Anda di halaman 1dari 22

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ………………………………………………………………………..


B. Raja-Raja Majapahit …………………………………………………………………
C. Raja yang berjaya di Majapahit ……………………………………………………..
1. Raden Wijaya (1293-1309)
2. Jayanagara (1309-1328)
3. Mahapatih Gajah Mada (1331-1364)
4. Hayam Wuruk (1350-1389)
D. Kehidupan Politik …………………………………………………………………….
E. Kehidupan Ekonomi ………………………………………………………………….
F. Kehidupan Sosial-Budaya ……………………………………………………………
G. Penyebab Keruntuhan ………………………………………………………………
H. Peninggalan ……………………………………………………………………………

BAB II PENUTUP
A. Kesimpulan ………………………………………………………………………
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Kerajaan Majapahit

Kerajaan Majapahit (1293-1500) Tanggal pasti berdirinya Kerajaan Majapahit adalah


hari penobatan Raden Wijaya sebagai raja (memerintah 1293-1309 M), yaitu 10 November
1293. berpusat di sekitar daerah Trowulan sekarang, 10 km sebelah barat daya Kota
Mojokerto, Jawa Timur. Hal ini didasarkan temuan artefak berupa bekas tembok dan fondasi
bangunan, pintu gapura, candi, dan tiang-tiang rumah.

Berdirinya Kerajaan Majapahit berhubungan dengan runtuhnya Kerajaan Singasari.


Kerajaan Majapahit didirikan oleh Raden Wijaya yang merupakan menantu dari Raja
Kertanegara yang merupakan Raja Singasari terakhir. Raja Kertanegara mengirim Raden
Wijaya untuk menghadapi serangan Jayakatwang di bagian utara, tanpa diduga serangan yang
lebih besar dilancarkan dari arah selatan. Maka ketika Raden Wijaya kembali ke istana, ia
melihat Istana Kerajaan Singasari hampir habis dan Kertanagara yang tewas. Raden Wijaya
meloloskan diri dan pergi ke Madura untuk menemui Bupati Sumenep dari Madura yaitu
Aryawiraja (bawahan Kertanagara). Raden Wijaya sendiri, atas saran Wiraraja, menyerah dan
memohon ampun, serta menyatakan ingin mengabdi kepada Jayakatwang. Terkesan dengan
sikap dan kecerdasannya selama masa pengabdian, Jayakatwang memberinya hadiah berupa
sebidang tanah, yaitu Hutan Tarik, sebuah tempat yang subur. Di tempat itu, ia membangun
sebuah desa besar yang bernama Majapahit. Perkembangan Majapahit cukup cepat karena
Raden Wijaya berhasil menarik orang-orang dari Kediri dan Singasari untuk tinggal di
Majapahit.

Majapahit tercatat telah tiga kali pindah pusat pemerintahan. Tiga pusat pemerintahan tetap
berada di wilayah Jawa Timur.

1. Mojokerto
Pusat pemerintahan atau ibu kota kerajaan Majapahit yang pertama terletak di kota
Mojokerto. Saat itu ibu kota diperintah oleh raja pertama, yaitu Kertarajasa Jayawardhana
atau Raden Wijaya. Lokasi pusat pemerintahan tersebut berada di tepi Sungai Brantas.
2. Trowulan
Pusat pemerintahan kemudian berpindah mengikuti masa kepimimpinan Sri Jayanegara, raja
kedua kerajaan Majapahit. Jayanegara memindahkan pusat pemerintahan ke Trowulan. Kota
tersebut berjarak 12 km dari Mojokerto.
3. Daha
Daha atau disebut Kediri saat ini merupakan kota ketiga dari pusat pemerintahan kerajaan
Majapahit. Kepindahan pusat pemerintahan Majapahit ke Daha berkaitan erat dengan
masalah internal di kerajaan dan ancaman dari kerajaan Islam, kerajaan Demak yang
merupakan kerajaan Islam pertama di Pulau Jawa.

B. Raja-Raja Majapahit

1. Raden Wijaya/Kertarajasa Jayawardhana (1293-1309)


2. Kalagamet/Sri Jayanagara (1309-1328)
3. Sri Gitarja/Tribhuwana Wijayatunggadewi (1328-1350)
4. Hayam Wuruk/Sri Rajasanagara (1350-1389)
5. Wikramawardhana (1389-1429)
6. Suhita /Dyah Ayu Kencana Wungu (1429-1447)
7. Kertawijaya/Brawijaya I (1447-1451)
8. Rajasawardhana/Brawijaya II (1451-1453)
9. Purwawisesa /Girishawardhana/Brawijaya III (1456-1466)
10. Bhre Pandansalas/Suraprabhawa/Brawijaya IV (1466-1468)
11. Bhre Kertabumi/Brawijaya V (1468 -1478)
12. Girindrawardhana/Brawijaya VI (1478-1489)
13. Patih Udara/Brawijaya VII (1489-1527)

C. Raja-Raja yang berjaya di Majapahit

1. Raden Wijaya/Kertarajasa Jayawardhana (1293-1309)

Raden Wijaya atau disebut juga Dyah Wijaya (wafat: Majapahit, 1309) adalah pendiri
dan raja pertama Kerajaan Majapahit yang memerintah pada tahun 1293-1309, bergelar Sri
Kertarajasa Jayawardana, atau lengkapnya Nararya Sanggramawijaya Sri Maharaja
Kertarajasa Jayawardhana. Catatan Dinasti Yuan mengisahkan, pada tahun 1293, pasukan
Mongol sebanyak 20.000 orang yang dipimpin Ike Mese, Kau Hsing dan Shih Pi mendarat di
Jawa untuk menyerang Kertanagara, karena pada tahun 1289 Kertanagara telah melukai
utusan yang dikirim Kubilai Khan raja Mongol. Raden Wijaya memanfaatkan kedatangan
pasukan Mongol ini untuk menghancurkan Jayakatwang. Ia pun mengajak Ike Mese untuk
bekerjasama. Wijaya meminta bantuan untuk merebut kembali kekuasaan Wangsa Rajasa di
Jawa dari tangan Jayakatwang, dan setelah itu baru ia bersedia menyatakan tunduk kepada
bangsa Mongol.

