Anda di halaman 1dari 5

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Perkawinan merupakan suatu hal yang penting dalam realita kehidupan umat
manusia. Dalam rumah tangga berkumpul dua insan yang berlain jenis, mereka
saling berhubungan agar mendapatkan keturunan sebagai penerus generasi. Insan-
insan yang berada dalam rumah tangga itulah yang disebut dengan “ keluarga “.
Keluarga merupakan unit terkecil dari suatu bangsa, keluarga yang dicita-citakan
dalam ikatan perkawinan dan bahagia yang selalu mendapat ridha Allah SWT. 1
Pergaulan bebas antara muda dan mudi seringkali membawa hal-hal yang
tidak dikehendaki yakni kehamilan sebelum menikah. Hamil sebelum menikah
membawa kegelisahan masyarakat, terutama orang tua, guru dan tokoh masyarakat.
Ditinjau dari sosiologis, karna malu maka orang tua yang kebetulan putrinya hamil
diluar nikah berusaha supaya disaat cucunya lahir ada ayahnya. Untuk itu mereka
berusaha meminta pertanggung jawaban kepada pihak laki-laki untuk menikahi
anaknya.

B. Rumusan Masalah
Dari latar belakang diatas penulis mendapatkan beberapa masalah yang akan
dibahas nantinya. Adapun masalahnya yaitu :
1. Apa Pengertian Pernikahan ?
2. Bagaimana Hukum Menikahi Wanita Hamil Karena perzinaan ?
3. Status Anak yang Lahir Diluar Nikah ?

1 Abdul Manan, 2006,aneka masalah hukum perdata islam di indonesia, kencana prenada media
group,Jakarta,hal.1
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian
Pernikahan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dan seorang wanita
sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga yang bahagia berdasarkan
ketuhanan yang Maha Esa.2 Oleh karena itu pengertian pernikahan dalam konsep
ajaran islam mempunyai nilai ibadah, sehingga pasal 2 KHI menegaskan bahwa
pernikahan ialah akad yang sangat kuat untuk menaati perintah Allah dan
melaksanakannya merupakan suatu ibadah. 3
Menurut bahasa nikah berarti menggabungkan, sedangkan menurut istilah
syariat adalah akad antara pihak laki-laki dan wali perempuan yang karenanya
hubungan badan menjadi halal.4
Pernikahan merupakan akhir dari pelabuhan cinta dari dua orang yang
berlain jenis yang diucapkan dengan janji suci. Dalam Undang-undang perkawinan
Nomor 1 Tahun 1974 tentang perkawinan dan kompilasi hukum islam memiliki
tujuan yang sama mengenai arti perkawinan itu sendiri yaitu pernikahan mempunyai
tujuan mulia dalam melestarikan dan menjaga keseimbangan hidup dalam rumah
tangga yang baik. namun bukanlah suatu hal yang mudah untuk dijalankan, karena
akan banyak sekali permasalahan yang timbul dalam sebuah pernikahan. Hubungan
seks yang dilakukan sepasang suami istri merupakan hal yang wajar bahkan
kewajiban agar bisa mendapatkan keturunan. Akan tetapi jika lawan jenis
melakukannya tanpa ada ikatan suci pernikahan maka hubungan tersebut zina, dan
zina dalam agama islam dihukumi haram.
Sebagaimana firman Allah dalam Al-Qur’an QS, Al-Isra’ ayat 32

َ ‫َان ف َِح َش ًة َو َس‬ َ ‫وال َ تَقْ َربُ ْواْال ِ ّز‬.


5
‫اء َسبِيْ َل‬ َ ‫نى ِإ ن ّ َُه ك‬ َ
Artinya “Dan janganlah kamu mendekati zina, sesungguhnya zina itu adalah
suatu perbuatan yang keji. Dan suatu jalan yang buruk.”

