Anda di halaman 1dari 19

TUGAS INDIVIDU

“ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN COR PULMONAL”

DOSEN MATA KULIAH : DENICELL P. TETELEPTA S.Kep., Ns., M.Kep

MATA KULIAH : DOKUMENTASI KEPERAWATAN

DI SUSUN OLEH :

NAMA : JULI RAHMAWATI

NIM : P07120321050

TINGKAT : 2B

KEMENTERIAN KESEHATAN RI

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES MALUKU

PRODI KEPERAWATAN MASOHI

T.A. 2021/2022
KATA PENGANTAR
Puji syukur saya ucapkan kehadirat tuhan yang maha esa atas segala rahmat-Nya sehingga
tugas ini dapat tersusun sampai dengan selesai. Tidak lupa saya mengucapkan terima kasih
terhadap bantuan dari pihak yang telah berkontribusi dengan memberikan sumbangan baik
pikiran maupun materinya. saya sebagai penyusun merasa bahwa masih banyak kekurangan
dalam penyusunan makalah ini karena keterbatasan pengetahuan dan pengalaman Saya.
Untuk itu saya sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari ibu/bapak demi
kesempurnaan makalah ini.
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...................................................................................................................2

DAFTAR ISI................................................................................................................................ 3

KONSEP MEDIS......................................................................................................................... 3

I. Definisi cor pulmonal......................................................................................................3

II. Penyebab/etiologi cor pulmonal....................................................................................3

III. Patofisiologi cor pulmonal..............................................................................................5

IV. TANDA & GEJALA/MANIFESTASI KLINIS COR PULMONAL........................................7

V. PENATALAKSANAAN.....................................................................................................8

VI. KOMPLIKASI................................................................................................................8

VII. PROSEDUR PENUNJANG...........................................................................................9

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN COR PULMONAL\..............................................11

I. Pengkajian..................................................................................................................... 11

II. Diagnosa keperawatan.................................................................................................13

III. perencanaan keperawatan........................................................................................14

IV. Implementasi keperawatan.......................................................................................15

V. Evaluasi tindakan keperawatan...................................................................................16

DAFTAR PUSTAKA.................................................................................................................. 18
KONSEP MEDIS
I. Definisi cor pulmonal
Menurut Bhattacarya (2004), cor pulmonal merupakan suatu perubahan pada
struktur ventrikel kanan yang disebabkan karena adanya hipertensi pulmonal. Secara
sederhana, cor pulmonale didefinisikan sebagai “hipertrofi ventrikel kiri yang disebakan
karena penyakit yang akan mempengaruhi fungsi dari paru-paru. (Shujaat, Minkin &
Eden: 2007). Cor pulmonale merupakan jenis paling umum dari penyakit jantung.
(Weitzenblum: 2012).

Cor Pulmonal (CP) adalah suatu keadaan di mana terdapat hipertrofi dan atau
dilatasi dari ventrikel kanan sebagai akibat dari hipertensi (arteri) pulmonal yang
disebabkan oleh penyakit intrinsik dari parenkim paru, dinding thoraks maupun vaskuler
paru. Karena itu untuk mendiagnosa CP maka harus disingkirkan adanya stenosis
Mitral, Kelainan Jantung Bawaan atau Gagal Jantung Kiri yang juga menyebabkan
dilatasi dan hipertrofi ventrikel kanan. (Yogiarto,M dan Baktiyasa,B : 2003)

II. Penyebab/etiologi cor pulmonal


penyebab penyakit pulmonary heart disease antara lain :
1) Penyakit paru menahun dengan hipoksia :
 Penyakit paru obstrutif kronik
 Fibrosis paru
 Penyakit fibrokistik
 Cryptogenic fibrosing alveolitis
 Penyakit paru lain yang berhubungan dengan hipoksia
2) Kelainan dinding dada :
 Kifos koliosis
 Torakoplasti
 fibrosis pleura
 Penyakit neuromuscular,
3) Gangguan mekanisme control pernafasan :
 Obesitas
 hipoventilasi idopatik
 Penyakit serebro vascular.
4) Obstruksi saluran nafas atas pada anak :
 Hipertrofi tonsil & adenoid.
5) Kelainan primer pembuluh darah :
 Hipertensi pulmonale primer emboli paru berulang dan vaskulitis pembuluh
darah paru
III. Patofisiologi cor pulmonal