Jayakatwang yang mendengar persekutuan Wijaya dan Ike Mese segera mengirim
pasukan Kadiri untuk menghancurkan mereka. Namun pasukan itu justru berhasil dikalahkan
oleh pihak Mongol. Selanjutnya, gabungan pasukan Mongol, Majapahit dan Madura bergerak
menyerang Daha, ibu kota Kerajaan Kadiri. Jayakatwang akhirnya kalah dan ditawan
bersama putranya Ardharaja dalam kapal Mongol. Perang melawan Yuan-Mongol. Setelah
Jayakatwang dikalahkan, Wijaya meminta izin pada pihak Mongol untuk kembali ke
Majapahit mempersiapkan penyerahan dirinya. Ike Mese mengizinkannya tanpa curiga.
Sesampainya di Canggu, Majapahit, Wijaya dan pasukannya membunuh para prajurit Mongol
yang mengawalnya. Pada 19 April 1293, Raden Wijaya memimpin pasukannya menyerang
tentara Mongol. Tentara Mongol yang sedang berpesta di Daha diserbu oleh pasukan
Majapahit. Setelah kehilangan 3.000 orang tentaranya, Ike Mese memutuskan mundur. Sisa
pasukan Mongol akhirnya meninggalkan Jawa pada 24 April 1293. Kemudian Wijaya
menobatkan dirinya menjadi raja Majapahit yang pertama dengan gelar Sri Maharaja
Kertarajasa Jayawardana. Menurut Kidung Harsa Wijaya, penobatan tersebut terjadi pada
tanggal 15 bulan Kartika tahun 1215 Saka, atau bertepatan dengan 12 November 1293.

2. Jayanagara (1309-1328 M)

Jayanagara (lahir: 1294 - wafat: 1328) adalah raja kedua Kerajaan Majapahit yang
memerintah pada tahun 1309-1328, dengan bergelar Sri Maharaja Wiralandagopala Sri
Sundarapandya Dewa Adhiswara. Pada waktu itu, Jayanagara masih berusia sekitar 15 tahun.
Berbeda dari ayahnya, Jayanagara tidak memiliki kecakapan dalam memerintah, sehingga ia
mendapat julukan “Kalagemet” yang berarti lemah dan jahat. Menurut Pararaton,
pemerintahan Jayanagara diwarnai banyak pemberontakan oleh para pengikut ayahnya. Hal
ini disebabkan karena Jayanagara adalah raja berdarah campuran Jawa-Melayu, bukan
keturunan Kertanagara murni.
Pemberontakan pertama terjadi ketika Jayanagara naik takhta, yaitu dilakukan oleh
Ranggalawe pada tahun 1309 dan kemudian Lembu Sora pada tahun 1300. Di antara
pemberontakan-pemberontakan yang diberitakan Pararaton, yang paling berbahaya adalah
pemberontakan Ra Kuti tahun 1319. Ibu kota Majapahit bahkan berhasil direbut kaum
pemberontak. Namun Gajah Mada yang saat itu menjadi bhayangkara (sebutan untuk
pasukan pengawal raja) berhasil memadamkannya. Ia menyelamatkan Jayanagara dengan
mengungsikannya ke sebuah desa bernama Badander. Kemudian, Gajah Mada kembali ke ibu
kota menyusun kekuatan. Berkat kerja sama antara para pejabat dan rakyat ibu kota,
Kelompok Ra Kuti dapat dihancurkan. Sewaktu menjadi raja, Jayanagara masih berusia muda
sehingga dimanfaatkan orang-orang yang merasa tidak puas untuk memberontak. Mereka
merasa tidak puas terhadap kebijakan Raja terdahulu, yaitu Raden Wijaya, yang menurut
ukuran mereka tidak memberikan kedudukan yang mereka inginkan, dianggap tidak sepadan
dengan jasanya sewaktu berjuang bersama Raden Wijaya. Maka, timbullah beberapa
pemberontakan pada masa Raja Jayanagara, diantaranya adalah:

1. Pemberontakan Ranggalawe (1309)


2. Pemberontakan Lembu Sora (1311)
3. Pemberontakan Nambi (1316)
4. Pemberontakan Ra Kuti (1319)

Jayanagara akhirnya wafat akibat operasi (penyakit) oleh seorang tabib bernama
Tancha, yang menaruh dendam terhadap Jayanagara. Tancha kemudian dibunuh oleh Gajah
Mada.

3. Mahapatih Gajah Mada (1331-1364 M)

Gajah Mada (lahir: 1290 – wafat: 1364), dikenal dengan nama lain Jirnnodhara adalah
seorang panglima perang dan Mahapatih yang merupakan tokoh yang sangat berpengaruh
pada zaman kerajaan Majapahit. Menurut berbagai sumber, ia memulai kariernya tahun 1313,
dan semakin menanjak setelah peristiwa pemberontakan Ra Kuti pada masa pemerintahan Sri
Jayanagara, yang mengangkatnya sebagai Patih. Ia menjadi Mahapatih (Menteri Besar) pada
masa Ratu Tribhuwanatunggadewi, dan kemudian sebagai Amangkubhumi (Perdana
Menteri) yang mengantarkan Majapahit ke puncak kejayaannya. Pada saat pengangkatan
sebagai Mahapatih Hamengkubumi Majapahit tahun 1336 M Gajah Mada mengucapkan
sumpah terkenalnya, yang disebut Sumpah Tanamukti Palapa. Yang berisi bahwa ia tidak
akan menikmati palapa atau rempah-rempah (yang diartikan kenikmatan duniawi) pantang
bersenang-senang sebelum dapat menyatukan Nusantara. Kawasan yang dimaksud Nusantara
adalah pulau-pulau yang meliputi Malaka, Sumatra, Jawa, Madura, Bali, Kalimantan, Sunda
kecil (Nusa Tenggara), dan Maluku. Sebagaimana tercatat dalam kitab Pararaton dalam teks
Jawa pertengahan yang berbunyi sebagai berikut:

“Sira Gajah Madapatih Amangkubhumi tan ayun amuktia palapa, sira Gajah Mada: "Lamun
huwus kalah nusantara isun amukti palapa, lamun kalah ring Gurun, ring Seran, Tanjung
Pura, ring Haru, ring Pahang, Dompo, ring Bali, Sunda, Palembang, Tumasik, samana isun
amukti palapa".

Artinya:

“Kamu Gajah Mada Patih Amangkubumi tidak ingin melepaskan puasa. Kamu Gajah Mada,
Jika telah menundukkan seluruh Nusantara dibawah kekuasaan Majapahit, saya (baru akan)
melepaskan puasa. Jika mengalahkan Gurun, Seram, Tanjung Pura, Haru, Pahang, Dompo,
Bali, Sunda, Palembang, Tumasik, demikianlah saya (baru akan) melepaskan puasa".