2 Tim Redaksi Nuansa Aulia,kompilasi hukum islam,cet 4, Nusantara Aulia,Bandung,2012,hal.76


3 Zainuddin Ali,Hukum perdata islam di indonesia,sinar Grafika,Jakarta,2006,hal.7
4 Syaikh Hasan Ayyub Fiqh Al-Usroti Al-Muslimati (terj.M.Abdul Ghoffar),fiqh keluarga,jakarta,Pustaka Al-
Kautsar,2001,hal.29
5 Qs. Al-Isra’ ayat 32

1
B. Hukum menikahi wanita hamil
Tidak menutup kemungkinan didunia ini ada seseoranng yang telah hamil
diluar nikah akibat perbuatan yang dilakukannya. Islam sudah melarang perbuatan
zina karena akan menimbulkan banyak madorot.
Lantas bagaimana hukum lelaki menikahi wanita hamil karena perzinaan yang telah
dilakukannya ?
Mengenai masalah hukum menikahi wanita hamil karena zina, imam An-
Nawawi menyatakan bahwa wanita yang sedang dalam keadaan hamil dari hasil
perzinaan boleh dinikahi. Seperti yang dijelaskan dalam kitab Majmu’ Syarah
Muhazzab Juz 17 : :

Artinya “ jika ada seorang perempuan yang berzina tidak diharamkan atas laki-laki itu
untuk menikahinya.
Dalam surat an-nisa ayat 24 menjelaskan bahwa wanita hamil karena
hubungan seksual diluar pernikahan boleh menikah dengan pria yang mengzinainya
maupun yang tidak menikahinya.
‫اۤء ٰذلِك ُْم ا َ ْن تَبْتَ ُغ ْوا‬ َ ‫ب الل ّ ٰ ِه‬
َ ‫عل َيْك ُْم ۚ َوا ُ ِح َّل لَك ُْم َّما َو َر‬ ْ ‫ت ِم َن ال ِن ّ َساۤ ِء اِلَّا َما َملَك‬
َ ٰ‫َت اَيْ َمانُك ُْم ۚ ِكت‬ ُ ٰ ‫ح َصن‬
ْ ‫َوال ُْم‬
‫عل َيْك ُْم ِفيْ َما‬ َ َ ‫استَ ْمتَ ْعتُ ْم ِب ٖه ِمن ْ ُه ّ َن َفاٰتُ ْو ُه ّ َن ا ُ ُج ْو َر ُه ّ َن ف َِريْ َض ًة َۗول َا ُجن‬
َ ‫اح‬ ْ ‫غيْ َر ُم َسا ِف ِحيْ َن ۗ ف ََما‬ َ ‫ح ِص ِنيْ َن‬ ْ ‫ِبا َْم َوالِك ُْم ُّم‬
‫ع ِليْ ًما َح ِكيْ ًما‬ َ ‫اضيْتُ ْم ِب ٖه ِم ْنۢ بَ ْع ِد ال ْ َف ِريْ َض ِ ۗةـ اِ ّ َن الل ّ ٰ َه ك‬
َ ‫َان‬ َ ‫َت َر‬
artinya : Dan (diharamkan juga kamu menikahi) perempuan yang bersuami,
kecuali hamba sahaya perempuan (tawanan perang) yang kamu miliki sebagai
ketetapan Allah atas kamu. Dan dihalalkan bagimu selain (perempuan-perempuan)
yang demikian itu jika kamu berusaha dengan hartamu untuk menikahinya bukan
untuk berzina. Maka karena kenikmatan yang telah kamu dapatkan dari mereka,
berikanlah maskawinnya kepada mereka sebagai suatu kewajiban. Tetapi tidak
mengapa jika ternyata di antara kamu telah saling merelakannya, setelah ditetapkan.
Sungguh, Allah Maha Mengetahui, Mahabijaksana.

Lebih lanjut, berdasarkan hadist rosul memperkuat alasan ini. Hal itu
dikarenakan perbuatan zina yang haram hukumnya tidak menghalangi perbuatan
yang halal yakni menikah. “perbuatan yang haram (zina) itu tidak menyebabkan
haramnya perbuatan yang halal”. (HR.ibnu majjah).

