Anda di halaman 1dari 1

SAJAK SEORANG TUA DI BAWAH POHON

(W.S. Rendra) Pejambon, 23 Oktober 1977

Inilah sajakku, Aku mendengar bising kendaraan.


seorang tua yang berdiri di bawah pohon Aku mendengar pengadilan sandiwara.
meranggas, Aku mendengar warta berita.
dengan kedua tangan kugendong di belakang, Ada gerilya kota merajalela di Eropa.
dan rokok kretek yang padam di mulutku. Seorang cukong bekas kaki tangan fasis,
Aku memandang zaman. seorang yang gigih, melawan buruh,
Aku melihat gambaran ekonomi telah diculik dan dibunuh,
di etalase toko yang penuh merk asing, oleh golongan orang-orang yang marah.
dan jalan-jalan bobrok antar desa Aku menatap senjakala di pelabuhan.
yang tidak memungkinkan pergaulan. Kakiku ngilu,
Aku melihat penggarongan dan pembusukan. dan rokok di mulutku padam lagi.
Aku meludah di atas tanah. Aku melihat darah di langit.
Aku berdiri di muka kantor polisi. Ya ! Ya ! Kekerasan mulai mempesona orang.
Aku melihat wajah berdarah seorang demonstran. Yang kuasa serba menekan.
Aku melihat kekerasan tanpa undang-undang. Yang marah mulai mengeluarkan senjata.
Dan sebatang jalan panjang, Bajingan dilawan secara bajingan.
punuh debu, Ya ! Inilah kini kemungkinan yang mulai
penuh kucing-kucing liar, menggoda orang.
penuh anak-anak berkudis, Bila pengadilan tidak menindak bajingan resmi,
penuh serdadu-serdadu yang jelek dan maka bajingan jalanan yang akan diadili.
menakutkan. Lalu apa kata nurani kemanusiaan ?
Aku berjalan menempuh matahari, Siapakah yang menciptakan keadaan darurat ini
menyusuri jalan sejarah pembangunan, ?
yang kotor dan penuh penipuan. Apakah orang harus meneladan tingkah laku
Aku mendengar orang berkata : bajingan resmi ?
Hak asasi manusia tidak sama dimana-mana. Bila tidak, kenapa bajingan resmi tidak ditindak ?
Di sini, demi iklim pembangunan yang baik, Apakah kata nurani kemanusiaan ?
kemerdekaan berpolitik harus dibatasi. O, Senjakala yang menyala !
Mengatasi kemiskinan Singkat tapi menggetarkan hati !
meminta pengorbanan sedikit hak asasi Lalu sebentar lagi orang akan mencari bulan dan
Astaga, tahi kerbo apa ini ! bintang-bintang !
Apa disangka kentut bisa mengganti rasa O, gambaran-gambaran yang fana !
keadilan ? Kerna langit di badan yang tidak berhawa,
Di negeri ini hak asasi dikurangi, dan langit di luar dilabur bias senjakala,
justru untuk membela yang mapan dan kaya. maka nurani dibius tipudaya.
Buruh, tani, nelayan, wartawan, dan mahasiswa, Ya ! Ya ! Akulah seorang tua !
dibikin tak berdaya. Yang capek tapi belum menyerah pada mati.
O, kepalsuan yang diberhalakan, Kini aku berdiri di perempatan jalan.
berapa jauh akan bisa kaulawan kenyataan Aku merasa tubuhku sudah menjadi anjing.
kehidupan. Tetapi jiwaku mencoba menulis sajak.
Sebagai seorang manusia.

Dalam rangka Bulan Bahasa (Oktober) Bacalah karya maestro puisi Indonesia di atas dan buatlah ringkasan
minimal satu paragraf terdiri atas lima kalimat!

Anda mungkin juga menyukai