Dari naskah tersebut dapat diketahui bahwa pada masa diangkatnya Gajah Mada,
sebagian wilayah Nusantara yang disebutkan pada sumpahnya belum dikuasai Majapahit.
Menurut sejarawan Slamet Muljana dalam Tafsir Sejarah Nagarakretagama, sumpah Gajah
Mada itu menimbulkan kegemparan. Para petinggi kerajaan seperti Ra Kembar, Ra Banyak,
Jabung Tarewes, dan Lembu Peteng merespons dengan negatif. Tindakan mereka membuat
Gajah Mada sangat marah karena ditertawakan. Hal ini diperkuat juga oleh Muhammad
Yamin dalam Gajah Mada: Pahlawan Pemersatu Nusantara. Gajah Mada pun meninggalkan
paseban dan terus pergi menghadap Batara Kahuripan, Tribhuana Tunggadewi. Dia sangat
berkecil hati karena dapat rintangan dari Kembar, walaupun Arya Tadah membantu sekuat
tenaga. Arya Tadah memang pernah berjanji akan memberi bantuan dalam segala kesulitan
kepada Gajah Mada. Namun, menurut Slamet Muljana, Arya Tadah sebenarnya juga ikut
menertawakan program politik Gajah Mada itu karena pada hakikatnya, Arya Tadah alias
Empu Krewes tidak rela melihat Gajah Mada menjadi patih amangkubumi sebagai
penggantinya. Pengepungan Sadeng dan Keta di Jawa Timur terjadi pada tahun 1331. Ketika
itu yang menjadi mahapatih adalah Arya Tadah. Dia menjanjikan kepada Gajah Mada,
sepulang dari penaklukkan Sadeng dia akan diangkat menjadi patih, bukan mahapatih.
Alangkah kecewanya Gajah Mada, karena Kembar mendahuluinya mengepung Sadeng.
Untuk menghindari sengketa antara Gajah Mada dan Kembar, Rani Tribhuana Tunggadewi
datang sendiri ke Sadeng membawa tentara Majapahit. Kemenangan atas Sadeng tercatat atas
nama Sang Rani sendiri. Semua peserta penaklukan Sadeng dinaikkan pangkatnya. Gajah
Mada mendapat gelar angabehi, dan Kembar dinaikkan sebagai bekel araraman. Saat itu,
Gajah Mada sendiri telah menjadi patih Daha.
Gajah Mada melaksanakan politik penyatuan Nusantara selama 21 tahun, yakni antara
tahun 1336 sampai 1357. Isi program politik ialah menundukkan negara-negara di luar
wilayah Majapahit, terutama negara-negara di seberang lautan, yakni Gurun (Lombok),
Seram, Tanjung Pura (Kalimantan), Haru (Sumatra Utara), Pahang (Malaya), Dompo, Bali,
Sunda, Palembang (Sriwijaya), dan Tumasik (Singapura). Bahkan, dalam kitab
Nagarakretagama pupuh 13 dan 14 nama-nama negara yang disebutkan jauh lebih banyak
daripada yang dinyatakan dalam sumpah Nusantara.

4. Hayam Wuruk/Sri Rajasanagara (1350-1389 M)

Hayam Wuruk (lahir 1334, meninggal 1389) adalah raja keempat Majapahit yang
memerintah tahun 1350-1389. Ia bergelar Maharaja Sri Rajasanagara. Di bawah
pemerintahannya, Kerajaan Majapahit mencapai puncak kejayaannya. Wilayahnya sangat
luas, seluas wilayah Indonesia sekarang, bahkan pengaruhnya sampai ke beberapa negara lain
di wilayah Asia Tenggara. Pada masa pemerintahan Hayam Wuruk pula karya sastra
mengalami kemajuan pesat. Pada tahun 1965, ditulis kitab Nagarakretagama oleh Mpu
Prapanca, demikian juga kitab-kitab lain, seperti Sutasoma dan Arjunawijaya oleh Mpu
Tantular. Seorang musafir Tiongkok, Ma-Huan, menulis pada masa pemerintahan Hayam
Wuruk Majapahit telah mengenal kemajemukan budaya, agama, dan adat istiadat. Hal ini
karena pada waktu itu Majapahit juga dihuni oleh penduduk yang berasal dari Samudera
Pasai dan Malaka, orang-orang Tionghoa yang telah memeluk agama Islam, serta penduduk
asli yang beragama Hindu dan Buddha.
Sumber sepak terjang Hayam Wuruk dalam pemerintahannya diceritakan dalam kitab
Desawarnana atau Negarakertagama, suatu kitab yang didedikasikan untuk menghormatinya.
Pada tahun 1351, Hayam Wuruk naik tahta dalam usia relatif muda, 17 tahun, menggantikan
ibundanya, Tribhuwana Tunggadewi. Tribhuwana sebenarnya memerintah Majapahit
"mewakili" ibunya Gayatri (Rajapatni), yang memilih menjalani hidup sebagai bhiksuni
(pendeta wanita). Ketika Gayatri meninggal, Tribhuwana menyatakan tidak lagi berkuasa dan
menyerahkan kekuasaan kepada Hayam Wuruk. Hayam Wuruk dalam pemerintahannya
banyak dibantu oleh Mahapatih andalannya, Gajah Mada. Di bawah kekuasaan Hayam
Wuruk, Majapahit melakukan politik ekspansi untuk menjamin kekuatannya di bidang
perdagangan lewat laut, sekaligus sebagai pelaksanaan Sumpah Palapa yang dinyatakan oleh
patih Gajah Mada. Majapahit juga menaklukkan Kerajaan Pasai dan Kerajaan Aru (kemudian
bernama Kesultanan Deli).
Pada tahun 1357, terjadilah Perang Bubat yaitu pertempuran antara pasukan
Majapahit yang dipimpin oleh Gajah Mada melawan rombongan kerajaan Sunda yang
dipimpin oleh raja Linggabuana. Dalam peristiwa ini raja Linggabuana dan putrinya Dyah
Pitaloka beserta seluruh rombongan Kerajaan Sunda-Galuh tewas. Pada tahun 1364,
Mahapatih Gajah Mada meninggal tanpa keterangan yang jelas mengenai penyebabnya. Pada
tahun 1367, melalui sidang Dewan Sapta Prabu, Hayam Wuruk mengangkat Gajah Enggon
menggantikan Gajah Mada sebagai Mahapatih Majapahit.

