Anda di halaman 1dari 14

Catatan Kelam

Dua Dekade FPI

FPI berumur lebih dari dua dekade sebelum dibubarkan oleh


pemerintah Jokowi. Kekerasan identik dengan FPI selama berdiri.
Ilustrasi : Luthfy Syahban
Selasa, 5 Januari 2021

Baru empat bulan pemerintahan Orde Baru yang dipimpin Presiden


Soeharto jatuh pada 1998. Tumbangnya Orde Baru, yang telah berkuasa
selama 32 tahun, menimbulkan euforia kebebasan di masyarakat. Muncul
berbagai kelompok, gerakan, dan organisasi baru yang bebas.

Ketika proses reformasi terjadi, sebagian umat Islam menggalang kekuatan


untuk mengambil peran politik yang lebih strategis. Bagi kelompok Islam
ini, reformasi menjadi peluang untuk merebut hak-hak mereka yang telah
dirampas oleh negara. Mereka tak khawatir dicap sebagai kelompok
ekstremis kanan (fundamentalis) yang harus diberangus.

Pada 24 Rabiulakhir 1419 Hijriah, bertepatan dengan 17 Agustus


1998, Front Pembela Islam (FPI) dideklarasikan di Pondok Pesantren Al
Umm, Kampung Utan, Ciputat, Kota Tangerang Selatan, Banten. Deklarasi
itu dihadiri para habib, ulama, dan aktivis gerakan Islam. Pencetus FPI tak
lain adalah Habib Muhammad Rizieq Shihab, Habib Idrus Jamalulail, KH
Misbach Anam, KH Cecep Bustomi, KH Fathoni, dan lainnya.

Idrus Jamalullail dan Kiai Cecep Bustomi merupakan tokoh yang pernah
dipenjara pada 1980-an karena kerap mengkritik Soeharto. Rizieq ditunjuk
sebagai pimpinan FPI karena dianggap tokoh berpengaruh di kalangan
Hadrami (keturunan Hadramaut, Yaman di Indonesia). Ayah Rizieq, yaitu
Sayyid Husein, adalah pendiri Gerakan Pandu Arab Indonesia, penentang
pemerintahan kolonial Belanda.

Baca Juga : Tamat FPI di Masa Jokowi


Habib Rizieq Syihab saat tiba di Bandara Soekarno-Hatta
Foto : Rifkianto Nugroho/detikcom

Dengan mencermati faktor-faktor yang


melatarbelakangi lahirnya FPI, tampak
jelas bahwa kelahiran FPI tidak bisa lepas
dari peristiwa reformasi sebagai
momentum perubahan sosial-politik di
Indonesia.”
Rizieq, dikutip dari buku Dari Stagnasi Menjemput Harapan Baru: Kondisi
Kebebasan Beragama/Berkeyakinan di Indonesia 2014, sebelumnya
tercatat sebagai Ketua Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU)
Jakarta. Kalangan kiai NU menyebut Rizieq sebagai kelompok NU garis
keras di Jakarta. Sementara NU memilih lebih bijak dalam menyikapi
masalah, FPI memilih jalur kekerasan.

Sebelum FPI resmi berdiri, aktivisnya lebih dahulu melakukan kegiatan


keagamaan, tablig akbar, audiensi, dan silaturahmi dengan sejumlah tokoh
masyarakat dan aparat pemerintah. Sama dengan elemen masyarakat
lainnya, FPI menyuarakan perlunya reformasi moral. Setelah FPI
terbentuk, semua kegiatan dipusatkan di Petamburan, Tanah Abang,
Jakarta Pusat. Markas itu sekaligus menjadi kediaman Rizieq.

Ada beberapa faktor yang melatarbelakangi terbentuknya FPI. Pertama,


penderitaan panjang yang dialami umat Islam Indonesia sebagai akibat
pelanggaran HAM yang dilakukan oknum penguasa. Kedua, kegagalan
aparat negara menegakkan hukum dan menjamin ketertiban masyarakat.
Ketiga, adanya kewajiban setiap muslim menjaga harkat dan martabat
Islam. Keempat, adanya kewajiban bagi setiap muslim untuk menegakkan
amar makruf nahi mungkar. 