Menurut Smeltzer dan Bare (2002), kondisi Cor Pulmonale diawali dari penyakit
paru yang dapat menyebabkan perubahan fisiologis yang pada saatnya akan
menyebabkan gangguan jantung dan menyebabkan ventrikel kanan membesar dan
akhirnya mengalami kegagalan. Setiap kondisi yang menganggu oksigen ke paru-
paru akan mengakibatkan hipoksemia dan hiperkapnia, mengakibatkan insufisiensi
ventilator. Selanjutnya akan menyebabkan vasokonstriksi artei pulmonal dan
kemungkinan reduksi jarring-jaring vaskuler paru. Hal ini akan mengakibatkan
resistensi dalam sistem sirkulasi pulmonal dengan akibat adalah peningkatan tekanan
darah dalam paru. Dapat dibagi menjadi 4 tahapan, yaitu:

1) Obstruksi
Terjadi karena adanya emboli paru baik akut maupun kronik. Chronic
Thromboembolic Pulmonary Hypertesion (CTEPH) merupakan salah satu
penyebab hipertensi pulmonale yang penting dan terjadi pada 0.1 – 0.5 %pasien
dengan emboli paru. Pada saat terjadi emboli paru, sistemfibrinolisis akan
bekerja untuk melarutkan bekuan darah sehingga hemodinamik paru dapat
berjalan dengan baik. Pada sebagian kecil pasien sistem fibrinolitik ini tidak
berjalan baik sehingga terbentuk emboli yang terorganisasi disertai
pembentukkan rekanalisasi dan akhirnya menyebabkan penyumbatan atau
penyempitan pembuluh darah paru.
2) Obliterasi
Penyakit intertisial paru yang sering menyebabkan hipertensi pulmonale
adalah lupus eritematosus sistemik scleroderma, sarkoidosis, asbestosis, dan
pneumonitis radiasi. Pada penyakit-penyakit tersebut adanya fibrosis paru dan
infiltrasi sel-sel yang prodgersif selain menyebabkan penebalan atau perubahan
jaringan interstisium, penggantian matriks mukopolisakarida normal dengan
jaringan ikat, juga menyebabkan terjadinya obliterasi pembuluh paru.
3) Vasokonstriks
Vasokontriksi pembuluh darah paru berperan penting dalam
pathogenesis terjadinya hipertensi pulmonale. Hipoksia sejauh ini merupakan
vasokontrikstor yang paling penting. Penyakit paru obstruktif kronik merupakan
penyebab yang paling di jumpai. Selain itu tuberkolosis dan sindrom hipoventilasi
lainnya misalnya sleep apnea syndrome, sindromhipoventilasi pada obesitas,
dapat juga menyebabkan kelainan ini. Asidosis juga dapat berperan sebagai
vasokonstriktor pembuluh darah paru tetapi dengan potensi lebih rendah.
Hiperkapnea secara tersendiri tidak mempunyai efek fasokonstriksi tetepi secara
tidak langsung dapat meningkatkan tekanan arteri pulmunalis melalui efek
asidosisnya. Eritrositosis yang terjadi akibat hipoksia kronik dapat meningkatkan
vikositas darah sehingga menyebabkan peningkatan tekanan arteri pumonalis.
4) Idiopatik
Kelainan idiopatik ini di dapatkan pada apsien hipertensi pulmonale
primer yang di tandai dengan adanya lesi pada arteri pumonale yang kecil tanpa
di dapatkan adanya penyakit dasar lainnya baik pada paru maupun pada
jantung. Secara histopatologis didapatkan adanya hipertrofitunikamedia,
fibrosistunikaintima, lesi pleksiform serta pembentukan mikro thrombus. Kelainan
ini jarang di dapat dan etiologinya belum di ketahui Waupun sering di kaitkan
dengan adanya penyakit kolagen, hipertensi portal, penyakit autoimun lainnya
serta infeksi HIV.

