok karena dalam belajar
kooperatif ada struktur dorongan atau tugas yang bersifat kooperatif sehingga memungkinkan
terjadinya interaksi secara terbuka dan hubungan yang bersifat interdependensi efektif di antara
anggota kelompok.
Cooperative learning juga dapat diartikan sebagai suatu struktur tugas bersama dalam suasana
kebersamaan di antara sesama anggota kelompok.
Cooperative learning adalah suatu model pembelajaran dimana sistem belajar dan bekerja dalam
kelompok-kelompok kecil yang berjumlah 4-6 orang secara kolaboratif sehingga dapat
merangsang siswa lebih bergairah dalam belajar.

Ciri – Ciri Model Pembelajaran Kooperatif 


Menurut Stahl (dalam Tukiran Taniredja, dkk, 2011:55) ciri – ciri model pembelajaran
kooperatif adalah:
 Belajar bersama dengan teman 
 Selama proses belajar terjadi tatap muka antar teman 
 Saling mendengarkan pendapat di antara anggota kelompok 
 Belajar dari teman sendiri dalam berkelompok 
 Belajar dalam kelompok kecil 
 Produktif berbicara atau saling mengemukakan pendapat 
 Keputusan tergantung pada siswa sendiri 
 Siswa aktif 
 

Tujuan Pembelajaran Kooperatif 


 Menurut Slavin (dalam Tukiran Taniredja, dkk, 2011:55) tujuan pembelajaran
kooperatif berbeda dengan kelompok tradisional yang menerapkan sistem kompetisi,
di mana keberhasilan individu diorientasikan pada kegagalan orang lain. Sedangkan
tujuan dari pembelajaran kooperatif adalah menciptakan situasi di mana keberhasilan
individu ditentukan atau dipengaruhi oleh keberhasilan kelompoknya. 
 Nurhadi (2003) memandang bahwa pembelajaran kooperatif secara sadar menciptakan
interaksi yang silih asah, sehingga sumber belajar peserta didik bukan hanya guru dan
buku ajar, tetapi juga sesama peserta didik.
 Menurut Depdiknas (dalam Tukiran Taniredja, dkk, 2011:55) Model Pembelajaran
Kooperatif dikembangkan untuk mencapai tiga tujuan pembelajaran penting yaitu: 
 Meningkatkan hasil akademik, dengan meningkatkan kinerja siswa dalam
tugas – tugas akademiknya. Siswa yang lebih mampu akan menjadi
narasumber bagi siswa yang kurang mampu, yang memiliki orientasi dan
bahasa yang sama. 
 Memberi peluang agar siswa dapat menerima teman – temannya yang
mempunyai berbagai perbedaan latar belajar. Perbedaan itu tersebut antara
lain perbedaan suku, agama, kemampuan akademik dan tingkat sosial. 
 Mengembangkan keterampilan sosial siswa. Keterampilan sosial siswa
yang dimaksud antara lain, berbagi tugas, aktif bertanya, mengemukakan
pendapat dan lain sebagainya. 
 

Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Make A Match


Model Evaluasi Cooperative Learning
Terdapat tiga model evaluasi dalam pembelajaran kooperatif (Cooperative Learning), ketiga
model evaluasi tersebut adalah :
1. Model Evaluasi Kompetisi
Dengan menggunakan sistem ini, maka sudah jelas akan menanamkan jiwa kompetitif
antar siswa. Karena siswa dipacu untuk menjadi lebih baik dari teman-teman di
kelasnya. Sehingga dengan model pembelajaran ini siswa yang anggap melebihi rata-
rata nilai dikenal maka dianggap sebagai siswa berprestasi. Sedangkan siswa yang
dibawah rata-rata dianggap sebagai siswa tidak berprestasi atau gagal.
2. Model Evaluasi Individual
Berbeda dengan model evaluasi kompetisi, pada model evaluasi individual siswa
belajar melalui pendekatan dan kecepatan sesuai dengan kemampuan yang mereka
miliki sendiri. Peserta didik tidak bersaing dengan siswa lainnya, melainkan bersaing
dengan dirinya sendiri. Jika pada model evaluasi belajar guru menetapkan penilaian
peringkat, pada model individual guru menetapkan standar untuk setiap murid.
3. Model Evaluasi Cooperative Learning
Pada sistem ini menganut pemahaman homini soclus. yaitu menekankan untuk saling
bergantung pada lainnya. Pada model sistem ini kerjasama merupakan kebutuhan yang
sangat penting. Penilaian pada sistem cooperative learning diantaranya adalah
tanggung jawab pribadi dan kelompok. Jadi siswa mendapatkan nilai pribadi dan nilai
kelompok.
 

Karakteristik Model Kooperatif


Bennet menyatakan ada lima prinsip dasar yang dapat membedakan cooperative learning dengan
kerja kelompok (Isjoni, 2014), yaitu: 
 Positive Interdependence, yaitu hubungan timbal balik yang didasari adanya
kepentingan yang sama atau perasaan diantara anggota kelompok dimana keberhasilan
seseorang merupakan keberhasilan yang lain pula atau sebaliknya. 
 Interaction face to face, yaitu interaksi yang langsung terjadi antar siswa tanpa adanya
perantara. 
 Tidak adanya penonjolan kekuatan individu, yang ada hanya pola interaksi dan
perubahan yang bersifat verbal diantara siswa yang ditingkatkan oleh adanya saling
hubungan timbal balik yang bersifat positif sehingga dapat mempengaruhi hasil
pendidikan dan pengajaran.
 Adanya tanggung jawab pribadi mengenai materi pelajaran dalam anggota kelompok
sehingga siswa termotivasi untuk membantu temannya, karena dalam tujuan model
kooperatif adalah menjadikan setiap anggota kelompoknya menjadi lebih kuat
pribadinya. 
 Meningkatkan keterampilan bekerjasama dalam memecahkan masalah (proses
kelompok), yaitu tujuan terpenting yang diharapkan dapat dicapai dalam model
kooperatif adalah siswa belajar keterampilan bekerja sama dan berhubungan ini adalah
keterampilan yang penting dan sangat diperlukan di masyarakat.
 