“Dengan mencermati faktor-faktor yang melatarbelakangi lahirnya FPI,


tampak jelas bahwa kelahiran FPI tidak bisa lepas dari peristiwa reformasi
sebagai momentum perubahan sosial-politik di Indonesia,” kata Al
Zastrouw Ngatawi dalam bukunya, Gerakan Islam Simbolik: Politik
Kepentingan FPI (2006).

Jurnal Ilmu Dakwah edisi Juli-Desember 2014 bertajuk ‘Reinterpretasi


Gerakan Dakwah Front Pembela Islam’ karya Machfud Syaefudin
menyebutkan, dalam dokumen risalah historis dan garis
perjuangannya, FPI bertujuan melakukan amar makruf nahi mungkar. Juga
guna membantu pemerintah dalam menumpas problem sosial
kemasyarakatan, seperti prostitusi, perjudian, serta maraknya transaksi
miras dan narkoba.

Untuk merealisasi tujuannya, dibentuklah struktur organisasi, yakni Jamaah


FPI dan Laskar FPI. Jamaah FPI berfokus melakukan kegiatan sosial
keagamaan, seperti pengajian, bakti sosial, dan pendidikan. Sementara
itu, Laskar FPI berfokus melakukan tekanan secara fisik dengan menyerbu
tempat hiburan malam, sweeping, dan demonstrasi. Laskar FPI cenderung
mirip militer atau milisi yang dikomandoi Ketua Umum FPI.  “Sebagian
doktrin kepada pengikut gerakan FPI bahwa pimpinan mereka adalah pada
habaib dan ulama, yang merupakan cerminan orang-orang suci yang
mendapat legitimasi agama,” tulis Machfud.

Baca Juga : Dari Markaz Syariah ke Markas Polisi


Laskar FPI berjaga di Markas FPI Petamburan
Foto : Dok detikcom

Baca Juga : Pulang Kampung ke Petamburan

Zastrouw menerangkan, dalam dokumen risalah historis dan garis


perjuangan, FPI memiliki asas Islam ala ahlussunnah wal jamaah (aswaja).
Tapi aswaja FPI tak sama dengan pemahaman kalangan NU dan
Muhammadiyah. Aswaja FPI lebih mirip dengan kelompok Salafi, seperti
Forum Komunikasi Ahlussunnah wal Jamaah (FKAWJ) pimpinan Ustaz
Ja’far Umar Thalib. Aswaja yang mereka sepakati adalah berpegang pada
kebenaran yang pasti sebagaimana tertera dalam Al-Qur’an dan hadis.

Paham kelompok aswaja ini berusaha menjaga autentisitas agama sampai


pada hal yang bersifat simbolis. Perbedaan ritual dan simbol dianggap
sebagai penyimpangan ajaran agama. Walau begitu, aswaja FPI dan
kelompok Salafi ini berbeda penerapannya. FPI dinilai lebih luwes daripada
kelompok Salafi, yang kaku dan sering berkonflik di tengah masyarakat.
“Dengan demikian, paham keagamaan FPI ini tergolong skripturalis-
simbolis, yakni menjaga ajaran sampai pada tataran yang paling simbolis,
meski hal itu harus dilakukan dengan melanggar substansi dari ajaran itu
sendiri,” ungkap Zastrouw.

Menurut Zastrouw, ada empat jenis anggota FPI. Pertama, masyarakat


awam yang ikut aktif kegiatan pengajian yang kadang tak tahu pengajarnya
adalah kader FPI. Kedua, kelompok intelektual dan akademisi, tapi rata-
rata tak memiliki basis pendidikan agama yang kuat serta sedikit sekali
lulusan pesantren. Ketiga, kelompok preman dan anak jalanan. Kelompok
ini didekati secara personal oleh pimpinan FPI. Kelompok ketiga ini
kebanyakan dimasukkan ke dalam laskar FPI, tanpa pembinaan agama
yang lebih mendalam. Mereka inilah yang dilatih secara fisik untuk
melakukan sweeping dan demonstrasi. Keempat, golongan habaib dan
alim ulama yang menjadi elite dalam FPI. Mereka ini menjadi pengarah dan
penentu kebijakan, dan rata-rata memiliki pengetahuan dan pemahaman
keagamaan yang memadai.