D. Kehidupan Politik Majapahit


Dibawah pemerintahan Hayam Wuruk bersama patih Gajah Mada, kerajaan
Majapahit mengalami puncak kejayaan dengan berhasil menaklukkan berbagai kerajaan di
Nusantara.
Kehidupan politik kerajaan Majapahit sudah teratur dengan baik. Majapahit menjalin
hubungan dengan kerajaan-kerajaan lain di luar Nusantara, seperti dengan kerajaan China,
Champa, Siam dan Kamboja. Hal ini dibuktikan dari beberapa sumber yang menyebutkan
bahwa pada tahun 1370 hingga 1381, kerajaan Majapahit telah mengirimkan beberapa kali
utusan persahabatan ke kerajaan di China (Tiongkok). Kekuasaan di kerajaan Majapahit
bersifat teritorial dan desentralisasi, didukung dengan birokrasi yang rinci. Raja Majapahit
dianggap sebagai penjelmaan dewa tertinggi, maka memiliki otoritas politik tertinggi sebagai
penguasa. Seorang raja dibantu oleh pejabat-pejabat birokrasi.  Berikut ini susunan
pemerintahan dari pusat ke daerah di Kerajaan Majapahit :

1. Bhumi (pusat kerajaan), dipimpin oleh Maharaja.


2. Negara (provinsi), dipimpin oleh bhre (pangeran), rajya (gubernur), natha (tuan), adipati
atau bhatara.
3. Watek (Kabupaten), diperintah oleh Tumenggung
4. Kuwu (lebih tinggi dari Kecamatan), diperintah oleh demang.
5. Wanua (desa), dipimpin oleh thani.
6. Kabuyutan (dusun kecil) atau padukuhan, dipimpin oleh kepala dukuh atau seorang buyut.
Pemberontakan yang terjadi di Majapahit diantaranya:

1. Pemberontakan Ranggalawe (1309)


Ranggalawe merupakan salah satu pengikut setia Raden Wijaya yang turut merintis
pendirian Kerajaan Majapahit pada 1293 Masehi, selain beberapa tokoh penting lainnya
seperti Arya Wiraraja, Nambi, Kebo (Mahisa) Anabrang, juga Lembu Sora. Perlawanan
Ranggalawe yang merupakan pemberontakan pertama di Kerajaan Majapahit diperkirakan
terjadi pada 1295 atau ketika Raden Wijaya alias Kertarajasa Jayawardhana (1293-1309)
masih bertakhta sebagai Raja Majapahit. Pemberontakan ini bersamaan dengan Jayanagara
naik takhta. Pararaton mengisahkan Ranggalawe memberontak terhadap Kerajaan Majapahit
karena dihasut seorang pejabat licik bernama Mahapati. Kisah yang lebih panjang terdapat
dalam Kidung Panji Wijayakrama dan Kidung Ranggalawe. Oleh Raden Wijaya,
Ranggalawe kemudian ditunjuk sebagai Adipati Tuban yang merupakan salah satu wilayah
taklukan Majapahit. Namun, Ranggalawe tidak puas karena merasa ia seharusnya
mendapatkan posisi yang lebih tinggi. Pemberontakan tersebut dipicu oleh ketidakpuasan
Ranggalawe atas pengangkatan Nambi sebagai rakryan patih. Menurut Ranggalawe, jabatan
patih sebaiknya diserahkan kepada Lembu Sora yang dinilainya jauh lebih berjasa dalam
perjuangan daripada Nambi.
Peperangan dalam pemberontakan Ranggalawe terjadi di sekitar Sungai Tambak
Beras, Jombang. Mahapati yang licik menghasut Nambi dengan melaporkan Ranggalawe
sedang menyusun pemberontakan di Tuban. Atas perintah Raden Wijaya, Nambi ditemani
Kebo Anabrang dan Lembu Sora memimpin pasukan Majapahit menuju Tuban untuk
menghukum Ranggalawe. Di Tuban, Ranggalawe yang mengetahui bahwa ada pasukan yang
dikirim untuk menyerangnya segera mempersiapkan diri. Ia kemudian membawa pasukannya
untuk menghadang rombongan Nambi di Sungai Tambak Beras. Pertempuran pun terjadi di
sana. Ranggalawe berperang melawan Kebo Anabrang di dalam sungai. Kebo Anabrang yang
pandai berenang akhirnya berhasil membunuh Ranggalawe secara kejam. Melihat
keponakannya disiksa sampai mati, Lembu Sora merasa tidak tahan. Ia pun membunuh Kebo
Anabrang dari belakang. Pembunuhan terhadap rekan inilah yang kelak menjadi penyebab
kematian Sora pada tahun 1300.
2. Pemberontakan Lembu Sora (1311)
Dikisahkan bahwa, Sora ikut serta dalam pasukan Majapahit yang bergerak
menumpas pemberontakan Ranggalawe di Tuban tahun 1295. Dalam Pertempuran Sungai
Tambak Beras, Ranggalawe mati di tangan Kebo Anabrang. Melihat keponakannya dibunuh
secara kejam, ia pun berbalik ganti membunuh Kebo Anabrang dari belakang. Peristiwa
pembunuhan terhadap rekan satu pasukan tersebut seolah-olah didiamkan begitu saja. hal itu
dikarenakan keluarga Kebo Anabrang segan menuntut hukuman pengadilan karena Sora
dianggap sebagai abdi kesayangan Raden Wijaya. Suasana kacau itu akhirnya dimanfaatkan
oleh Mahapati, seorang tokoh licik yang mengincar jabatan rakryan patih. Ia menghasut putra
Kebo Anabrang yang bernama Mahisa Taruna supaya berani menuntut pengadilan untuk
Sora. Ia juga melapor kepada Raden Wijaya bahwa para menteri merasa resah karena raja
seolah-olah melindungi kesalahan Sora. Raden Wijaya tersinggung karena dituduh berlaku
tidak adil. Ia pun memberhentikan Sora dari jabatannya. Mahapati segera mengusulkan
supaya Sora jangan dihukum mati mengingat jasa-jasanya yang sangat besar. Atas
pertimbangan tersebut, Raden Wijaya pun memutuskan bahwa Sora akan dihukum buang ke
Tulembang.
Mahapati menemui Sora di rumahnya untuk menyampaikan surat keputusan raja. Sora
sedih atas keputusan itu. Ia berniat ke ibu kota meminta hukuman mati daripada harus diusir
meninggalkan tanah airnya. Mahapati lebih dulu menghasut Nambi dengan mengatakan
bahwa Sora akan datang untuk membuat kekacauan karena tidak puas atas keputusan raja.
Setelah mendesak Raden Wijaya, Nambi pun di izinkan menghadang Sora yang datang
bersama dua orang sahabatnya, yaitu Gajah Biru dan Juru Demung. Maka terjadilah peristiwa
di mana Sora dan kedua temannya itu mati dikeroyok tentara Majapahit di halaman istana.
Kematian Juru Demung terjadi pada tahun 1313, sedangkan Gajah Biru pada tahun 1314.
Kematian kedua sahabat Sora tersebut terjadi pada masa pemerintahan Jayanagara putra
Raden Wijaya.