IV. TANDA & GEJALA/MANIFESTASI KLINIS COR PULMONAL


Manifestasi Klinis Informasi yang didapat bisa berbeda-beda antara satu
penderita yang satu dengan yang lain tergantung pada penyakit dasar yang
menyebabkan pulmonary heart disease.

1) Cor-pumonal akibat Emboli Paru : sesak tiba-tiba pada saat istirahat, kadang-
kadang didapatkan batuk-batuk, dan hemoptisis.
2) Cor-pulmonal dengan PPOM : sesak napas disertai batuk yang produktif (banyak
sputum).
3) Cor pulmonal dengan Hipertensi Pulmonal primer : sesak napas dan sering pingsan
jika beraktifitas (exertional syncope).
4) Pulmonary heart disease dengan kelainan jantung kanan : bengkak pada perut dan
kaki serta cepat lelah. Gejala predominan pulmonary heart disease yang
terkompensasi berkaitan dengan penyakit parunya, yaitu batuk produktif kronik,
dispnea karena olahraga, wheezing respirasi, kelelahan dan kelemahan. Jika
penyakit paru sudah menimbulkan gagal jantung kanan, gejala - gejala ini lebih
berat. Edema dependen dan nyeri kuadran kanan atas dapat juga muncul.
5) Tanda- tanda pulmonary heart disease misalnya sianosis, clubbing, vena leher
distensi, ventrikel kanan menonjol atau gallop ( atau keduanya), pulsasi sternum
bawah atau epigastrium prominen, hati membesar dan nyeri tekan, dan edema
dependen.
V. PENATALAKSANAAN
Terapi medis untuk pulmonary heart disease kronis di fokuskan pada
penatalaksanaan untuk penyakit paru dan peningkatan oksigenasi serta peningkatan
fungsi ventrikel kanan dengan menaikkan kontraktilitas dari ventrikel kanan dan
menurunkan vasokonstriksi pada pembuluh darah di paru. Pada pulmonary heart
disease akut akan dilakukan pendekatan yang berbeda yaitu di fokuskan pada
kestabilan klien. Untuk mendukung system kardiopulmonal pada klien dengan
pulmonary heart disease harus diperhatikan mengenai kegagalan jantung kanan yang
meliputi masalah pengisian cairan di ventrikel dan pemberian vasokonstriktor
(epinephrine) untuk memelihara tekanan darah yang adekuat.Tetapi pada dasarnya
penatalaksanaan akan lebih baik jika di fokuskan pada masalah utama, misalnya pada
emboli paru harus dipertimbangkan untuk pemberian antikoagulan, agen trombilisis atau
tindakan pembedaham embolektomi.
a) Terapi Oksigen. Terapi oksigen sangat penting diberikan pada klien. Klien dengan
pulmonary heart disease memiliki tekanan oksigen (PO2) di bawah 55 mm Hg dan
menurun dengan cepat ketika beraktivitas atau tidur. Terapi oksigen dapat
menurunkan vasokonstriksi hipoksemia pulmonar, kemudian dapat menaikkan
cardiac output, mengurangi vasokonstriksi, meringankan hipoksemia jaringan, dan
meningkatkan perfusi ginjal. Secara umum, terapi oksigen di berikan jika PaO2
kurang dari 55 mm Hg atau saturasi O2kurang dari 88%.Manfaat dari terapi oksigen
adalah untuk menurunkan tingkat gejala dan meningkatkan status fungsional.
b) Diuretik. Diuretik di gunakan pada klien dengan pulmonary heart disease kronis,
terutama ketika pengisian ventrikel kiri terlihat meninggi dan pada edema perifer.
Diuretic berperan dalam peningkatan fungsi dari ventrikel kanan maupun kiri.
Diuretik memproduksi efek hemodinamik yang berlawanan jika tidak di perhatikan
penggunaannya. Volume pengosongan yang berlebihan dapat menimbulkan
penuruna cardiac output. Komplikasi lain dari diuretic adalah produksi hypokalemic
metabolic alkalosis yang akan mengurangi efektivitas stimulasi karbondioksida
pada pusat pernafasan dan menurunkan ventilasi. Produksi elektrolit dan asam
yang merugikan sebagai akibat dari penggunaaan diuretic juga dapat menimbulkan
aritmia, yang berakibat menurunnya cardiac output Oleh karena itu diuretik di
rekomendasikan pada managemen pulmonary heart disease kronis, dengan
memperhatikanpemakaian
VI. KOMPLIKASI
Komplikasi dari pulmonary heart disease diantaranya:

1) Sinkope
2) Gagal jantung kanan
3) Edema perifer
4) Kematian

VII. PROSEDUR PENUNJANG


1) Pemeriksaan fisik, didapatkan:
a. JVP, meningkat dikaitkan dengan adanya respon gagal jantung kanan dan
hipertrofi ventrikel kanan sendiri, Ketika terjadi hipertrofi vemtrikel kanan dan
akhirnya gagal jantung kanan, maka vena jugularis juga ikut menunjang
kompensasi sehingga tekanan atau venous jugularis pulse mengalami
peningkatan.
b. Hepatomegaly dikatkan dengan adanya desakan dari arah ventrikel kanan
jantung yang mendesak ruang diafragma dan hepar sehingga Ketika dilakukan
pemeriksaan, yaitu palpasi dan perkusi hepar ditemukan adanya
hepatomegaly.
c. Asites dan edema tungkai dikaitkan dengan salah satu tanda penyakit gagal
jantung kanan sebagai respon komplikasi penyakit porpulmonal ini, yaitu
oedema pada daerah ekstremitas bawah(tungkai) dan berisi cairan.
2) Pemeriksaan jantung, didapatkan:
a. Peningkatan bunyi komponen pulmoner merupakan tanda hipertensi pulmoner.
b. Tekanan arteri pulmoner sangat tinggi akan terjadi regurgitasi dikatup tricuspid
ditandai dengan bunyi murmur sistolik.
3) Pemeriksaan radiologi
Batang pulmonal dan hilus membesar, perluasan hilus dapat dinilai dari
perbandingan jarak antara permulaan percabangan arteri pulmonalis utama
kanan dan kiri dibagi dengan diameter transversal torak. Perbandingan >0,36
menunjukkan hipertensi pulmonal.
4) Ekokardiografi
Memungkinkan pengukuran ketebalan dinding ventrikel kanan, meskipun
perubahan volume tidak dapat diukur, tekni ini dapat memperlihatkan
pembesaran kavitas ventrikel kanan dalam yang menggambarkan adanya
pembesaran ventrikel kiri. Septum interventrikel dapat bergeser ke kiri.
5) Magnetic Resonance Imaging ( MRI )
Berguna untuk mengukur masa ventrikel kanan, ketebalan dinding, volume
kavitas dan fraksi ejeksi.
6) Biopsi paru
Untuk menunjukan vaskuliitis pada beberapa tipe penyakit vaskuler paru
seperti penyakit vaskuler kologe, artritis rheumatoid dan wagener
granulomatosis.
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN COR PULMONAL\
I. Pengkajian
A. Identitas pasien
1) Nama : Tn. R
2) Jenis kelamin: laki laki
3) Usia : 41 thn
4) Agama : islam
5) Pendidikan : sarjana ekonomI
6) Alamat : hualoy, seram bagian barat
7) No rekam medik : 099796
8) Ruang rawat : mawar
9) Tgl masuk RS : 20/09/2022
10) Tgl pengkajian : 22/09/2022
11) Diagnosa medis : cor pulmonal
B. Keluhan utama : sesak tiba-tiba pada saat istirahat, kadang-kadang didapatkan
batuk-batuk, bengkak pada perut dan kaki serta cepat lelah
C. Pemeriksaan fisik
1. Keadaan umum
 Ekpresi wajah: normal
 Berpakaian dan kebersihan umum : bersih
 Tinggi badan : 170 cm, BB: 60kg
2. Tanda tanda vital
 Suhu : 37 c
 Nadi : 120x/mnt
 Pernapasan: 35x/mnt
 Tekanan darah :120/80mmHg
3. Pemeriksaan dilakukan dengan head to toe
 Kepala :simetris
 Rambut: normal
 Mata :normal
 Konjungtiva normal
 Mulut: normal
 Gigi: normal
 Gusi: normal
 Tonsil : normal
 Lidah: normal
 Dad: normal
 Abdomen: bengkak, nyeri tekan
 Ekstremitas : normal
 Genitalia: normal
D. Pemeriksaan berdasarkan pemenuhan kebutuhan oksigenasi
1. Riwayat penyakit sebelumnya
 Pasien pernah menderita penyakit kronik
 Batuk lama
 Pasien merokok
2. Riwayat penyakit sekarang
 Tipe jalan nafas : oral
 Jens pernapasan : dada
 Frekuensi pernapasan :35x/mnt
 Irama pernapasan : tidak teratur
 Krlihan : batuk, nyeri dada, sesak nafas