Sayangnya, gerakan FPI yang lebih menonjol selama ini adalah aksi
bersifat fisik. Dari penelusuran tercatat, ada ratusan aksi demonstrasi,
penyerangan, sweeping, penggerebekan, dan bentrokan yang dilakukan
FPI di sejumlah daerah. Tak selamanya FPI bergerak sendiri. Dalam
beberapa kasus, FPI beraksi bersama kelompok lain, seperti Laskar Jihad
Ahlussunnah, Majelis Mujahidin Indonesia (MMI), Forum Umat Islam (FUI),
Hizbut Tahrir Indonesia (HTI), Front Anti Komunis Indonesia (FAKI), Forum
Betawi Rempug (FBR), dan Barisan Muda Betawi (BMB).

Setelah didirikan, nama FPI mulai muncul saat mendukung pelaksanaan


Sidang Istimewa Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) pada 7
November 1998. Saat itu FPI menyampaikan aspirasi tuntutan rakyat yang
menghendaki pencabutan Pancasila sebagai asas tunggal, penghentian
Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (P4), dan pencabutan
dwifungsi ABRI (TNI).

Baca Juga : Misteri Penembakan Laskar FPI


Penyerangan masjid Ahmadiyah di Tasikmalaya, 20 April 2012
Foto : Arly Mubarak via BBC

Baca Juga : Teka-teki Swab Habib Rizieq

Pada 22 November 1998, terjadi bentrokan warga dan FPI dengan ratusan
preman asal Ambon di kawasan Ketapang, Gajah Mada, Jakarta Pusat.
Dari kasus ini, reputasi FPI semakin terangkat. Sepanjang 1999, FPI kerap
melakukan sweeping dan penutupan tempat hiburan malam, perjudian, dan
pelacuran di kawasan Jakarta. Pada 24 Juni 2000, ratusan anggota FPI
pernah menyerang kantor Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas
HAM) di Jalan Latuharhary, Jakarta Pusat, terkait dengan ketidakpuasan
atas hasil penyelidikan kasus Tanjung Priok 1984.

Pada 2008, FPI bentrok dengan Aliansi Kebangsaan untuk Kebebasan


Beragama dan Berkeyakinan (AKKBB) di Monumen Nasional, Jakarta.
Dalam aksi yang mendukung antidiskriminasi terhadap kelompok
Ahmadiyah itu, 12 peserta AKKBB terluka. Rizieq pun harus mendekam di
penjara. FPI memang kelompok yang paling getol menentang keberadaan
Ahmadiyah dan terjadi banyak kasus penyerangan jemaah Ahmadiyah
oleh FPI di daerah. Dua contohnya adalah penyerangan Ahmadiyah di
Cianjur pada 2005 dan Tasikmalaya pada 2012.

Dari catatan-catatan tindak kekerasan itulah, FPI kerap dituding sebagai


kelompok radikal dan intoleran. Menurut Zastrouw, FPI adalah salah satu
organisasi atau gerakan Islam yang mencoba mencari legitimasi agama
demi mewujudkan kepentingannya. Gerakan FPI sebenarnya bukanlah
gerakan Islam radikal-fundamentalis seperti yang diasumsikan banyak
orang. Tapi gerakan yang muncul dari konflik politik di tengah masyarakat
yang kacau akibat hilangnya kekuatan aparatur negara.

Gerakan FPI tidak bersifat ideologis, maka keberadaannya sangat


bergantung pada kekuatan politik yang mem-backup-nya. Dengan kata
lain, gerakan radikal FPI merupakan perwujudan dari adanya politik ingon-
ingon (politik peliharaan), yakni suatu komunitas sosial yang dipelihara
suatu kelompok politik tertentu yang bisa digerakkan setiap saat untuk
mencapai tujuan politik kelompok yang memeliharanya.

“Radikalisasi FPI akan benar-benar menjadi kekuatan alternatif bagi


masyarakat dalam menjawab problema sosial, tidak sebaliknya justru
menjadi beban sosial, karena ulahnya yang merusak,” kata Zastrouw.