Tujuan Model Kooperatif


Pada dasarnya model kooperatif learning dikembangkan untuk mencapai setidak-tidaknya tiga
tujuan pembelajaran penting yang dirangkum Ibrahim, et al. (Isjoni, 2014) yaitu:
 Hasil belajar akademik dalam model kooperatif meskipun mencakup beragam tujuan
sosial, juga memperbaiki prestasi siswa atau tugas-tugas akademis penting lainnya.
Beberapa ahli berpendapat bahwa model ini unggul dalam membantu siswa
memahami konsep konsep sulit. Para pengembang model ini telah menunjukkan,
model struktur penghargaan kooperatif telah dapat meningkatkan nilai siswa dalam
belajar akademik dan perubahan norma yang berhubungan dengan hasil belajar
 Penerimaan terhadap perbedaan individu tujuan lain model kooperatif adalah
penerimaan secara luas dari orang–orang yang berbeda berdasarkan ras, budaya, kelas
sosial, kemampuan dan ketidak mampuannya. 
 Pengembangan keterampilan sosial Tujuan penting ketiga model kooperatif adalah
mengajarkan kepada siswa keterampilan bekerjasama dan kolaborasi.
 

Prinsip Dasar Pembelajaran Kooperatif


Menurut Nur (2000), prinsip dasar dalam pembelajaran kooperatif sebagai berikut:
 Setiap anggota kelompok (siswa) memiliki bertanggung jawab atas semua yang
dilakukan dalam kelompoknya.
 Setiap anggota kelompok (siswa) harus tahu bahwa semua anggota kelompok
memiliki tujuan yang sama.
 Setiap anggota kelompok (siswa) harus berbagi tugas dan tanggung jawab yang sama
di antara anggota kelompok.
 Setiap anggota kelompok (siswa) akan dievaluasi.
 Setiap anggota kelompok (siswa) berbagi kepemimpinan dan membutuhkan
keterampilan untuk belajar bersama selama proses pembelajaran.
 Setiap anggota kelompok (siswa) akan diminta bertanggung jawab secara individual
atas materi yang ditangani dalam kelompok kooperatif.
 

Langkah-langkah Pembelajaran Kooperatif


Terdapat enam langkah dalam model pembelajaran kooperatif yaitu:.
 Menyampaikan tujuan serta memotivasi siswa. 
Guru menyampaikan tujuan pembelajaran dan mengkomunikasikan kompetensi dasar yang ingin
dicapai dan memotivasi siswa.
 Penyajian informasi. 
Guru memberikan informasi kepada siswa.
 Atur siswa menjadi kelompok belajar. 
Guru memberi tahu pengelompokan siswa.
 Membimbing kelompok belajar. 
Guru memotivasi dan memfasilitasi pekerjaan siswa dalam kelompok belajar kelompok.
 Evaluasi. 
Guru mengevaluasi hasil belajar tentang materi pembelajaran yang telah diterapkan.
 Berikan penghargaan. 
Guru menghargai hasil belajar individu dan kelompok.
 

Unsur-Unsur Pembelajaran Kooperatif


Unsur-unsur dasar dalam pembelajaran kooperatif adalah sebagai berikut (Lungdren, 1994)  :
 Para siswa harus memiliki persepsi bahwa mereka “tenggelam atau berenang
bersama.”
 Para siswa harus memiliki tanggung jawab terhadap siswa atau peserta didik lain
dalam kelompoknya, selain tanggung jawab terhadap diri sendiri dalam mempelajari
materi yang dihadapi.
 Para siswa harus berpandangan bahwa mereka semua memiliki tujuan yang sama.
 Para siswa membagi tugas dan berbagi tanggung jawab di antara para anggota
kelompok.
 Para siswa diberikan satu evaluasi atau penghargaan yang akan ikut berpengaruh
terhadap evaluasi kelompok.
 Para siswa berbagi kepemimpinan sementara mereka memperoleh keterampilan
bekerja sama selama belajar.
 Setiap siswa akan diminta mempertanggungjawabkan secara individual materi yang
ditangani dalam kelompok kooperatif.
 

Elemen-Elemen Pembelajaran Kooperatif


Untuk itu agar benar-benar mencerminkan pembelajaran kooperatif, maka perlu diperhatikan
elemen-elemen pembelajaran kooperatif sebagai berikut (Johnson and Smith,1991; Anita Lie,
2004):
 Saling ketergantungan Positif
 Tanggung jawab perseorangan
 Tatap Muka
 Komunikasi antar anggota
 Evaluasi
 

Kelebihan dan Kekurangan Pembelajaran Kooperatif 


Kelebihan pembelajaran kooperatif sebagai suatu strategi pembelajaran diantaranya: 
 Melalui pembelajaran kooperatif siswa tidak terlalu menggantungkan pada guru, akan
tetapi dapat menambah kepercayaan kemampuan berpikir sendiri, menemukan
informasi dari berbagai sumber, dan belajar dari siswa yang lain. 
 Pembelajaran kooperatif dapat mengembangkan kemampuan mengungkapkan ide atau
gagasan dengan kata-kata secara verbal dan membandingkannya dengan ide-ide orang
lain. 
 Pembelajaran kooperatif dapat membantu anak untuk respek pada orang lain dan
menyadari akan segala keterbatasan serta menerima segala perbedaan. 
 Pembelajaran kooperatif dapat membantu memberdayakan setiap siswa untuk lebih
bertanggung jawab dalam belajar. 
 Pembelajaran kooperatif merupakan suatu strategi yang cukup ampuh untuk
meningkatkan prestasi akademik sekaligus kemampuan social. 
 Melalui pembelajaran kooperatif dapat mengembangkan kemampuan siswa untuk
menguji ide dan pemahaman sendiri, menerima umpan balik. 
 Pembelajaran kooperatif dapat meningkatkan kemampuan siswa menggunakan
informasi dan kemampuan belajar abstrak menjadi nyata. 
 Interaksi selama kooperatif berlangsung dapat meningkatkan motivasi dan member
rangsangan untuk berpikir.
 