3. Pemberontakan Nambi (1316)


Nambi adalah pemegang jabatan rakryan patih pertama dalam sejarah Kerajaan
Majapahit. Ia ikut berjuang mendirikan kerajaan tersebut namun kemudian gugur sebagai
korban fitnah pada pemerintahan raja kedua Majapahit, Jayanegara. Dikisahkan pada masa
pemerintahan Jayanagara (1309-1328), Nambi masih menjabat sebagai patih. Saat itu ada
tokoh licik bernama Mahapati yang mengincar jabatannya. Suatu hari terdengar berita bahwa
ayah Nambi sakit keras. Nambi pun mengambil cuti untuk pulang ke Lamajang (nama lama
Lumajang). Sesampai di sana, ayahnya telah meninggal. Mahapati datang melayat
menyampaikan ucapan dukacita dari raja. Ia juga menyarankan agar Nambi memperpanjang
cutinya. Nambi setuju. Mahapati lalu kembali ke ibu kota untuk menyampaikan permohonan
izinnya.
Akan tetapi dihadapan raja, Mahapati menyampaikan berita bohong bahwa Nambi
menolak untuk kembali ke ibu kota karena sedang mempersiapkan pemberontakan.
Jayanagara termakan hasutan tersebut. Ia pun mengirim pasukan dipimpin Mahapati untuk
menumpas Nambi. Nambi tidak menduga datangnya serangan mendadak. Ia pun membangun
benteng pertahanan di Gending dan Pejarakan. Namun keduanya dapat dihancurkan oleh
pasukan Majapahit. Akhirnya Nambi sekeluarga pun tewas pula dalam peperangan itu. Babad
Pararaton menceritakan kejatuhan Lamajang pada tahun saka "Naganahut-wulan" (Naga
mengigit bulan) dan dalam Babad Negara Kertagama disebutkan tahun
"Muktigunapaksarupa" yang keduanya menujukkan angka tahun 1238 Saka atau 1316
Masehi.
Pararaton mengisahkan Nambi mati dalam benteng pertahanannya di desa Rabut
Buhayabang, karena dikeroyok oleh Jabung Tarewes, Lembu Peteng, dan Ikal-Ikalan Bang.
Sedangkan menurut Nagarakretagama yang memimpin penumpasan Nambi bukan Mahapati,
melainkan langsung oleh Jayanagara sendiri. Jatuhnya Lamajang ini kemudian membuat
kota-kota pelabuhannya seperti Sadeng dan Patukangan melakukan perlawanan yang
kemudian dikenal sebagai "Pasadeng" atau perang sadeng dan ketha pada tahun 1331 masehi.

4. Pemberontakan Ra Kuti (1319)


Pemberontakan Ra Kuti terjadi pada masa pemerintahan Jayanagara (1309-1328), raja
ke-2 Majapahit, tepatnya tahun 1241 Saka atau 1319 Masehi. Ra Kuti merupakan anggota
Dharmaputra (pegawai istimewa yang disayangi raja) yang dibentuk Raden Wijaya bergelar
Kertarajasa Jayawardhana (1293-1309), Dharmaputra berjumlah 7 orang, yaitu Ra Kuti, Ra
Semi, Ra Tanca, Ra Wedeng, Ra Yuyu, Ra Banyak, dan Ra Pangsa. Pemberontakan ini
disebut sebagai yang terbesar karena hampir berhasil menggulingkan Majapahit.
Pemberontakan Ra Kuti didasari rasa tidak puas atas keputusan raja. Ra Kuti dan
beberapa Dharmaputra lainnya menilai Raja Jayanagara berkarakter lemah dan mudah
dipengaruhi. Asal-usul Jayanagara diduga juga menjadi alasan ketidaksukaan Dharmaputra
terhadap sang raja. Meskipun ditunjuk sebagai putra mahkota, Jayanagara bukanlah anak
Raden Wijaya dari istri permaisuri, melainkan dari istri selir. Saat pemberontakan Ra Kuti
terjadi, Gajah Mada belum menjabat sebagai mahapatih yang nantinya turut mengantarkan
Majapahit ke masa kejayaan. Posisi Gajah Mada saat itu adalah anggota pasukan pengawal
raja alias Bhayangkara. Aksi pemberontakan Ra Kuti membuat ibu kota Kerajaan Majapahit
porak-poranda dan Jayanagara berada dalam situasi berbahaya. Di sinilah peran Gajah Mada
disebut-sebut sangat penting dalam upaya penyelamatan takhta Majapahit. Ia menyelamatkan
Jayanagara dengan mengungsikannya sementara ke sebuah desa bernama Badander.
Jayanegara segera dibawa mengungsi ke Desa Badander selama lima hari dengan pengawalan
pasukan Bayangkara. Sementara Ra Kuti telah berhasil menduduki ibu kota, namun dirinya
tidak bisa menjadi raja. Hal itu karena Ra Kuti bukan keturunan Raden Wijaya. Setelah
memastikan Raja Jayanagara aman di Badander, dengan pengawalan sebagian anggota
Bhayangkara, Gajah Mada kembali ke pusat pemerintahan Kerajaan Majapahit.
Gajah Mada menjalankan taktik jitunya untuk memastikan bahwa rakyat tidak
mendukung pemberontakan Ra Kuti. Gajah Mada mengumpulkan para pemimpin daerah dan
mengabarkan bahwa Raja Jayanegara telah wafat dalam pelarian. Para pejabat beserta warga
yang mendengar kabar itu menangis sedih. Dari sinilah Gajah Mada yakin bahwa rakyat
mencintai Raja Jayanagara dan tidak senang dengan gerakan kudeta yang dilakukan oleh Ra
Kuti. Setelah menjelaskan bahwa raja sebenarnya selamat, Gajah Mada segera menyusun
strategi untuk menumpas pemberontakan. Hingga akhirnya, dalam tempo yang tidak terlalu
lama, istana dapat direbut kembali oleh pasukan pimpinan Gajah Mada dari penguasaan
kawanan pemberontak. Ra Kuti tewas dalam pergolakan itu.