Penulis: M. Rizal Maslan


Editor: Irwan Nugroho
Desainer: Luthfy Syahban

https://news.detik.com/x/detail/investigasi/20210105/Catatan-Kelam-Dua-Dekade-FPI/

INVESTIGASI

Tamat FPI
di Masa Jokowi
Pembubaran FPI digodok sejak 2017. Pada saat yang sama
pemerintah melarang HTI.
Ilustrasi : Luthfy Syahban
Senin, 4 Januari 2021
Satu per satu kekuatan organisasi masyarakat Front Pembela Islam (FPI)
habis. Saat Habib Muhammad Rizieq Shihab tengah meringkuk di Rumah
Tahanan (Rutan) Direktorat Reserse Narkoba Polda Metro Jaya dalam
kasus kerumunan di Petamburan, FPI--organisasi yang dibentuknya--
secara resmi dibubarkan oleh pemerintah. Ormas yang sudah berumur
kurang-lebih 21 itu tahun akhirnya tamat riwayatnya.

Pembubaran FPI dilakukan melalui surat keputusan bersama (SKB) enam


pejabat negara. SKB yang berisi tentang larangan kegiatan, penggunaan
simbol dan atribut, serta penghentian kegiatan FPI diteken Menteri Dalam
Negeri Muhammad Tito Karnavian, Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia
Yasonna H Laoly, Menteri Komunikasi dan Informatika Johnny G Plate,
Jaksa Agung ST Burhanuddin, Kepala Polri Jenderal Idham Azis, serta
Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Komjen Boy
Rafli Amar dengan Nomor 220-4780 Tahun 2020, Nomor M.HH-
14.HH.05.05 Tahun 2020, Nomor 690 Tahun 2020, Nomor 264 Tahun
2020, Nomor KB/3/XII/2020, dan Nomor 320 Tahun 2020.

Pemerintah mengumumkan melarang FPI berkegiatan.


Foto : Sachril Agustin Berutu/detikcom
Kepada aparat pemerintah pusat dan
daerah, kalau ada sebuah organisasi
mengatasnamakan FPI, itu dianggap tidak
ada. Dan harus ditolak, karena tidak ada.”
Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud Md langsung
mengumumkan pembubaran FPI bersama keenam pejabat penanda
tangan SKB pada pekan lalu. Pengumuman juga dihadiri Kepala Staf
Kepresidenan Moeldoko, Kepala Badan Intelijen Negara Budi Gunawan,
Panglima TNI Marsekal TNI Hadi Tjahjanto, serta Kepala Pusat Pelaporan
dan Analisis Transaksi Keuangan Dian Ediana Rae.

Sebelum pembubaran itu diumumkan, sempat beredar surat telegram


rahasia dari Badan Intel Keamanan (Baintelkam) Polri Nomor
STR/965/XII/IPP.3.1.6/2020 tanggal 23 Desember 2020. Surat berisi
perintah agar semua jajaran polisi memonitor perkembangan situasi
keamanan. Pasalnya, Presiden Jokowi telah menandatangani peraturan
pemerintah pengganti undang-undang (perppu) mengenai larangan
kegiatan ormas.

Dalam surat yang ditandatangani Kepala Baintelkam Polri Irjen Suntana


atas nama Kapolri itu disebutkan enam ormas yang dibubarkan. Ormas
tersebut adalah Hizbut Tahrir Indonesia (HTI), Aliansi Nasional Anti Syiah
(ANNAS), Jamaah Ansharut Tauhid (JAT), Majelis Mujahidin Indonesia
(MMI), Forum Umat Islam (FUI), dan Front Pembela Islam (FPI). Seperti
diketahui, HTI dibubarkan pada 16 Juli 2017 setelah disahkannya Perppu
Ormas yang diteken Presiden Jokowi tidak lama sebelumnya. Berdasarkan
perppu itu, Kemenkum HAM lantas mencabut status badan hukum HTI.
“Hoax… yang (surat) telegram itu,” kata Kepala Bidang Hubungan
Masyarakat Polda Metro Jaya Kombes Yusri Yunus, Kamis pekan lalu.

Mahfud saat itu juga buru-buru memastikan bahwa surat telegram soal
pembubaran ormas itu hoax. Ia menegaskan Presiden Jokowi tidak pernah
mengeluarkan perppu larangan kegiatan ormas. “Presiden tak pernah
mengeluarkan perppu seperti itu. Larangan kegiatan bagi ormas tak perlu
perppu, cukup kementerian terkait,” tegas Mahfud.