Kekurangan pembelajaran kooperatif diantaranya yaitu: 


 Bagi siswa yang pandai, mereka akan merasa terhambat oleh siswa yang dianggap
kurang memiliki kemampuan. Akibatnya, keadaan yang seperti ini dapat mengganggu
iklim kerja sama dalam kelompok. 
 Penilaian dalam pembelajaran kooperatif didasarkan pada hasil kelompok. Namun
yang demikian, guru perlu menyadari bahwa sebenarnya hasil atau prestasi yang
diharapkan adalah prestasi setiap individu siswa. 
 Keberhasilan pembelajaran kooperatif dalam upaya mengembangkan kesadaran
kelompok memerlukan periode waktu yang cukup panjang, dan hal ini tidak mungkin
dapat tercapai hanya dengan satu kali atau sekali-kali penerapan strategi ini. 
 Walaupun kemampuan bekerja sama merupakan kemampuan yang sangat penting
untuk siswa, akan tetapi banyak aktivitas dalam kehidupan yang didasarkan kepada
kemampuan secara individu. Oleh karena itu idealnya pembelajaran kooperatif selain
siswa belajar bekerja sama, siswa juga harus belajar bagaimana membangun
kepercayaan 

4. Model Pembelajaran Langsung (Direct Instruction)


Model pembelajaran langsung adalah model pembelajaran yang menekankan pada
penguasaan konsep dan/atau perubahan perilaku dengan mengutamakan pendekatan
deduktif, dengan ciri-ciri sebagai berikut: (1) transformasi dan ketrampilan secara
langsung; (2) pembelajaran berorientasi pada tujuan tertentu; (3) materi pembelajaran
yang telah terstuktur; (4) lingkungan belajar yang telah terstruktur; dan (5) distruktur oleh
guru. Guru berperan sebagai penyampai informasi, dan dalam hal ini guru seyogyanya
menggunakan berbagai media yang sesuai, misalnya film, tape recorder,  gambar, 
peragaan, dan sebaganya. Informasi yang disampaikan dapat berupa pengetahuan
prosedural (yaitu pengetahuan tentang bagaimana melaksanakan sesuatu) atau
pengetahuan deklaratif, (yaitu pengetahuan tentang sesuatu dapat berupa fakta, konsep,
prinsip, atau generalisasi). Kritik terhadap penggunaan model ini antara lain bahwa model
ini tidak dapat digunakan setiap waktu dan tidak untuk semua tujuan pembelajaran dan
semua siswa.

Tahapan atau sintaks model pembelajaran langsung menurut Bruce dan Weil (1996), sebagai
berikut:

 Orientasi. Sebelum menyajikan dan menjelaskan materi baru, akan sangat menolong
siswa jika guru memberikan kerangka pelajaran dan orientasi terhadap materi yang
akan disampaikan. Bentuk-bentuk orientasi dapat berupa: (1) kegiatan pendahuluan
untuk mengetahui pengetahuan yang relevan dengan pengetahuan yang telah dimiliki
siswa; (2) mendiskusikan atau menginformasikan tujuan pelajaran; (3) memberikan
penjelasan/arahan mengenai kegiatan yang akan dilakukan; (4) menginformasikan
materi/konsep yang akan digunakan dan kegiatan yang akan dilakukan selama
pembelajaran; dan(5) menginformasikan kerangka pelajaran.
 Presentasi. Pada fase ini guru dapat menyajikan materi pelajaran baik berupa konsep-
konsep maupun keterampilan. Penyajian materi dapat berupa: (1) penyajian materi
dalam langkah-langkah kecil sehingga materi dapat dikuasai siswa dalam waktu
relatif pendek;(2) pemberian contoh-contoh konsep; (3) pemodelan atau peragaan
keterampilan dengan cara demonstrasi atau penjelasan langkah-langkah kerja
terhadap tugas; dan (4) menjelaskan ulang hal-hal yang sulit.
 Latihan terstruktur. Pada fase ini guru memandu siswa untuk melakukan latihan-
latihan. Peran guru yang penting dalam fase ini adalah memberikan umpan balik
terhadap respon siswa dan memberikan penguatan terhadap respon siswa yang benar
dan mengoreksi respon siswa yang salah.
 Latihan terbimbing. Pada fase ini guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk
berlatih konsep atau keterampilan. Latihan terbimbing ini baik juga digunakan oleh
guru untuk mengases/menilai kemampuan siswa untuk melakukan tugasnya. Pada
fase ini peran guru adalah memonitor dan memberikan bimbingan jika diperlukan.
 Latihan mandiri. Pada fase ini siswa melakukan kegiatan latihan secara mandiri,
fase ini dapat dilalui siswa jika telah menguasai tahap-tahap pengerjaan tugas 85-90%
dalam fase bimbingan latihan.

Di lain pihak, Slavin (2003) mengemukakan tujuh langkah dalam sintaks pembelajaran langsung,
yaitu sebagai berikut.