II. Diagnosa keperawatan


Kebutuhan dasar Data yang fitemukan pada klien Kemungkinan penyebab Pernyataan
yang mengalami diagnosis
gangguan keperawatan
oksigenasi Data subjektif Spasme jalan nafas Bersihan jalan nafas
 Pasien mengatakan batuk tidak efektif b.d
terus menerus spasme jalan nafas
 Pasien mengatakan nyeri d.d batuk tidak
saat bernafas efektif
 Pasien mengatakan
merasa sesak nafas
data objektif
 Frekuensi nafas 35x/mnt
 Irama pernapasan tidak
teratur

Diagnosa keperwatan: bersihan jalan nafas tidak efektif b.d spasme jalan nafas d.d batuk tidak efektif
definisi penyebab Gejala & tanda Gejala & tanda minor
mayor
Ketidakmampuan Fisiologi : Subjektif : Subjektif :
membersihkan secret 1. Spasme jalan ( tidak tersedia ) 1. dispnea
atau obstruksi jalan napas 2. sulit bicara
napas untuk 2. Hipersekresi Objektif : 3. ortopnea
mempertahankan jalan jalan napas 1. batuk tidak
napas tetap paten. 3. Disfungsi efektif Objektif :
neuromuskuler 2. tidak mampu 1. gelisah
4. Benda asing batuk 2. sianosis
dalam jalan 3. sputum 3. bunyi napas menurun
napas berlebihan 4. frekuensi napas
5. adanya jalan 4. mengi, berubah
napas buatan wheezing 5. pola napas berubah
6. sekresi yang dan / atau
tertahan ronkhi kering
7. hyperplasia 5. meconium di
dinding jalan jalan napas
napas ( pada
8. proses infeksi neonates )
9. respon alergi
10. efek agen
farmakologis
( mis. Anastesi )
situasional :
1. merokok aktif
2. merokok pasif
terpajan polutan

III. perencanaan keperawatan


Diagnosa keperwatan: bersihan jalan nafas tidak efektif b.d spasme jalan nafas d.d batuk tidak efektif
Hasil yang diharapkan (luaran utama SLKI) Intervensi (intervensi utama SIKI)
Bersihan jalan napas ( L.01001 ) Fisioterapi Dada ( I.01004 )
Definisi :kemampuan membersihkan secret atau Definisi : memobilisasi sekresi jalan napas melalui
obstruksi jalan napas untuk mempertahankan perfusi getaran dan drainase postural.
jalan napas tetap paten Tindakan :
Ekspetasi : meningkat Observasi :
 Batuk efektif: menurun (skala 1) 1. identifikasi kontra indikasi fisioterapi dada ( mis.
 Frekuensi nafas : membaik (skala 5) Eksaserbasi PPOK akut, pneumonia tanpa

 Pola nafas : membaik ( skala 5) produksi sputum berlebih,kanker paru – paru )