E. Kehidupan Ekonomi Majapahit


Kemakmuran Majapahit diduga karena majunya pertanian lembah Sungai Brantas
serta dikuasainya jalur perdagangan rempah-rempah Maluku. Kerajaan Majapahit memiliki
dua faktor pendukung yang menunjang kemajuan kehidupan ekonominya, yaitu keberadaan
Sungai Brantas dan Bengawan Solo serta adanya beberapa pelabuhan atau bandar dagang
milik Majapahit di pantai utara Jawa. Kerajaan Majapahit memiliki wilayah kekuasaan yang
terletak di antara lembah Sungai Brantas dan Bengawan Solo, di daratan rendah bagian utara
Jawa Timur. Keberadaan dua sungai inilah yang menjadi faktor pertama pendukung
perekonomian Majapahit. Tanah wilayah kekuasaan Majapahit subur dan cocok untuk bertani
serta menghasilkan banyak komoditas pertanian untuk memperkuat perekonomian kerajaan.
Sungai adalah jalur perdagangan penting bagi Majapahit, yaitu melalui Sungai Brantas dan
Bengawan Solo. Adanya jalur sungai ini melancarkan arus perdagangan dari pesisir menuju
pedalaman, begitu pula sebaliknya. Selain itu, di daerah-daerah sekitar aliran sungai, banyak
dilakukan proyek perbaikan tanggul untuk menangkal terjadinya banjir.
Faktor yang kedua adalah peran beberapa pelabuhan atau bandar dagang milik
Kerajaan Majapahit, terutama yang berada di pesisir pantai utara Jawa. Pelabuhan atau
bandar dagang ini amat penting dalam mendukung perdagangan sebagai salah satu kekuatan
ekonomi Majapahit. Di wilayah kekuasaan Majapahit terdapat banyak kota pesisir yang
sekaligus menjadi pelabuhan, Seperti Canggu, Surabaya, Sedayu, Tuban, Kalimas, Pasuruan.
Pelabuhan atau bandar-bandar dagang Majapahit berfungsi sebagai sarana ekspor-impor dan
transit bagi komoditas rempah-rempah dari kawasan timur Nusantara. Selain itu, Majapahit
juga diuntungkan dengan hasil pajak terkait komoditas tersebut. Jalur pelayaran ini berimbas
kepada kemakmuran wilayah kekuasaan Majapahit. Pada masa ini, sudah terjadi perdagangan
antar pulau bahkan perniagaan dengan luar seperti Cina, India, Siam (Thailand), Persia (Iran),
dan negeri-negeri Melayu serta kawasan timur Nusantara.

F. Kehidupan Sosial-Budaya Majapahit


Di dalam kehidupan sosial masyarakat kerajaan Majapahit mengenal sistem kasta
seperti di India, karena kerajaan ini bercorak Hindu. Namun sistem kasta di kerajaan
Majapahit hanya bersifat teoritis dalam kehidupan Istana. Seperti yang kita ketahui, terdapat
empat kasta, yaitu:

1. Brahmana (ulama dan pendeta)


2. Kesatria (raja, bangsawan, tentara) yang bertugas menjalankan roda pemerintahan dan
mengayomi seluruh masyarakat.
3. Waisya (pedagang) berisi orang-orang berprofesi pedagang, peternak, petani,
pengrajin, penambang, dan nelayan. Golongan ini memiliki tanggung jawab
menjalankan kegiatan yang berhubungan dengan ekonomi agar terciptanya kehidupan
yang makmur dan sejahtera.
4. Sudra (pelayan semua golongan diatasnya) Golongan masyarakat ini diisi oleh mereka
yang bekerja sebagai budak atau hamba sahaya.

Namun terdapat golongan lain di luar lapisan tersebut, seperti Candala, Melccha,
Tuccha. Golongan tersebut merupakan orang-orang terbawah dari lapisan sosial masyarakat
di kerajaan Majapahit. Berdasarkan aspek kedudukan sosial dalam masyarakat di Kerajaan
Majapahit, status wanita lebih rendah dibandingkan dengan pria. Hal ini terlihat dari
kewajiban wanita hanya melayani suami, tidak boleh ikut campur dalam urusan apapun.
Peraturan ini tertera dalam perundang-undangan di kerajaan Majapahit dengan tujuan
menghindari pergaulan bebas antara kaum pria dan wanita.

Kakawin Nagarakertagama yang disusun pada tahun 1365 menyebutkan budaya


keraton yang adiluhur dan anggun, dengan cita rasa seni dan sastra yang halus, serta sistem
ritual keagamaan yang rumit. Peristiwa utama dalam kalender tata negara digelar tiap hari
pertama bulan Caitra (Maret-April) ketika semua utusan dari semua wilayah taklukan
Majapahit datang ke istana untuk membayar upeti atau pajak. Ibu kota Majapahit di Trowulan
merupakan kota besar dan terkenal dengan perayaan besar keagamaan yang diselenggarakan
setiap tahun. Agama Buddha, Siwa, dan Waisnawa (pemuja Wisnu) dipeluk oleh penduduk
Majapahit, dan raja dianggap sekaligus titisan Buddha, Siwa, maupun Wisnu. Sebagai
Kerajaan Perantara - Kerajaan Majapahit membawa hasil bumi dari daerah yang satu ke
daerah yang lainnya. Keadaan masyarakat yang teratur mendukung terciptanya karya-karya
budaya yang bermutu. Adanya seni terakota, sebuah kerajinan rakyat masa Majapahit yang
berbahan dasar tanah liat kemudian dikembangkan menjadi sebuah seni yang bernilai citra
rasa tinggi. Seni terakota pada masa Majapahit berkembang pesat dan mampu menciptakan
aneka ragam kerajinan tanah liat, diantaranya: jambangan bunga, celengan, kendi, genting,
batu bata dan lainnya. Bukti-bukti perkembangan kebudayaan di kerajaan Majapahit dapat
diketahui melalui peninggalan-peninggalan berikut ini:

* Sastra Zaman Majapahit Awal


1. Kitab Negarakertagama, karangan Mpu Prapanca
2. Kitab Sutasoma, karangan Mpu Tantular
3. Kitab Arjunawiwaha, karangan Mpu Tantular

* Sastra Zaman Majapahit Akhir


Hasil sastra zaman Majapahit akhir ditulis dalam bahasa Jawa Tengah, diantaranya ada yang
ditulis dalam bentuk tembang (kidung) dan yang ditulis dalam bentuk gancaran (prosa). Hasil
sastra nya antara lain:
1. Kitab Prapanca (menceritakan raja-raja Singasari dan Majapahit)
2. Kitab Sundayana (berisi tentang peristiwa Bubat)
3. Kitab Sorandaka (berisi tentang pemberontakan Sora)
4. Kitab Ranggalawe (berisi pemberontakan Ranggalawe)
5. Panjiwijayakrama (menguraikan riwayat Raden Wijaya sampai menjadi raja)
6. Kitab Usana Jawa, (isinya tentang penaklukan Pulau Bali oleh Gajah Mada dan
Aryadamar, pemindahan Keraton Majapahit ke Gelgel, dan penumpasan raja raksasa bernama
Maya Denawa).