 Menginformasikan tujuan pembelajaran dan orientasi pelajaran kepada


siswa. Dalam tahap ini guru menginformasikan hal-hal yang harus dipelajari dan
kinerja siswa yang diharapkan.
 Me-review pengetahuan dan keterampilan prasyarat. Dalam tahap ini guru
mengajukan pertanyaan untuk mengungkap pengetahuan dan keterampilan yang telah
dikuasai siswa.
 Menyampaikan materi pelajaran. Dalam fase ini, guru menyampaikan materi,
menyajikan informasi, memberikan contoh-contoh, mendemontrasikan konsep dan
sebagainya.
 Melaksanakan bimbingan. Bimbingan dilakukan dengan mengajukan pertanyaan-
pertanyaan untuk menilai tingkat pemahaman siswa dan mengoreksi kesalahan
konsep.
 Memberikan kesempatan kepada siswa untuk berlatih. Dalam tahap ini, guru
memberikan kesempatan kepada siswa untuk melatih keterampilannya atau
menggunakan informasi baru secara individu atau kelompok.
 Menilai kinerja siswa dan memberikan umpan balik. Guru memberikan reviu
terhadap hal-hal yang telah dilakukan siswa, memberikan umpan balik terhadap
respon siswa yang benar dan mengulang keterampilan jika diperlukan.
 Memberikan latihan mandiri. Dalam tahap ini, guru dapat memberikan tugas-tugas
mandiri kepada siswa untuk meningkatkan pemahamannya terhadap materi yang
telah mereka pelajari.

Beberapa situasi yang memungkinkan model pembelajaran langsung cocok untuk diterapkan
dalam pembelajaran:

 Ketika guru ingin mengenalkan suatu bidang pembelajaran yang baru dan
memberikan garis besar pelajaran dengan mendefinisikan konsep-konsep kunci dan
menunjukkan keterkaitan di antara konsep-konsep tersebut.
 Ketika guru ingin mengajari siswa suatu keterampilan atau prosedur yang memiliki
struktur yang jelas dan pasti.
 Ketika guru ingin memastikan bahwa siswa telah menguasai keterampilan-
keterampilan dasar yang diperlukan dalam kegiatan-kegiatan yang berpusat pada
siswa, misalnya penyelesaian masalah (problem solving).
 Ketika guru ingin menunjukkan sikap dan pendekatan-pedekatan intelektual
(misalnya menunjukkan bahwa suatu argumen harus didukung oleh bukti-bukti, atau
bahwa suatu penjelajahan ide tidak selalu berujung pada jawaban yang logis)
 Ketika subjek pembelajaran yang akan diajarkan cocok untuk dipresentasikan dengan
pola penjelasan, pemodelan, pertanyaan, dan penerapan.
 Ketika guru ingin menumbuhkan ketertarikan siswa akan suatu topik.
 Ketika guru harus menunjukkan teknik atau prosedur-prosedur tertentu sebelum siswa
melakukan suatu kegiatan praktik.
 Ketika guru ingin menyampaikan kerangka parameter-parameter untuk memandu
siswa dalam melakukan kegiatan pembelajaran kelompok atau independen.
 Ketika para siswa menghadapi kesulitan yang sama yang dapat diatasi dengan
penjelasan yang sangat terstruktur.
 Ketika lingkungan mengajar tidak sesuai dengan strategi yang berpusat pada siswa
atau ketika guru tidak memiliki waktu untuk melakukan pendekatan yang berpusat
pada siswa.
Kelebihan model pembelajaran langsung:
 Dengan model pembelajaran langsung, guru mengendalikan isi materi dan urutan
informasi yang diterima oleh siswa sehingga dapat mempertahankan fokus mengenai
apa yang harus dicapai oleh siswa.
 Dapat diterapkan secara efektif dalam kelas yang besar maupun kecil.
 Dapat digunakan untuk menekankan poin-poin penting atau kesulitan-kesulitan yang
mungkin dihadapi siswa sehingga hal-hal tersebut dapat diungkapkan.
 Dapat menjadi cara yang efektif untuk mengajarkan informasi dan pengetahuan
faktual yang sangat terstruktur.
 Merupakan cara yang paling efektif untuk mengajarkan konsep dan keterampilan-
keterampilan yang eksplisit kepada siswa yang berprestasi rendah.
 Dapat menjadi cara untuk menyampaikan informasi yang banyak dalam waktu yang
relatif singkat yang dapat diakses secara setara oleh seluruh siswa.
 Memungkinkan guru untuk menyampaikan ketertarikan pribadi mengenai mata
pelajaran (melalui presentasi yang antusias) yang dapat merangsang ketertarikan dan
dan antusiasme siswa.
 Ceramah merupakan cara yang bermanfaat untuk menyampaikan informasi kepada
siswa yang tidak suka membaca atau yang tidak memiliki keterampilan dalam
menyusun dan menafsirkan informasi.
 Secara umum, ceramah adalah cara yang paling memungkinkan untuk menciptakan
lingkungan yang tidak mengancam dan bebas stres bagi siswa. Para siswa yang
pemalu, tidak percaya diri, dan tidak memiliki pengetahuan yang cukup tidak merasa
dipaksa dan berpartisipasi dan dipermalukan.
 Model pembelajaran langsung dapat digunakan untuk membangun model
pembelajaran dalam bidang studi tertentu. Guru dapat menunjukkan bagaimana suatu
permasalahan dapat didekati, bagaimana informasi dianalisis, dan bagaimana suatu
pengetahuan dihasilkan.
 Pengajaran yang eksplisit membekali siswa dengan ”cara-cara disipliner dalam
memandang dunia (dan) dengan menggunakan perspektif-perspektif alternatif” yang
menyadarkan siswa akan keterbatasan perspektif yang inheren dalam pemikiran
sehari-hari.
 Model pembelajaran langsung yang menekankan kegiatan mendengar (misalnya
ceramah) dan mengamati (misalnya demonstrasi) dapat membantu siswa yang cocok
belajar dengan cara-cara ini.
 Ceramah dapat bermanfaat untuk menyampaikan pengetahuan yang tidak tersedia
secara langsung bagi siswa, termasuk contoh-contoh yang relevan dan hasil-hasil
penelitian terkini.
 Model pembelajaran langsung (terutama demonstrasi) dapat memberi siswa tantangan
untuk mempertimbangkan kesenjangan yang terdapat di antara teori (yang seharusnya
terjadi) dan observasi (kenyataan yang mereka lihat).
 Demonstrasi memungkinkan siswa untuk berkonsentrasi pada hasil-hasil dari suatu
tugas dan bukan teknik-teknik dalam menghasilkannya. Hal ini penting terutama jika
siswa tidak memiliki kepercayaan diri atau keterampilan dalam melakukan tugas
tersebut.
 Siswa yang tidak dapat mengarahkan diri sendiri dapat tetap berprestasi apabila
model pembelajaran langsung digunakan secara efektif.
 Model pembelajaran langsung bergantung pada kemampuan refleksi guru
sehingga guru dapat terus menerus mengevaluasi dan memperbaikinya.
Keterbatasan Model Pembelajaran Langsung:
 Model pembelajaran langsung bersandar pada kemampuan siswa untuk
mengasimilasikan informasi melalui kegiatan mendengarkan, mengamati, dan
mencatat. Karena tidak semua siswa memiliki keterampilan dalam hal-hal tersebut,
guru masih harus mengajarkannya kepada siswa.
 Dalam model pembelajaran langsung, sulit untuk mengatasi perbedaan dalam hal
kemampuan, pengetahuan awal, tingkat pembelajaran dan pemahaman, gaya belajar,
atau ketertarikan siswa.
 Karena siswa hanya memiliki sedikit kesempatan untuk terlibat secara aktif, sulit bagi
siswa untuk mengembangkan keterampilan sosial dan interpersonal mereka.
 Karena guru memainkan peran pusat dalam model ini, kesuksesan strategi
pembelajaran ini bergantung pada image guru. Jika guru tidak tampak siap,
berpengetahuan, percaya diri, antusias, dan terstruktur, siswa dapat menjadi bosan,
teralihkan perhatiannya, dan pembelajaran mereka akan terhambat.
 Terdapat beberapa bukti penelitian bahwa tingkat struktur dan kendali guru yang
tinggi dalam kegiatan pembelajaran, yang menjadi karakteristik model pembelajaran
langsung, dapat berdampak negatif terhadap kemampuan penyelesaian masalah,
kemandirian, dan keingintahuan siswa.
 Model pembelajaran langsung sangat bergantung pada gaya komunikasi guru.
Komunikator yang buruk cenderung menghasilkan pembelajaran yang buruk pula dan
model pembelajaran langsung membatasi kesempatan guru untuk menampilkan
banyak perilaku komunikasi positif.
 Jika materi yang disampaikan bersifat kompleks, rinci, atau abstrak, model
pembelajaran langsung mungkin tidak dapat memberi siswa kesempatan yang cukup
untuk memproses dan memahami informasi yang disampaikan.
 Model pembelajaran langsung memberi siswa cara pandang guru mengenai
bagaimana materi disusun dan disintesis, yang tidak selalu dapat dipahami atau
dikuasai oleh siswa. Siswa memiliki sedikit kesempatan untuk mendebat cara
pandang ini.
 Jika model pembelajaran langsung tidak banyak melibatkan siswa, siswa akan
kehilangan perhatian setelah 10-15 menit dan hanya akan mengingat sedikit isi materi
yang disampaikan.
 Jika terlalu sering digunakan, model pembelajaran langsung akan membuat siswa
percaya bahwa guru akan memberitahu mereka semua yang perlu mereka ketahui.
Hal ini akan menghilangkan rasa tanggung jawab mengenai pembelajaran mereka
sendiri.
 Karena model pembelajaran langsung melibatkan banyak komunikasi satu arah, guru
sulit untuk mendapatkan umpan balik mengenai pemahaman siswa. Hal ini dapat
membuat siswa tidak paham atau salah paham.
 Demonstrasi sangat bergantung pada keterampilan pengamatan siswa. Sayangnya,
banyak siswa bukanlah pengamat yang baik sehingga dapat melewatkan hal-hal yang
dimaksudkan oleh guru.

5. Model Pembelajaran Penemuan (Discovery Learning)


Model Pembelajaran Discovery Learning atau Penemuan adalah teori  belajar yang didefinisikan 
sebagai proses pembelajaran yang  terjadi  apabila  materi pembelajaran  tidak  disajikan 
dengan    dalam  bentuk finalnya,  tetapi  diharapkan  peserta didik itu sendiri yang
mengorganisasi  sendiri.  Hal ini sejalan dengan pendapat  Bruner, bahwa:  “Discovery 
Learning  can  be  defined  as  the  learning  that  takes  place  when  the student  is  not 
presented  with  subject  matter  in  the  final  form,  but  rather  is  required  to organize  it 
him  self”  (Lefancois  dalam  Emetembun,  1986.

Karakteristik dari Model Pembelajaran Discovery Learning atau Penemuan


a) Peran guru sebagai pembimbing;
b) Peserta didik belajar secara aktif sebagai seorang ilmuwan;
c) Bahan ajar disajikan dalam bentuk informasi dan peserta didik melakukan kegiatan menghimpun,
membandingkan, mengkategorikan, menganalisis, serta membuat   kesimpulan.