Hanya, berdasarkan catatan detikX, FPI memang sudah masuk dalam


radar ormas yang bakal dibubarkan menyusul HTI pada 2017. Kemenko
Polhukam telah melakukan analisis terhadap pelanggaran-pelanggaran
yang dilakukan oleh FPI. Berbagai cuplikan video pengerahan massa FPI
pun dijadikan barang bukti. Selain FPI dan HTI, organisasi yang sedang
diselidiki adalah Jamaah Anshar Daulah (JAD). JAD dibubarkan pada 2018
oleh Pengadilan Negeri Jakarta Selatan karena terbukti terafiliasi dengan
Islamic State of Iraq and Syria (ISIS). Namun, untuk membubarkan FPI,
pemerintah menggunakan SKB enam menteri.

Terbitnya SKB mengenai pelarangan FPI itu, menurut pemerintah, sesuai


dengan peraturan perundang-undangan dan putusan Mahkamah Konstitusi
Nomor 82/PUU-XI/2013 tanggal 23 Desember 2014 tentang larangan
aktivitas FPI dan akan menghentikan setiap kegiatan yang dilakukan FPI.
Mahfud mengatakan, berdasarkan aturan itu, FPI sudah tak memiliki legal
standing, baik sebagai ormas maupun organisasi biasa.

“Kepada aparat pemerintah pusat dan daerah, kalau ada sebuah


organisasi mengatasnamakan FPI, itu dianggap tidak ada. Dan harus
ditolak, karena tidak ada,” kata Mahfud dalam keterangan persnya secara
virtual dari kantor Kemenko Polhukam, Jakarta, Rabu, 30 Desember.

Dalam SKB yang dibacakan oleh Wamenkum HAM Edward Omar Sharif
Hiariej disebutkan, anggaran dasar/anggaran rumah tangga (AD/ART) FPI
bertentangan dengan Pasal 2 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013
tentang Organisasi Kemasyarakatan yang diubah dengan Undang-Undang
Nomor 16 Tahun 2017 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah
Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2017. Juga Keputusan
Mendagri Nomor 01-00/010/D.III.4/VI/2014 tanggal 20 Juni 2014 tentang
Surat Keterangan Terdaftar (SKT) FPI sebagai ormas berlaku sampai 20
Juni 2019.
Habib Rizieq
Foto : Agung Pambudhy/detikcom

“Saya ingin menyampaikan bahwa FPI sejak 20 Juni 2019 secara de jure
telah bubar sebagai ormas, tetapi sebagai organisasi, FPI tetap melakukan
aktivitas yang melanggar ketertiban dan keamanan dan bertentangan
dengan hukum,” jelas Mahfud lagi.

SKB itu juga menyebutkan keterlibatan 35 orang pengurus, anggota, atau


orang yang pernah bergabung dengan FPI dalam tindak pidana terorisme.
Dari jumlah itu, 29 orang telah divonis hukuman pidana. Selain itu, ada 206
orang yang tercatat tindak pidana umum lainnya, di mana 100 orang di
antaranya telah dijatuhi vonis pidana. Belum lagi keterlibatan anggota FPI
dalam razia (sweeping) di tengah masyarakat yang seharusnya menjadi
kewenangan dan tugas aparat penegak hukum.

Tak hanya itu, pemerintah juga menyodorkan bukti cuplikan video


berdurasi tiga menit tentang dukungan Rizieq terhadap ISIS dan Abu Bakar
Ba’asyir, yang menentang kezaliman Amerika Serikat. Setidaknya ada
tujuh poin penting pembubaran FPI dalam SKB itu. Hampir semua
merupakan hasil dari rekomendasi tim dari Kemenko Polhukam yang
mengkaji beberapa pelanggaran FPI.

“Nah, tahun 2019 itu kan SKT-nya dia (FPI) itu habis, kemudian mau
diperpanjang. Kemudian dia meminta permohonan perpanjangan. Kan kita
lihat kegiatan FPI sebelumnya. Nah, temuannya itu tadi seperti
dikemukakan Pak Mahfud Md, itu data-data lama kita,” kata mantan
Tenaga Ahli Kemenko Polhukam, Sri Yunanto, kepada detikX pekan lalu.

Walau FPI bukanlah organisasi teroris, lanjut Yunanto, adanya keterlibatan


35 orang anggotanya dalam aksi terorisme di Indonesia tak bisa
terbantahkan. Bahkan pimpinan tertingginya, Rizieq, nyata-nyata dianggap
mendukung kelompok teroris, yaitu ISIS. Selain itu, dalam AD/ART FPI
juga disebutkan ingin mendirikan sistem khilafah.