G. Penyebab Keruntuhan Majapahit

1. PERANG BUBAT
Insiden Pasunda Bubat disinggung di dalam Carita Parahyangan (abad ke-16) dan
Pararaton (abad ke-15), tetapi tidak terdapat di dalam Nagarakretagama (abad ke-14). Perang
Bubat diawali dari rencana perkawinan politik antara Raja Hayam Wuruk (Sri Rajasanagara)
dengan Dyah Pitaloka Citraresmi, putri raja Sunda, Prabu Linggabuana. Hayam Wuruk
kemudian mengirimkan surat kehormatan kepada Linggabuana untuk melamar putrinya dan
menyatakan pernikahan akan dilangsungkan di Majapahit. Meski Linggabuana sebenarnya
keberatan dengan lokasi pernikahannya, ia tetap berangkat bersama rombongan ke Majapahit.
Rombongan Linggabuana diterima dan ditempatkan di Pesanggrahan Bubat. Gajah Mada
yang berambisi menguasai Kerajaan Pajajaran (Sunda) demi memenuhi Sumpah Palapa,
menganggap kedatangan rombongan Sunda sebagai bentuk penyerahan diri. Gajah Mada
mendesak Hayam Wuruk untuk menerima Dyah Pitaloka Citraresmi bukan sebagai
pengantin, tetapi sebagai upeti.
Hal inilah yang memicu perselisihan antara pihak Sunda dengan Gajah Mada.
Sebelum Hayam Wuruk memberikan keputusannya, Gajah Mada telah mengerahkan
pasukannya ke Pesanggrahan Bubat dan memaksa Linggabuana mengakui superioritas
Majapahit. Pihak Sunda yang tidak terima dan merasa dihina akhirnya memutuskan untuk
melawan meski jumlah tentara yang dibawa hanya sedikit. Pertempuran tidak seimbang
antara tentara Kerajaan Sunda dengan Majapahit memakan banyak korban. Bahkan seluruh
rombongan Linggabuana dikabarkan tewas, menyisakan Dyah Pitaloka Citraresmi. Dyah
Pitaloka Citraresmi kemudian memilih untuk mengakhiri hidupnya sendiri dengan
menancapkan tusuk konde ke jantungnya. Setelah Dyah Pitaloka Citraresmi meninggal,
Hayam Wuruk meratapi kematiannya dan menyesalkan tindakan Gajah Mada. Akibat Perang
Bubat, hubungan Hayam Wuruk dan Gajah Mada menjadi renggang.

2. PERANG PAREGREG
Pada masa pemerintahan Hayam Wuruk dan Wijayarajasa, hubungan antara
Majapahit istana barat dan timur masih diliputi perasaan segan, mengingat Wijayarajasa
adalah mertua Hayam Wuruk. Wijayarajasa meninggal tahun 1398. Ia digantikan anak angkat
sekaligus suami cucunya, yaitu Bhre Wirabhumi sebagai raja istana timur. Sementara itu
Hayam Wuruk meninggal tahun 1389. Ia digantikan keponakan sekaligus menantunya, yaitu
Wikramawardhana. Ketika Indudewi meninggal dunia, jabatan Bhre Lasem diserahkan pada
putrinya, yaitu Nagarawardhani. Tetapi Wikramawardhana juga mengangkat
Kusumawardhani sebagai Bhre Lasem. Itulah sebabnya, dalam Pararaton terdapat dua orang
Bhre Lasem, yaitu Bhre Lasem Sang Halemu (Bhre Lasem yang gemuk) istri Bhre
Wirabhumi, dan Bhre Lasem Sang Ahayu (Bhre Lasem yang cantik) istri Wikramawardhana.
Sengketa jabatan Bhre Lasem ini menciptakan perang dingin antara istana barat dan timur,
sampai akhirnya Nagarawardhani dan Kusumawardhani sama-sama meninggal tahun 1400.
Wikramawardhana segera mengangkat menantunya sebagai Bhre Lasem yang baru, yaitu istri
Bhre Tumapel. Setelah pengangkatan Bhre Lasem baru, perang dingin antara istana barat dan
timur berubah menjadi perselisihan.
Menurut Pararaton, Bhre Wirabhumi dan Wikramawardhana bertengkar tahun 1401
dan kemudian tidak saling bertegur sapa. Perselisihan antara kedua raja meletus menjadi
Perang Regreg tahun 1404. Regreg artinya perang setahap demi setahap dalam tempo lambat.
Akhirnya, pada tahun 1406 pasukan barat dipimpin Bhre Tumapel putra Wikramawardhana
menyerbu pusat kerajaan timur. Bhre Wirabhumi menderita kekalahan dan melarikan diri
menggunakan perahu pada malam hari. Ia dikejar dan dibunuh oleh Raden Gajah alias Bhra
Narapati yang menjabat sebagai Ratu Angabhaya istana barat. Raden Gajah membawa kepala
Bhre Wirabhumi ke istana barat. Bhre Wirabhumi kemudian dicandikan di Lung bernama
Girisa Pura. Perang ini berakhir dengan kemenangan Wikramawardhana, sementara
Wirabhumi ditangkap dan dipancung.
Tampaknya perang saudara ini melemahkan kendali Majapahit atas daerah-daerah
taklukannya. Negara-negara kecil yang selama ini menjadi taklukan Majapahit satu persatu
melepaskan diri. Kondisi ini tertulis dengan jelas dalam kitab Pararaton dan dalam beberapa
prasasti di sawentar Kanigoro, Blitar, Jawa timur. Pada 1456, Majapahit diperintah oleh Bhre
Wengker dan setelah itu masih tercatat pemerintahan Bhre Ranawijaya (Brawijaya) hingga
kemudia Majapahit dikuasai oleh Demak, kerajaan Islam pertama di Indonesia yang muncul
pada tahun 1522.
H. Peninggalan