Kelebihan dan Kelemahan Model Pembelajaran Discovery Learning


5. Kelebihan Penerapan Model Pembelajaran Discovery Learning atau Penemuan
a. Membantu  siswa  untuk  memperbaiki  dan  meningkatkan  keterampilan-keterampilan 
dan proses-proses  kognitif.  Usaha  penemuan  merupakan  kunci  dalam  proses  ini, 
seseorang tergantung bagaimana cara belajarnya.
b. Pengetahuan yang diperoleh melalui metode ini sangat pribadi dan ampuh
karenamenguatkan pengertian, ingatan dan transfer.
c. Menimbulkan rasa senang pada siswa, karena tumbuhnya rasa menyelidiki danberhasil.
d. Metode  ini  memungkinkan  siswa  berkembang dengan  cepat  dan  sesuai  dengan
kecepatannya sendiri.
e. Menyebabkan siswa mengarahkan kegiatan belajarnya sendiri dengan melibatkanakalnya
dan motivasi sendiri.
f. Metode  ini  dapat  membantu  siswa  memperkuat  konsep  dirinya,  Karena memperoleh
kepercayaan bekerja sama dengan yang lainnya.
g. Berpusat  pada  siswa  dan  guru  berperan  sama-sama  aktif  mengeluarkan  gagasan-
gagasan. Bahkan gurupun dapat bertindak sebagai siswa, dan sebagai peneliti di dalam
situasi diskusi.
h. Membantu siswamenghilangkanskeptisme (keragu-raguan) karena mengarah
padakebenaran yang final dan tertentuatau pasti.
i. Siswa akan mengerti konsep dasar dan ide-ide lebih baik.
j. Membantu dan mengembangkan ingatan dan transfer kepada situasi proses belajaryang
baru.
k. Mendorong siswa berpikir danbekerja atas inisiatif sendiri.
l.  Mendorong siswa berpikir intuisi dan merumuskan hipotesis sendiri.
m. Memberikan keputusan yang bersifat intrinsic.
n. Situasi proses belajar menjadi lebih terangsang.
o. Proses belajar meliputi sesama aspeknya siswa menuju pada pembentukan manusia
seutuhnya.
p. Meningkatkan tingkat penghargaanpadasiswa.
q. Kemungkinan siswa belajar dengan memanfaatkan berbagai jenis sumber belajar.
r.  Dapat mengembangkan bakat dankecakapan individu.

2. Kelemahan Penerapan Model Pembelajaran Discovery Learning atau


Penemuan
a. Metode ini menimbulkan asumsi  bahwa  ada  kesiapan  pikiran  untuk 
belajar.  Bagi  siswa  yangkurang pandai, akan mengalami kesulitan
abstrak atauberpikiratau mengungkapkan hubunganantara  konsep-
konsep,  yang  tertulis  atau  lisan,  sehingga  pada  gilirannya  akan 
menimbulkan frustasi.
b. Metode  ini  tidak  efisien  untuk  mengajar  jumlah  siswa  yang  banyak, 
karenamembutuhkan waktu  yang  lama  untuk  membantu  mereka 
menemukan  teori  atau  pemecahan  masalah lainnya.
c. Harapanharapan  yang  terkandung  dalam  metode  ini  dapat  buyar 
berhadapandengan  siswa dan guru yang telah terbiasa dengan cara-cara
belajar yang lama.
d. Pengajaran
discovery lebih  cocok  untuk  mengembangkan  pemahaman,  sedangkan
mengembangkan aspek konsep, keterampilan dan emosi secara
keseluruhan kurang mendapat perhatian.
Pada  beberapa  disiplin  ilmu,  misalnya  IPA  kurang  fasilitas  untuk 
mengukur  gagasan yang dikemukakan oleh para siswa
Tidak menyediakan  kesempatan-kesempatanuntukberpikiryang  akan 
ditemukanoleh  siswa karena telah dipilih terlebih dahulu oleh guru

Langkah-langkah Operasional Implementasi Model Pembelajaran Discovery Learning


atau Penemuan

Berikut ini langkah-langkah dalam mengaplikasikan model discovery learning di kelas.

Langkah Persiapan Metode Discovery Learning


1. Menentukan tujuan pembelajaran.
2. Melakukan identifikasi karakteristik siswa peserta didik (kemampuan awal, minat, gaya belajar,
dan sebagainya).
3. Memilih materi pelajaran
4. Menentukan topik-topik yang harus dipelajarisiswapeserta didiksecara induktif (dari contoh-contoh
generalisasi)
5. Mengembangkan bahan-bahan belajar yang berupa contoh-contoh, ilustrasi,  tugas dan sebagainya
untuk dipelajarisiswapeserta didik
6. Mengatur topik-topik pelajaran dari yang sederhana ke kompleks, dari yang konkret ke abstrak,
atau dari tahap enaktif, ikonik sampai ke simbolik.
7. Melakukan penilaian proses dan hasil belajarsiswapeserta didik.

Prosedur Aplikasi Metode / Model Pembelajaran Discovery Learning atau Penemuan


Menurut  Syah  (2004:244)  dalam  mengaplikasikan  metode Discovery  Learning di  kelas, ada
beberapa prosedur  yang  harus  dilaksanakan  dalam  kegiatan  belajar  mengajar  secara  umum 
sebagai berikut:
1.  Stimulation (Stimulasi/Pemberian Rangsangan)
Pertama-tama  pada  tahap  ini  pelajar  dihadapkan  pada  sesuatu  yang  menimbulkan
kebingungannya,  kemudian  dilanjutkan  untuk  tidak  memberi  generalisasi,  agar  timbul
keinginan  untuk  menyelidiki  sendiri.  Disamping  itu  guru  dapat  memulai  kegiatan  PBM
dengan mengajukan pertanyaan, anjuran membaca buku, dan aktivitas belajar lainnya yang
mengarah pada persiapan pemecahan masalah. Stimulasi pada  tahap  ini  berfungsi  untuk 
menyediakan  kondisi  interaksi  belajar  yang  dapat mengembangkan dan membantu siswa
dalam  mengeksplorasi bahan. Dalam hal ini  Bruner memberikan  stimulation  dengan 
menggunakan  teknik  bertanya  yaitu  dengan  mengajukan pertanyaan-pertanyaan  yang  dapat 
menghadapkan  siswa  pada  kondisi  internal  yang mendorong  eksplorasi.  Dengan  demikian 
seorang  Guru  harus  menguasai  teknik-teknik dalam  memberi  stimulus  kepada  siswa  agar 
tujuan  mengaktifkan  siswa  untuk mengeksplorasi dapat tercapai.