“Yang jelas, Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) konsep kekhilafahan-nya


bertentangan dengan NKRI. FPI akan mendirikan itu dengan dasar itu.
Waktu itu diminta klarifikasi, tapi klarifikasinya nggak jelas. Yang jelas
membahayakan NKRI,” ungkap pengajar di Universitas Muhammadiyah
Jakarta ini.

Diakui Yunanto, banyak peran FPI dalam kegiatan sosial yang positif,
seperti membantu korban bencana alam di sejumlah daerah. Namun
kegiatan positif itu tak bisa begitu saja menghapus dukungan FPI kepada
gerakan terorisme ISIS. Kegiatan sosial yang selama ini dilakukan FPI
masih bisa dipertahankan asal tak lagi menggunakan bendera FPI. “Itu
kasus lama. Yang baru saja kemarin soal kerumunan di Bandara,
Petamburan, dan Megamendung sangat bertentangan dengan semangat
bangsa Indonesia mengatasi COVID-19,” imbuh Yunanto.

Kenapa FPI dibiarkan besar ketika awal berdiri pada 1999 sudah jadi
kontroversi dan melakukan tindakan kekerasan dan intoleran? Apakah ada
yang ‘memelihara’ organisasi tersebut? Yunanto menjelaskan pertanyaan
serupa juga muncul ketika HTI dibubarkan pada 2017. Setiap rezim
kekuasaan memiliki sikap politik masing-masing dalam menyikapi gerakan
radikal.
Sekum FPI Munarman
Foto : Wildan/detikcom

Pemerintah sebelum-sebelumnya sangat mendorong kebebasan yang


seluas-luasnya. Hanya, kebebasan itu justru memunculkan kelompok dan
ormas yang dinilai bisa mengancam eksistensi NKRI, pluralisme, toleransi,
bahkan main hakim sendiri, termasuk FPI. Lumrah dalam dunia politik bila
ada orang atau pihak yang memanfaatkan ormas seperti itu.

Presiden Jokowi mengambil langkah membubarkan FPI karena sesuai


dengan pilihan politiknya, yang ingin meneguhkan nilai kebangsaan dan
toleransi serta mendukung penanganan terhadap organisasi yang
membahayakan eksistensi negara. “Penanganannya pun dilakukan secara
hukum, seperti HTI dibubarkan secara hukum, ada perppu, ada
pencabutan SK, banding ke PTUN sampai MA dipersilakan,” pungkas
Yunanto.

Mantan Sekretaris Umum FPI Munarman menilai pembubaran


organisasinya sebagai upaya pengalihan isu atas kasus penembakan
enam anggota laskar FPI. SKB pembubaran FPI dianggap melanggar
Pasal 28E ayat 3 UUD 1945, Pasal 24 Undang-Undang Nomor 39 Tahun
1999 tentang HAM, dan Putusan MK Nomor 82/PPU-XI/2013. Sebab, hak
berserikat adalah hak asasi manusia yang hanya boleh dikurangi dalam
keadaan darurat.
“Berdasarkan UU Nomor 17 Tahun 2014 juncto UU Nomor 16 Tahun 2017
Pasal 80 bahwa keputusan bersama enam instansi pemerintah adalah
tidak berdasar hukum. Sebab, Pasal 80 hanya mengatur ormas berbadan
hukum, dan itu pun melalui pencabutan status badan hukum,” terang
Munarman, yang mengirimkan pernyataan sikap FPI kepada detikX, pekan
lalu.

Awalnya FPI akan menggugat ke PTUN Jakarta terkait pembubaran


ormasnya itu. Tapi ternyata upaya hukum itu tidak jadi dilakukan karena
lebih berfokus menangani kasus penembakan enam anggotanya itu. Alih-
alih mau menggugat, muncul nama baru FPI, yaitu Front Persatuan Islam.
Organisasi ini dideklarasikan oleh Munarman beserta mantan-mantan
pengurus FPI lainnya.

Reporter: Syailendra Hafiz Wiratama


Redaktur: M Rizal Maslan
Editor: Irwan Nugroho
Desainer: Luthfy Syahban

https://news.detik.com/x/detail/investigasi/20210104/Tamat-FPI-di-Masa-Jokowi/

Anda mungkin juga menyukai