2. monitor status pernapasan ( mis. Kecepatan,
irama, suara napas, dan kedalaman napas )
3. monitor toleransi selama dan setelah prosedur
terapeutik :
1. posisikan pasien sesuai dengan area paru yang
mengalami penumpukan sputum
2. gunakan bantal untuk membantu pengukuran
posisi
3. lakukan perkusi dengan posisi telapak tangan di
tangkukan selama 3 – 5 menit
4. lakukan vibrasi dengan posisi telapak tangan
rata bersamaan ekspirasi melalui mulut
5. lakukan fisioterapi dada setidaknya dua jam
setelah makan
6. hindari perkusi pada tulang belakang, ginjal,
payudara wanita, insisi, dan tulang rusuk yang
patah
7. lakukan penghisapan lendir untuk
mengeluarkan secret, jika perlu
Edukasi :
1. jelaskan tujuan dan prosedur fisiooterapi dada
2. anjurkan batuk segera setelah prosedur selesai
3. ajarkan inspirasi perlahan dan dalam melalui
hidung selama proses fisioterapi

IV. Implementasi keperawatan


Diagnosa keperwatan: bersihan jalan nafas tidak efektif b.d spasme jalan nafas d.d batuk tidak efektif
Hari/tggl Waktu (WIT) Tindakan Hasil/respon setelah dilakukan
tindakan
Selasa, 22 september 10.00 monitor status Frekuensi nafas : 35x/mnt
2022 pernapasan ( mis. Suara pernapasan:
Kecepatan, irama, mengi,whezzing
suara napas, dan
kedalaman napas )
Rabu, 23 september 2022 15.00 ajarkan inspirasi Pasien melakukan dengan baik
perlahan dan dalam
melalui hidung
selama proses
fisioterapi
Kamis, 24 september 2022 20.00 melakukan fisioterapi Pasien merasa sedikit enakan
dada setidaknya dua
jam setelah makan

V. Evaluasi tindakan keperawatan


Diagnosa keperwatan: bersihan jalan nafas tidak efektif b.d spasme jalan nafas d.d batuk tidak efektif
Kriteria hasil yg Hasil yang A.(assesment): P (planning/ perencanaan)
ditetapkan pada ditemukan(setelah intreprestasi/kesimpula
perencanaan implementasi n yang ditarik tentang
tindakan) data subjektif dan data
objektif
 Batuk efektif: S (subjektif) Tercapai/tidak tercapai Ganti intervensi
menurun (skala 1)  Pasien Tercapai: pola nafas dan
 Frekuensi nafas : mengatakan frekuensi nafas
membaik (skala 5) selalu Tidak tercapai : batuk
 Pola nafas : melakukan efektif
membaik ( skala 5) inspirasi
secara
perlahan
 Pasien
mengatakan
sesak nafas
berkurang
O (objektif)
 Pasien dapat
melakukan
inspirasi
dengan benar
 Frekuensi
nafas
23x/mnt
DAFTAR PUSTAKA
https://repository.unmul.ac.id/bitstream/handle/123456789/34433/modul%203%20blok
%2013%202021.pdf?sequence=1&isAllowed=y

https://docplayer.info/205210218-Asuhan-keperawatan-askep-cor-pulmonal-atau-pulmonary-
heart-disease.html

http://eprints.ukh.ac.id/id/eprint/641/1/MODUL%20PRAKTIKUM%20KMB%201.pdf

https://adoc.pub/cor-pulmonale-yang-diperberat-pekerjaan.html

PPNI( 2016), standar diagnosis keperawatan indonesia: definisi dan indikator diagnostik, edisi
1, jakarta: DPD PPNI

PPNI( 2018), standar luaran keperawatan indonesia: definisi dan kriteria hasil keperawatan,
edisi 1, jakarta: DPD PPNI

PPNI( 2018), standar intervensi keperawatan indonesia: definisi dan tindakan keperawatan,
edisi 1, jakarta: DPD PPNI

Anda mungkin juga menyukai