2.  Problem Statement (Pernyataan/ Identifikasi Masalah)


Setelah dilakukan stimulasi langkah selanjutya adalah guru memberi kesempatan kepada siswa 
untuk  mengidentifikasi  sebanyak  mungkin  agenda-agenda  masalah  yang  relevan dengan 
bahan  pelajaran,  kemudian  salah  satunya  dipilih  dan  dirumuskan  dalam  bentuk hipotesis 
(jawaban  sementara  atas  pertanyaan  masalah)  (Syah  2004:244),  sedangkan menurut
permasalahan  yang  dipilih  itu  selanjutnya  harus  dirumuskan  dalam  bentuk pertanyaan, 
atau  hipotesis,  yakni  pernyataan  (statement)  sebagai  jawaban  sementara atas  pertanyaan 
yang  diajukan.
Memberikan  kesempatan  siswa  untuk mengidentifikasi  dan  menganalisis permasasalahan
yang  mereka  hadapi,  merupakan  teknik  yang  berguna  dalam  membangun  siswa  agar
mereka terbiasa untuk menemukan suatu masalah.
3. Data Collection (Pengumpulan Data)
Ketika  eksplorasi  berlangsung  guru  juga  memberi  kesempatan  kepada  parasiswa  untuk
mengumpulkan  informasi  sebanyak-banyaknya  yang  relevan  untuk  membuktikan  benar atau 
tidaknya  hipotesis  (Syah,  2004:244).  Pada  tahap  ini  berfungsi  untuk  menjawab pertanyaan
atau membuktikan benar tidaknya  hipotesis.
Dengan demikian anak didikdiberi kesempatan untuk mengumpulkan (collection) berbagai
informasi  yang  relevan,  membaca  literatur,  mengamati  objek,  wawancara  dengan  nara
sumber, melakukan uji coba sendiri dan sebagainya. Konsekuensi dari tahap ini adalah siswa
belajar  secara  aktif  untuk  menemukan  sesuatu  yang  berhubungan  dengan  permasalahan
yang  dihadapi,  dengan  demikian  secara  tidak  disengaja  siswa  menghubungkan  masalah
dengan pengetahuan yang telah dimiliki.

4. Data Processing (Pengolahan Data)


Menurut  Syah  (2004:244)pengolahan data  merupakan  kegiatan  mengolah  data  dan
informasi  yang  telah  diperoleh  para  siswa  baik  melalui  wawancara,  observasi,  dan
sebagainya,  lalu  ditafsirkan.  Semua  informai  hasil  bacaan,  wawancara,  observasi,  dan
sebagainya, semuanya diolah, diacak, diklasifikasikan, ditabulasi, bahkan bila perlu dihitung
dengan  cara  tertentu  serta  ditafsirkan  pada  tingkat  kepercayaan  tertentu  (Djamarah,
2002:22).
Dataprocessing disebut  juga  dengan  pengkodean  coding/  kategorisasi  yang  berfungsi
sebagai  pembentukan  konsep  dan  generalisasi.  Dari  generalisasi  tersebut  siswa  akan
mendapatkan  pengetahuan  baru  tentang  alternatif  jawaban/  penyelesaian  yang  perlu
mendapat pembuktian secara logis

5. Verification (Pembuktian)
Pada tahap ini siswa melakukan pemeriksaan secara cermat untuk membuktikan benar atau
tidaknya  hipotesis  yang  ditetapkan  tadi  dengan  temuan  alternatif,  dihubungkan  dengan
hasil data processing (Syah, 2004:244).Verification menurut Bruner, bertujuan agar proses
belajar  akan  berjalan  dengan  baik  dan  kreatif  jika  guru  memberikan  kesempatan  kepada
siswa  untuk  menemukan  suatu  konsep,  teori,  aturan  atau  pemahaman  melalui  contoh-
contoh yang ia jumpai dalam kehidupannya.
Berdasarkan  hasil  pengolahan  dan  tafsiran,  atau  informasi  yang  ada,  pernyataan  atau
hipotesis yang telah dirumuskan terdahulu itu kemudian dicek, apakah terjawab atau tidak,
apakah terbukti atau tidak.

6. Generalization (Menarik Kesimpulan/Generalisasi)
Tahap  generalisasi/menarik  kesimpulan  adalah  proses  menarik  sebuah  kesimpulan  yang
dapat  dijadikan  prinsip  umum  dan  berlaku  untuk  semua  kejadian  atau  masalah  yang 
sama, dengan  memperhatikan  hasil  verifikasi  (Syah,  2004:244). Berdasarkan  hasil  verifikasi 
maka dirumuskan prinsip-prinsip  yang  mendasari  generalisasi.  Setelah  menarik  kesimpulan
siswa harus  memperhatikan proses  generalisasi yang menekankan  pentingnya  penguasaan
pelajaran atas makna dan kaidah atau prinsip-prinsip yang luas yang mendasari pengalaman
seseorang,  serta  pentingnya  proses  pengaturan  dan  generalisasi  dari  pengalaman-
pengalaman itu.