1. Kitab Negarakertagama Karangan Mpu Prapanca

Isi Kitab Negarakertagama menguraikan kisah keagungan Prabu Hayam Wuruk dan
puncak kejayaan Kerajaan Majapahit. Selain itu, kitab ini juga menceritakan banyak hal
tentang Kerajaan Majapahit. Mulai dari asal-usul, hubungan keluarga raja, para pembesar
negara, jalannya pemerintahan, serta kondisi sosial, politik, keagamaan, dan kebudayaan
Kerajaan Majapahit. Kitab ini sebetulnya tidak ditemukan dalam Kakawin Nagarakertagama.
Sebab, Mpu Prapanca menyebut karyanya dengan judul Dewacawarnana yang berarti "uraian
mengenai desa-desa." Kitab ini berisi tentang istilah raja-raja Majapahit, keadaan kota raja,
candi makam raja, upacara Sradha, wilayah Kerajaan Majapahit, dan negara-negara bawahan
Majapahit.

2. Kitab Sutasoma Karangan Mpu Tantular


Kitab ini merupakan sebuah syair Jawa kuno yang ditulis oleh Mpu Tantular pada
masa Kerajaan Majapahit di bawah kepemimpinan Hayam Wuruk. Naskah Sutasoma ini
dibuat pada tahun 1851 dengan tulisan bahasa Jawa kuno. Bagian dari kakawin ini dijadikan
semboyan Negara Kesatuan Republik Indonesia, yaitu Bhinneka Tunggal Ika. Semboyan ini
berasal dari bagian, "Konon Buddha dan Siwa merupakan dua zat berbeda.

3. Kitab Pararaton karangan Mpu Prapanca

Kitab Pararaton adalah salah satu karya sastra peninggalan Kerajaan Majapahit yang
ditulis dalam bahasa Jawa Kawi. Isinya memuat tentang sejarah raja-raja Kerajaan Singasari
dan Majapahit. Kitab ini juga dikenal dengan nama Pustaka Raja atau Kitab Raja-Raja.

4. Candi Tikus
Candi Tikus pertama kali ditemukan pada tahun 1914 oleh Bupati Mojokerto saat itu,
candi ini sebagai peninggalan Kerajaan Majapahit pada abad ke-14 di pemerintahan Hayam
Wuruk. Candi ini diperkirakan sebagai tempat mandi raja dan upacara tertentu yang
dirayakan dalam kolam-kolam candi. Candi Tikus dianggap sebagai simbol Gunung Meru
dengan puncak utama yang dikelilingi delapan puncak lebih kecil. Secara mitologi, Gunung
Meru dihubungkan dengan tirta amarta atau air kehidupan, yang dipercaya memberi kekuatan
hidup pada semua mahkluk.

5. Candi Panataran

Di halaman Candi Panataran, ditemukan prasasti Palah berangka tahun 1119 Saka
atau 1197 Masehi. Prasasti yang dikeluarkan Raja Srengga dari Kediri ini menyebutkan,
ketika Hayam Wuruk dalam kirabnya keliling Jawa Timur, ia singgah di sebuah bangunan
suci bernama Palah. Angka tahun tersebut diperkirakan mengacu pada awal pembangunan
komplek Candi Panataran sebagai tempat pemujaan.
6. Candi Jabung

Candi Jabung ditemukan di Desa Jabung Candi, Paiton, Probolinggo, Jawa Timur.
Menurut kitab Negarakertagama, bangunan ini dikunjungi Hayam Wuruk pada tahun 1359
Masehi. Dalam kitab Pararaton, candi ini disebut Sajabung, tempat pemakaman Bhra Gundal,
salah seorang keluarga raja. Candi yang berhias motif sulur ini bercorak agama Buddha
karena juga disebut sebagai Bajrajinaparamitapura.

7. Gapura Bajangratu

Gapura Bajangratu terletak di Dukuh Kraton, Desa Temon, Trowulan, Mojokerto,


Jawa Timur. Gapura merupakan pintu untuk keluar masuk, baik yang beratap atau tidak.
Gapura Bajangratu memiliki bentuk paduraksa yaitu bangunan berupa pintu gerbang dengan
atap menyatu. Gapura Bajangratu diperkirakan berasal dari abad ke-14. Gapura ini memiliki
daun pintu dengan adanya dua lubang di ambang pintu. Gapura bercorak Hindu ini memilik
fragmen relief Ramayana di sisinya dan fragmen relief Sri Tanjung di kakinya.
BAB II
PENUTUP

A. Kesimpulan
Majapahit tercatat telah tiga kali pindah pusat pemerintahan. Tiga pusat pemerintahan
tetap berada di wilayah Jawa Timur yaitu, Mojokerto, Trowulan, Daha. Raja yg
memiliki kejayaan di Kerajaan Majapahit ada 3 yaitu : raden Wijaya, Jayanegara, dan
Hayam Wuruk, di sertai Mahapati yang terkenal di kerajaan Majapahit yaitu, patih
gajah mada.
Kehidupan sosial politik dibawah pemerintahan Hayam Wuruk bersama patih Gajah
Mada, kerajaan Majapahit mengalami puncak kejayaan dengan berhasil menaklukkan
berbagai kerajaan di Nusantara. Kekuasaan di kerajaan Majapahit bersifat teritorial
dan desentralisasi, didukung dengan birokrasi yang rinci. Raja Majapahit dianggap
sebagai penjelmaan dewa tertinggi, maka memiliki otoritas politik tertinggi sebagai
penguasa. Seorang raja dibantu oleh pejabat-pejabat birokrasi. Di Majapahit pernah beberapa
kali terjadi pemberontakan, diantaranya adalah :
A. Pemberontakan Ranggalawe (1309)
B. Pemberonakan Lembu Sora (1311)
C. Pemberontakan Nambi (1316)
D. Pemberontakan Ra Kuti (1319)

Kemakmuran Majapahit diduga karena majunya pertanian lembah Sungai Brantas serta
dikuasainya jalur perdagangan rempah-rempah Maluku. faktor pendukung yang menunjang
kemajuan kehidupan ekonomi Majapahit ada dua yaitu, keberadaan Sungai Brantas dan
Bengawan Solo serta adanya beberapa pelabuhan atau bandar dagang milik Majapahit di
pantai utara Jawa.

Anda mungkin juga menyukai