2
Sedangkan menurut pendapat ibnu qoddammah yang merupakan salah satu
ulama’ madhzab hambali mengatakan hukum pernikahan wanita hamil karena zina
tidak boleh dilakukan saat wanita tersebut dalam keadaan hamil. karena menurut
ibnu qodam bahwa wanita yang telah melakukan persetubuhan diluar pernikahan
akan tetapi dia harus menjalankan masa iddah.
Pendapat yang dikemukakan oleh ibnu qoddam dimana wanita hamil karena
zina tetapi menjalani iddah dan tidak sah akadnya apabila dilakukan pernikahan
sebelum ia melahirkan dengan dasar hadist dari abi sa’id al-khudri bahwa Rosullallah
bersabda :
Artinya “ tidak boleh digauli yang sedang hamil sampai ia melahirkan dan (tidak
boleh digauli) yang tidak hamil sampai dia beristibro’ dengan satu kali haid.”
C. Status anak lahir diluar pernikahan
Anak yang lahir tanpa pernikahan yang sah adalah anak yang dilahirkan dari
hubungan antara laki-laki dan perempuan tanpa ada ikatan pernikahan. Terkait anak
yan dibuahi sebelum pernikahan dan dilahirkan setelah pernikahan yang sah. Pada
pernikahan yang seperti ini imam malik dan imam syafi’i berpendapat :
“jika anak itu lair setelah 6 bulan dari pernikahan ibu Dan bapaknya maka anak itu
dinasabkan kepada bapaknya jika anak itu dilahirkan sebelum 6 bulan maka anak itu
dinasabkan kepada ibunya saja.” 6
Berdasarkan hadist yang diriwayatkan Abu Daud menerangkan bahwa anak
hasil dari hubungan zina dinasabkan kepada ibunya :

Artinya : Nabi saw bersabda “ bahwa anak hasil zina hanya dinasabkan pada ibunya
saja”. 7
Menurut imam syafi’i anak yang lahir dari hubungan zina tidak dinasabkan
kepada bapaknya, tetapi kepada ibunya. Berkata imam syafi’i :

Artinya :
“Sesungguhnya Allah swt menegaskan dalam kitabnya, bahwasanya anak yang lahir
dari zina tidak dinasabkan kepada bapaknya, tetapi kepada ibunya. Tetap akan
6 M.Ali Hasan,Azaz-azaz Hukum Islam: pengantar ilmu hukum dan tata hukum islam di indonesia, Jakarta ,Raja
wali press,1997,hal. 81
7 Abu Daud, Sunan Abu Daud, CD Maktabah Syamilah al-Isdar al-Sani,2005,VII:32,hadis nomor 2268

3
mendapatkan kenikmatan dari tuhannya sesuai dengan ketaatannya, bukan ikut
menanggung dosa perbuatan orang tuanya.”8
Sejalan dengan imam syafi’i, imam nawawi juga menjelaskan:

Artinya: “Sesungguhnya hukum anak lahir hasil zina adalah anak li’an karena
ketetapan nasabnya adalah nasab ibunya, bukan nasab bapaknya maka status
hukumnya adalah anak li’an.”9
Berdasarkan hadist nabi Saw dan pendapat imam syafi’fi diatas anak yang lahir
seperti ini akan mempunyai hukum sebgai berikut :
1. Tidak adanya hukum nasab dengan bapaknya
2. Bapaknya tidak wajib memberi nafkah anak tersebut.
3. Tidak saling mewarisi dengan bapaknya.
4. Bapak tidak dapat menjadi wali bagi anak diliuar nikah.10

8 Imam Syafi’i,ahkam al-Qur’an,CD Maktabah Syamilah al-Isdar al-Sani,2005,1:322.


9 Imam al-Nawawi,al-Majmu’, CD Maktabah Syamilah al-Isdar al-Sani,2005,XVI:105.
10 AMIR Syarifuddin,meretas kebekuan ijtihad,Jakarta,ciputat press,2002,hal.195

Anda mungkin juga menyukai