6. Model Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem Based Learning) 

Model Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem Based Learning/PBL) adalah suatu  model


pembelajaran yang dirancang pada proses penyelesaian masalah yang dihadapi secara ilmiah
agar siswa mendapat pengetahuan penting. Dengan demikian diharapkan siswa mahir dalam
memecahkan masalah, memiliki model belajar sendiri dan memiliki kecakapan berpartisipasi
dalam tim.
Dengan pendekatan model PBL memberikan peluang bagi siswa untuk melakukan penelitian
dengan berbasis masalah nyata dan autentik. Model pembelajaran berbasis masalah sebaiknya
memenuhi kriteria: kompleks, struktur tidak jelas, terbuka dan autentik.
Prinsip Model Pembelajaran Berbasis Masalah

Prinsip-prinsip proses pembelajaran Model Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem Based


Learning) yang harus diperhatikan meliputi hal-hal berikut.

a. Konsep Dasar (Basic Concept).


Pada pembelajaran ini guru dapat memberikan konsep dasar, petunjuk, atau referensi yang
diperlukan dalam pembelajaran.

b. Pendefinisian Masalah (Defining the Problem).


Dalam fase ini guru menyampaikan permasalahan dan dalam kelompoknya siswa melakukan
berbagai kegiatan. Pertama, brainstorming yaitu setiap anggota mengungkapkan pendapat, ide,
dan tanggapan terhadap masalah secara bebas, sehingga dimungkinkan muncul berbagai macam
alternatif pendapat. Kedua, melakukan seleksi untuk memilih pendapat yang lebih fokus/terarah
pada penyelesaian masalah. Ketiga melakukan pembagian tugas dalam kelompok untuk mencari
referensi dalam memecahkan permasalahan.

c. Pembelajaran Mandiri (Self Learning).


Masing-masing siswa mencari berbagai sumber yang dapat memperjelas masalah misalnya dari
buku atau artikel di perpustakaan, internet, atau guru/nara sumber yang relevan untuk
memecahkan masalah.

d. Pertukaran Pengetahuan (Exchange knowledge).


Setelah mendapatkan sumber untuk keperluan pendalaman materi secara mandiri, pada
pertemuan berikutnya siswa berdiskusi dalam kelompoknya untuk mengklarifikasi capaiannya
dan merumuskan solusi dari permasalahan.

Peran guru, siswa dan masalah dalam pembelajaran berbasis masalah

Peran Guru sebagai Pelatih dalam pembelajaran berbasis masalah

 Asking about thinking (bertanya tentang pemikiran).


 Memonitor pembelajaran.

 Probbing ( menantang siswa untuk berpikir ).

 Menjaga agar siswa terlibat.

 Mengatur dinamika kelompok.

 Menjaga berlangsungnya proses.

Peran Siswa sebagai Problem Solver dalam pembelajaran berbasis masalah

 Peserta yang aktif.

 Terlibat langsung dalam pembelajaran.

 Membangun pembelajaran.

Peran Masalah sebagai Awal Tantangan dan Motivasi dalam pembelajaran berbasis masalah

 Menarik untuk dipecahkan.

 Menyediakan kebutuhan yang ada hubungannya dengan pelajaran yang dipelajari.

Fase-fase Model Pembelajaran Berbasis Masalah

Berikut ini fase-fase yang dilalui dalam pelaksanaan model pembelajaran berbasis
masalah (Problem Based Learning/PBL)

Fase 1. Mengorientasikan siswa kepada masalah.


Guru memberikan masalah yang menarik untuk dipecahkan siswa. Masalah yang diberikan
sesuai dengan tingkat kemampuan siswa. Menurut Prince dan Felder (2006) Masalah yang
diberikan sebaiknya masalah kompleks (complex), struktur tidak jelas (ill structured), terbuka
(open ended problem), otentik (authentic).

Fase 2 Mengorganisasikan siswa


Guru mengorganisasikan siswa ke dalam kelompok-kelompok. Mengarahkan siswa untuk
mengidentifikasikan masalah dan mengorganisasikan tugas belajar yang berhubungan dengan
pemecahan masalah tersebut.

Fase 3 Membimbing penyelidikan individu dan kelompok


Mendorong siswa untuk mengumpulkan informasi yang sesuai, melaksanakan eksperimen untuk
mendapatkan penjel asan dan pemecahan masalah.

Fase 4 Mengembangkan dan menyajikan hasil karya


Mengarahkan siswa dalam menyiapkan laporan pemecahan masalah, serta berbagi tugas dengan
teman. Siswa diberi kesempatan untuk mempresentasikan temuanny a, serta kelompok lain
menanggapi.

Fase 5 Menganalisa dan mengevaluasi proses pemecahan masalah


Mengevaluasi pemecahan masalah atau hasil belajar yang telah dipelajari. Memberikan arahan
jika temuan siswa belum sesuai dengan tujuan pembelajaran.

7. Model Pembelajaran Berbasis Proyek (Project Based Learning)


Pengertian Model Pembelajaran Berbasis Proyek(Project Based Learning= PBL)
 adalah metodapembelajaran yang menggunakan proyek/kegiatan sebagai media. Peserta didik
melakukan eksplorasi,penilaian, interpretasi, sintesis, dan informasi untuk menghasilkan
berbagai bentuk hasil belajar.
Pengertian Model Pembelajaran Berbasis Proyek (Project Based Learning=PBL)
 yang adalah modelatau metode belajar yang menggunakan masalah sebagai langkah awal dalam
mengumpulkan danmengintegrasikan pengetahuan baru berdasarkan pengalamannya dalam
beraktivitas secara nyata.Pembelajaran Berbasis Proyekdirancang untuk digunakan
pada permasalahan komplek yang diperlukanpeserta didik dalam melakukan insvestigasi dan
memahaminya.

Anda mungkin juga menyukai